Soal Smelter, Freeport Minta Gubernur Berbicara ke Pusat

Gubernur Papua bersama para pimpinan SKPD menerima perwakilan dari PT Freeport Indonesia.JAYAPURA — Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua melalui Gubernur, untuk bicara kepada pemerintah pusat, jika Pemprov tetap berkeinginan agar Pabril Smelter dibangun di Papua.

“Mungkin beliau akan menyampaikan ditingkat nasional karena itu kami tidak punya kewenangan, hanya menyampaikan permasalahan, jadi kami melihatnya dari sisi teknis, ekonomi untuk pembangunan itu, nah gubernur mestinya mau memperjuangkan itu mesti membicarakan pada tingkat nasional,”

kata Rozik.
Sebelumnya pada Senin (18/08) siang, Rozik yang didampingi beberapa direksinya, menyambangi Kantor Gubernur Papau dan diterima langsung oleh Gubernur Lukas Enembe yang juga menyertakan beberapa pimpinan SKPD termasuk juga Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP, juga perwakilan dari Komisi C DPRP Papua yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C Yan Ayomi, diruang kerjanya.

Dalam kesempatan tersebut, Rozi mengaku kedatangannya tersebut hanya melaporkan bahwa perusahaannya sudah mulai ekspor kembali sejak ada penandatanganan MoU dengan pemerintah. “Kami laporkan kepada beliau mengenai isi dari MoU itu yang harus ditindaklanjuti dengan pembahasan lebih lanjut mengenai amandemen kontrak karya,” tuturnya.

Pertemuannya dengan Gubernur Papua, dikatakannya untuk meminta saran-saran gubernur dan juga untuk bersama-sama menyampaikan hal-hal yang terutama berkaitan dengan daerah, untuk bisa nantinya menjadi bahan didalam pembicaraan mengenai amandemen kontrak karya.

Mengenai Smelter yang diharap Pemprov dibangun di Papua, Rozik mengatakan hal tersebut belum ditentukan. Menurutnya untuk memenuhi permintaan Pemprov untuk membangun Smelter di Papua, ada hambatan yang ditemui, karena diperlukan adanya industri pendukung yang akan menampung produk yang akan menimbulkan polusi, seperti CO2/belerang, kalau ada industri pupuk, atau petrokimia itu diperlukan untuk menyerap, kalau tidak itu akan menjadi bahan yang menggangggu lingkungan.

Kemudian juga keperluan adanya industri semen untuk menyerap limbah padat dari Smelter, jadi itu yang menjadi bahan pembicaraan dengan beliau yang saya sampaikan,” tuturnya.

Dijelaskannya, Freeport mempunyai Kewajiban membangun Smelter sesuai aturan pemerintah hingga akhir 2016, dan hal tersebut justru yang menjadi masalah untuk membangun pabrik pengolahan konsentrat di Papua. “Waktunya terlalu pendek kalau kita harus membangun di Papua, infrastrukturnya sekarang harus dibangun, dan waktunya terlalu pendek, itu yang saya sampaikan ke Gubernur,” aku Rozik.

Kalau sekarang dengan Freeport mendapat kewajiban untuk membangun Smelter dalam waktu pendek, Rozik menyatakan, pilihannya itu terpaksa ditempat yang ada infrastruktur, oleh karena itu larinya ke Gresik, Jawa Timur.

“Kalau misalnya Papua menginginkan itu tentu kita memerlukan waktu yang lebih panjang, infrastruktur harus dibangun, cari investor untuk pembangunan industri pendukung, ini pasti memerlukan waktu yang lebih,”

imbuhnya.

Sementara itu Ketua Komisi C, Yan Ayomi mengatakan dalam pertemuan tersebut Freeport menyampaikan kontrak karya yang baru khususnya menyangkut MoU yang ditandatangani pada 29 Juli lalu, sekaligus juga dibicarakan tentang pikiran dan masukan baru yang nanti akan dibicarakan pada 20 Agustus di Amerika dengan kantor induk dari Freeport.

Diakui Ayomi, dalam kesempatan tersebut ia menekankan kepada Freeport untuk bisa membantu mensejahterakan masyarakat Papua, karena perusahaan asal Amerika Serikat tersebut sudah cukup lama beroperasi di Tanah Papua.

“Tadi saya ingatkan kembali kepada Freeport yang sudah 60 tahun beraktivitas di Papua agar segala macam kegiatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Papua. Freeport harus lebih banyak bekerjasama dengan pemerintah daerah, supaya hal-hal yang bisa dibantu oleh Pemda, pemda juga bisa membantu,”

ujarnya.

Ia juga menanggapi mengenai pembangunan pabrik Smelter, dimana ia mengatakan pihaknya sejalan dengan Gubernur yang dengan gigih menginginkan pabrik tersebut dibangun di Papua.

“Saya tegaskan kembali kepada freeport, permintaan pemeritah daerah agar Smelter dibangun di Indonesia dengan batas waktu hanya dua tahun sudah harus dibangun, itu persyaratan kalau freeport masih ingin tetap beroperasi di Indonesia. Dan DPR menegaskan supaya smelter itu dibangun di Papua,”

ucap Ayomi.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Ayomi berujar jika pihak Freeport meminta Pemprov untuk membantu mereka berbicara dengan pusat agar batas waktu pembangunan pabrik Smelter bisa diundurkan.

“Tadi PT Freeport minta supaya pemerintah daerah bisa membicarakan dengan Pemerintah Pusat supaya smelter bisa dibangun di Papua. Karena ini menyangkut pembicaraan politik. Kami siap nanti kami yang akan bicara, dan gubernur yang akan fasilitasi,”

cetusnya.

Ayomi juga mengaku pihaknya meminta Freeport untuk memberi manfaat bagi pendapatan asli daerah. Pajak-pajak yang belum dibayar selam beroperasi disini supaya diselesaikan kalau Freeport mau membuka kontrak karya yang baru. (ds/don/l03)

Selasa, 19 Agustus 2014 15:25, Binpa

Revisi UU Minerba: Nyata, Freeport dan Newmont Dilindungi SBY

Jakarta (SULPA) – Revisi UU No.4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara melalui PP No.1/2014 dan Permen ESDM No.1 tahun 2014 yang ditetapkan tanggal 11 Januari 2014 di rumah pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas Bogor, sengaja dibuat untuk melindungi kepentingan jayanya Freeport, Newmont dan pemegang KK tambang asing lain.

Hal tersebut di sampaikan Erwin Usman dari Indonesia Mining and Energy Studi (IMES) Jakarta Salasa (14/1/2014) kemarin.

Menurut Erwin, dua peraturan tersebut, memberi kelonggaran pada kartel pertambangan global tersebut tetap bisa ekspor mineral, tanpa kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dalam negeri.

Lanjut Erwin, klaim pemerintah akan ada syarat-syarat teknis dan seterurnya bagi Freeport & Newmont, hanyalah tipu-tipu atau penyesatan ke publik.

Adapun terhadap industri nasional (BUMN, BUMD, Koperasi, swasta nasional menengah-kebawah) sengaja dimatikan, tegas Erwin.

Syarat-syarat ketat diberlakukan dalam peraturan itu untuk bisa ekspor atau tetap operasi, yang sudah didesain, hanya kartel tambang asing yang punya modal kuat yang bisa jalankan itu.

Dengan demikian, terkonfirmasi kembali, bahwa benar jika berhadapan dengan kartel korporasi asing perampok SDA Nusantara maka pemerintahan SBY tak punya nyali atau masih tunduk tertindas.

Mental SBY dan elit bangsa ini, SEOLAH REPUBLIK INI BUBAR JIKA TAK ADA FREEPORT DAN NEWMONT,” ungkap Erwin.

Soal UU Minerba ini, sekali lagi, bukan soal bangun smelter atau tidak. Bukan itu, tapi ini soal pemihakan pada industri nasional yang sengaja dimatikan versus kartel korporasi asing penjarah SDA Indonesia yang terus dilindungi pemerintah, disini masalahnya, tegasnya

Untuk Erwin menghimbau, kepada kaum buruh dan kekuatan nasionalis bersatulah, nasionalisasi tambang asing jalankan pasal 33 UUD 194.

(D/JAC/R2)

Wednesday, 15-01-2014, SULUHPAPUA.com

Diam-DIam Pemerintah dan Freeport Tandatagani Kontrak

Jayapura, 7/4 (Jubi) – 51 persen saham yang diminta pemerintah pada Freeport menjadi isapan jempol. Freeport hanya memberikan 30 persen saja.

Pemerintah Indonesia dikabarkan secara diam-diam melakukan renegosiasi kontrak kerja dengan Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia. Situs berita kontan.co.id melansir pemerintah akan kembali memperpanjang kontrak Freeport dan Vale. Yakni dua kali 10 tahun atau 20 tahun, sesuai dengan permintaan dua perusahaan itu. Ini artinya, kontrak karya Freeport tidak akan habis di tahun 2021 tapi hingga tahun 2041. Begitu pula dengan Vale, kontraknya tidak akan habis pada tahun 2025 tapi akan diperpanjang hingga 2045,

Sabtu, 5/4 lalu, R. Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui pemerintah akan mengabulkan permohonan perpanjangan kontrak Freeport dan Vale.

“Para pengusaha ini minta kepastian perpanjangan karena telah membenamkan dana investasi besar. Ini poin titik temu kami,” ujar Sukhyar seperti dilansir kontan.co.id.

Padahal beberapa hari sebelumnya, media massa memberitakan renegosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport belum selesai. Bahkan, isu Freeport ini diharapkan menjadi komoditi para tokoh yang berani maju jadi calon presiden (capres). Jokowi pun, mendapatkan pertanyaan ini di lapangan PTC, Entrop Jayapura ketika berkampanye, menolak untuk memberikan jawaban.

“Saya kira itu nanti setelah pileg. Nanti setelah pileg,” ujar Jokowi kepada wartawan di Lapangan Karang PTC Entrop, Jayapura, Sabtu sore (5/4).

Sehari sebelumnya, Jumat (5/4) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini mengatakan pada media massa, belum ada kesepakatan antara pemerintah dan Freeport mengenai divestasi tersebut. “Kalau cuma mau segitu (20%) ya renegosiasi berhenti dan kontraknya cuma sampai 2021,” kata Sukhyar di Jakarta, Jumat (4/4), menyinggung divestasi 20 persen saham yang ditawarkan Freeport Indonesia kepada pemerintah dari 51 persen yang diinginkan pemerintah Indonesia.

Hanya berselang sehari kemudian, ternyata diketahui bukan hanya kontrak yang diperpanjang, beberapa poin juga telah disepakati. Divestasi adaah salah satu poin yang disepakati oleh para pihak. Pemerintah menjilat ludahnya sendiri. 51 persen saham yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP No.23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, menjadi isapan jempol belaka. Alasan yang diberikan oleh pemerintah, Freeport memiliki tambang bawah tanah (underground), sehingga kewajiban divestasinya hanya 30 persen saja. Sementara PT. Vale Indonesia wajib melepas 40% sahamnya lantaran bisnisnya sudah terintegrasi dari hulu dan hilir.

Mengenai tambang bawah tanah ini, Vice President Corporate Communications PTFI, Daisy Primayanti kepada Jubi menjelaskan pada tahun 2013 Freeport tidak membayar dividen PTFI kepada semua pemegang saham (termasuk kepada perusahaan induk PTFI dan Pemerintah RI). Hal ini menurut Daisy dikarenakan beberapa faktor, antara lain volume penjualan tembaga dan emas yang lebih rendah karena kadar bijih yang rendah, gangguan operasi tambang, penurunan harga komoditas global, dan penggunaan arus kas untuk investasi sekitar 1 Miliar US Dollar, guna mendukung pengembangan tambang bawah tanah yang pada tahun 2017 dan selanjutnya akan menjadi tumpuan kegiatan penambangan PTFI.

“Proyek tambang bawah tanah ini akan memakan biaya investasi signifikan sekitar 15 Miliar US Dollar selama sisa umur tambang. Selain itu arus kas juga digunakan untuk menjaga keberlanjutan tingkat poduksi saat ini,” papar Daisy.

Sedangkan soal kontrak kerja, Daisy mengaku belum mengetahui apakah prosesnya sudah mendekati final atau belum.

“Saya belum dengar bahwa proses tersebut sudah mendekati final.” tulis Daisy lewat pesan singkatnya kepada Jubi, Senin (7/4).

Pelepasan saham PT Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia ini, menurut Sukhyar akan dilakukan lewat replacement cost, yakni harga saham dihitung berdasarkan investasi perusahaan. Tidak melalui bursa saham. Pemerintah pusat jadi pihak pertama yang harus mendapat penawaran. Ia juga optimis, renegosiasi kontrak akan rampung sebelum pergantian pemerintahan. (Jubi/Victor Mambor)

Produksi Freeport Turun 50 Persen

JAYAPURA [PAPOS] – Pasca diberlakukannya Undang-undang Minerba, berdampak pada produksi PT. Freeport Indonesia mengalami penurunan sangat signitifikan yakni 50 persen.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua Bangun Manurung mengaku, selain berdampak pada menurunnya produksi Freeport, juga berpengaruh langsung pada kontraktor yang menghentikan pegawainya.

“Turunnya produksi Freeport berpengaruh pada pajak tambang khsusunya pada penerimaan fiskal daerah, terutama Kabupaten Mimika. Karena 90 persen ekonomi Kabupaten Mimika bersumber dari Freeport, selain itu pajak yang masuk ke provinsi Papua tahun ini,” kata Bangun Manurung.

Dikatakannya, apabila produksi PT. Freeport sudah normal. Maka keadaan akan segera kembali seperti semula, itu jika sudah ada pabrik smalter yang bisa menampung seluruh produksi PT. Freeport

Ditanya mengenai pembangunan Smalter, Pemprov Papua menginginkan pembangunan Smalter tetap di Papua. Karena dari sisi perekonomian sangat menguntungkan dan bisa menyedot tenaga kerja.

Namun yang menjadi persoalan adalah infrastruktur kita sangat tidak siap, terutama ketersediaan pasokan listrik,” tandasnya.

Diakuinya, sampai saat ini Freeport masih mempertimbangkan beberapa hal terutama menyangkut perkonomian. Serta adanya rencana kerjasama dengan PT. Antam.

“Kita berharap ada solusi terbaik buat Papua tanpa mengurangi kebijakan yang mau dibuat untuk mengurangi dampak pemberlakuan UU Minerba, ya kita harap tidak terlalu membuat goncangan terlalu besar di Papua, tapi kita sebagai bagian dari pemerintah menginginkan semua bisa berjalan lancar sesuai rencana pusat,”

terangnya.[tho]

Sidang MPL Desak Pemerintah Pusat Hentikan Proyek MIFE di Merauke

Kegiatan pembukaan MPL di Gereja Petra Merauke (Jubi/Ans)
Kegiatan pembukaan MPL di Gereja Petra Merauke (Jubi/Ans)

Merauke, Jubi (20/1)—Salah satu agenda sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) yang dijalankan dan atau dilaksanakan dari tanggal 16-20 Januari 2014 di Gereja Petra Merauke dengan dihadiri utusan semua sinode di seluruh Indonesia adalah tidak lain mendesak kepada pemerintah pusat agar menghentikan proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang sedang dijalankan di Kabupaten Merauke.

Hal itu disampaikan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom saat memberikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan media cetak dan elektronik di Sekretariat Gereja Petra Senin (20/1). “Atas desakan dari GKI dan GPI di Papua, maka persidangan meminta agar proyek MIFE di wilayah paling Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini harus dihentikan,” tegasnya.

Diakui jika dalam persidangan berlangsung, ada input jika harus ditinjau kembali. Kalaupun tetap dipaksakan untuk dijalankan dan atau dilaksanakan, maka harus berbasis kepada masyarakat lokal dengan mengedepankan hak-hak orang Marind serta memperhatikan keseimbangan.

Dalam kesempatan tersebut, dibicarakan serta dibahas juga dengan perkembangan penduduk asli Papua yang disinyalir sangat tidak proporsional jika dibandingkan Negara PNG. “Kita sangat prihatin dengan perkembangan jumlah penduduk asli Papua yang tak proporsional itu. Belum diketahui apa penyebabnya dan sedang didalami serta dipelajari lagi,” tuturnya.

Persoalan lain yang dibeberkan dalam sidang, menurut Gultom, kemiskinan yang mendera kehidupan masyarakat orang asli Papua. Padahal, mereka memiliki alam sangat kaya dan sudah harus lebih maju jika dibandingkan dengan orang dari luar.

Sidang telah bersepakat untuk meminta kepada semua gereja di Indonesia agar secara bersama-sama dengan gereja di Papua meningkatkan kemajuan orang asli.
“Sebetulnya belum semua isu yang dijadwalkan dalam sidang MPL selesai dibahas. Baru beberapa agenda yang dibahas. Sisanya akan disampaikan setelah persidangan berlangsung malam ini,” tandasnya.

Dikatakan, ada beberapa agenda yang sudah disimpulkan bersama diantaranya, kesiapan panitia untuk sidang raya yang akan berlangsung di Nias pada tanggal 10-18 November 2014 mendatang. Selain itu, katanya, ucapan terimakasih sebesar-besarnya dari para peserta kepada paanitia MPL. Karena mulai dari proses penjemputan hingga pembukaan sidang beberapa hari lalu, berlangsung sangat baik. Dan, tidak hanya melibatkan yang beragama Kristen, tetapi juga non Kristen.

Bupati Merauke, Drs. Romanus Mbaraka, MT dalam sambutannya beberapa waktu lalu mengatakan, salah saru daerah yang paling aman dan memiliki toleransi sangat tinggi antar umat beragama adalah di Merauke. Banyak kegiatan yang telah dijalankan dan atau dilaksanakan, berjalan aman serta lancar. Tidak ada gangguan yang terjadi. (Jubi/Ans)

Author : Ans K on January 21, 2014 at 00:28:42 WP, BinPa, Editor : Victor Mambor

Jayapura (SULPA) – Kasus HIV terhitung dari Januari sampai dengan 31 September 2013 sebanyak 1205 orang meninggal dunia.

“Penyakit HIV identik dengan TB yang belum bisa untuk mengetahui sampel pendeteksiannya, dan TBC dapat diketahui melalui pemeriksaan batuk lender, dan pemeriksaan lainnya,” kata Nyoman Sri Antari, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan HIV Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Kamis (16/1).

Menurutnya, banyak penderita HIV meninggal karena ketidaksadaran pelaku melakukan hubungan seks bebas yang tidak menggunakan kondom. Penyebab lain adalah penderita HIV tidak melakukan rutinitas minum obat yang dianjurkan petugas perawat.

“Para pasien terkena HIV jangan melawan anjuran petugas perawat untuk minum obatnya. Sebab penyakit ini begitu kena tidak lansung meninggal. Tapi ia bertahap 15 sampai 25 tahun kemudian baru mulai lihat gejolak dan tanda-tanda,” tuturnya.

Saturday, 18-01-2014, SulPa

15.577 Kasus HIV untuk 28 Kabupaten di Provinsi Papua

Jayapura (SULPA) – Penderita Penyakit HIV sesuai data 31 September 2013 mencapai 15.577 HIV kasus yang ditemukan untuk 28 Kabupaten, ditambah dengan kota Jayapura.

“Namun data laporan yang baru melaporkan kasus HIV ini baru 16 Kabupaten yang sudah Lapor,” kata Dr. Nyoman Sri Antari, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan HIV Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Kamis (16/1/ 2014).

“Ada 13 kabupaten yang belum melaporkan data HIV. Dipastikan jumlah penderita HIV bertambah jika laporan dari 13 kabupaten tersebut masuk. Sebenarnya yang dilaporkan sejak 31 Maret 2013 itu sebanyak 13374 kasus HIV, sedangkan 31 September 2013 menambah menjadi 15.577 kasus di Provinsi Papua,”

tambah Nyoman.

Dikatakan, penyakit HIV tersebut terdata juga untuk bayi sehingga jumlahnya lebih banyak, walaupun tidak terhitung secara detail.

Lanjut dia, dinas terkait telah mengambil langkah bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui pelatihan bagi petugas Puskesmas yang berada di wilayah kabupaten/kota, distrik dan hingga ke kampung-kampung di tanah Papua.

“Kami jujur saja bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Papua masih keterbatasan alokasi dana di Provinsi, sehingga susah untuk membiayai semua kebutuhan rumah sakit di Daerah di tingkat Kabupaten, Distrik dan Kampung, yang pasti kami tetap membutuhkan bantuan dari tiap daerah bagaimana bisa mengatasi segala penderitaan masyarakat,”

katanya.

Friday, 17-01-2014, SulPa

Gubernur: Jangan Lagi Pakai Senjata

MULIA [PAPOS] – Pembangunan di Papua pada umumnya dan Kabupaten Puncak Jaya khususnya belum berjalan maksimal akibat masalah keamanan yang hingga kini belum tuntas. Oleh karena itu, pemerintah seluruh pihak baik TNI/Polri dan kelompok sipil Papua yang masih berbeda pendapat dengan pemerintah untuk menghindari konflik bersenjata. Karena tidak ada konflik yang membawa kebaikan.

Demikian ditegaskan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe,S.IP,MH dihadapan ribuan masyarakat Kabupaten Puncak Jaya pada Ibadah Syukuran Peresmian 26 Gereja Se-Kabupaten Puncak Jaya, di lapangan Gereja GIDI, Mulia, kemarin sore.

“Kita diajarkan untuk saling mengasihi, oleh karena itu kasihilah sesama. Karena nenek moyang kita bahkan Tuhan juga telah mengajarkan kita untuk hidup saling mengasihi. Kita diajarkan jangan membunuh, maka semua orang di daerah ini harus segera hentikan tindakan kekerasan. Stop gunakan kekerasan. TNI/Polri juga manusia, kita minta saudara-saudara yang diluar [beda pandangan] jangan menciptakan konflik,”ajak Gubernur.

Orang nomor satu di Papua ini juga menegaskan bahwa Pemerintah, bersama TNI/Polri membuka pintu bagi semua kelompok yang berpeda pandangan untuk duduk bersama membangun Kabupaten Puncak jaya khususnya dan Papua umumnya. “Perbedaan itu bisa diselesaikan dengan duduk bersama,”ujar Gubernur.

Saham Freeport

Pada kesempatan tersebut, Gubernur mengatakan 10,4 persen saham milik PT Freeport Indonesia telah disepakati menjadi milik Pemerintah Provinsi Papua. Untuk mewujudkan kepemilikan saham tersebut, maka Pemprov dalam waktu dekat bakal menggandeng kerjasama dengan pihak perbankan untuik membeli saham perusahaan raksasa asal Amerika itu.

“10,4 persen saham PT Freeport telah disetujui menjadi milik Pemerintah Provinsi [Pemprov] Papua. Dan untuk membeli saham itu, kita akan kerjasama dengan bank,”ungkap Gubernur.

Dikemukakan Gubernur, dengan kepemilikan saham tersebut maka akan berdampak positif bagi pembangunan di Papua. “ Itu dananya trilliunan, jadi kalau sudah terealisasi, maka akan banyak uang yang kita miliki untuk membangun masyarakat kita. Jadi saham 10,4 persen Freeport sudah disetujui. Hanya Lukas orang Puncak Jaya yang bikin, gubernur-gubernur yang sebelumnya tidak bisa,”ujarnya disambut tepuk tangan masyarakat Puncak Jaya.

Selain itu, lanjut Gubernur Enembe, Pemprov Papua,DPRP, MRP juga bekerja keras meminta hak-hak rakyat Papua di PT Freeport untuk dikembalikan, seperti pajak Rp8 trilliun yang dibayar Freeport ke Provinsi DKI Jakarta. “Kami juga sedang usahakan untuk meminta kembali pajak Rp8 trilliun yang masuk ke Provinsi DKI Jakarta. Pajak tersebut merupakan konsekuensi PT Freeport akibat kantor pusatnya berada di Jakarta,”jelas Gubernur.

Berikutnya adalah meminta PT Freeport untuk merubah pola rekrutmen tenaga kerjanya dengan presentase 60 persen untuk tenaga kerja asli Papua. “Kita juga mendesak agar tenaga kerja Freeport, presentasenya harus 60 persen putra asli Papua. Jadi yang sebutkan ini adalah salah satu item dari 20 item yang kita ajukan dalam Otsus Plus. “Selain Freeport, kita meminta Pemerintah Pusat memberikan seluruh kewenangan pengelolaan kehutanan, perikanan, dan lainnya,” tandas Gubernur.[mar]

Jum’at, 12 Juli 2013 00, Ditulis oleh Mansar/Papos

Enhanced by Zemanta

OTK Tembak Tukang Ojek di Paniai

Ilustrasi
Ilustrasi

Jayapura – Seorang tukang ojek, Wagiran (48) ditembak Orang Tak Dikenal (OTK) saat mengantar penumpang ke Kampung Pugo, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua, Kamis (14/2) sekitar pukul 14.00 WIT. Akibatnya korban mengalami luka di punggung kiri dan pergelangan kaki kiri.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol I Gede Sumerta Jaya mengatakan, saat ini korban berada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Paniai. Tim medis akan melakukan operasi guna mengeluarkan proyektil yang bersarang di punggung kiri korban.

“Polisi masih mengejar pelaku dan menyelidiki apa motif penembakan terhadap korban. Korban tidak sampai meninggal dunia. Hanya mengalami luka tembak di punggung dan pergelangan kaki sebelah kiri,”

kata I Gede Sumerta Jaya, Kamis malam (14/2).

Kronologis kejadian menurutnya, sekitar pukul 13.45 WIT, korban menggunakan sepeda motor Honda Blade mengantar penumpang dari Kampung Kopo, Distrik Bibida ke Kampung Pugo I, Distrik Pania Timur. Sesampainya di tempat tujuan, penumpang ojek turun. Namun tiba-tiba ia hendak menikam korban dengan menggunakan sebilah pisau.

“Korban melakukan perlawanan. Selanjutnya korban lari menyelamatkan diri meninggalkan sepeda motornya. Namun korban tiba-tiba ditembak dari arah belakang sebanyak dua kali dan mengenai punggung kiri serta pergelangan kaki kirinya,”

ujarnya.

Dari keterangan korban, pelaku menggunakan senjata laras pendek. Setelah korban tertembak, tak berselang lama, rekan korban berinisial M (48) menemukan korban

“Selanjutnya ia menolong korban dan membawanya ke Rumah Sakit Umum Daerah Paniai dengan menggunakan mobil penumpang yang melintas,”

katanya.(Jubi/Arjuna) 

 Thursday, February 14th, 2013 | 20:14:11, TJ

OTK Kembali Beraksi, 1 Unit Mobil Operasional Polres Paniai Dibakar

Ilustrasi Truk Polisi Terbakar. (IST)
Ilustrasi Truk Polisi Terbakar. (IST)

Jayapura — Mobil operasional Polisi Resort (Pores) Paniai dengan nomor polisi 5516-XVII dibakar Orang Tak Dikenal (OTK). Dari data yang didapat tabloidjubi.com diketahui pembakar terjadi saat mobil dalam tahap perbaikan di bengkel Kurnia Sari, Kampung Madi, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai Papua, Kamis dini hari (17/1) sekitar pukul 03.00 WIT.

Diduga pelaku membakar mobil dengan cara menaruh rumput kering di bawah kepala mobil lalu dibakar. mobil itu sendiri sejak, Selasa (15/1) diperbaiki di bengkel karena mengalami kerusakkan dibagian ban,namun alat yang rusak sedang di pesan di ke Nabire.

Kronologis kejadian, pukul 03.00 WIT,  seorang pekerja bengkel, Martinus (27) mendengar suara ledakkan, namun yang bersangkutan tidak menduga mobil tersebut terbakar. Saat ledakkan ke dua, barulah yang bersangkutan terbangun dan keluar rumah. Tapi api sudah melahap bagian depan mobil.

Pukul 03.15 WIT, Martinus meminta bantuan tetangganya, Tasya (41) untuk memadamkan api. Pukul 03.30 WIT api dapat dipadamkan. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.

Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian saat dikonfirmasi membenarkan terbakarnya mobil operasional Polres Paniai. “Memang benar ada kendaraan truk Dalmas Polres Paniai yang rusak dimasukkan ke bengkel dan malam tadi terbakar. Kalau dilihat ada kemungkinan dibakar karena ada bekas-bekas rumput kering dibawah truk, padahal awalnya itu tidak ada,” kata Tito Karnavian, Kamis (17/1).

Menurutnya, terbakarnya mobil operasional Polres Paniai kemungkinan ada kaitannya dengan kelompok yang ada di wilayah itu. “Kemungkinan itu dibakar dan mungkin ada kaitannya dengan kelompok yang ada disitu, karena beberapa waktu lalu ada gesekan dan camp mereka terbakar. Kita akan lakukan langkah-langkah penegakan hukum dan langkah-langkah komunikasi,” tandas Irjen Pol Tito Karnavian. (Jubi/Arjuna)

 Thursday, January 17th, 2013 | 19:01:05, TJ

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages