ULMWP Segera Bentuk Tim Khusus Tangani Krisis Kemanusiaan Nduga

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Gen. WPRA Amunggut Tabi menyerukan kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) ntuk tidak tinggal diam dan hanya memprotes kondisi keamanan dan krisis kemanusiaan di Ndugama dan sekitarnya, dan mendesak agar ULMWP membentuk Tim Khusus untuk menangani Krisis Kemanusiaan Ndugama.

Menurut seruan pesan singkat dinyatakan,

ULMWP tidak bisa tinggal diam. ULMWP tidak hanya sebatas mengutuk atau menyesali atau menyatakan pendapat terhadap kondisi rakyat bangsa Papua, tetapi harus bertindak lebih jauh, membentuk Tim Khusus, entah langsung dari Kantor Pusat di Vanuatu ataupun lewat Biro-Biro yang terkait seperti Biro HAM atau lainnya untuk segera menangani krisis kemanusiaan yang terjadi, dengan mengundang berbagai lembaga kemanusiaan dan wartawan sehingga krisis yang terjadi tidak berkepanjangan

Masih menurut Tabi,

Bangsa Papua dan organisasi perjuangan Papua Merdeka sebenarnya sudah harus tahu saat ini tetang apa yang harus dilakukan oleh masing-masing biro dan lembaga yang sudah lengkap dimiliki oleh bangsa Papua, diakui oleh MSG dan PIF dan sah menurut hukum internasional. Oleh karena itu ULMWP bukan lembaga yang hanya memberikan reaksi terhadap kondisi politik, hal-hal politik saja, tetapi juga mengurus semua aspek kehidupan bangsa Papua.

Dari situ baru bangsa Papua bisa merasakan pentingnya dan manfaat kehadiran ULMWP bagi bangsa Papua. Kalau tidak, apa gunanya? Hanya untuk menggugat Pepera 1969? Hanya untuk menuntut NKRI menyelenggarakan referendum? Tidak!

Menurut perintah yang diturunkan oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi Gen Mathias Wenda, Gen. Tabi menyerukan kepada semua pemimpiin politik Papua Merdeka untuk segera menyambut langkah-langkah militer yang dilakukan oleh para pejuang di Rimba New Guinea secara proaktif dan progressive sehingga perjuangan para gerilyawan tidak sia-sia dan supaya perjuangan para panglima tidak dicap sebagai aksi-aksi kriminal bersenjata tetapi sebagai gerilya perjuangan kemerdekaan West Papua.

Menurut Tabi perlu dibentuk Tim Khusus yang terdiri dari Masyarakat Melanesia dan masyarakat dunia, yang ada di Tanah Papua dan di luar Tanah Papua, melibatkan berbagai lembaga kemanusiaan untuk secara murni turun tangan membantu krisis kemanusiaan.

Lanjut Tabi,

Hal-hal ini wajar. Kita sedang berperang di zaman beradab, era demokrasi dan zaman peradaban modern. Oleh karena itu dampak perang perjuangan yang berakibat penderitaan rakyat sipil harus diakhiri oleh ULMWP, dengan pendekatan kemanusiaan yang tegas dan intervensi politik seingga terjadi dinamika politik yang jelas antara NKRI dan ULMWP.

Kita tidak boleh mau bertanding tetapi lari-lari terus di luar lapangan, sementara para penonton menjadi korban dari pihak lawan. Ini secara moral tidak dapat diterima.

Oleh karena itu, ULMWP perlu melakukan lobi besar-besaran, bukan untuk Papua Merdeka saja, tetapi kali ini secara khusus untuk menghentikan dan menangani krisis kemanusiaan di Nduga secara manusiawi dan beradab.

“Kita ini berperang di era Pascamodern, di abad ke-21, jadi kita harus sadar dan tidak boleh mengulangi kesalahan-kesalahan generasi lalu,” tambah Tabi.

Apa Nasib Semua Usaha, Terutama Pengusaha Toko, Kios, dan Pasar di Tanah Papua Selepas Papua Merdeka

Selain menjelaskan apa sikap dan kebijakan terhadap Kaum Amberi (orang pendatang) di Tanah Papua selepas Papua Merdeka, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) juga perlu menjelaskan  apa saja kebijakan yang akan diambil setelah West Papua Merdeka terhadap semua pengusaha yang ada di Tanah Papua:

  • Toko dan pengusaha toko
  • Kios dan pengusaha kios
  • Pasar dan pengusahga di pasar

Termaasuk juga pengusaha kayu, pengusaha kelapa sawit, pengusaha pertambangan dan industri extractive yang selama in berlangsung di Tanah Papua.

Harus jelas kepada orang Papua, kepada orang Melanesia, kepada orang Melayu-Indonesia (Amberi apa nasib mereka sehingga mereka bisa menentukan sikap saat ini juga paakah mereka mendukung Papua Merdeka atau tidak.

Mereka sebenarnya tidak tertarik dengan Papua Merdeka, mereka juga tidak terlalu ambil pusing kalau NKRI keluar dari Tanah Papua. Usaha mereka, bisnis mereka ialah usaha-usaha mereka. Hidup mereka tergantung bukan kepada NKRI atau Papua Merdeka, oleh karena itu, ULMWP secara strategis sudah waktunya menjelaskan kepada mereka semua, apa nasib mereka.

ULMWP sebagai lembaga yang sudah resmi di pentash politik dunia dan secara hukum sudah diakui di kawasan Melanesia haruslah bertindak jelas dan tegas kepada dirinya sendiri, kepada bangsa Papua, kepada ras Melanesia, kepada Amberi dan kepada masyarakat pengusaha apakah nasib mereka aman atau akan terganggu setelah Papua Merdeka?

ULMWP sudah pada posisi yang kuat dan tepat untuk menjelaskan ini semua pada saat ini. Kalau tidak, dukungan yang seharusnya kita terima menjadi tertunda, dan kita akan tinggal berjuang sebagai single-fihgter, seolah-olah Papua Merdeka itu hanya untuk kepentingan politik bangsa Papua, padahal sebenarnya dan sesunggunya perjuangan ini akan membawa banyak keuntungan bagi dunia usaha.

Sudah waktunya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) harus menjelaskan kepada dunia dan khususnya kepada para pendatang “kaum Amberi” di Tanah Papua, dengan menjawab pertanyaan ini

Apa nasib kaum Amberi di era Papua merdeka dan berdaulat di luar NKRI?

Jawaban-jawaban dan program haruslah dijelaskan secara gamlang dan lugas, sehingga simpati dan dukungan dari semua manusia yang ada di Tanah Papua bisa didapatkan.

Kalau tidak, semua kaum Amberi di Tanah Papua akan merasa diri sebagai musuh dari bangsa Papua, lawan dari Negara Republik West pApua yang sedang diperjuangkan oleh ULMWP.

Keanggotaan ULMWP di MSG Terancam, TRWP Menuduh ini Kesalahan Pemimpin ULMWP

Dari Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi menyatakan pernyataan Direktor Jenderal MSG di Fiji baru-baru ini bahwa isu politik West Papua tidak akan dibahas lagi di MSG menunjukkan kekalahan telah ULMWP dan bangsa Papua atas hasil maneuver politik NKRI yang telah gencar dilakukan lewat laki-laki, perempuan dan duit, sampai berpengaruh ke dalam negara-negara pendukung seperti Solomon Islands dan Vanuatu.

TRWP menilai kemenangan NKRI ini mengancam keberhasilan mendasar dan berarti yang telah diraih oleh ULMWP selama kepemimpinan pertama sejak ULMWP dibentuk beberapa tahun lalu merupakan sebuah tamparan berat. Kata Tabi,

Di satu sisi memang kita harus akui secara terus-terang bahwa kepemimpinan pertama dari ULMWP sejak pembentukannya patut disyukuri dan dijadikan sebagai teladan yang harus diikuti oleh semua pemimpin ULMWP hari ini.

Dukungan dari Solomon Islands, Vanuatu dan bahkan Fiji dan PNG lebih kuat, pembentukan koalisi Pasifik sudah ada dengan begitu kuat menyuarakan aspirasi bangsa Papua di forum-forum internasional. Tetapi setelah kepengurusan berganti menurut Konstitusi ULMWP, maka gaung Papua Merdeka menjadi padam, terpecah-belah dan banyak saling menyerang terjadi di dalam tubuh para aktivis, tokoh dan organisasi perjuangan Papua Merdeka. Ini jelas-jelas merupakan permasalahan yang harus diselesaikan pemimpin ULMWP.

Amunggut Tabis elanjutnya mengatakan bahwa kalau kondisi ini berlanjut, maka bukan hal yang tidak mungkin perjuangan bangsa Papua untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI akan kembali ke titik Nol, dan orang Papua harus mulai berjuang lagi dari titik Nol.

“Inikan konyol!”, katanya. Lanjutnya,

“Kesalahan-kesalahan ini sudah berulang-kali dilakukan oleh generasi pendahulu, dan kesalahan itu sebenarnya tidak usah diulangi sama-sekali oleh generasi sekarang. Kalau ia terulang, itu menunjukkan ada yang salah fatal dalam diri kita sebagai pemimpin, yang mau tidak mau harus diperbaiki

Menurut pendapat TRWP, hal yang harus dilakuan ialah membangun komunikasi terbuka dengan semua pihak bangsa Papua, menghindari saling menunjuk jari sebagai yang benar dan yang lain sebagai yang salah, menghindari saling menuduh dan mencurigai, menghentikan saling menceritakan dan menggosipkan, dan belajar saling menerima, saling memahami, saling menghormati dan menghargai, saling mendukung dan bersalut-sapa.

Sesuatu yang sulit dibayangkan kalau kesebelasan sepak bola Persipura masuk lapangan dan setelah berada di lapangan mereka mulai saling menceritakan, saling mencurigai, saling menggosip dan bahkan saling menyerang dengan kata-kata kasar, tidak sopan, dan tidak manusiawi. FATAL!

Yang harus dilakukan pemimpin ULMWP saat ini ialah saling membuka diri, membentuk Tim Komunikasi antar Biro dan Pengurus di dalam ULMWP dan melakukan pertemuan-pertemuan operasional dan teknis secara rutin, baik secara Online, lewat media sosial, maupun secara face-to-face.

Hasil yang diharapkan dari diskusi terbuka seperti ini ialah saling menerima, saling mengakui, saling menghormati demi kebersamaan dalam menghadapi lawan politik: NKRI.

Hasilnya ialah semua kekuatan bangsa Papua akan menyatu, dukungan dari kawasan Melanesia yang susak saat ini akan dibenahi dan diperkuat kembali. Paling minimal keterlibatan Aktiv dari tokoh Papua Merdeka, Oktovianus Motte untuk kampanye Papua Merdeka kawasan Melanesia akan berdampak positif dan sungguh berarti bagi perjuangan kita untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

Gen. TRWP Mathias Wenda: Negara West Papua Sudah Dideklarasikan Tahun 1961

Yang mendeklarasikan Negara Republik West Papua itu siapa? Mereka datang dari planet mana? Mereka sudah tahu ka tidak, Negara Republik West Papua sudah ada sejak tahun 1961, dunia sudah akui sejak itu, dan diproklamirkan 1 Juli 1971. Yang kita perjuangkan hari ini bukan untuk deklarasi, tetapi untuk pengakuan dunia atas deklarasi yang sudah ada.

Demikian jawaban Gen. TRWP Mathias Wenda dari MPP TRWP menanggapi pemberitaan tentang ada panitia Deklarssi Negara West PApua yang dibubarkan oleh Polisi kolonial Indonesia di Wamena, Port Numbay baru-baru ini.

Selanjutnya lewat komunikasi telepon dengan PMNews (Papua Merdeka News) Gen. Wenda menyatakan agar

anak-anak Papau harus sudah tahu sejarah bangsa dan negareanya, bahwa Negara West Papua sudah dideklarasikan di Manifesto Politik akhir tahun 1961. Ini yang kita sebut Kongres Rakyat Papua I, 1961. Manifesto itu dikukuhkan kembali lewat Kongres Rakyat Papua II, 2000. Jadi tidak ada deklarasi negara lagi, yang perlu ialah pengakuan

Gen. Wenda melanjutkan,

Karena sudah ada deklarsai dan pengakuan itulah, dalam Trikora Presiden Kolonial Indonesia Sukarno mengatakan dalam salah satu point komandonya mengatakan “Bubarkan Negara Boneka Papua buatan Belanda”. Jadi pengakuan penjajah Belanda dan Penjajah Indonesia kan sudah jelas dalam sejarah. Jadi, semua orang di dunia patut mempertanyakan, “Negara West Papua yang mau dideklarasikan itu batas wilayah kedaulatannya di mana?”

Setelah PMNews menyampaikan bahwa sampai dengan hari ini masih banyak yang belum memahami siapa sebenarnya yang memerintahkan deklarsi ini. Serta-merta Gen. Wenda menjawab.

  • Pertanyaan pertama, sekarang masa apa di Tanah Papua dalam kolonial Indonesia? Ada Pilkada to? Baru, siapa yang kampanye di Jakarta bilang Papua akan kacau, Pilkada rawan kacau, dan segala macam? Itu pertanyaan pertama.
  • Pertanyaan kedua, siapa yang tidak tahu bahwa Negara West Papua sudah pernah dideklarasikan tahun 1961?
  • Dengan menjawab dua pernyataan ini saja orang kampung dan buta-huruf manapun akan tahu siapa sebenarnya otak di balik semua gerakan-gerakan tambahan ini.

Selanjutnya PMNews kembali mempertanyakan apakah ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) atau TRWP sendiri tahu rencana ini? Gen. Wenda menjawab

Kami bukan baru lahir, kami berjuang untuk Papua Merdeka sudah puluhan tahun. Kami tahu mana yang sudah ada dan mana yang harus dideklarasikan. Kalau tidak tahu tidak usah tanya begitu. Dengan tanya begitu saja ketahuan PMNews sendiri tidak tahu sejarah perjuangan Papua Merdeka.

Lembaga yang berjuang hari ini tidak bikin sejarah baru, kita memperjuangkan pengakuan negara-negara lain di dunia atas apa yang sudah dilakukan para pejuang pendahulu kita.

Selesai………………

TRWP: Fokus dengan Perjuangan Papua Merdeka, Dinamika Internal Harus Dikesampingkan

Sejak perjuangan Papua Merdeka, dengan nama “nasionalisme Papua” dimulai, ada satu persoalan utama yang masih menjadi persoalan samapi hari ini, yaitu “ego pribadi” dan “ego kelompok”. Orang Papua dalam perjuangan Papua Merdeka sampai hari ini kebanyakan belum “menyalibkan” ego pribadi dan kelompok. Entah itu kelompok suku/ marga dan kelompok organisasi politik dan militer masih sangat kuat dan punya dampak besar terhadap keputusan dan semangat perjuangan Papua Merdeka daripada “spirit” perjuangan itu sendiri.

Di samping kedua “ego” dimaksud, ada juga “ego” yang kita bangun sendiri dalam era kegiatan kita dengan teman-teman pendukung entah di Melanesia maupun di balahan Bumi lain. Berangkat dari ego pribadi tadi, kita selalu mempertahankan dan tidak mau memanfaatkan hubungan-hubungan dan pihak-pihak yang telah menjadi teman-teman kita untuk mendukung Papua Merdeka. Kita cenderung menjadikan mereka sebagai “kolega egoisme kita” sehingga mereka tidak hanya mendukung Papua Merdeka, tetapi juga mendukung kita secara pribadi.

Kita selalu melekatkan diri pribadi (ego pribadi) kita dengan perjuangan Papua Merdeka. Ini sesuatu yang gila, tetapi harus diingatkan khususnya berdasarkan sejarah perjuangan kemerdekaan West Papua bahwa kondisi ini “mematikan” perjuangan Papua Merdeka.

Terkait kondisi ini, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi mengatakan

Orang Papua, khususnya pejuang yang menyebut diri diplomat dan politisi Papua Merdeka belum juga matang, belum dewasa, kelihatan tidak ada yang sudah menyalibkan ego-nya demi ego Papua Merdeka, yaitu ego aspirasi, bukan ego individu dan kelompok.

Giliran TRWP ajukan UUDRWP, kata orang-orang ini, draft ini berbauk ke-suku-an dan ketinggalan zaman, perlu ditolak. Tetapi kelakuan para polisi dan diplomat ini sendiri lebih kuno lagi.

Kapan Papua Merdeka-nya kalau perilaku politisi-nya kanak-kanak dan kuno seperti ini? “Ego” pribadi dan kelompok lebih kuno daripada Demokrasi Kesukuan.

Demokrasi Kesukuan adalah sebuah “demokrasi” sistem pemerintahan. Ego adalah milik kita semua sejak manusia hadir ke muka Bumi, yang membedakan mahluk manusia dengan makhluk hewan dan tumbuhan. Kalau tidak sanggup menyalibkan ego, jangan salah sangka Anda politisi/ diplomat hebat. Itu bohong!

Semua orang Papua yang mendapati politisi/ diplomat ego-is sebenarnya harus meninggalkan mereka.

Sementara itu Gen. TRWP Mathias Wenda menganjurkan agar pekerjaan Papua Merdeka terus dikampanyekan. Wenda berpendapat bahwa yang diperjuangkan tokoh Papua Merdeka selama ini sama saja dengan yang pernah diperjuangkan oleh Prai, Ondawame, Roemkorem dan dirinya sendiri pada puluhan tahun lalu, yaitu perjuangan membela pendapat sendiri, kelompok sendiri dan kepentingan pribadi sendiri.

Gen. Wenda mengenang bahwa perjuangan membela logika sendiri adalah penyakit akut dan tidak pernah sembuh dari dalam tubuh perjuangan Papua Merdeka. Nicolaas Jouwe tidak pernah berjabatan-tangan dengan suku dan kelompok tertentu sampai meninggal dunia tahun lalu. Seth Roemkorem tidak pernah berjabatan-tangan, bahkan hadir dalam pertemuan-pertemuan kalau ada orang lain yang dia “musuhi” hadir dalam pertemuan yang sama. Jacob Prai di Swedia tidak pernah bergaul dengan pejuang Papua Merdeka yang senior maupun yang junior.

Apa yang mereka jaga selain ego pribadi dan kelompok?

Mereka tidak berbuat banyak untuk Papua Merdeka. Nama mereka tidak kedengaran. Apalagi kegiatan mereka tidak kedengaran. Pekerjaan mereka apa selain menceritakan kelompok lain dan membenarkan diri dan kelompok sendiri.

Ini sudah menjadi penjakit akut. Harus diobat tahun 2018. Nama penyakit ini “Ego Pribadi” dan “Ego Kelompok”

Tahun ini saya mau cap, oknum siapa, atau kelompok mana yang membela ego pribadi dan kelompoknya lebih daripada roh dan ego perjuangan Papua Merdeka, maka kita harus tahu pasti bahwa selama ini mereka-mereka itu sebenarnya memperjuangkan ego-ego pribadi dan kelompok, bukan memperjuangkan Papua Merdeka

Gen. Tabi juga menambahkan

Selain cekcok ego pribadi Pak Mote dan Pak Benny Wenda, gagasan draft Anggaran Dasar (By-Law) United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) juga sangat egois hanya berpikir untuk WPNCL, NRFPB dan PNWP, tidak ada peluang dan tidak ada pemikiran untuk organisasi lain yang selama ini sudah lebih duluan, sudah lebih mengakar, sudah lebih terbukti memperjuangkan Papua Merdeka selama puluhan tahun di lapangan.

Ini penyakit ego kelompok sudah merusak ULMWP.

Kalau PNWP, WPNCL dan NRFPB sendiri yang mau memperjuangkan Papua Merdeka, mematikan misalnya PDP, OPM, TPN PB, TRWP, DeMMAK, AMP, KNPB, dan lain sebagainya, maka sebaiknya mereka harus katakan bahwa dengan AD/ART yang kami buat, kami mau matikan kalian semua. Ini baru gentlemen, tetapi kondisi sekarang sangat menyedihkan.

Penyusun By-Laws ULMWP juga sangat egois, dan itu pasti merusak perjuangan Papua Merdeka.

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) disampaikan kepada para pejuang dan aktivis Papua Merdeka agar

“menyalibkan ego pribadi dan ego kelompok ialah prasyarat utama dan pertama sebelum bicara Papua Merdeka. Kalau tidak oknum dan kelompok dimaksud tidak memenuhi syarat berjuang untuk Papua Merdeka, karena toh hasilnya akan NOL”.

Dikatakan juga bahwa pengalihan kepemimpinan ULMWP itu wajar dan harus terjadi, tetapi tata-cara dan proses yang terjadi tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk melakukan gerakan-gerakan tambahan di luar sidang KTT. ULMWP Summit sudah berlangsung dan sudah menghasilkan keputusan-keputusan, dan keputusan ini harus diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak.

Dinamika saling menyerang, saling memarahi, dan saling menegur yang terjadi di dalam ruang sidang “TIDAK BOLEH” disuarakan/ diceritakan di luar gedung sidang. Persidangan ialah sebuah “ritual” khusus yang diselenggarakan dalam proses pembangunan kesepakatan masyarakat modern, dan oleh karena itu, apa-pun yang terjadi dalam “ritual” itu tidak pernah menjadi konsumsi pulbik di luar ritual dimaksud.

Hal ini berlaku di seluruh dunia, kecuali di tengah-tengah bangsa Papua. Orang Papua karena masih ketinggalan zaman dalam, maka dinamika dan proses persidangan yang terjadi sering diceritakan keluar, sering menjadi bahan perbincangan di rumah-rumah, sering dijadikan alasan untuk tidak mendukung kepemimpin organisasi politik yang ada pada saat ini.

Ini yang dimaksud oleh Gen. Tabi sebagai “Konyol!”, karena kita bicara seolah-olah mengerti demokrasi, jadi demokrasi ke-suku-an tidak usah, kita mau demokrasi modern, padahal kelakuan praktek politik sehari-hari saja sudah lebih kuno daripada Demokrasi Kesukuan.  “Memalukan” karena menyebut diri politisi dan diplomat, tetapi tidak mengerti secara konseptual strategis makna, tujuan dan manfaat daripada gagasan-gagasan para pemikir bangsa Papua tetapi menyembah berhala ideologi-ideologi barat. Sudah lama tinggal di dunia barat, tetapi cara kerja dunia barat sama sekali tidak nampak dalam kerja-kerja ULMWP.

“Memalukan” karena kebiasaan politisi dan diplomat Papua Merdeka selalu bawa keluar masalah dalam ruang sidang, dinamika ruang sidang di mana-mana dibawa keluar dan diceritakan kepada isteri-anak, kepada orang-orang di luar sidang. Ini bukan saja kampungan, tetapi kebodohan kita semua yang kita harus merasa malu besar. Ada ungkapan orang Koteka seperti ini, “What happens in men’s house stays in man’s house”, tetapi para pejuang Papua Merdeka “tidak dilahirkan” dan “tidak dibesarkan” dalam “men’s house” sehingga mulut mereka bocor kiri-kanan, cara gossip mereka sama dengan anak kecil yang baru belajar bicara.

“Lebih memalukan lagi” karena setelah Summit selesai, sudah ada wacana keluar “Saya orang OPM, saya bukan orang ULMWP”, dan “kami kembali saja kepada OPM”. Ini wacana dari NKRI! Wacana yang mau menghambat perjuangan Papua Merdeka.

Kalah dalam sebuah proses demokrasi sidang tidak harus berarti keluar dari sidang dan mengkampanyekan hal-hal yang justru menghambat perjuangan Papua Merdeka. Ini konyol.

Orang Papua sekarang harus bisa mengidentifikasi, oknum siapa, kelompok mana, orang Papua yang tinggal di tanah Papua, di Vanuatu, di Australia, di Belanda, di Inggris, di Skandinavia, di Amerika, yang mana yang sebenarnya tidak buat apa-apa dan tinggal makan-tidur enak di luar negeri, tetapi begitu tiba giliran sidang/ summit, mereka datang dan selalu keluar bawa masalah dan disebarkan masalah yang mereka temukan dalam “ritual sidang”. Kita harus sudah waktunya tahu siapa mereka. Dan kita harus berani hentikan mereka dari perbuatan-perbuatan terkutuk seperti itu. Kalau tidak, pembusukan akan terus terjadi dalam organisasi perjuangan kemerdekaan West Papua, yang berdampak menghambat perjuangan kita semua, memperpanjang penderitaan bangsa Papua, menambah angka kematian orang Papua di tangan NKRI.

Lt. Gen TRWP A. Tabi: Publikasi Dokumen Rahasia A.S Itu Lagu Lama!

Banyak tanggapan muncul dari Indonesia maupun dari Tanah Papua terhadap publikasi dokumen rahasia Amerika Serikat baru-baru ini. Di Indonesia sendiri ditanggapi beragam. Ada yang mengatakan publikasi ini bermaksud tertentu, yang akibatnya akan merugikan Indonesia. Yang lain mengatakan publikasi ini tidak berpengaruh apa-apa terhadap keutuhan NKRI. Yang lain lagi tidak mau berpendapat, mereka menjalani hidup dengan prinsip “business as usual”.

Media di Tanah Papua juga menyiarkan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Tanah Papua, khususnya di era setelah NKRI menginvasi dan menduduki wilayah Negara West Papua.

Apa maknanya bagi perjuangan Papua Merdeka?

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) mengatakan banyak pihak sudah tahu apa-apa yang terjadi pada waktu itu, oleh karena itu, publikasi dokumen ini tidak membantu siapa-siapa dalam usaha apa saja.Semuya orang Papua sudah tahu apa saja yang pernah terjadi waktu itu, dan sudah lama mengkampanyekannya.

“Itu lagu lama”, katanya.

Menurut Tabi, lagu yang perlu dinyanyikan oleh bangsa Papua saat ini ialah lagu-lagu terkait solusi atas pendudukan NKRI di Tanah Papua, bukan mencari-tahu siapa salah dan siapa benar.

Bangsa Papua harus muncul di pentas politik regional dan global dan pentas politik domestik di dalam Tanah Papua sendiri, menunjukkan kepada berbagia pihak apa yang akan terjadi setelah Papua Merdeka dari berbagai aspek: sosial, budaya, pertahanan, keamanan, demokrasi, ekonomi, keamanan, perdamaian kawasan sehingga baik rakyat West Papua maupun seluruh masyarakat Melanesia dan dunia internasional melihat manfaat dari kemerdekaan West Papua, kontribusi yang diberikan oleh kemerdekaan West Papua kepada dunia internasional, kepada kawasan di Asia, Pasifik dan Pasifik Selatan.

Gen. Tabi melanjutkan pesan dari Gen. TRWP Mathias Wenda bahwa tugas United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Parlemen Nasional West Papua (PNWP) harus jelas dan dengan tegas dijalankan, yaitu meneguhkan, mengamandemen dan menjalan Undang-Undang Sementara Republik West Papua, dan pemerintahan transisi West Papua.

Amunggut Tabi menekankan

Kalau tidak begitu, lebih bagus semua lembaga legislatif dan executive yang ada tidak usah menjanjikan kepada bangsa Papua bahwa mereka bekerja untuk Papua Merdeka karena itu akan kita sebut sebagia penipuan publik dan tidak jauh berbeda dengan penipuan-penipuan yang kini dipublikasi oleh Amerika Serikat. Jadi, jangan kita mampu mencaritahu kesalahan orang lain, tetapi menganggap kesalahan sendiri tidak apa-apa. Ini fatal.

Gen. Tabi melanjutkan bahwa bilamana PNWP gagal mensahkan Undang-Undang, maka perjuangan Papua Merdeka akan tetap terus dipandangn sebagai tindakan “melanggar hukum NKRI’, karena perjuangan kita tidak punya dasar hukum, tidak memenuhi kewajiban hukum formal. Kita sudah lama berjuang tetapi berjuang masing-masing tanpa panduan dna tuntunan yang jelas.

Gen. Tabi kembali menekankan

Kita bangsa Papua harus mencatat, bahwa kalau PNWP tidak mengsahkan sebuah Undang-Undang sementara untuk perjuangan bangsa Papua mencapai kemerdekaannya dan ULMWP tidak mampu berfungsi sebagai sebuah pemerintahan transisi, maka kita hampir dengan pasti dapat berkesimpulan bahwa kedua lembaga ini telah dimasuki oleh lawan-lawan aspirasi bangsa Papua. Mereka hadir untuk melayani kemauan penjajah. Alasan apapun tidak dapat diterima, yang jelas berpura-pura berjuang tetapi sebenarnya menghalangi perjuangan adalah penghianatan terhadap aspirasi dan pengorbanan bangsa Papua.

Gen. TRWP Mathias Wenda: Berduka Cita atas Meninggalnya Penggagas Bendera Bintang Kejora Nicolaas Jouwe

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tenrtara Revolusi West Papua (TRWP), General TRWP Mathias Wenda dengan ini menyatakan

BERDUKA CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas wafatnya tokoh penggagas Bendera Bintang Kejora dan penggagas Negara Republik West Papua, Nicolaas Jouwe pada tanggal 16 September 2017

Segenap perwira, pasukan dan rakyat bangsa Papua, yang berjuang untuk kemerdekaan West Papua di seluruh Tanah Papua, dari Sorong sampai Samarai, dari kepulauan Misol sampai ke kepulauan Fiji menyampaikan

Salam Hormat dan Salut

 

 

 

 

 

atas semua yang telah dilakukan Alm. Nicolaas Jouwe selama ini.

Dengan menundukkan kepala, dengan mengangkat hati sampai ke Tuhan Pencipta Kita, kami segenap pejuang Papua Merdeka berdoa kepada Tuhan, agar perjuangan ini mecapai cita-cita terakhir, sebagaimana yang telah almarhum sampaikan kepada Lt. Gen. Amunggut Tabi pada tanggal 1-10 Mei 2000, menjelang Kongres Rakyat Papua 2000.

Gen. TRWP Mathias Wenda dengan ini menghimbau kepada semua pejuang Papua Merdeka, mari kita jauhkan diri dari sikap dan mentalitas pecah-belah, saling melapor, saling mencurigai, saling menceritakan.

Biarkan para mantan pejuang Papua Merdeka seperti Fransalbert Joku, Nick Messet, dan lain-lain berada di Indonesia, karena mereka telah menyelesaikan tugas perjuangan Papua Merdeka. Jangan benci mereka, jangan jauhi mereka, jangan memaki-maki atau menolak mereka.

Biarkan orang-orang pro NKRI seperti Lukas Enembe, Pater Neles Tebay, Ramses Ohee dan lain-lain untuk hidup di tanah leluhur mereka dengan tenang. Jangan membenci mereka, jangan memusuhi mereka.

Di dalam setiap hati mereka, mereka menangis, di kamar pribadi mereka, mereka berdoa kepada Tuhan, di dalam lubuk hati mereka, mereka tahu mereka bukan orang Indonesia.

 

Victor Yeimo: Cara Menyikapi Dialog Sektoral

Begitu mendengar Jokowi setuju Dialog Sektoral yang diusulkan 14 orang Papua di Istana Presiden, Jakarta, KNPB mengambil sikap menolak. Alasannya, bukan karena alergi dan takut pada dialog. Juga bukan karena kedengkian terhadap setiap orang yang berupaya mencari solusi damai. Penolakan KNPB jelas, yakni adanya perspektif, metode dan tujuan yang salah dalam dialog.

Ketika membaca isi dari dialog sektoral, tidak ada korelasi penyelesaian konflik Papua-Jakarta. Ini justru menjadi kesalahan perspektif para penggagas dan Jakarta. Menghubungkan dialog sektoral sebagai penyelesaian konflik adalah suatu penyesatan. Karena, hanya manusia tersesat yang akan menempuh jalur buntuh.

Urusan penyelenggaraan pemerintahan di berbagai sektor adalah tanggung jawab negara yang harus diselesaikan melalui peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Menjawab ketimpangan di sektor-sektor tersebut, sejak aneksasi Papua, Indonesia sudah banyak bikin program dan banyak gagal. Artinya, sebagus apapun hasil dialog sektoral tidak akan mewujudkan tujuan damai yang diimpikan.

Lantas, apakah metode dialog itu salah? Karena perspektif penyelesaian terhadap apa yang disebut “konflik” itu tidak jelas, maka cara penyelesaian pun tidak tepat. Karena metode yang tepat dalam menyelesaikan konflik sektoral sudah sedang terjadi melalui “blusukan” Jokowi 3 kali setahun ke Papua.

Selain itu, Jokowi pun aktif membangun komunikasi (berdialog) dengan kedua Gubernur di Papua Bupati-Bupati, dan berbagai lapisan masyarakat. Lalu, negara ini punya perangkat hukum dan penegak hukumnya bila ada malpraktek penyelenggaraan pembangunan di berbagai sektor kepemerintahan Indonesia di Papua. Tidak perlu repot-repot gagas dialog Jakarta-Papua.

Karena Perspektif dan metodenya salah, maka sudah tentu tujuan dari dialog sektoral tidak dapat tercapai, dan hanya menjadi bahan politik pencitraan Jakarta. Bukan saja sebagai bahan kampanye Jokowi menuju Pilpres 2019, tetapi sebagai bahan kounter opini publik Internasional yang sedang mendorong penyelesaian internasional.

Oleh karena itu, sikap yang diambil KNPB jelas tidak berurusan dengan “dialog sektoral” yang membahas urusan-urusan internal dari kekuasaan pemerintahan kolonial Indonesia di tanah Papua. Mau dialog sampai 1001 kali pun silahkan. KNPB hanya berurusan dengan penyelesaian konflik dua entitas, antara pihak penjajah dan terjajah. Antara orang Papua di teritori West Papua, dan penguasa Indonesia yang merampas dan menduduki wilayah ini. Antara pemilik sah dan pencaplok illegal.

Itulah yang disebut konflik. Dan konflik seperti ini tidak pantas diselesaikan melalui dialog. Tidak logis, perampok berdialog dengan pemilik rumah mencari win-win solution tentang status kepemilikan. Rakyat Papua yang mengalami kepincangan (penindasan) di segala sektor kehidupannya adalah hasil dari praktek kolonialisme Indonesia. Semua pihak mesti berhenti bersandiwara menyempitkan persoalan pokok menjadi persoalan sektoral?

Klaim kedaulatan Indonesia atas West Papua tidak dibenarkan oleh hukum internasional. Sementara, rakyat West Papua di teritori West Papua secara sah belum menentukkan nasib politiknya di bawah hukum internasional. Karena itu, metode penyelesaian harus dikembalikan melalui jalur legal, sesuai hukum internasional yang berlaku. West Papua bukan bagian dari rumah tangga Indonesia yang penyelesaiannya melalui cara-cara internal. West Papua ada urusan internasional yang harus dikembalikan ke PBB.

West Papua adalah urusan PBB yang belum selesai. Karena belum selesai, PBB mesti mendorong mekanisme referendum sebagai satu-satunya solusi dalam menentukan nasib rakyat West Papua diatas tanah Papua. Solusi damai hanya bisa terwujud bila rakyat West Papua diberi hak untuk menentukan pilihan politik untuk berintegrasi dengan Indonesia atau merdeka sebagai sebuah negara-bangsa melalui Referendum.

KNPB mendorong referendum sebagai media penyelesaian yang damai, demokratis dan final. Dalam referendum tidak ada win-win solution, karena yang ada hanya solusi tunggal dan final. Dalam referendum, tidak ada istilah perwakilan. Tidak ada rekayasa. Yang ada hanya satu orang satu suara. Memilih untuk menentukan nasib masa depannya.

Disinilah dialog-dialog tentang penentuan syarat-syarat referendum dibahas bersama-sama dengan penguasa Indonesia. Disinilah saat-saat dimana Indonesia dapat menguji seberapa besar orang Papua yang cinta dan ingin Indonesia tetap menduduki West Papua. Sebaliknya, rakyat West Papua dengan jujur memilih berdiri sendiri, mendirikan sebuah negara yang merdeka. Solusi damai ini sudah terjadi di berbagai konflik yang mengambil penyelesaian lewat referendum.

 

Victor Yeimo
Ketua umum KNPB

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi: Yesus Matikan Ego-Nya & Tingalkan Tahta-Nya Dulu Baru Menang Atas Maut!

Sekretaris-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Lieutenant General TRWP Amunggut Tabi mengirimkan 5 pesan singkat kepada PMNews berisi pesan-pesan kepada pengurus ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) dan semua pejuang kemerdekaan West Papua di manapun kita berada. Terkait kondisi kacau-balau dengan agenda dan kampanye yang terlihat jelas di mata masyarakat internasional belakangan ini, menyusul seruanya beberapa waktu lalu, kini kembali lagi, Amunggut Tabi menyampaikan pesan-pesan Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua – TRWP, Gen. TRWP Mathias Wenda dengan judul,” Yesus Matikan Ego-Nya dan Tingalkan Tahta-Nya Dulu Baru Menang Atas Maut!”

“Matikan Ego berdasarkan pribadi, suku, organisasi dan Tahta Pribadi dalam kampanye Papua Merdeka selama ini, dan Menyerah kepada ULMWP dan semua programnya, maka kita akan sanggup kalahkan NKRI!” Itu sama dengan Yesus matikan egoNya dan tinggalkan tahta-Nya di surga, dan merelakan dirinya, turun ke Bumi, menjadi sama dengan manusia, dan bersedia mati. Dari situ, dengan modal dasar kesanggupan-Nya itulah, maka Dia dengan telah dengan mudah mengalahkan maut, dan bangkit dari antara orang mati.”

Apa yang dilakukan Yesus mengandung makna sangat mendalam, sangat fundamental, dan siapa saja berani dan sanggup mematikan egonya, dan meninggalkan tahtanya, rasa enak-nya, rasa aman-nya, kebiasaan dan statusnya dalam masyarakat dan kelompoknya, dan mengambil langkah untuk kepentingan bersama, mengorbankan apa yang dimiliknya secara pribadi ditinggalkan untuk kepentingan bersama, maka orang-orang itu, pengurus ULMWP dan pejuang Papua Merdeka itulah yang akan sanggup mengalahkan NKRI.

Pesan selanjutnya mengatakan

Beritahukan kepada semua pejuang bangsa Papua, siapa saja yang masih tidak sanggup mengalahkan ego-nya, yang masih bicara “saya”, dan “kelompok saya”, “organisasai saya”, “aku”, “me”, “I am”, dan siapa saja yang masih mau tinggal di tempat dia tinggal sebelum pembentukan ULMWP, maka dia tidak layak mengurus Papua Merdeka. Dia cocok urus pribadinya, keluarganya, tinggal di rumahnya, mengurus egonya, memanjakan dirinya dan berbesar hati di dalam tempat kediamannya sendiri, bukan tempat pusat perjuangan Papua Merdeka.

Bukan karena mengurus ego tidak baik, tetapi karena orang-orang yang tunduk kepada egoisme pribadi adalah orang-orang yang tidak layak mengurus kepentingan umum, apalagi mengorbankan dirinya untuk semua orang. Kita akan melihat sandiwara mengatas-namakan Papua Merdeka, sama seperti yang telah lama terjadi di mana-mana.

Pesan ini diteruskan lagi sebagai berikut

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP sudah kami sampaikan semua pengurus ULMWP sekarang pindah dan tinggal di Kantor Pusat ULMWP. Sekarang harus bangun kantor ULMWP. TRWP pada tahun 2004 sudah diberikan sebidang tanah secara resmi dengan sertifikat Tanah di kepulauan Espiritu Santo, Republik Vanuatu, itu tanah negara West Papua pertama di luar negeri, pengurus ULMWP tahu tanah itu, mengapa tidak bangun kantor ULMWP di sana dan semua pengurus tidak pindah ke sana? Mengapa masing-masing tinggal di tahta dan mempertahakan ego-nya tetapi pura-pura bicara atas nama West Papua? Ini perusakan perjuangan

Pesan ini juga menyerukan semua anggota ULMWP supaya bergabung dengan Sekretaris-Jenderal ULMWP, mendukung apa saja yang diarahkannya, dan tidak bertindak sendiri-sendiri di luar itu.

Sementara itu juga disampaikan kembali bahwa dalam perjalanan waktu kita sudah ketinggalan jauh dari langkah-langkah NKRI. ULMWP harus memiliki sebuah Undang-Undang Dasar Sementara yang mengatur tata-pemerintahan, organisasi dan menejemen perjuangan kemerdekaan West Papua. Tanya Tabi,

Ini mau urus negara ka, atau mau kerja kebun di kampung? masing-masing bawa parang, kampak, bagi jalan masing-masing?

Ini urus negara, ini negara modern, ini politik Papua Merdeka, bukan perang suku, bukan kebun keluarga.

Kalau urus negara harus ada Undang-Undang jelas, semua orang yang di dalam ULMWP harus diatur oleh Undang-Undang Dasar, bukan “ego”, bukan organisasi buatan sendiri, bukan dari tempat tinggal sendiri tetapi dari Kantor ULMWP.

Gen. Tabi menutup SMS-nya dan mengatakan, selama ada yang tidak beres, PMNews harus terus memberitakan apa yang benar, tanpa memilih suku, keluarga, marga, apapun. PMNews harus berpihak kepada “kebenaran”, bukan kemauan, bukan penilaian pribadi/ kelompok.

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages