Gen. WPRA Mathias Wenda, Selamat Terpilih Kembali menjadi Perdana Menteri Papua Timur

General WPRA Mathias Wenda dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) West Papua Revolutionary Army (WPRA)  menyampaikan Surat Selamat atas kemenangan menjadi Perdana Menteri terpilih Hon. Peter O’Neill MP pada tanggal 3 Agustus 2017 dan disumpah sebagai PM Papua New Guinea pada tanggal yang sama.

Dalam surat dimaksud disebutkan kepercayaan rakyat Papua di bagian timur pulau New Guinea menunjukkan ada restu langsung dari Sang Klalik Langit dan Bumi pulau kita, karena apa yang telah dimulai yang terhormat Perdana Menteri Papua New Guinea selama lima tahun lampau telah membawa banyak manfaat bagi bangsa Papua di pulau New Guinea di bagian Timur dan Barat pulau ini.

Sebagai orang tua, dan sebagai pemimpin revolusi bangsa Papua di bagian barat Pulau New Guinea, Gen. Wenda menyebutkan sejumlah hal yang telah dilakukan oleh Peter O’Neill selama ini, yaitu pertama-tama dan terutama, mengakui secara terbuka di depan para kum ibu dari gereja-gereja di Papua New Guinea pada saat mereka melakukan demonstrasi di hadapapan yang terhormat PM Papua New Guinea, bahwa “ya benar ada masalah pelanggaran HAM di West Papua, dan hal itu perlu di-address“.

Pengakuan tentang “ada masalah di West Papua, masalah Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, pengakuan seorang pemimpin politik, pemimpin negara di pulau New Guinea atas masalah yang telah lama, selama para perdana menteri sebelumnya selalu disembunyikan, dianggap sebagai aib, diperlakukan sebagai berita pembawa kutuk atau malapetaka, adalah sebuah tindakan bersejarah, bermartabat dan akan dikenang semua anak-cucu bangsa Papua di pulau New Guinea.

Pengakuan atas situasi real di atas tanah leluhur bangsa Papua menjadi pintu masuk, dan sekaligus pintu keluar bagi persoalan HAM dan perjuangan kemerdekaan bangas Papua di bagaian Barat pulau New Guinea yang telah melewati setengah abad ini. Menyusul pengakuan yang terhormat Peter O’Neill telah terjadi peristiwa-peristiwa yang kami bangsa Papu adi bagian barat menyebutnya sebagai “mujizat-mujizat” susulan, yang kami sebut sebagai perkembangan lanjutan sampai kepada Komunike MSG (Melanesian Spearhead Group) dan Resolusi PIF (Pacific Islands Forum), disusul dengan pembentukan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) dan PICWP (Pacific Islands Coalition for West Papua).

Hal kedua yang saya, Gen. Mathias Wenda sebagai orang tua catat adalah langkah yang terhormat O’Neill untuk menerapkan “politics of engagement”, bukan “politics of blame” atau “politics of pointing fingers”. “Politics of engagements” adalah pendekatan politik mutakhir, yang diterapkan oleh banyak pemimpin modern,  yang telah banyak membawa manfaat stabilitas kawasan dan kedamaian hidup.

Kami sebagai orang tua, yang memegang komando perjuangan kemerdekaan West Papua telah menekan dan memerintahkan kepada seluruh pejuang Papua Merdeka, atau perjuangan saya politik Papua Merdeka supaya mengikuti dan menindak-lanjuti pendekatan yang telah dengan jelas-jelas ditunjukkan oleh PM Peter O’Neill selama ini. Kami juga berdoa agar anak-anak pejuang Papua Merdeka akan mengikuti langkah PM O’Neill di masa lima tahun mendatang.

Tindakan gertak sambal, ancam-mengancam, emosional dan saling menuduh adalah cara-cara berkomunikasi nenek-moyang kita, yang kita juga warisi saat ini. Tetapi dalma konteks peta politik global dan kawasan, kita perlu dengan arif belajar dari peraban modern dalam cara kita berkomunikasi dan melakukan dialgoue. Langkah O’Neil’ akan terus kami dukung, sampai Papua Merdeka, berdaulat di luar NKRI.

Yang ketiga, selain mengikuti trend diplomasi dan politik modern, PM O’Neill selama ini mengedepankan kearifan lolak milik bangsa Papua, menggunakan pendekatan komunikasi dan komunikasi, yang dikenal di budaya Melayu sebagai Musyawarah untuk Mufakat. Saya harus akui, slogan “musyawarah untu mufakat” hanya ada dalam istilah dan kata-kata di Indonesia, akan tetapi hal ini nyata dan dipraktekkan oleh yang terhormat Peter O’Neill sendiri selama ini dan disaksikan oleh sekalian manusia di dunia.

Dalam surat ini, Gen. Wenda juga menyampaikan terimakasih kepada Peter O’Neill yang telah memberikan hak kepada bangsanya sendiri dari bagian barat pulaunya sendiri, untuk menjadi Warga Negarea Papua New Guinea. Sudah lama kita diberitahu oleh para penjajah bahwa orang West Papua itu pengungsi, orang asing, pendatang. Padahal kita semua tahu, bahwa semua orang pulau New Guinea ialah orang tuan-tanah di pulau ini. Padahal kita semua tahu bahwa para pendatang adalah orang Australia, orang Eropa, orang Melayu Indonesia dan Malysia, mereka itu pendatang, mereka itu mengungsi ke pulau kami untuk tebang-tebang kayu, gali-gali emas dan perak, bawa pergi semua kekayaan alam kami, menduduki tanah kami, menghabisi jumlah bangsa Papua, dan mengakhiri ras Melanesia.

Perjuangan Papua Merdeka saat ini dilakukan lewat ULMWP sebagai wadah politik. Walaupun badan ini masih berstatus Non-Governmental Organisation, kami terus mendorong agar status organisasi ini kami tingkatkan menjadi Provinsional Government of West Papua, sehingga dalam diskusi dan diplomasi regional, ULMWP bisa terlibat secara bertanggungjawab dan bermartabat, dan dapat mengikuti langkah-langkah PNG dalam melakukan dialogue dengan NKRI.

Kami laporkan dalam kesempatan ini tentang Peta Politik PAN Indonesia, atau disebut juga The Great Indonesia, yaitu sebuah wilayah mencakup Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, West Papua, Papua New Guinea dan Solomon Islands. Inilah yang mereka sebut sebagia “The Great Indonesia’ sebagaimana selalu dinyanyikan dalam National Anthem, “Great Indonesia”. Politik NKRi dan para politisi mereka tahu, Indonesia belum “Great” kalau seluruh pulau New Guinea belum dikuasai secara politik, ekonomi dan hukum.

Mereka selalu mengatakan seperti ini,

“If I can conquer occupy, , dominate, Papuans in West Papua and extract and take benefits of natural resources there, then what is the reason for anyone to suggest to me that I cannot do just the same in the whole Island?”

Bukan itu saja, mereka juga sering katakan kepada pemimpin di Australia, Amerika dan Eropa dengan menunjuk jari kepada teman kami di Papua New Guinea seperti ini,

“If PNG itself is failing in its national development, and becoming one of the poorest countries in the world, then what is the point giving the other half of the same island an independent status?. They are better off controlled by us, Australia shouldn’nt have gave them independent status in 1975. They are cannibals, they think and talk about wars and tribal battles better than thinking about running a modern nation-state”

Tetapi semua pihak tahu, yang terhormat Pter O’Neill tahu, kami di West Papua semua tahu, perjuangan ini bukan kami lakukan karena mereka Melayu dan kami Melanesia. Sama sekali tidak! Perjuangan ini kami lakukan, pertama-tama karena

“there is a sin committed by the Indonesians in running the so-called Act of Free Choice”. This is not just an error, it is a sin before God, Our Creator and Protector. They have lied to many parties involved in the act that all Papuans in West Papua chose to be happy with Indonesia. Which is a total lie.

Oleh karena itu, pertanyaan kita generasi ini ialah, “Apakah kita harus membiarkan sebuah perbuatan dosa terhadap sebuah bangsa dan sebuah ras ini menjadi sesuatu yang sudah berlalu dan dibarkan supaya dilupakan begitu saja? Bagaimana dengan pengalaman teman-teman Aborigine yang telah diduduki selama berabad-abad lamanya? Pernahkan mereka lupakan? Bagaimana pengalaman teman-teman kami di Selandia Baru dan Amerika Utara?

Bukan hanya dosa lama, setiap hari kita bangsa Papua terus berkurang jumlah, di satu sisi Indonesia setiap hari mengkampanyekan Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah orang Papua di tanah leluhur kita, di sisi lain mereka bunuh orang Papua secara terbuka dan yang terhormat Peter O’Neill bisa dapat informasi pembunuhan orang Papua hampir setiap hari. Itu berita-berita pembunuhan terbuka, dengan peluru tajam, dilakukan oleh aparat tentara dan polisi NKRi, disaksikan oleh banyak orang, dirawat dan dimandikan mayat-mayat mereka di rumah sakit dan di lapangan terbuka.

Yang terhormat PM Pter O’Neill juga telah baca banyak laporan hasil studi ilmiah yang menyebutkan penduduk Melanesia di bagian barat pulau New Guinea sudah akan punah dari tanah laluhurnya pada tahun 2030.

Apakah ini belum berarti bahwa bangsa Papua di pulau New Guinea timur juga akan terkena imbasnya? Saya tahu, bahwa PM Peter O’Neill adalah diplomat ulung Melanesia saat ini, dan pasti akan mengambil langkah-langkah.

Ada pepatah Melayu mengatakan begini, “Berani karena benar, takut karena salah”, artinya walaupun Indonesia mengancam bunuh kita, walaupun Indonesia meneror, walaupun Indonesia menekan, walau bagaimanapun, kalau kita benar, marilah kita berani.

Selama lebih dari 40 tahun ini, pemimpin di pulau New Guinea secara keseluruhan hidup dalam ketakutan. Gerakan gertak sambal, tindakan teror telah membuat bangsa Papua dihantui oleh rasa takut kalau-kalau Indonesia bisa bunuh kita. Yang terhormat Peter O’Neill sudah jelas-jelas menunjukkan sikap ‘tidak takut’, karena benar.

Kami dari Tentara Revolusi West Papua (West Papua Revolutionary Army) selalu berdoa dari hutan rimba New Guinea agar kiranya Tuhan melimpahkan akal budi, dan berkat, kekuatan dan kesehatan, untuk selalu menggali kearifan peninggalan nenek-moyang kita, dengan juga merangkul perkembangan yang terjadi belakangan ini dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi, dalam hidup kita ini.

Apa yang akan kita jawab kepada anak-cucu kita nanti, kalau mereka bertanya kepada kita setelah kita mati, “Bapa/ Mama, apa yang telah kau lakukan untuk bangsamu, tanah leluhurnya, selama memagang kekuasaan yang dapat menentukan nasib bangsa dan tanah laluhur kami”, Apakah kami akan jawab, “Bapa/ Mama takut sama NKRI, Indonesia jahat dan kejam, bapa/ maka takut, jadi tidak bisa buat apa-apa?”

Sejarah hidup ini tidak hanya berakhir setelah kita dikuburkan, kita akan melanjutkannya di alam baka. Pekerjaan yang telah kita mulai 5 tahun terakhir akna terus kita lanjutkan sampai West Papua benar-benar merdeka, berdaulat di luar NKRI.

Saya sebagai Panglima Tertinggi Komando Revolusi WPRA, yang selama hampir 50 tahun bergerilya di hutan rimba New Guinea mengirimkan doa restu kepada mu Yang Mulia Perdana Menteri Papua New Guinea, Peter O’Neill dengan doa dan air mata, untuk terus berjuang untuk bangsamu dan tanah leluhurmu. Lupakan dan buang jauh-jauh batas-batas wilayah negara buatan para penjajah. Lihat dan baca kembali sejarah kehadiran dan keberadaan bangsa kami di pulau kami. Dan mereka akan datang dengan “Full Force” untuk mendorong dan menopangmu saat berarya dan melindungi-mu saat dibutuhkan. Ini hal yang nyata, pengalaman sehari-hari bagi saya, dan itu pasti juga menjadi pengalaman kita semua yang menentang kekuatan pendukung dan pemupuk terorisme terbesar sedunia, INDO-NESIA.

Saya mau sampaikan sebuah realitas yang mutlak, bukan realias “bayangan” atau realitas “cita-cita”, yaitu bahwa “INDONESIA” itu sebagai sebuah bangsa, sebagai sebuah wilayah tanah leluhur dan sebagai sebuah realias sosial-politik TIDAK PERNAH ADA di dunia saat ini. Yang ada ialah sebuah “imagined society”. Sebaliknya, Melanesia dan New Guinea ialah sebuah realitas mutlak, sebuah kodrat, sebuah dunia citaan Allah Bapa di Surga. Apakah dengan mendukung Indonesia ciptaan para penjajah kita melanggar dunia ciptaan Tuhan. Apakah dengan menyebut orang Papua di West Papua sebagai orang Indonesia kita secara sadar dan terbuka melanggar hukum penciptaan Allah?

Inonesia is not a final entity, it is just an “imagined community” as already stated many years ago many by Bennedict Anderson. We do not want to be scared of the imagined entity, a fictional nation-sate, a dream nation-state. Yes Indonesia is politically mapped in world political map, but Indonesia does not exist in God’s created map

Demikian dan salam hormat, demi nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, Bapa Khalik Langit dan Bumi, nenek moyang, tanah leluhur, seluruh orang Melanesia yang pernah lahir dan yang akan lebir, yang telah meninggal dan yang masih hidup, atas nama segenap komunitas makhluk penghuni Pulau New Guinea,

Disampaikan di: Markas Pusat Pertahana
Pada Tanggal: 4 Agustus 2017

 

Mathias Wenda, Gen. WPRA
NBP: A.001076

 

 

 

PM Peter O’Neill congratulates all MPs-elect

Prime Minister Peter O’Neill has extended his best wishes to all declared MPs-elect and says he looks forward to the heavy workload ahead for the incoming government.

Mr O’Neill also thanked the business community and people around the nation for their patience during the election, and said he anticipates a post-election increase in economic activity after Parliament resumes.

“I congratulate all Members-elect on their declarations,” the Prime Minister said.

“Regardless of whether you join us in Government, or sit on the Opposition benches, you have already made a great achievement. Your provinces and districts have elected you to represent them in the 10th Parliament of Papua New Guinea.

“We look forward to the Return of Writs, and the invitation by our nation’s Governor-General to assemble in Parliament to demonstrate our number and to form the new Government.

“To Members who will be joining the Government, we have a lot of work ahead as we deliver our policy agenda over the coming five years.

“The Ministers and Members that will make up the Government caucus have challenges ahead and we will meet each one of these.

“Many challenges before us are known, and we will face new challenges. With a Government that is made up of the experience of returning Members, and the fresh energy of new Members, we will meet these challenges.”

The Prime Minister thanked people and the business community around the country for their patience during the election period.

“National elections are a major event for our democracy, and our people have high participation in this process,” he said.

“Every five years this also leads to a temporary slowdown for some businesses and limited disruption to Government activities.

“As we move on from the formation of Government, we will also see a surge in business activity and we look forward to the additional economic stimulus that this delivers.

“Some Government Departments will have new Ministers, and all agencies of the State will be undertaking reviews and looking at ways to enhance service delivery.

“While the 2017 National Election has not been without its difficulties, including limited instances of unfortunate and deplorable acts, we have experienced the most peaceful and safe elections of recent decades.

“All Members-elect need to honour the confidence that has been bestowed upon them by their electorates, and carry themselves in a Parliamentary manner.

“There is a core element that all Members-elect share, and that is the honour of serving our great Nation of Papua New Guinea.”

Calon PM PNG Perjuangkan Hak Rakyat Papua bila Terpilih

Calon PM Papua Nugini, Ben Micah (Foto: Pacific Energy Summit)
Calon PM Papua Nugini, Ben Micah (Foto: Pacific Energy Summit)

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM – Salah seorang calon perdana menteri Papua Nugini, Ben Micah dari Partai Rakyat Progresif (PPP), memastikan akan menjadikan isu Papua sebagai prioritasnya bila terpilih jadi perdana menteri.

Ia mengatakan akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang pertama ia kunjungi dan akan duduk empat mata dengan Presiden Joko Widodo untuk membicarakan apa yang diinginkan oleh rakyat Papua.

“Saya akan duduk dengan presiden Indonesia dan saya akan berusaha mencapai kesepakatan bersama untuk mendapatkan konsensus tentang apa isu yang paling penting bagi rakyat di bagian barat pulau besar kita,” kata Micah, dikutip dari postcourir.com.pg.

“Saya akan duduk dengan presiden Indonesia berhadap-hadapan. Negara pertama yang saya kunjungi bila saya jadi perdana menteri adalah Indonesia, bukan Australia, karena isu ini,” kata Micah, yang merupakan anggota parlemen mewakili daerah Kavieng.

“Kita harus memecahkan masalah ini dengan cara dimana kedua negara senang untuk mencapai kesepakatan bersama tentang hak rakyat kita yang hidup di bagian barat pulau kita, membicarakan apa yang mereka inginkan,” kata mantan menteri perusahaan publik Papua Nugini tersebut.

Micah menolak mengungkapkan apa agenda yang akan dia bicarakan, tetapi menegaskan bahwa ia memiliki beberapa sikap yang kuat.

“Saya tidak akan memberitahu apa yang mereka (rakyat Papua) inginkan. Terserah kepada mereka untuk mengatakannya dan pemerintah Indonesia dan Papua Nugini harus mendengarkan mereka dan mencapai kesepakatan bersama ke depan.”

“Saya akan mengumumkan bersama-sama dengan presiden (Indonesia) apa yang kami capai dan saya memiliki beberapa sikap yang saat ini tidak dapat saya beritahu,” kata Micah.

Editor : Eben E. Siadari

Siur Mekere Announces Nomination

Former Prime Minister Sir Mekere Morauta today announced that he had nominated as a candidate for the seat of Moresby North-West.
Former Prime Minister Sir Mekere Morauta today announced that he had nominated as a candidate for the seat of Moresby North-West.

“I nominated this morning as an independent candidate,” he said.

“My decision is based on widespread public support for me to use my experience and knowledge to help put Papua New Guinea back on track and help form a new Government that will act decisively to implement plans to rescue and rebuild the country.

“It appears to me and other like-minded people that there is a strong desire for change in Papua New Guinea and I want to be part of that change. I want my vote in Parliament to be counted. I want to be part of the rescue team to reconstruct and lay the foundation for future growth and development.”

Sir Mekere said if elected he and other independent candidates and small parties will join forces to ensure that the best Government with the best leadership is formed after the election. The characteristics of a new government should include:

  • Honest, moral and competent leadership
  • Total dedication to weeding out corruption in all its forms
  • Accountability and transparency
  • Respect for democracy, Parliament and the Office of the Prime Minister
  • Proven expertise in economic and financial management
  • A commitment to the restoration of the institutions of state
  • Reinstatement of proper systems and processes of government
  • Loyalty to the people and the nation ahead of personal self-interest
  • Compliance with the law, most importantly the Constitution

Sir Mekere said he had been urged to stand for election by many people from all walks of life who were concerned about the direction of the nation during the past five years, and its rapid fall into chaos.

“People are saying that corruption is on a scale never witnessed before,” he said. “A favored few benefit while the rest of the nation suffers.

“People are struggling with rising costs and lack of jobs. They see few opportunities for their children, either in the workforce or in further education such as universities and colleges.

“They are concerned about severe budget cuts to critical sectors such as health and education, leaving health facilities and schools across the nation in tatters.

“Teachers, doctors, health workers, policemen and many other public servants say they are not being paid properly or on time.

“Businesses report that they are not being paid for the work they have done for the Government, and are complaining about the impacts of foreign exchange shortages and the declining value of the kina.

“Many people point to systemic problems and the style of government, the weakening, destruction and politicisation of institutions of state and systems and processes, a lack of respect for the rule of law, and the crushing of dissent.”

Sir Mekere said he would do all in his power, if elected, to undo the damage of the past five years. The 2017 election is the time to act, he said. It is the time for ordinary people to use their voting power to send a clear message and make change happen:

  • To rip out the weeds of corruption
  • To replant the seeds for future growth and prosperity
  • To restore and strengthen our key oversight institutions
  • To reconstruct public finances and the economy
  • To give all people opportunities for income-earning, for justice and for equity
  • To allow people to exercise their democratic rights and freedoms
  • To rebuild Papua New Guinea

Sir Mekere appealed to the Chief Electoral Commissioner, Returning Officers and Polling Officers, the Police and other government agencies to respect voters’ rights to vote in an environment of peace and good order.  In particular he warned against the hijacking of ballot boxes and the rigging of voting and counting.

He also appealed to the Chief Electoral Commissioner not to allow and not to repeat what happened in 2012 when the incumbent Prime Minister’s seat was counted and declared before any others, even before voting had taken place in many electorates, giving him and his party an unfair advantage. “Counting should not start until all voting has finished,” he said.

Sir Mekere added that the Prime Minister should not use the government jet and other government resources to collect, ferry and house winning candidates. Those costs are not public costs:  taxpayers should not pay for them.

“Papua New Guineans want a free and fair election,” he said. “The Constitution and Electoral Acts give the Chief Electoral Commissioner the sole power to deliver that.”

-PRESS STATEMENT

2017 General elections in PNG and West Papua

General elections will be held in Papua New Guinea from 24 June to 8 July 2017.

Nominations will close on 27 April. The 111 members of the National Parliament are elected from single-member constituencies by preferential voting. West Papua has a particular interest in its “neighbour” which has long had two different and contradicting approaches towards its brothers and sisters on the other side.

While the official government stance has been that it recognizes Indonesian sovereignty, Papua New Guineans have always felt they could not betray their own “blood” and leave West Papua to its own devices.

These general elections will be a turning point, as it will be the last opportunity for Papua New Guineans to make a difference for their Melanesian “blood” in West Papua, before West Papuans become a minority in their own land. Five years from now, the demographic makeup of the other side will be very different if West Papua does not gain independence.

Indonesia will really be on PNG’s doorstep, physically, politically, militarily, financially, etc. West Papuans are the only ones who can tell the rest of Melanesia how it feels to have Indonesian on its doorstep. This is Melanesia: what you do is more important than what you say you will do or what you say you are doing. Certain candidates are seen as natural supporters of the West Papuan cause, unfortunately, Indonesia has found its way in their wallets and bank accounts…

We support all candidates that have truly stated and acted, and that continue to do so, in the interest of a Free West Papua and we wish them well in this campaign. We are two Nations under God, but one Island in Melanesia. God bless and protect this beautiful Island of ours.

Source: www.facebook.com

Papua Nugini Tak Masalah ULMWP Jadi Anggota MSG

Ketua MSG, Manasseh Sogavare (kanan) dan PM Papua Nugini, Peter O’Neill. (Foto: Sekretariat Pers PM Solomon Islands)
Ketua MSG, Manasseh Sogavare (kanan) dan PM Papua Nugini, Peter O’Neill. (Foto: Sekretariat Pers PM Solomon Islands)

PORT MORESBY, SATUHARAPAN.COM – Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O Neill, mengatakan keanggotaan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam organisasi regional Melanesian Spearhead Group (MSG) tidak masalah bagi negara itu.

Yang penting menurut dia adalah ULMWP harus membuktikan bahwa organisasi itu merupakan sebuah badan yang bersatu mewakili pandangan kolektif rakyat Papua, sebagaimana halnya Front de Liberation Nationale Kanak et Sosial (FLNKS) terbukti sebagai badan yang bersatu mewakili pandangan kolektif bangsa Kanak di Kaledonia Baru.

Sikap Papua Nugini ini disampaikan kepada Perdana Menteri Solomon Islands, Manasseh Sogavare, selaku ketua MSG, dalam pertemuan mereka di Port Moresby Rabu (15/03).

Siaran pers kantor PM Sogavare mengatakan pertemuan tersebut merupakan putaran akhir dari konsultasi Sogavare dengan para pemimpin MSG, sejak Solomon Islands memegang posisi keketuaan pada Juni 2015. Sebelumnya, ia sudah bertemu dengan para pemimpin MSG lainnya, seperti PM Vanuatu, PM Fiji dan Juru Bicara FLNKS.

“Saya sekarang senang bahwa saya akhirnya bertemu dengan Perdana Menteri O’Neill kemarin dan pertemuan saya dengan PM Papua Nugini, seperti pertemuan sebelumnya dengan para pemimpin MSG lainya, sangat bermanfaat,” kata dia, dikutip dari siaran persnya hari ini (16/03).

Sogavare mengatakan pada pertemuan tersebut, mereka antara lain membicarakan hasil dari pertemuan Sub Committee on Legal and Institutional Issues (SCLII) MSG di Port Villa pada September lalu. Sogavare menginformasikan kepada PM Papua Nugini bahwa pertemuan itu telah menghasilkan pedoman keanggotaan MSG yang direvisi.

Pedoman itu telah dibawa ke Senior Official Meeting (SOM) dan Foreign Minister Meeting (FMM). Hasilnya pun telah dibahas kembali pada SCLII dan kemudian disetujui oleh lembaga-lembaga di bawah MSG pada Desember 2016.

Sogavare mengatakan ia menginformasikan kepada PM Papua Nugini bahwa PM Salwai dari Vanuatu dan juru bicara FLNKS, Tutugoro serta PM Fiji, Bainimarama sudah menyetujui prinsip-prinsip pedoman keanggotaan MSG. Menurut dia, pedoman keanggotaan yang direvisi tersebut memberikan proses yang sangat transparan untuk para pemimpin MSG memusyawarahkan aplikasi keanggotaan MSG.

Atas hal itu, menurut Sogavare, PM Papua Nugini mendukung revisi tersebut dan para pemimpin MSG akan bertemu secara resmi menyetujuinya pada pertemuan pemimpin MSG mendatang.

Sogavare mengatakan ia juga menginformasikan kepada PM Papua Nugini bahwa aplikasi keanggotaan ULMWP akan ditangani berdasarkan kriteria keanggotaan yang telah direvisi tersebut.

Menanggapi hal itu, O’Neill mengatakan keanggotaan ULMWP di MSG tidak masalah bagi Papua Nugini. Namun, ia menambahkan, yang penting adalah ULMWP harus membuktikan bahwa ia adalah sebuah organisasi yang bersatu yang mewakili pandangan kolektif rakyat Papua seperti halnya FLNKS yang jelas bersatu  mewakili pandangan kolektif bangsa Kanaks di Kaledonia Baru.

Lebih jauh, Sogavare mengatakan dalam pertemuan itu PM Papua Nugini menegaskan  bahwa setiap pembicaraan tentang isu kedaulatan (Papua) harus dilakukan secara sepatutnya dengan Komite Dekolonisasi PBB di New York dan Komisi Hak Asasi Manusia di Jenewa.

Sebagai catatan, MSG adalah organisasi sub-regional di Pasifik. Anggota penuh terdiri dari Solomon Islands, Vanuatu, Papua Nugini, Fiji dan FLNKS. Sedangkan Indonesia adalah anggota associate.

Sementara itu ULMWP sampai saat ini berstatus sebagai peninjau dan berupaya untuk menjadi anggota.

Selain membicarakan isu Papua, dalam pertemuan itu Sogavare mengatakan mereka berdua membicarakan berbagai isu lain terkait kepentingan MSG. Di antaranya adalah:

  • MSG Special Leaders’ Summit;
  • Hasil dari pertemuan sub-committee on Legal and Institutional Issues {SCLII) di Port Vila in December 2016.
  • Masalah Papua
  • MSG Free Trade Agreement;
  • MSG Labour Mobility,
  • Tinjauan independen tentang sekretariat MSG
  • Penyerahan keketuaan MSG dari Solomon Islands kepada Papua Nugini.

Editor : Eben E. Siadari

Melanesian Spearhead Group considers West Papuan Membership

msg-2z0boxchjkjqmqkfnmquq2EMTV rliosi – The Melanesian Spearhead Group (MSG) is considering a full membership application by the United Liberation Movement for West Papua.

Indonesia currently has associate member status with the MSG and is strongly opposed to West Papua being granted full membership.

It is Indonesia’s view that West Papua already falls under their (Indonesian republic) representation in the MSG.

Foreign Ministers of the MSG member countries met yesterday evening in Port Villa to discuss guidelines which relate to the bid by West Papua for membership in the group.

Solomon Island’s foreign minister, Milner Tozaka, said the MSG leaders in July requested legal clarification on guidelines for membership.

“So that request has been attended to appropriately by the legal people and they have made a recommendation to be used for the foreign ministers to look at and then we will recommend it to the leaders for endorsement,” he explained.

Tozaka confirmed that there won’t be a decision on the Liberation Movement’s application however he did say that they already have observer status.

MSG countries that have shown their support for the Liberation Movements full membership include Vanuatu, Solomon Islands and the FLNKS Kanaks movement.

Papua New Guinea and Fiji, have however leaned towards the Indonesian side on this issue.

Vanuatu’s Prime Minister, Charlot Salwai, said his country’s foreign policy remained firm that Vanuatu is not completely free of colonial bondage until all of Melanesia is free.

State urged to do more for West Papuans

humanitarianTheNational – THE Government has been urged to do more about the plight of West Papuans and to assist them obtain full membership of the Melanesian Spearhead Group.

National Capital District Governor Powes Parkop made the call while celebrating the International Humanitarian Day with the West Papuan refugees at Vabukori in the National Capital District on Saturday.

“I call on our people and our Government not to abandon the West Papua people,” he said.

“Let us be brave and allow moral righteousness to prevail by allowing West Papuans to full membership of the Melanesian Spearhead Group.”

Prime Minister Peter O’Neill in May said PNG was concerned about what was happening in West Papua and expressed this directly to Indonesian President Joko Widodo.

He said West Papuans were welcomed in PNG.

“We are equally concerned about what is happening in West Papua,” O’Neill said.

“We have expressed that directly to the highest authority, including the president (Widodo), this year, particularly the human rights issue and for autonomy.”

Parkop said a humanitarian right issue facing PNG was the denial of the West Papuan people to properly and legally exercise their rights to self determination.

“These are fundamental human rights  expressed clearly in the United Nations  Human Rights Charter,” he said.

PNG opposition leader calls for “honest” take on Papua

Don Polye Photo: SUPPLIED
Don Polye Photo: SUPPLIED

RNZ – Papua New Guinea’s opposition leader says his country and Australia need to play a greater role in responding to human rights abuses in neighbouring West Papua.

Don Polye said basic human rights of West Papuans continue to be repressed by Indonesian authorities and security forces, requiring a more “honest” approach from neighbouring countries.

He said the problem had a set of direct consequences for PNG, yet its government continued to turn a blind eye to what was going on.

Mr Polye said recent remarks by Australia’s Foreign Minister Julie Bishop playing down reports of rights abuses in Papua were unfortunate.

“She said that there is not enough justification or evidence to show if there is any human rights abuse along the border between Papua New Guinea and Indonesia. I believe that Australia should assess the situation more closely, in partnership with Indonesia as well as with Papua New Guinea, to be honest about it and to look at the issues more carefully,” he said.

Mr Polye said as party to international conventions on human rights, PNG and Indonesia needed to engage more to address the situation in Papua.

He said that West Papuan calls for a legitimate self-determination process could no longer be ignored.

A need for meaningful dialogue at both international and bilateral level, he said, also required leadership from the Melanesian Spearhead Group.

However the MSG’s full members – PNG, Fiji, Vanuatu, Solomon Islands and New Caledonia’s Kanaks – are divided over advancing the Papua issue.

Governments of PNG and Fiji in particular appear opposed to granting the United Liberation Movement for West Papua full membership in the group.

They also firmly support Indonesian territorial control over Papua.

Yet Mr Polye says the example of France in granting a self-determination referendum to its Melanesian territory of New Caledonia shows that the Papua question could be solved peacefully.

Cross border flow between Indonesia and Papua New Guinea.
Cross border flow between Indonesia and Papua New Guinea. Photo: RNZ / Johnny Blades

 

Jhon Ribat, Kardinal Pertama Orang Melanesia

Kardinal Jhon Ribat menjabat Uskup Agung Port Moresby (PNG) di Malanesia/doc Misacor Org.
Kardinal Jhon Ribat menjabat Uskup Agung Port Moresby (PNG) di Malanesia/doc Misacor Org.
Roma (KM) –Paus Fransiskus telah mentabiskan 17 kardinal baru dari seluruh dunia, banyak dari mereka telah memilih untuk membantu penggantinya, ditahbiskan pada (20/11/2016) lalu dari gereja Katolik St.Petrus di Roma
Para kardinal baru berasal dari lima benua, dan termasuk utusan Vatikan untuk Suriah. Mereka berasal dari berbagai latar belakang ” adat istiadat”.
Salah – satu yang diangkat kardinal adalah Jhon Ribat dari Negara Papua New Guiena di Melanesia. Selain ini, para kardinal baru datang dari negara-negara termasuk Republik Afrika Tengah, Bangladesh dan Mauritius.
Jhon Ribat MSC, Uskup Agung Port Moresby, berjanji akan menciptakan Gereja adalah momen sukacita yang besar. Dia adalah kardinal MSC pertama dan kardinal pertama dari Papua Nugini. Pengangkatannya menggarisbawahi pelayanan sendiri Gereja di PNG dan kepemimpinannya pada sejumlah isu-isu moral dan sosial.
Dia tegas menentang hukuman mati dan merupakan pendukung gaya hidup sederhana untuk melindungi lingkungan. Pengangkatannya membawa karisma dan spiritualitas kita kepada pemerintah Gereja Universal.
Pada saat yang sama, janji Kardinal Ribat adalah kesaksian untuk kerja tak kenal lelah dari begitu banyak orang  dan saudara kita sendiri selama 135 tahun terakhir; imam agama dan lainnya; banyak orang awam, maka memberitakan Injil di Pasifik dan untuk menjadi saksi kasih Allah penuh belas kasihan di mana-mana dan untuk semua orang.
Kita bisa adil bangga dengan apa yang kami buat untuk “umat” dan seluruh keluarga di PNG dan seluruh Pasifik Selatan.
Admin/KM

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Kopi Papua

Organic, Arabica, Single Origins

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator