Selpius Bobii: Orang Papua Tak Terpengaruh Otsus Plus

Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, Selpius Bobii. Foto: tabloidjubi.com
Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, Selpius Bobii. Foto: tabloidjubi.com

Jayapura — Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat, Selpius Bobii menyukan orang Papua tidak boleh terpengaruh dengan Otonomi Khusus Plus yang ditawarkan Jakarta untuk Papua.

“Orang Papua jangan terpengaruh dengan proyek Pemusnahan Etnis Papua yang dikemaskan dalam ‘OTSUS PLUS’. Draft RUU Otsus plus ditargetkan selesai Agustus 2013 mendatang,”

katanya kepadamajalahselangkah.com, Senin, (20/05/13).

Tahapan Politik Papua mengatakan, menurut Republik Indonesia tujuan Otsus Plus Papua untuk menjawab berbagai persoalan Papua dengan pembangunan kesejahteraan. Tetapi,  Otsus Plus tidak akan jawab persoalan Papua, justru menambah persoalan di Tanah Papua. Masalah utama Papua bukan soal kesejahteraan.

Kata dia, tujuan terselubung Otsus Plus adalah Republik Indonesia membangun kepercayaan masyarakat Internasional karena kegagalan Otsus & UP4B; mengambil hati orang Papua untuk tetap berada dalam NKRI; mengulur ulur penyelesaian masalah Papua; Perpanjangan penindasan Republik Indonesia; pecah bela kesatuan orang Papua; serta percepat pemusnahan etnis Papua, kuasi tanah air Papua dan menjarah kekayaan alam Papua

Karena itu, kata dia, pihaknya dari dalam penjara Indonesia menyatakan menolak Otsus Plus  dan Republik Indonesia dan segera berunding atau dialog dengan orang Papua. (003/MS)

Senin, 20 Mei 2013 23:45,MS

Markus Haluk : Polda Papua Bungkam Ruang Demokrasi

Markus Haluk (Ist)
Markus Haluk (Ist)

Jayapura – Sekertaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua se-Indonesia (Sekjen AMPTPI), Markus Haluk mengatakan, Kapolda Papua dan Wakapolda Papua kini, sangat membungkam ruang demokrasi rakyat Papua.

Menurut Markus, pembungkaman ruang demokrasi saat ini lebih para dari sebelumnya.

“Sebelumnya ada ruang demokrasi. Pembungkapan ruang demokrasi hari ini semakin ketat dan sama sekali tak ada diberi kelonggaran,”

tuturnya ke wartawan di Sekretariat AMPTPI, di Perumnas 1 Waena, Kota Jayapura, Papua, Kamis (23/5).

Pembungkaman ruang demokrasi itu, kata Markus, sangat terlihat dari pengamanan saat para mahasiswa melakukan demonstrasi yang harus dikawal dengan Mobil Baracuda Polisi, Mobil Panser Polisi, penghadangan, pembubaran, dan bahkan penolakan surat ijin demonstrasi.

“Situasi ini memperlihatkan wajah kepolisian yang menakutkan. Wajah polisi jauh dari slogan melindungi dan mengayomi rakyat. Kapolda Papua dan Wakapolda Papua kini adalah polisi otoriter, bukan polisi yang mengayomi masyarakat,”

tuturnya.

Pembukaman ruang demokrasi ini sangat tak benar dalam negara demokrasi.
“Rakyat mesti demo saja, entah dengan tutuntan merdeka atau tidak, sejauh aksi  itu tidak melukai rakyat, tidak perlu di larang. Ini demokrasi spontan atas korban sesama, keluarga, teman dan manusia. Tapi kepolisian jauh dari harapan kebebasan berekspresi,”
tegas Markus.

Sehingga menurut Markus, pemerintah Provinsi Papua, melalui Gubenur Papua, Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih, harus membuka ruang demokrasi.

“Guna rakyat Papua menyampaikan aspirasi mereka secara damai dan bermartabat sesuai amanat UU No 8 Tahun 999 tetang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dan sesuai dengan kovenan internasional mengenai hak-hak sipil dan politik,”

jelasnya. (Jubi/Mawel)

May 23, 2013,19:46,TJ

Aksi 13 Mei Murni Tuntut Keadilan Masalah HAM di Papua

Beberapa elemen yang tergabung dalam Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, saat jumpa pers di Abepura (Jubi/Eveerth)
Beberapa elemen yang tergabung dalam Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, saat jumpa pers di Abepura (Jubi/Eveerth)

Jayapura — Solidaritas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, menyatakan aksi Senin, t 13 Mei 2013 adalah murni menuntut keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di bumi Cenderawasih. Namun aksi ini dilarang oleh aparat Kepolisian.

Seperti diketahui sebelumnya, Aksi Peringatan 1 Mei 2013 yang oleh Rakyat Papua dikenang sebagai Hari Peringatan 50 Tahun Aneksasi Wilayah Papua Barat (New Guinea) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sempat diperingati secara berbeda di beberapa tempat.

Namun dalam aksi-aksi peringatan itu, pihak aparat keamanan Indonesia (TNI/Polisi) telah melakukan rangkaian tindakan represif dan brutal terhadap setiap aksi yang dilakukan di beberapa daerah seperti, Sorong, Fak-fak, Biak, Nabire dan Timika.

“Pihak keamanan RI seolah berpegang teguh pada landasan klasik yang terus menjadi kontroversi hingga saat ini bahwa pada 1 Mei 1963 silam, Papua telah bergabung kembali ke dalam pangkuan Ibu pertiwi. Karena itu, otoritas wilayah NKRI mutlak harga mati dan tidak bisa diganggu gugat,”

ujar Wim Rocky Medlama, selaku Juru Bicara KNPB, di Abepura, Rabu(15/5).

Dijelaskan, pada malam menjelang peringatan hari Aneksasi 1 Mei 2013 di Sorong misalnya, sempat terjadi peristiwa tragis yang memakam korban. Dimana pihak keamanan Indonesia (gabungan Polisi/TNI) pada Jumat malam, 30 April 2013, telah melakukan penyerangan membabi buta terhadap warga Papua di sebuah kompleks di Aimas Sorong.

“Dalam aksi penyerangan itu, sejumlah warga mengalami luka-luka, termasuk dua orang Papua berusia muda tewas di tempat kejadian. Mereka adalah Abner Malagawa (20 thn) dan Thomas Blesia (28 thn) yang tewas akibat timah panas yang menerjang tubuh mereka,”

jelasnya.

Sedangkan seorang perempuan bernama Salomina Klaibin (37 thn) yang juga tertembus peluru, akhirnya meninggal dunia setelah sempat kritis saat menjalani operasi mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya pada salah satu rumah sakit di Sorong.

“Menanggapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia di berbagai wilayah Papua pada peringatan 1 Mei 2013, terlebih peristiwa tragis di Aimas Sorong, sejumlah aktivis Papua di Jayapura yang terdiri dari para pemuda dan mahasiswa lalu melakukan pertemuan koordinasi secara berturut-turut di beberapa tempat di sekitar Abepura. Pertemuan koorrdinasi kemudian lebih dititik beratkan pada upaya menanggapi peristiwa berdarah yang terjadi di Aimas Sorong,”

paparnya.

Dari sekian pertemuan yang dihadiri para aktivis yang berasal dari sejumlah organ gerakan dan organisasi mahasiswa, dihasilkan kesepakatan agar perlu menyikapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia atas rakyat Papua di Sorong dan beberapa daerah lain melalui aksi solidaritas peduli HAM.

“Aksi solidaritas dimaksud rencananya dilakukan dalam bentuk pemberian pernyaatan pers bersama dengan mengundang wartawan kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan aksi protes bersama (demonstrasi massa) ke kantor MRP, DPRP atau ke Kantor Gubernur Papua,”

katanya.

Setelah melewati berbagai tahapan koordinasi, katanya, guna memuluskan rencana aksi demo pada Senin 13 Mei 2013, tim solidaritas aksi lalu membuat surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Kepolisian Resort Kota Jayapura. Surat itu kemudian dimasukan pada Jumat 10 Mei.

Dalam surat yang dimasukan ke pihak kepolisian itu, di dalamnya tertera beberapa nama penanggung jawab aksi seperti; Yason Ngelia dan Septi Maidodga selaku perwakilan BEM-MPM Uncen, Bovit Bofra selaku ketua Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P), Victor Yeimo sebagai ketua Komite Nasional Papua Barat/KNPB) dan Marthen Manggaprouw dari perwakilan West Papua National Autority (WPNA).

Kemudian, pada sore harinya dilanjutkan dengan pertemuan koordinasi lanjutan antara para aktivis yang tergabung dalam rencana aksi solidaritas.

Satu hari selepas surat pemberitahuan pelaksaan aksi dimasukan, pihak Polda Papua melalui staf bidang Intelijen dan keamanan (Intelkam) lalu menghubungi via phone dan meminta perwakilan penanggung jawab aksi untuk dapat bertemu direktur Intelkam Polda perihal aksi yang bakal digelar.

Bovit Bofra dan Yason Ngelia selaku perwakilan penanggung jawab aksi lalu memenuhi panggilan Markas Polda Papua yang berada di jantung Kota Jayapura, Sabtu 11 Mei, jam 09 pagi. Mereka bertemu direktur Bidang Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki.

Dalam pertemuan kecil yang berlangsung cukup alot dan tegang di ruang Direktur Intelkam Polda, Kombes Yakobus Marzuki meminta mereka mengklarifikasi rencana aksi yang bakal digelar.

“Selain mempersoalkan keabsahan organ-organ yang tergabung dalam aksi solidaritas karena keberadaanya tidak terdaftar di Badan Kesbangpol. Pihak Polda juga mempersoalkan surat pemberitahuan rencana aksi yang dianggap terlalu mempolitisasi keadaan karena berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat (kantibmas),”

ucapnya.

Sebab dalam isi surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan ke Polda Papua dan Polresta Jayapura itu disebutkan bahwa kasus penyerbuaan yang dilakukan pihak aparat gabungan TNI-Polisi di Aimas Sorong sebagai sebuah “tragedi kemanusiaan” karena menyebabkan rakyat sipil Papua menjadi korban.

Istilah “tragedi’ dalam isi surat itu menurut direktur Intelkam Polda Kombes Yakobus Marzuki) sangat tidak mendasar dan tidak bisa diterima. Sebaliknya, menurut dia, aksi yang dilakukan oleh aparat keamanan itu sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Menurut dia, kelompok yang menjadi sasaran penyergapan di Aimas Sorong itu terindikasi kuat bakal membahayakan stabilitas keamanan Negara Indonesia lewat peringatan 1 Mei 2013. Setelah menyampaikan statemen demikian, Direktur Intelkam Polda Papua kemudian mengeluarkan selembar surat penolakan pelaksanaan aksi yang berlangsung pada Senin 13 Mei 2013.

Cuma saja, dalam isi surat penolakan itu hanya disebutkan nama Victor Yeimo selaku ketua KNPB yang menjadi penanggung jawab aksi. Padahal sesuai surat pemberitahuan aksi sebelumnya, jelas tercamtum beberapa nama penanggung jawab aksi yang mewakili organisasi mereka masing-masing.

Selain itu, Direktur Intelkam juga menegaskan sikap Gubernur Papua Lukas Enembe, yang mengatakan bahwa aksi-aksi demonstrasi hanya akan menghambat proses pembangunan di Papua. Menanggapi peryataan itu, Bovit dan Yason lalu mengklarifikasi isi surat penolakan dari Polda Papua itu dan maksud rencana aksi yang hendak dilakukan. Namun tetap terjadi tawar menawar dengan berbagai argumentasi selama kurang lebih 20 menit.

Karena tidak ada kesepakatan bersama, akhirnya Bovit Bofra dan Yason Ngelia dengan terpaksa menegaskan komitmen mereka bahwa sesuai kesepakatan, aksi tetap akan dilakukan pada Senin 13 Mei 2013.

Namun, Direktur Intelkam juga menanggapi dengan menegaskan bahwa pihaknya (Polda Papua) tetap tidak mengijinkan dan menghendaki aksi itu dilakukan. Bila aksi tetap dipaksakan, para penanggung jawab aksi beserta massa yang terlibat siap menghadapi segala resiko yang terjadi, termasuk konsekuensi hukumnya. (Jubi/Eveerth)

May 15, 2013,20:33,TJ

Ruben Magay : Larang Demo, Polisi Tidak Profesional

Jayapura – Tindakan aparat yang melarang rakyat Papua demo ke Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dan berujung ditangkapnya beberapa aktivis, serta sejumlah lainnya luka-luka, Senin (14/5) direspon Komisi A DPR Papua yang membidangi Pemerintahan, Hukum dan HAM.

Ketua Komisi A DPR Papua, Ruben Magay menilai aksi aparat kepolisian itu masih menggunakan cara lama dan menggambarkan ketidak profesionalan mereka.

“Ini citra lama yang terjadi. Polisi tidak profesional mendorong jalannya demokrasi di Papua. Saat peristiwa terjadi kan massa ingin minta tanggungjawab polisi terkait kasus di Sorong. Tapi polisi menghadang massa saat akan mengadu ke MRP. Padahal MRP ini lembaga persentatif orang asli Papua,”

kata Ruben Magay, Selasa (14/5).

Menurutnya, sejumlah kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian di Papua membuat orang Papua semakin trauma. Padahal tugas polisi seharusnya mengayomi dan melindungi, namun yang terjadi justru sebaliknya. Motto melindungi dan mengayomi tak ada lagi. Untuk itu ia berharap Kapolda dan Wakapolda Papua segera membenahi hal ini.

“Tindakan persuasif tidak jalan, tapi sudah dengan dh pendekatan represif. Ini yang membuat rakyat semakin tidak percaya polisi. Bahkan kalau bisa Kapolda dan Wakapolda diganti, karena belakang ini penembakan terjadi dimana-mana. Beberapa aktivis ditembak dan ini menggambarkan mereka tidak bisa mengatasi masalah. Saya pikir jika terus ada korban, dua orang ini lebih baik dipindahkan. Tugaskan orang yang lebih mengedepankan kemanuasian,”

ujarnya.

Dikatakan, serangkain kejadian di Papua justru mengundang simpati dunia luar. Papua bukan lagi seperti tahun 60an dimana saat itu masyarakat selalu diintimidasi. Saat ini apapun yang terjadi di Papua diikuti dunia internasional.

“Binatang saja punya hak hidup apalagi manusia. Jangan aparat yang ada di Papua melakukan tindakan anarkasi, pembunuhan dan lain-lain, karena pemerintah pusat akan pusing saat dunia luar menekan Indonesia dari sudut HAM dan demokrasi. Jadi reformasi Polisi harus dievaluasi,”

ujar Ruben Magay. (Jubi/Arjuna)

May 14, 2013,16:35,TJ

 

Jangan Tembak Rakyat Lalu Bilang OPM

Ilustrasi Penembakan (google.com)
Ilustrasi Penembakan (google.com)

Jayapura – Berbagai persoalan penembakan terus saja terjadi di Papua, bahkan stigma Organisasi Papua Merderka (OPM) menjadi senjata utama untuk terus membunuh rakyat Papua, yang seharusnya tidak terjadi.

Hal tersebut disampaikan Aktivis Pegiat HAM Papua, Dorus Wakum, menyikapi adanya berbagai polemik yang terjadi, terutama peristiwa penembakan tanpa perlawanan di Aimas Kabupaten Sorong pada tanggal 1 Mei lalu.

“Kebanyakan di katakan OPM, lalu apakah semua orang Papua yang dibunuh dikatakan OPM, sehingga membenarkan tindakan membunuh orang asli Papua. Karena itu, jangan tembak rakyat lalu berkata bahwa mereka adalah OPM,”

ujar Dorum Wakum, kepadatabloidjubi.com, via handpone, di Jayapura, Jumat (10/5).

“Polisi bukan TNI, sehingga dalam mengambil tindakan harusya juga mengikuti instruksi Presiden Indonesia, yakni memperhatikan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),”

tuturnya. Dorus menyesali tindakan yang tidak bertanggungjawabt dengan menembak rakyat lalu mengatasnamakan OPM, sebab aapakah tidak ada cara lain yang bisa digunakan untuk mendekati rakyat.

 “Akar permasalahan di tanah Papua dalah pelanggaran HAM, yang tidak pernah diselesaikan dengan baik oleh negara,”
ucap Dorus Wakum, yang juga Koordinator Umum Nasional Papua Barat LSM Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Papua ini.


Dia meminta, kepada anak – anak asli Papua yang menjadi perwira dan anggota kepolisian untuk tidak melakukan penemabakan terhadap rakyat Papua, karena yang ditembak adalah saudaranya sendiri.

“Mengapa setiap ibadah ditembak, upacara bendera ditembak, apakah tidak ada cara lain. Oleh sebab itu, Gubernur Papua Barat dan Gubernur Papua harus bertanggungjawab,”

nilainya.

Ia  menegaskan, rakyat bangsa Papua bukan binatang yang seenaknya ditembak dan dibunuh diatas tanahnya sendiri.

“Karena itu, Polda Papua harus bertangungjahwab dan kapolres di copot saja, karena jangan melayani dengan moncong senjata, sebab sangat berbeda dengan tiga pedoman melayani dan mngayomi dan melindungi rakyat, tetapi yang terjadi justru lain,”

ucapnya dengan nada kesal.(Jubi/Eveerth)

May 10, 2013 ,22:40,TJ

Buchtar : Indonesia Jangan Berlebihan

Ketua PNWP, Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)
Ketua PNWP, Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)

Jayapura – Reaksi dari pemerintah Indonesia dengan dibukanya kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford Inggris mendapat tanggapan dari Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni.

Ia mengatakan, pemerintah Indonesia jangan terlalu emosi dan bereaksi berlebihan menanggapi hal tersebut. Pemerintah Inggris menghargai penentuan nasib sendiri dan ini mekanisme yang yang harus dihormati.

“Kecuali ada kantor OPM, dan Papua langsung merdeka, itu yang luar biasa. Memang betul pemerintah tidak bisa mendukung kedaulatan, namun negara-negara yang menghargai demokrasi mendukung hak berdemokrasi. Misalnya kita bilang orang Papua self determination itu negara apapun harus menghormati. Memang pemerintah Inggris belum mendukung secara resmi, tapi secara demokrasi sesuai mekanisme mereka menghargai penentuan nasib sendiri,”

kata Buchtar Tabuni, Senin (6/5).

Selain itu menurutnya, perjanjian New York Agreement, One Man One Vote juga belum dilaksanakan baik dan hukum internasional dihargai oleh negara-negara lain. Mereka melihat dari sisi itu yakni hak untuk menentukan nasib sendiri, dan jika melihat dari sisi itu tidak melanggar.

“Satu bulan sebelumnya, parlemen Papua sudah dikabari akan ada akan ada peluncuran kantor OPM. Namun karena kami mengalami keterbatasan dana sehingga tidak bisa hadir di sana. Kami hanya lakukan aksi perayaan di kampung harapan, 1 Mei lalu. Kami sebenarnya mau turun jalan, hanya waktu itu Kapolda membatasi,”

ujarnya.

Dikatakan, kantor OPM di Inggris bukan rahasia lagi. Pembinanya Walikota Oxford. Itu bagian dari kantor kampanye meski pemerintah Indonesi bereaksi dan menolak, namun di Inggris tak masalah karena itu hak demokrasi.

“Hanya pemerintah Indoenesia yang belum hargai demokrasi orang sehingga merespon dengan emosional. Kalau negara yang menghargai demokrasi itu hal biasa. Mereka mengerti selama tidak merugikan negara itu sendiri. Saya juga mau tekankan komentar gubernur baru. Terlalu kekanak-kanakan. Pemimpin tidak boleh komentar seperti anak kecil. Pemimpin kok sikapi emosional. Kumpulkan orang amber di Jakarta baru katakan orang Papua tidak mendukung dan konser di bundaran HI. Itu kurang ajar namanya. Dia gubernurnya orang Papua bukan orang Jakarta. Saya menyesal dengan sikap itu,”

kata Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)

May 6, 2013,18:32,TJ

KNPB Sesalkan Tindakan Brutal Aparat Keamanan

ROCKY WIM MEDLAMA (JUBI/APRILA)
ROCKY WIM MEDLAMA (JUBI/APRILA)

Jayapura – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melalui juru bicaranya, Rocky Wim Medlama mengatakan, pihaknya menyesali tindakan brutal pihak keamanan, TNI/Polri.

Hal ini dikatakan Medlama terkait kekerasan di beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat beberapa hari terakhir saat peringatan hari Aneksasi Papua pada 1 Mei lalu, di hadapan wartawan di Prima Garden Caffee, Abepura, Kota Jayapura, Senin (6/5).

“Kami sangat kesal tindakan brutal yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan dalam hal ini TNI/Polri dimana 1 Mei 2013 diperingati oleh Rakyat Papua tetapi kenyataan yang kami lihat dan alami, ada kekerasan di beberapa tempat,”

tutur Wim Rocky Medlama.

Menurut Medlama, di Sorong terjadi penembakan terhadap orang yang diduga sebagai Anggota Tentara Pembebasan Nasional atau Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Di Biak juga terjadi hal yang sama, dua orang ditembak di kaki. Kemudian di Timika, 16 orang ditangkap.

“Di Sorong ada empat orang. Dua orang mati di tempat yang dua lagi luka-luka dan krisis, sedang menjalani proses pengobatan di rumah sakit. Hal-hal ini yang membuat kami dari KNPB kesal terhadap tindakan aparat ini,”

demikian tutur Medlama lagi.

Lebih lanjut menurut Medlama, KNPB sebagai media maka pihaknya akan melakukan demonstrasi dalam bentuk aksi damai. Jadi pihaknya menekankan kepada pihak aparat keamanan, lebih khusus kepada pihak Polda Papua untuk membuka ruang demokrasi yang luas bagi Rakyat Papua.

“Kenapa orang di Jawa melakukan demonstrasi besar-besaran tetapi tidak pernah dibatasi. Ada Apa di Papua? Itu artinya proses menuju kepada pembebasan Papua ini turut didukung oleh republik ini dengan cara-cara kekerasan tadi,”

ungkap Medlama. (Jubi/Aprila Wayar)

 May 6, 2013,15:48,TJ

Dukung Pendirian Kantor Free West Papua Campaign, AMP Gelar Diskusi dan Memasang Spanduk Dukungan

Dukungan AMP Atas Berdirinya Kantor Free West Papua Campaign. ( Doc: AMP )
Dukungan AMP Atas Berdirinya Kantor Free West Papua Campaign. ( Doc: AMP )

Yogyakarta – Puluhan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP ) hari ini ( kemarin,28-04-2013 ) menggelar Diskusi dan Nonton Bareng di Asrama Mahasiswa Papua ” Kamasan I ” Yogyakarta.

Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk dukungan dari Aliansi Mahasiswa Papua ( AMP ) atas didirikannya Kantor “Free West Papua Campaign” di Oxford, United Kingdom. Dego yang juga selaku koordinator kegiatan ini menyebutkan bahwa

” Kami sebagai Mahasiswa Papua, yang merupakan tulang punggung dari perjuangan bangsa Papua, sangat senang dan bangga atas didirikannya Kantor Free West Papua Campaign ini, dan kami berharap dengan adanya kantor Free West Papua Campaign ini, maka perjuangan bangsa Papua aka lebih jelas dan dapat menjadi perhatian dunia Internasional akan permasalahan yang ada di Papua”.

Ketika ditanyai bentuk dukungan yang diberikan oleh AMP atas berdirinya kantor Free West Papua Campaign ini, Dego mengatakan bahwa

” Sejak pagi tadi, kami telah melakukan pemasangan spanduk dan poster yang bertuliskan dukungan dari kami atas didirikannya Kantor Resmi Free West Papua Campaign di depan Asrama Mahasiswa Papua ” Kamasan I “, selain itu, kami juga telah mengirimkan surat resmi dari AMP yang pada intinya surat itu berisikan ucapan selamat, dukungan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung, atas berdirinya kantor ini”.

“Selain itu, kami juga melakukan dikusi seputar kilas balik dari perjalanan Free West Papua Campaign dan juga diskusi seputas hari Anegsasi, yang jatuh pada tanggal 1 Mei, diskusi ini dibawakan oleh Rinto Kogoya (Ketua Pimpinan Pusat Aliansi Mahasiswa Papua). Diskusi ini bertujuan agar kami para generasi penerus perjuangan bangsa Papua, dapat mengerti dan memahami seputar perjalanan Free West Papua Campaign, dan juga untuk lebih mendalami tentang seputar sejarah Anegsasi yang terjadi pada 1 Mei 1963”,

lanjut Dego.

Setelah melakukan diskusi, kegiatan dilanjutkan dengan pemutaran film dan nonton bareng, film yang diputarkan adalah sebuah film yang dibuat dari sebuah kisah nyata tentang : SeediqBale, aktor utama (MonaRudao). Mona Rudao telah menjadi bagian dari budaya populer Taiwan, memasuki buku, manga, dankarakternya mengambil bagian dari protagonis dalam 2011 Taiwan (Baca: http://en.wikipedia.org/wiki/Mona_Rudao)

Ini sedikit tentang  Mouna Rudao pada tahun (1882-1930) adalah anak seorang kepala suku pribumi Taiwan dari Seediq. Ia menggantikan ayahnya sebagaikepala desa Mahebo dan menjadi salah satu pemimpin yang paling berpengaruh dari wilayah Wushe.
Dia menjadi terkenal karena telah melakukan pemberontakan Wushe di tempat yang sekarang Nantou pada tahun 1930 terhadap pemerintah kolonial Jepang.Para Taiwan memandangnya sebagai pahlawan untuk melaksanakanpemberontakan dan sekarang dia adalah salah satu tokoh di New koin DolarTaiwan.
Inti dari filem ini adalah semangat dari Mounado melawan penjajah jepang atas Perampasan Tanah Wilayah adat Taiwan,  untuk menjaga dan menghormati Alam dan leluhur  mereka. Kemudian Mouna berani membagun kerja sama dengan suku-suku lain untuk melawan musuh mereka yakni Penjajahan Jepang. film ini sengaja kami putarkan pada saat ini, agar dapat memberikan motivasi dan semangat atas memperjuangkan HAK – HAK Bangsa Papua demi terus mempertahankan Tanah Leluhur kita.
Selain itu, AMP berencana menggelar aksi penyikapan atas
” 50 Tahun Pendudukan Secara Ilegal Yang Dilakukan Indonesia di Atas Tanah Papua Sejak 1 Mei 1963 – 1 Mei 2013″,
Aksi penyikapan ini rencananya akan digelar di Yogyakarta. Dan untuk itu, AMP mengajak seluruh Elemen Rakyat Papua yang Berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, untuk dapat terlibat dan ikut serta mengambil bagian dalam aksi ini. (RK)

Gen. TRWP Amunggut Tabi: Gen. Nggoliar Tabui Menelepon Lukas Enembe, Apa Artinya?

Kalau Nggoliar Tabuni Mau Mengubur Senjata Demi Kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe, Gen. TRWP Mathias Wenda Menyatakan: “Anak-Anak Saya Harus Paham Mengapa Bapak Berjuang Untuk Merdeka!”

General TRWP (Tentara Revolusi West Papua) Mathias Wenda lewat Secretariat-General Office, Leut. Gen. Amunggut Tabi menyatakan “memang Gen. Tabuni telah menelepon akan mengubur senjata, tetapi itu tidak berarti pengangkatan Lukas Enembe sebagai Gubernur Papua sebagai harga yang dibayar untuk semua pengorbanan nyawa, tenaga, dana dan darah orang Papua selama hampir setengah abad.”

Berikut wawancara PMNews dengan Leut. Gen. Amunggut Tabi, Secretary-General of West Papua Revolutionary Army (WPRA atau TRWP – Tentara Revolusi West Papua) menanggapi pernyataan Gubernur Papua, terkait pernyataaan Nggoliar Tabuni lewat Telepon untuk mengubur senjata.

PMNews: Selamat pagi Jenderal. Kami hendak mengkomunikasikan perkembangan terkahir di Tanah Air, di mana Gubernur Papua, Lukas Enembe menyatakan Leut. Col. TRWP Nggoliar Tabuni menyatakan akan mengubur semua amunisi dan senjata menyusul pemilihan dan pelantikan Lukas Enembe sebagai Gunernur Provinsi Papua.

Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi (TRWP): Selamat Pagi dan selamat buat rekan Lukas Enembe yang telah menjadi Gubernur Kolonial NKRI di Provinsi wilayah Jajahan NKRi bernama Provinsi Papua. Saya secara pribadi sebagai Amunggut Tabi tidak menyonggung tentang Lukas Enembe sebagai seorang pribadi, tetapi saya berbicara sebagai pejabat negara West Papua, mewakili aspirasi murni bangsa Papua bertentangangan dengan aspirasn NKRI yang diwakili oleh rekan dan sedarah-daring saya, Lukas Enembe sebagai Gubernur Papua.

PMNews: Kami dari PMNews minta supaya memperjelas kedudukan dan posisi antara TRWP, TPN/OPM dan Gubernur Papua.

TRWP: OK, terimakasih. PMNews, anda sekalian. TRWP ialah saya sendiri. TPN/OPM atau TPN PB ialah yang diwakili oleh Nggoliar Tabuni menurut Media NKRI, atau media Papindo seperti http://www.tabloidjubi.com, http://www.papuapos.com, http://www.bintangpapua.com dan http://www.cenderawasihpos.com

Kami paham dengan sadar bahwa media Papua seperti http://www.tabloidjubi.com dan http://www.bintangpapua.com menginginkan berita-berita seperti yang mereka siarkan. Itu tidak menjadi masalah dan kami sangat mendukung. Itu tidak berarti bahwa kami mengundurkan diri, karena kami berdiri terlepas dari pengaruh NKRI dan kami tidak tunduk kepada aturan dan kemauan NKRI.

Kami mohon http://www.papuapost.com menyiarkan berita-berita otentik dari Tentara Revolusi West Papua dan Kampanye Papua Merdeka (Free West Papua Campaign) DI LUAR BINGKAI NKRI, bertentangan dengan perjuangan orang-orang Papua-Indonesia seperti Lukas Enembe.

Kami dari TRWP menerima tanggapan dari Gen. Tabuni bahwa ia menyerah dan akan menguburkan senjatanya. Akan tetapi itu tidak berarti memerintahkan Panglima Tertinggi Komando Revolusi TRWP, Gen. TRWP Mathias Wenda untuk menyatakan setuju atua sejalan dengan apa yang dinyatakan Gen. tabuni.

Kami dari TRWP mendengar ada komunikasi harmonis antara TPN PB Gen. Nggoliar Tabuni dengan NKRI yang diwakili oleh Guernur Papua, Lukas Enembe, tetapi itu tidak berarti bahwa segala pengorbanan, penderitaan dalam berbagai bentuk selama ini, sejak tahun 1960-an dikorbankan dengan sengaja hanya gara-gara Lukas Enembe dan Kelemen Tibal, yang dua-duanya orang gunung Papua menjadi Gubernur dan Wakil Gunernur Papua. Kalau Nggoliar Wenda meminta orang Gunung Menjadi Gubernur, maka silahkan, itu hak Jenderal TPN PB, tetapi bagi Gen. TRWP Mathias Wnda, pengangkatan Lukas Enembe sebagai Gubernur ataupun Presiden NKRI itu tidak akan merubah apalagi menghentikan perjuangan Papua Merdeka untuk merdeka dan berdaulat di luar bingkai NKRI.

Enhanced by Zemanta

Lukas Enembe : Dialog Jakarta – Papua Soal Kesejahteraan

Jayapura – Terkait aspirasi dari berbagai pihak untuk melanjutkan upaya dialog Jakarta-Papua, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe dalam program 100 hari kerja pemerintahannya akan terus mewujudkan aspirasi itu. Salah satunya, dengan berkomunikasi secara langsung ke Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Lukas, dialog yang ditawarkan pemerintah Provinsi Papua bersama dengan pemerintah pusat, lebih khusus mengenai masalah kesejahteraan. Sehingga dirinya juga berharap, agar sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat mengganti makna kata dialog dengan kata lain, agar bisa lebih diterima pemerintah pusat.

“Kata dialog itu kan sesungguhnya yang saya ikuti, Jakarta merasa telinganya panas kalau bicara kata dialog. Mungkin kita bisa perhalus kah? Negara juga tidak melihat dialog sebagai suatu untuk penyelesaian masalah Papua. Negara lebih mementingkan soal kesejahteraan. Tujuannya baik, tapi nama dialog itu yang harus diperhalus, bisa kita katakan duduk di para-para kah, duduk bersama kah, atau mungkin kata itu dihaluskan dulu,”

kata Lukas ke wartawan di Kota Jayapura, Selasa (16/4).

Lukas menambahkan, pihak Jaringan Damai Papua (JDP) dan sejumlah LSM akan dilibatkan dalam pembahasan kesejahteraan bagi rakyat Papua, setelah pihaknya bersama dengan DPR Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan sejumlah perguruan tinggi bertemu dengan Presiden SBY pada 29 April 2013 nanti.

Menurut Lukas, rumusan tentang kesejahteraan rakyat Papua terus digodok. Sebab menurutnya, permasalahan di Papua ada, karena pemerintah tak serius untuk mengurus tentang kesejahteraan tersebut.

Sebelumnya JDP dan sejumlah LSM lainnya mendesak dalam program 100 hari pemerintahan pasangan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal atau yang dikenal sebagai Lukmen, mengupayakan tentang dialog Jakarta-Papua. (Jubi/Levi)

April 16, 2013,19:07,TJ

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny