Leut. Gen. Amunggut Tabi: “Dialogue NKRI – West Papua?”

Menanggapi berbagai isu dan fenomena yang berkembang di tanah Papua terkait “Dialogue” antara NKRI dan West Papua yang dimotori Jaringan Damai Papua dan simpatisannya, PMNews menyisihkan waktu sedikit bertanya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) tentang isu dan fenomena dimaksud.

Menurut Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi bahwa “dialogue” terjadi karena ada masalah, dan masalah yang di-dialogue-kan harus jelas dan tegas, kita bukan bangun para-para honai adat untuk bicara apa saja yang kita mau omong seperti diajukan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan promotor Muridan dan Neles Tebay”, kata Tabi.

Berikut petikan wawancara per telepon seluler:

Papua Merdeka News (PMNEWS): Selamat pagi, Jenderal, kami dari Papua Merdeka News ada perlu tanya satu hal, menyangkut “dialogue NKRI – West Papua”

Tentera Revolusi West Papua – Leut. Gen. Amunggu Tabi (TRWP): Selamat pagi juga, Salam hormat, “Merdeka Harga Mati!”, silahkan, kami siap.

PMNews: Indonesia sekarang sudah mencari dukungan atas kedaulatannya atas tanah Papua dan sekarang ini melancarkan kampanye untuk merangkul semua pihak dalam sebuah dialogue inclusive, lewat sebuah wadah baru yang dibentuk menggantikan UU Otsus 2001 bernama UP4B, bagaimana pendapat TRWP?

TRWP: Adoo, jangan tanya tentang satu orang tanya kepada orang lain tentang dia punya diri sendiri. Misalnya, “Muka saya bagus ka?”. “Saya punya muka ganteng atau cantik ka?” begitu. Jangan tanya orang lain tentang diri kita sendiiri, karena yang tahu diri kita sendiri ialah diri kita sendiri. Pertanyaan tadi tentang NKRI tanya kepada negara asing jadi. Itu pertanyaan orang tidak tau diri, makanya dia harus tanya orang lain tentang diri dia sendiri.

PMNews: Ya, A.S. menolak Papua Merdeka, Australia tolak Papua Merdeka, Inggris tolak Papua Merdeka, itu yang dibilang media di Indoneisa tentang perjuangan Papua Merdeka.

TRWP: Media yang menyiarkan berita itu harus tanya kepada orang Papua: “Apakah kamu maru merdeka atau bergabung ke dalam NKRI?” Itu suara demokrasi, karena demokrasi artinya pemerintahan dari rakyat untuk rakyat. Jadi, bukan tanya kepada negara lain. tentang kemauan rakyat lain.

Kalau saya sebagai pejuang Papua Merdeka tanya kepada orang-orang yang ditanya sama Menlu dan Presiden NKRI, maka saya akan dilarang oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi saya. Alasannya jelas, yang mau merdeka bukan orang atau rakyat Amerika Serikat atau orang Aborigine atau orang Nasionalis Inggirs, tetapi yang mau merdeka itu orang Papua, jadi pertanyaannya ditujukan kepada orang Papua bukan kepada orang asing.

PMNews: Kami masih tetap kembali kepada pengakuan dan pengukuhan dari dunia luar. Bagaimana?

TRWP: Pengakuan dan pengukuhan dunia luar itu nomor dua, nomor satu ialah apakah orang Papua mau merdeka atau tidak? Yang harus diakui itu kan suara rakyat, bukan kemauan politik. Demokrasi menyatakan suara rakyat, jadi, rakyat mau apa itu yang dikonsultasikan, bukan kemauan negara lain terhadap negara lain.

PMNews: Tetapi selama ini semua pihak, baik NKRI maupun TRWP dan OPM hanya menggunakan angka-angka tidak pasti, tidak jelas dan tidak pernah dibuktikan secara ilmiah tentang berapa orang mau merdeka atau tidak?

TRWP: Kasih tahu NKRI, mereka mau jajak pendapat atau tidak? Itu kuncinya, kalau tidak, semua pihak pasti berspekulasi.

PMNews: Kalau banyak negara asing tidak mendukung Papua Merdeka?

TRWP: Biarkan mereka mendukung atau tidak mendukung. Itu hak mereka, kita tidak punya kuasa mengontrol mereka. Kita tidak tahu apakah mereka bicara mewakili opini rakyat mereka atau sebaliknya. Menurut prinsip demorkasi universal, suara rakat ialah suara Tuhan, dan suara Tuhan bukan suara politisi, tetapi suara rakyat jelata, yang terhina dan terjajah. Sekarang suara rakyat Papua ingin melepaskan diri dari NKRI, tetapi NKRI sendiri tidak mau memberikan peluang kepada bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, jadi persoalannya bukan kepada orang asing mendukung atau menolak, tetapi kepada bangsa Papua sendiri yang tidak diberikan peluang untuk menentukan nasibnya sendiri.

PMNews: Ada orang Papua yang menerima Otsus sebagai solusi final.

TRWP: Itu bukan orang Papua, tetapi mereka kita sebut kaum Papindo, bangsa baru tercipta dalam hubungan NKRI-West Papua, yaitu orang Papua berhati Indonesia, atau orang Papua takut Indonesia, yang dalam jiwanya tidak punya percaya diri, yang dirinya tidak bermartabat, yang dipenuhi oleh rasa takut mati dan tidak tahu apa yang harus dia perbuat untuk bertahan hidup.

Orang Papua menerima Otsus bukan karena mau, tetapi karena terpaksa. Tanya kepada Fransalbert Joku dan Nicolaas Jouwe. Mereka tahu mengapa orang Papua terima Otsus atau membiarkan Otsus diberkalukan. Itu bukan karena orang Papua setuju dengan pendudukan NKRI, tetapi karena orang Papua mengharapkan ada peluang yang tercipta di dalam Otsus untuk akhirnya mencapai kemerdekaannya. Dengar apa kata-kata mereka, apa yang mereka ucapkan, dalam Pilkada Bupati ataupun dalam pernyataan pers, mereka masuk ke Tanah Papua karena ini tanah leluhur mereka, ini tanah yang mereka bela dan karena itu mereka harus pulang. Mereka bukan datang menyerah ke NKRI, tetapi datang ke kampung untuk membangun cara-cara di dalam Otsus untuk terus memuluskan jalan ke Papua Merdeka. Itu pasti!

PMNews: Dengan demikian Anda menyatakan Fransalbert Joku dan Nicolaas Jouwe bukannya menyerah, tetapi merubah strategi perjuangan Papua Merdeka?

TRWP: Tanya kepada mereka, dengar apa yang mereka katakan dalam berbagai kesempatan.

PMNews: Kita kembali ke soal dialogue, “Apakah orang Papua yang minta dialogue dengan NKRI sekarang termasuk ke dalam orang-orang yang tidak percaya diri?”

TRWP: Mereka itulah tidak percaya diri bahwa mereka sanggup merdeka dan berdaulat seperti NKRI. Tetapi soal pengusung dialogue Jakarta-NKRI kelihatannya  terlalu banyak membaca buku dan belajar, sehingga tidak paham atau lebih tepat tidak mau terima real-politik dari perjuangan Papua Merdeka. Mereka tidak salah, tetapi mereka terlalu jauh dari kenyataan lapangan. Ilmu yang ada dalam studi resolusi konflik harus disesuaikan dengan realitas konfilk, bukan sebaliknya kita paksakan konflik yang ada ke dalam ilmu resolusi konflik.

PMNews: Anda sudah menyurus ke “Dialogue NKRI – West Papua?”

TRWP: Ya, betul. Tetapi masalahnya “Dialogue NKRI – West Papua” punya sejumlah kekurangan. Pertama, dialogue ini didorong tanpa “Road-Map” yang jelas. saya tahu Muridan S. Widjojo melakukan beberapa pertemuan dan diskusi dengan pemuda dan tokoh dari West Papua lalu membuat kesimpulan-kesimpulan bahwa perlu ada sejumlah hal dibereskan dalam dialgoue Papua – NKRI, tetapi apakah kedudukan Muridan sebagai seorang akademisi LIPI murni ataukah ia bias sebagai seorang manusia Indonesia? Ini pertanyaan. Lalu Neles Tebay, ia seorang akademisi, calon Uskup Jayapura, tetapi dari ilmu resolusi konflik yang dia pelajari di Roma, Italia tidak diterapkan secara kontekstual dengan realitas dan dinamika politik NKRI-West Papua sehingga ia ngotot menuntut teori dia dipenuhi oleh orang Papua dan NKRI tanpa memperhatikan dimamika politik dan sosial yang ada di lapangan.

Dari “Road-Map” yang ada terlihat jelas, apa yang dibicarakan ialah apa saja yang dianggap sebagai penghalang dan penghambat. Ini sebuah pandangan “naif”, karena perancang sendiri sudah tahu apa penghalang dan penghambatnya. “Apakah NKRI percaya bahwa Neles Tebay berbicara jujur sebagai seorang manusia untuk berdialogue?” Pasti mereka percaya Neles Tebay bermaksud memuluskan jalan ke Papua Merdeka. “Apakah mereka percaya Muridan S. Widjojo itu seorang nasionalis Indonesia yang membela NKRI?” Ini juga menjadi pertanyaan kedua belah pihak yang hendak diajak berdialogue.

PMNews: Maksudnya dialogue yang diusung Jaringan Damai Papua percuma?

TRWP: Tidak percuma, tetapi tidak sesuai dengan reaalitas sosial-politik NKRI-West Papua.

PMNews: Lalu apa yang tepat?

TRWP: Yang tepat ialah Jaringan Damai Paupa (JDP) tidak membuka pintu kosong, tetapi pintu yang jelas, apakah JDP ingin NKRI membereskan sejarah aneksasi West Papua ke dalam NKRI ataukah JDP ingin berbicara tentang uneg-uneg kehidupan di dalam NKRI.

JDP harus mencaritahu dan memberitahukan secara gambang dan manusiawi tentang apa yang menyebabkan ada “dead-lock” dan apa yang dapat menjembatani “dead-lock” dimaksud. JDP tidak bisa melempar batu sembunyi tangan dengan mengatakan, “Apa yang terjadi dalam dialogue kita serahkan kepada mekanisme yang ada selanjuntnya”, karena semua pihak yang terlibat akan bertanya, “Apa untungnya buat saya terlibat?”

PMNews: Kalau begitu menurut TRWP, apakah dialogue NKRI-West Papua realistis?

TRWP: Tidak realistis karena road-map yang dibuat tidak jelas, dan peluang kemungkinan yang disediakan menurut road-map yang ada menurut Tebay dan Murindan S. Widjojo tidak tegas. Kita harus bertanya, “Apakah dialogue ini untuk memuluskan jalan kepada Papua Merdeka ataukah memuluskan jalan bagi NKRI untuk terus menjajah tanah dan bangsa Papua?”

PMNews: Maksudnya dalogue ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang berarti buat Papua?

TRWP: Tidak! Sekali lagi TIDAK! Sebab yang pertama sudah disebutkan. Sebab kedua, karena pihak-pihak yang mau berdialogue sendiri sudah dihabisi NKRI. Simak saja berita penangkapan dan penyisiran di Tanah Papua. Itu bukti bahwa NKRI sedang menghabisi pihak dan organisasi yang dapat berdialogue dengan NKRI. Kedua karena NKRI sendiri tidak jelas dalam sikapnya, apakah mau berdialogue atau mau melakukan komunikasi konstruktiv.

TRWP tidak ada dalam kelompok itu. TRWP ialah sayap militer perjuangan Papua Merdeka, yang bekerjasama dengan OPM, yang sebentar lagi akan diumumkan Kantor Pusatnya dan fungionarisnya.

TRWP tidak pernah diajak, tidak pernah didekati. Apalgi TRWP tidak diakui oleh NKRI. Jadi biarlah NKRI berdialogue dengan orang-orang yang mereka akui dan mereka dekati, dan akan kita lihat apa hasilnya.

PMNews; Apakah Anda menolak berbagaiu paya tentang TPN/OPM menyerah dan mau berdialogue dengan NKRI?

TRWP: TPN/OPM itu buatan NKRI. Buatan orang Papua ialah OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan sayap militer yang waktu silam terbagi dalam faksi PEMKA (Pembela Keadilan) versi Jacob Prai dan faksi Victoria dibawah komando Seth. J. Roemkorem kini telah tergabung menjadi Tentara Revolusi West apua.

Kedua basis telah disatukan ke dalam komando TPN/OPM GEN. TPN PB Mathias Wenda, yang kini membentuk sayap militer dengan nama TRWP dan sayap politik OPM. Oleh karena, itu, semua pihak agar tidak hilang jejak dalam Jalan Menuju Papua Merdeka.

“Dialogue” terjadi karena ada masalah, dan masalah yang di-dialogue-kan harus jelas dan tegas, kita bukan bangun para-para honai adat untuk bicara apa saja yang kita mau omong seperti diajukan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan promotor Muridan dan Neles Tebay”

PMNews: Berarti sebenarnya Anda menolak Dialogue NKRI – West Papua yang digagas Jaringan Damai Papua?

TRWP: Kami tidak menolak dan kami tidak menerima. Yang harus menentukan sikap ialah Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang pada saat ini belum terbentuk fungsionaris dan organisasinya, yang sementara dalam proses persiapan.

PMNews:Berarti OPM tidak siap berdialogue?

TRWP: OPM siap berdialogue dengan setan ataupun malaikat, apalagi manusia. Yang penting dalam seuah dialogue ialah agenda dan antisipasi konsenkuensinya. Dan itu tidak ditunukkan dengan jelas oleh Jaringan Damai Papua.

Oleh karena itu Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dari Markas pusat Pertanahan di bawah Komando Gen. TRWP Mathias Wenda MENOLAK DENGAN TEGAS segala upaya perdamaian NKRI-West Papua dalam rangka memuluskan Otsus NKRI bagi tanah Papua.

TRWP tidak bertugas mengurus politik. TRWP mengurus perlawanan bersenjata. Yang bicara dialogue itu organisasi politik, namanya OPM.

PMNews: Dialgue bukan jalan demkratis?

TRWP: Dialogue antara siapa dengan siapa? Demokrasi artinya apa? Kita harus bangun sebuah format dan peluang yang memperlakukan orang Pupua dan orang Indonesia sebagai manusia menyampaikan pendapatnya, bukan sebagai pelaku dan korban. Keduanya harus berbicara sebagai sesama manusia, tanpa embel-embel politk NKRI ataupun West Papua Merdeka. Dan itu yang tidak jelas dalam tawaran Jaringan Damai Papua.

PMNews: Kalau begitu TRWP menolak Jaringan Damai Papua dan segala upayanya?

TRWP: Jelas, itu pasti, dan jangan sampai Neles Tebay dan Muridan S. Widjojo tidak paham.

 

Catatan PMnews:

Dari pembicaraan dan wawancara ini kami tidak temukan titik temu, maka kami akhiri wawancara ini. Demikian dan harap maklum. Kami akan teruskan kali berikut kalau ada waktu dan kesempiatan.

WAWANCARA SELULER: KOMANDO TERTINGGI TEREVOLUSI WEST PAPUA

( Gen.Mathias Wenda,Gen.TRWP di Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua )

SPMNews: Selamat pagi bapak, kami dari Crew SPMNews ingin bertanya sedikit tentang kejadian-kejadian teror penembakan di kota Jayapura dan beberapa tempat.
MPP: Ya, Selamat pagi anak, bapak juga mendengar situasi seperti itu di kota Numbay dan beberapa tempat dari laporan inteligen kami.

SPMNews : Ada beberapa media menyatakan bahwa anggota OPM yang melakukan penembakan terhadapa warga di kota Jayapura?

MPP: O..begitu ya? Anak, ini suatu berita dan pernyataan yang luar biasa mengejutkan bapak.
SPMNews: menurut tanggapan bapak bagimana degan pemberitaan seperti itu?
MPP: anak,! Anak harus paham baik-baik, jika ada oknum yang menyebut OPM pelaku penembakan adalah perlu dipertanyakan bahwa sebenarnya dia orangnya.

SPMNews: maksud bapak bagaimana?
MPP: setiap peristiwa yang terjadi di Papua OPM dikambing hitamkan, karena bapak memiliki pengelaman dari sejak umur muda berjuang sampai detik ini oleh permainan penjajah NKRI.

SPMNews: coba bapak tolong jelaskan lebih rinci apa maksud bapa OPM dikambing hitamkan;
MPP: Anak, sejak dulu OPM itu sebuah organisasi yang bergerak di bidang politik dan diplomasi, tetapi oleh karena cara permainan NKRI degan mengkambing hitamkan OPM sehingga banyak orang Papua generasi bapak yang berdiplomasi ke luar negeri atas nama organisasi ini tidak banyak membuahkan hasil sampai bapak bertahan dihutan sekarang, jadi anak tolong kasi tahu orang Papua dan orang Indonesia, OPM itu oraganisasi yang memperjuangkan Papua untuk merdeka dari kedudukan kolonial NKRI di Papua.

SPMNew: Bagimana jika OPM berupaya memperjuangkan politik dan diplomasi degan untuk menciptakan kedamaian dalam bingkai NKRI?
MPP: ya, itu berdiplomasi tetapi anak, bapa perlu kasi tahu , OPM bukan oraganisasi yang berdiplomasi untuk cari makan,pangkat dan jabatan maka harus berdiplomasi dalam rangka yang tadi bapak sebut itu; OPM adalah organisasi dari dulu memperjuangkan hak-hak dasar bangsa Papua untuk merdeka dari NKRI dan berdiri sejajar seperti Negara kolonial Indonesia dan tujuan jelas satu itu tidak ada dua dan tiga tujuan dibelakang.

SPMNews: Sekali lagi anak mau tanya, jika Indonesia sebut bahwa itu perbuatan OPM bagaimana tanggapan bapak?
MPP: sekali bapak katakan, yang mengatakan OPM yang berbuat tindakan yang tidak manusiawi dan dialah pelaku teror kepada masyarakat yang tidak bersalah, dan itu Indonesia mau membatasi usah perjuangan pemuda Papua seperti KNPB untuk berdemo secara damai degan mengedepankan prinsip-prinsip HAM, dan juga memojokan organisai politik seperti OPM, dan juga tidak pantas lagi TNI/POLISI katakan pelaku adalah KNPB dan OPM pada zaman sekarang to? Dunia sekarang ini suda canggih kecuali dulu zaman bapak bergerilya itu lain, sekarang juga lain, anak-anak Papua suda sekolah pintar dan tahu cara berjuang to? jadi kita bisa lihat jelas apa yang dibuat oleh kolonial NKRI di seluruh tanah Papua;

SPMNews: Terima kasih bapak, kami mohon pamit dulu jika ada waktu untuk bertanya nanti kami bertanya lagi;
MPP: Baik, anak terimakasih juga, untuk telepon kepada kami, salam Revolusi.

Kongres ini Bukan untuk Bicara Papua Merdeka dan Tidak Membantu Kampanye Papua Merdeka


Terkait polemik dalam politik Papua Merdeka yang berkembang belakangan ini sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III, 2011, menyusul tanggapan dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda, maka kini giliran Sec-Gen. TRP Leut. Col. Amunggut Tabi menanggapinya dengan nada jelas dan tegas, lebih tegas lagi dari penegasan General Wenda bahwa KRP III, 2001 itu pasti dan jelas bertujuan Menggantikan Peran dan Status Organisasi Politik bangsa Papua untuk kemerdekaannya bernama “OPM” digantikan oleh organisasi bentukan kelompok Bintang-14 bernama West Papua National Authority (WPNA), didukung oleh elemen kekuatan yang ada di berbagai tempat, yang tujuan akhirnya untuk mendorong agar Otsus Jilid berikut segera diluncurkan.

Berikut petikan wawancara per telepon sebanyak tiga kali.

PMNews: Salam Merdeka! Permisi, kami mau bertanya sedikit saja tentang Kongres Rakyat Papua III, 2011 yang rencananya segera diselenggarakan. General Wenda sudah menolak, lalu orang-orang di dalam negeri yang mewakili OPM menolaknya, tetapi bagaimana penegasan kembali dari TRWP?

TRWP: Kebijakan umum organisasi kami sudah jelas disampaikan oleh Panglima saya, bahwa TRWP tidak mendukung pelaksanaan kongres itu. Alasannya juga sudah jelas di situ, PMNews sendiri yang mewawancarai.

PMNews: Kami membaca belakangan ini, khususnya tokoh OPM yang ada di dalam negeri, selalu menanggapi rencana ini dikaitkan dengan proses yang sedang berlangsung khususnya di Inggris dengan KTT ILWP I, 2 Agustus lalu. Apakah TRWP punya jalan pemikiran yang sama?

TRWP: Kami tidak mengembangkan pemikiran ke sana. Yang kami fokuskan di sini ialah, “Yang bikin Kongres itu siapa, siapa yang membiayai dan tujuannya apa?” Itu tiga pertanyaan pokok, kita jangan mengembara dalam pikiran dan harapan di luar dari tiga pokok pikiran ini. Jadi, kalau ada pertanyaan mengenai KRP ini ya bagus, tetapi kalau pertanyaan mengenai tanggapan-tanggapan terhadapnya, mungkin bukan saatnya sekarang.

PMNews: Ok, mohon maaf, kalau begitu kami kembali kepada pertanyaan ke tiga pokok tadi. Kira-kira dari TRWP, siapa penyelenggara Kongres ini?

TRWP: Kalau pertanyaan itu jawabannya jelas, penyelenggara ialah “Dewan Adat Papua”. Itumotornya. Motor ini dibelikan bensin oleh pihak lain yang tidak punya motor. Lalu lantaran dia sudah beli bensin, dia mentang-mentang bilang, “Saya beli bensin jadi saya pake dulu kendaraan ini.” Kira-kra begitu. Tidak tahu apakah mereka beli bensin itu di pompa bensin atau di tempat lain. yang jelas mereka itu yang punya bensin.

Mereka sementara mau beli motor sendiri, tetapi pemilik motor tidak mau jual kepada mereka, karena penjual itu tahu dia tidak punya uang. Nah, karena itu mereka sudah pinjam motor orang lain, sementara pakai baru mereka bilang itu mereka beli. Tetapi tidak ada orang akui bahwa itu motor mereka. Mereka dianggap mencuri motor itu. Makanya mereka mau ke kampung untuk minta supaya lapor ke polisi bilang itu benar-benar motor mereka. Untuk tujuan itu mereka harus diantar ke tempat di mana mereka dapat pengakuan, makanya mereka pinjam motor orang lain untuk tujuan mereka.

PMNews: Minta maaf sekali lagi. Kami tanya sekali lagi dan mohon jawaban yang tegas dan jelas, “Siapa penyelenggara yang sebenarnya, kalau bukan DAP?”

TRWP: Ah, sudah tahu. Sudah jelas itu. yang jelas, ini orang-orang berbintang lebih dari satu, alias orang-orang bukan Brig.Gend, dan juga bukan General, juga bukan orang Bintang Besar seperti Suharto (red: berbintang lima), ini berpangkat lebih dari itu.

PMNews: Apakah bisa konfirmasi secara jelas benar bahwa orang-orang berbintang yang menyelenggarakan ini?

TRWP: Makanya, Anda harus tanya, Surat Kabar Bintang Papua itu berbintang berapa? Anda sendiri berbintang berapa? Jenderal Besar Suharto berbintang berapa? Lalu yang tadi berbintang berapa? Lalu tanya lagi, “Bintang-bintang ini artinya apa?” Satu artinya apa, dua artinya apa, tiga artinya apa, dan seterusnya. Jangan kita bangun ideologi di atas fondasi orang lain. Masing-masing suku-bangsa di muka bumi membangun ideologinya atas dasar budayanya sendiri. Kita tidak membangun Papua dengan ideologi asing. Apalagi memperjuangkan kemerdekaannya dengan ideologi dan ajaran luar?

[news]Ideologi Bintang Satu itu sudah jelas, tanya kepada teman-teman dari pesisir pantai, “Apa artinya bintang Satu, Bintang Fajar itu saat mereka melaut?” Jangan masukkan kitab-kitab lain mengartikan bintang! Itu ajaran sesat! Ideologi pembodohan! Ideologi pemandulan sebuah bangsa. Ideologi tanpa akar. Makanya dia mau bikin kongres untuk coba-coba berakar ke bawah setelah dia bertumbuh. Entah tidak tahu dia bertumbuh di atas tanah mana atau di udara mungkin? Ini ilmu alam ajaib yang orang Papua sedang mainkan, tanaman bertumbuh di udara, lalu kemudian mencari tanah untuk berakar. Logikanya bagaimana dia sudah tumbuh padahal tanpa tanah? Tentu saja menurut logika itu dia ditanam di tanah lain, dia berakar di sana, tetapi sekarang mau dicangkokkan ke dalam Tanah Papua, bukan?[/news]

Secara Teori, Ideologi Satu Bintang dengan Ideologi Bintang Satu jangan disamakan. Jangan-jangan kita sudah salah jalan, alias tersesat!

PMNews: Sekarang semakin jelas, maksudnya kelompok Anti-Bintang Satu yang menyelenggarakan kongres ini?

TRWP: Terserah Anda mau katakan mereka anti atau tidak. Itu bukan jalan pikiran yang saya kembangkan tadi. Lihat masalah ini lebih luas dari apa yang terjadi di tanah air. Apa yang terjadi itu hanyalah setitik cahaya dari sejumlah persoalan politik Papua Merdeka. Ingat motor tadi. Kenapa Dewan Adat Papua yang katanya mengurus Adat Papua sudah masuk dipakai oleh orang yang tidak punya motor ini? Kenapa semua barang kita jadikan alat politik. Barang untuk urus adat, ya dia urus adat, barang untuk urus perang, ya dia urus perang, barang untuk urus politik ya begitu juga. Kita tidak pernah belajar dari pengalaman orang tua. Kita selalu mencampur-aduk semua urusan, jadi orang menilai kita tidak tahu berpolitik di abad ini. Kita pantas disebut Masyarakat Adat, tetapi jangan kita disebut masyarakat adat zaman batu yang ada saat ini. Kita masyarakat adat modern, jadi kita tahu main politik. Itu maksudnya.

Kita harus punya prinsip, ideologi, garis kebijakan, ruang lingkup kegiatan, yang jelas dan tegas. Kalau kita gunakan Dewan Adat Papua, Majels Rakyat Papua semuanya untuk politik Papua Merdeka, lalu orang bilang kita apa? Apakah itu kelihaian kita? Bukan, justru sebaliknya. Jangan pakai motor orang lain untuk tujuan orang lain. Itu kira-kira maksudnya.

PMNews: Semakin kami tanya, semakin meluas jalan pemikiran kami, tetapi kami tetap kembali ke pokok awal. Kalau orang lain meminjam motor tadi, “apa tujuannya?”

TRWP: Tujuan sudah bilang tadi. Supaya dia punya tujuan mau beli motor itu bisa jadi. Dia sendiri mau miliki kendaraan, tetapi dia tidak mendapatkan kepercayaan, makanya dia pake kendaraan orang lain untuk tujuannya. Tetapi masalahnya kendaraan yang dia pinjam itu yang jadi masalah, karena masalahnya tidak semakin terselesaikan, tetapi semakin memperumit secara strategis jangka panjang.

Yang jelas dalam kacamata NKRI Dewan Adat Papua itu sudah termasuk organisasi politik Papua Merdeka, jadi jangan menyangkal realitas yang diciptakannya sendiri. Lalu siapa yang harus urus Adat Papua?

Kalau mau bikin kongres, silahkan saja, tetapi jangan dengan cara merusak barang yang sudah ada. Kita justru harus memelihara semua perangkat sosial, politik dan kemasyarakatan yang ada supaya semuanya berfungsi menurut ruang-lingkupnya.

PMNews: Tujuannya belum dijawab?

TRWP: Sudah dijawab tadi, tujuannya sudah jelas.

PMNews: Tujuan terkait dengan Papua Merdeka?

TRWP: Jangan bawa-bawa isu itu ke dalam. Dewan Adat Papua urus apa? Dia mengurus Hak-Hak Dasar bangsa Papua, kapanpun, di manapun, di dalam NKRI ataupun di luar NKRI. Itu tugas yang diembannya. Dari Surat Edaran yang disebarkan oleh sponsor tadi, kelihatannya memang mereka mau menyelenggarakan Kongres untuk Hak-Hak Dasar bangsa Papua, jadi memang sesuai dengan ruang kerja DAP

Tetapi tujuan di luar dari yang ada di atas kertas itu yang membahayakan DAP sendiri. DAP saat ini sudah masuk jeratnya orang-orang berbintang tadi, sekarang dia tinggal hitung bintang. Ini cara main orang politik hukum rimba, yang satu dimatikan untuk menghidupkan yang lain, ini sangat menyakitkan.

PMNews: Jadi sebenarnya pada prinsipnya Anda tidak menolak penyelenggaraan KRP III, 2011?

TRWP: Semua orang Papua, setiap organisasi kemasyarakatan di Tanah Papua berhak menyelenggarakan Kongres, entah itu sampai ke berapa ratus terserah. Itu bukan masalah. Tetapi jangan bawa-bawa masalah Papua Merdeka ke dalamnya. Ini kongres kan untuk “Hak-Hak Dasar orang Papua”, yang bisa diperjuangkan di dalam NKRI maupun di luar NKRI, hak-hak dasar tidak tergantung kepada negara. Jadi, tidak dilarang.

Yang dilarang itu jangan bawa masuk isu-isu yang tidak masuk dalam ruang-lingkup kegiatan organisasi. Bukannya karena itu salah, tetapi karena kita akan ditertawakan dan dianggap tidak tahu apa yang kita buat. “Apa yang terjadi kalau Boaz Solossa tiba-tiba tidak main di depan lawan, tetapi setiap menit dia berdiri dekat penjaga gawangnya terus? Dia sebagai striker bukan tempatnya di situ dong” Orang disuruh jaga adat, malahan urus politik, ini yang jadi masalah, bukan masalah kongresnya.

PMNews: Kami prediksi kelihatannya tujuannya dua. Pertama, orang yang mau pakai motor tadi untuk miliki motor sendiri. Dan kedua, akhirnya Otsus Jilid berikut akan diguliarkan.

TRWP: [warning]Kami tambahkan tujuan ketiga, “Mematikan Dewan Adat Papua”[/warning] Itu juga merupakan tujuannya. Jadi dengan penyelenggaraan Kongres ini, Dewan Adat Papua bukan lagi Dewan Adat tetapi Dewan Politik Papua (DPP), dan kalau dia DPP, maka bukan lagi bicara hak-hak dasar, tetapi hak-hak politik bangsa Papua. Ini politik apa yang kita sedang mainkan?

PMNews: Anda memandang ini juga salah langkah DAP?

TRWP: Tidak tahu persis. Mungkin ini usaha DAP, yang berarti DAP sekarang sudah menghianati amanat rakyat Papua. Mungkin juga DAP dijebak oleh pihak musuh, maka itu merupakan kekalahan telak bagi bangsa ini. Bisa juga baik DAP maupun si peminjam tadi dua-duanya tidak tahu main, jadi akibatnya mengorbankan salah satunya. Maka ini yang tadi saya sebut dasar orang Papua tidak tahu main.

PMNews: Sejak pertama tadi banyak sekali wacana yang perlu digali, tetapi kami tetap mengarahkan pembaca kepada tiga pokok tadi, siapa penyelenggara, siapa sponsor dan apa tujuannya. Apakah bisa tegaskan kembali?

TRWP: Pertama, sponsornya ialah yang mau pakai motor Dewan Adat Papua tadi. Penyelenggaranya ialah Dewan Adat Papua. Tujuannya ialah Hak-Hak Dasar orang Papua. Itu menurut saya.

PMNews: Apakah Hak-Hak Dasar Orang Papua itu termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri, yaitu Papua Merdeka?

TRWP: Kita harus bedakan Hak-Hak Dasar dari Hak Politik. Apakah Hak Politik merupakan bagian dari atau salah satu dari Hak-Hak Dasar? Kemudian orang Papua sendiri harus memahami untuk diri sendiri Apakah Hak-Hak Dasar itu sama dengan Hak Asasi? Apa bedanya Hak Asasi dengan Hak Dasar? Wacana Hak Asasi Manusia juga tidak jelas kita kembangkan “Apa bedanya Hak-Hak Dasar”, “Hak-Hak Asasi”, “Hak-Hak Fundamental” ini semua masih kabur bagi kita. Dalam kondisi kabur ini, semua pihak bisa saja memainkannya untuk kepentingan dia.

PMNews: Mungkin yang terakhir, “Apakah organisasi Anda mendukung KRP III, 2011 ini?”

TRWP: Saya bicara bukan atas nama pribadi, tetapi ini kebijakan organisasi, menurut Hukum Revolusi, bahwa:
1. Pertama, kalau DAP berbicara tentang Hak-Hak Dasar orang Papua, maka memang itu tugasnya. Tetapi kalau DAP dipakai oleh pihak lain, maka di situlah riwayatmu. Kalau begini sebaiknya Masyarakat Adat Papua perlu angkat Pengurus Dewan Adat Papua yang bisa membela Adat orang Papua, bukan yang bermain politik praktis seperti ini.
3. Kedua, untuk semua organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua, supaya kita tidak bermain politik ala generasi tua. Kita haruslah menjadi politisi Papua Merdeka yang maju dalam ilmunya dan maju dalam taktiknya. Jangan mengambil langkah yang dampaknya justru membuat banyak jiwa melayang atau yang menyebabkan organisasi yang sudah ada di dalam negeri yang sudah mendapat posisi tepat untuk membela Hak Dasar orang Papua itu menjadi hancur. Jangan kita lakukan praktek aborsi politik.
4. Terakhir, saat ini kita tidak mencari legitimasi. OPM sudah punya legitimasi sejak 40 tahun lebih. Siapapun yang meremehkannya, atau menganggapnya tidak mampu atau OPM tidak mampu lalu mau menggantikannya, maka jelas Anda berhadapan dengan nenek-moyang, jiwa-raga, nyawa tulang-belulang dan segenap kekuatan dari Tanah Papua.

Yang paling tepat ialah benahi Bintang yang satu ini dulu sebelum menambah bintang baru, entah sebanyak yang di pantai Base-G pun terserah. Kalau tidak sanggup membenahi yang satu ini, kenapa berani tambah-tambah? Kalau tidak mau OPM, kenapa tidak menolaknya saja secara terbuka dan mengkleim diri sebagai pengganti OPM? Kenapa kita bermain politik kucing-kucingan dalam memperjuangkan sebuah bangsa yangluas  wilayahnya sebesar tiga kali pulau Jawa ini seremeh begitu, yang begitu penting dalam politik global dalam dekade mendatang? Kenapa orang Papua selalu memainkan politik “buruh-pungut”, tanpa tahu menanam, menyiang, memagari dan memanen?

PMNews: Apakah mendukung?

TRWP: Terserah! Silahkan artikan tanggapan-tanggapan tadi. Nanti ketik baru akan dapat jawabannya. Yang Pasti, Dewan Adat Papua sudah masuk jerat, tinggal hitung bintang sekarang. Siapa yang salah? Ya, pengurusnya!

Yang jelas dan pasti, [stickyright]”Kongres ini bukan untuk bicara tentang Papua Merdeka dan tidak bertujuan untuk membantu perjuangan Papua Merdeka”, tetapi justru sebaliknya. Itu yang harus diketahui orang Papua semuanya.[/stickyright]

Kutipan Wawancara dengan Jubir Int Komite Nasional Papua Barat (KNPB)

REP | 15 September 2011 | 16:59

Bagi kami, masalah di Papua adalah permasalahan tentang kejahatan negara dan korporasi, kekerasan militer, perusakan alam, genosida dan pemusnahan kultur setempat. Isu Papua juga menjadi isu nasional di Indonesia yang tidak kunjung selesai. Banyak masyarakat asli (indigenous people) dibunuh dan disiksa, untuk memapankan pengerukan kekayaan alam tanah Papua oleh perusahaan-perusahaan raksasa dunia bersama sekutu terdekatnya : pemerintah.

Alasan konstitusi, logika persatuan nasional serta pandangan sempit nasionalisme ke-Indonesia-an digunakan untuk membenarkan penindasan dan kejahatan atas masyarakat dan tanah Papua.

Tetapi di tengah iklim represif yang tak kunjung mereda, rakyat Papua tetap berjuang dengan gagah berani. Untuk mengetahui situasi dan pandangan dari gerakan perjuangan di Papua, Kontinum mewawancarai Victor Yeimo, Juru Bicara Internasional dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB), salah satu organisasi rakyat yang terus aktif berjuang di tanah Papua.

WAWANCARA KONTINUM DENGAN VICTOR YEIMO

Mengingat pemberitaan media yang sangat minim dan selektif tentang perjuangan rakyat dan situasi di Papua, dapatkah anda menjelaskan kepada pembaca semua, bagaimana situasi terkini di Papua?

Di Papua masih terjadi pelanggaran HAM oleh TNI/Polri terhadap masyarakat sipil. Investasi global semakin membengkak setelah ACFTA (ASEAN – China Free Trade Agreement), dimana SBY sudah menginstruksikan Kapolri dan Panglima TNI agar mengamankan Papua demi investasi (baca Jurnal Nasional, 16 Mei 2011, hal 10). Kebanyak investor global berasal dari China, Badan Penanaman Modal Propinsi Papua mengatakan dalam 6 bulan terakhir, sudah ada peningkatan 28% investasi di Papua.

Juga terjadi malpraktek penyelenggaraan pemerintahan di Papua oleh elit birokrasi Indonesia. KKN ditambah pemerintah pusat yang inkonsisten terhadap peraturan dan kebijakannya.

Di sisi lain, ada kebangkitan buruh PT. Freeport yang melakukan pemogokan (bisa ikuti beritanya di tabloidjubi.com).

Juga semakin marak bisnis liar (illegal) TNI/Polri seperti illegal logging, pendulangan emas, pemasokan pekerja seks dari luar Papua, bisnis kayu gaharu, dll. Sementara represi militer dalam membungkam gerakan demokrasi makin mengental dengan label separatis, teroris, pengacau, dll.

Seperti apa reaksi dan posisi masyarakat Papua menghadapi situasi tersebut?

Rakyat tidak berdaya akibat kekuatan militer di Papua, sementara dengan uang triliun pemerintah menggiuri rakyat demi penanaman modal asing (investasi) di tanah-tanah adat Papua, akhirnya banyak yang tidak ingin terorganisir dalam gerakan perlawanan.

Rakyat masih terus mempermasalahkan sejarah integrasi Papua dalam NKRI yang penuh dengan rekayasa AS, Indonesia, Belanda. Karenanya rakyat terus merapatkan barisan perlawanan.

Selain persoalan sejarah/historis dan kultural, apa yang membuat masyarakat Papua menolak campur tangan Jakarta dalam kehidupan sehari-hari dan menentukan nasib sendiri?

Karena Jakarta memakai pola pendekatan militeristik, eksploitatif, pembodohan dan pemarginalisasian. Dari dulu sampai sekarang Jakarta menganggap orang Papua sebagai manusia kelas dua, manusia yang mendekati binatang. Lantas dengan demikian mereka melanggar aturan yang mereka buat sendiri. Tidak konsisten pada aturan dan segala kebijakan. Kebijakannya juga ‘bias pendatang’. Makanya rakyat lebih berfikir mengatur diri sendiri. Banyak orang Papua berfikir melalui segala pengalamannya bahwa Indonesia di Papua Barat hanya untuk memusnahkan orang Papua dan menguasai wilayah ini.

Bagaimana sikap dan reaksi pemerintah, borjuasi dan politisi Indonesia terhadap perjuangan masyarakat Papua?

Mereka terus mencurigai setiap aktivitas sipil yang legal demokrasi. Indonesia menggunakan kekuatan militer dan hukum (KUHAP) untuk membunuh gerakan damai rakyat Papua Barat. Mereka juga memakai pola devide et impera (politik pecah belah) untuk menghancurkan persatuan dan solidaritas perlawanan rakyat Papua. Banyak uang dikucurkan oleh Jakarta kepada institusi TNI/POLRI, intelijen untuk mengamankan Papua. Banyak orang Papua direkrut dengan iming-iming uang dalam Barisan Merah Putih (organisasi sipil militan merah putih). Banyak kasus pelanggaran yang dilakukan anggota TNI/POLRI tidak dipengadilankan, bahkan para pelaku justru dihadiai jabatan dan pangkat.

Bagaimana keterlibatan masyarakat Papua dalam perjuangan pembebasan Papua? Bagaimana pola-pola perjuangan yang dikembangkan?

Orang Papua pakai pola gerakan damai dan bermartabat melalui demonstrasi, doa, seminar, tulis buku, publikasi penindasan lewat internet. Ada juga sebagian kelompok militan tradisional di Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka TPN OPM yang menyatakan diri sebagai militer Papua Barat. Mereka masih menggunakan pola gerilya untuk mengusir TNI dari tempat mereka berada.

Bagaimana sikap masyarakat Papua menanggapi label-label separatis terhadap setiap gerakan yang berkembang di Papua?

Kami menyadari bahwa kami bukan separatis, karena sebaliknya rakyat menganggap Indonesia sebagai separatis di Papua karena ia datang membawa negara Indonesia pada tahun 1962 di atas negara Papua yang sudah merdeka tahun 1961.

Rakyat menganggap itu label yang diberikan oleh penguasa yang anti demokrasi dan HAM sebab UUD 1945 mengatakan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Rakyat menganggap label itu diberikan oleh militer untuk kepentingan perluasan teritori militernya untuk mendapatkan proyek pengamanan. Rakyat terus menyatakan lewat orasi, buku, seminar dll bahwa kami bukan separatis, karena tanah ini milik orang Papua, bukan milik Indonesia, AS, Inggris atau negara manapun.

Bagaimana anda melihat respon dan tanggapan masyarakat Indonesia secara umum tentang masalah Papua?

Banyak rakyat Indonesia yang tidak memahami persoalan Papua. Mungkin karena termakan opini penguasa lewat propagandanya melalui TV, surat kabar dll bahwa orang Papua miskin, dll. Padahal kami kaya, tapi Indonesia memarginalkan hak-hak orang Papua. Rakyat Indonesia dengan nasionalisme yang sempit melihat gerakan-gerakan di Papua sebagai anti-penguasa. Padahal mereka juga memperoleh perlakuan yang sama di bawah penguasa yang eksploitatif, tamak, bedil, korup, dan chauvinistik.

Mayoritas rakyat Indonesai juga tidak banyak yang tahu bagaimana penguasa Indonesia menginvasi Papua, menguasai Papua dan mencaplok wilayah Papua yang sudah merdeka pada tahun 1961, melalui perjanjian-perjanjian tentang penentuan status politik Papua dengan penuh rekayasa antara pemerintah AS, Indonesia dan Belanda yang tidak melibatkan orang Papua. Kebanyakan rakyat Indonesia masih buta dengan persoalan Papua, masa bodoh dengan penderitaan orang Papua, dan masih memihak kepada penguasa yang lalim ini.

Bisakah anda menceritakan tentang organisasi anda KNPB?

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah media rakyat Papua Barat. KNPB berdiri di wilayah-wilayah di seluruh tanah Papua, juga di Konsulat Indonesia di Jakarta dan Manado. KNPB didirikan pada tahun 2008 dengan Buchtar Tabuni sebagai Ketua dan Victor Yeimo sebagai Sekretaris Jenderal. Pada akhir tahun 2006 Buchtar ditangkap dan dipenjara 3 tahun dan Victor menjalankan kerja harian. Pada tahun 2009 bulan Agustus Victor ditangkap dan dipenjara selama 3 tahun. Kini roda organisasi dijalankan oleh Mako Tabuni sebagai Ketua I KNPB, Buchtar tetap sebagai Ketua Umum, dan Victor Yeimo sebagai Juru Bicara Internasional.

KNPB selalu mendorong rakyat Papua untuk melihat bahwa diri mereka berbeda secara historis, kultur dan geografis dengan Indonesia. Bisakah anda jelaskan bagaimana posisi kawan-kawan KNPB dalam hal ini?

Kami menempatkan posisi perjuangan dengan rakyat Papua. Apa yang rakyat mau itulah yang kami perjuangkan. Secara historis, kultur dan geografis memang begitu adanya. Kami memandang bahwa Indonesia di Papua Barat hanya mengisahkan penindasan yang berkepanjangan. Wilayah ini masih menjadi wilayah protektoral. Apa yang diinginkan oleh rakyat itulah yang dimediasi oleh KNPB untuk diperjuangkan melalui cara-cara yang bermartabat.

Apa visi KNPB tentang “hak menentukan nasib sendiri” terkait perjuangan Papua?

Orang Papua masih menganggap Pepera 1969 belum final. Rakyat terus menuntut hak penentuan nasib sendiri. Banyak orang Papua yang terus mati karena menuntut hak-hak itu. Maka KNPB memperjuangkan mekanisme referendum sebagai solusi final dalam konflik Papua. Hal ini agar rakyat dapat menentukan apakah mereka ingin tetap dengan Indonesia atau merdeka. KNPB sebagai media tetap menuntut pihak internasional dan juga kemauan Jakarta agar rakyat diberikan hak demokrasinya untuk memilih masa depannya. Tentu kami terus menggalang solidaritas internasional, dalam hal ini pengacara-pengacara internasional agar status Papua dikaji dan diselesaian melalui mekanisme hukum internasional.

Papua seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat Papua sendiri?

Papua yang bebas dari segala bentuk penindasan: neokolonialisme Indonesia, neoliberalisme/ kapitalisme global, dan militerisme.

Bagaimana reaksi Freeport dan korporasi-korporasi lain yang bercokol di tanah Papua terhadap perjuangan rakyat disana?

Freeport bekerja sama dengan Penguasa Indonesia. Mereka sama-sama memainkan kepentingan ekonomi politik mereka. Makanya, mereka memberi label separatis dan teroris kepada rakyat yang menolak keberadan perusahaan itu. Freeport mengambil posisi oposisi dengan gerakan rakyat Papua, karena menurutnya itu akan menganggu modalnya dan aset vitalnya.

Bagaimana hubungan mereka dengan pemerintah dan borjuasi Indonesia?

Freeport terus menipu Indonesia dan orang Papua, tetapi Freeport mau agar Indonesia menjadi anjing penjaga modalnya. Freeport terus membayar militer dan para borjuis Indonesia untuk dapat diberikan jaminan keamanan dan hukum. Rakyat Papua tidak memperoleh manfaat yang berarti.

Apa kebutuhan mendesak kawan-kawan sekarang ini dalam perjuangan pembebasan Papua?

– Kami sangat butuh solidaritas rakyat tertindas dimanapun, termasuk rakyat Indonesaia untuk bekerja sama mengusir segala bentuk penindasan yang ada di Papua.
– Kami sangat membutuhkan solidaritas kawan-kawan pers nasional untuk berpihak dalam pemberitaannya kepada rakyat Papua.
– Kami sangat butuh konsolidasi di tingkat nasional Indonesia untuk mewujudkan solusi final bagi rakyat Papua.
– Kami butuh alat-alat produksi yang bisa dipakai untuk memproteksi kepungan penindasan di atas bumi cenderawasih

Seperti apa bentuk solidaritas yang dibutuhkan masyarakat Papua? Dan apa yang bisa dilakukan oleh kawan-kawan di luar Papua untuk membantu perjuangan rakyat Papua?

– Kami ingin isu Papua menjadi diskusi reguler kawan-kawan di luar.
– Kami ingin ada konsolidasi nasional untuk membahas dan menetapkan stratak perlawanan bersama
– Kami juga butuh advokasi, dan infomasi ekopol dan pembacaan-pembacaan yang membantu kami untuk bergerak di lapangan.

Terima kasih, salam hormat untuk semua pejuang-pejuang Papua

Teks bahasa Inggris baca di : http://hidupbiasa.blogspot.com/2011/08/how-papuan-people-continue-to-unite-in.htmlk.

Tuntaskan Masalah di Papua Dengan Dialog

KBR68H – Papua terus saja memanas. Saat peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-66, serangkaian peristiwa penembakan terjadi di Paniai. Sedang sebelumnya aksi berbau separatisme juga mengemuka dengan pengibaran bendera Bintang Kejora. Ada dugaan kelompok pengacau keamanan ini ingin mengacaukan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-66. Koordinator Jaringan Damai Papua Pastor Neles Tebay menjelaskan kondisi terakhir Bumi Cenderawasih.

Kalau ditempat anda situasinya seperti apa?

Saya di Jayapura, situasinya aman tapi orang-orang sedikit resah karena kekerasan-kekerasan yang terjadi beberapa hari yang lalu termasuk di dalam kota, mobil ditembaki, bendera bintang kejora dikibarkan, dan lain sebagainya.

Kalau aparat keamanan menyebutkan pelakunya OPM, siapa sebenarnya yang melakukan ini?

Menurut laporan memang pelakunya OPM tapi itu belum ada investigasi, polisi masih melakukan investigasi. Jadi, saya pikir tidak adil kalau hanya karena melihat bendera bintang kejora dikibarkan lalu menyatakan bahwa pelakunya OPM, sementara OPM sendiri tidak bisa dimintai pendapat. Jadi saya pikir siapapun pengibar bendera itu, pengibaran bendera bintang kejora ini memperlihatkan bahwa ada masalah di Papua yang belum diselesaikan.

Dari saksi-saksi yang ada sejauh ini, yang Pastor Nelles Tebay ketahui siapa?

Jadi, dari pihak yang menangkap bahwa menuduh OPM sebagai pelaku kekerasan, sementara polisi belum secara langsung menyebutnya betul sebagai pelaku, rakyat biasa sedang mencari-cari siapa pelakunya karena kekerasan ini terjadi di tempat yang sama dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jadi ini mesti orang yang betul-betul menguasai keadaan kota Jayapura atau Arbepura terutama. Jadi ini jelas kita tidak tahu persis siapa pelakunya. Tapi siapapun pelakunya, pengibaran bendera bintang kejora itu memperlihatkan bahwa ada masalah di Papua yang memang belum diselesaikan, belum dituntaskan.

Masalah yang anda tangkap seperti apa?

Bendera bintang kejora ini bendera politik, kalau memang itu yang menyebarkan adalah OPM, OPM itu bukan organisasi kriminal, ini organisasi yang memperjuangkan ideologi tertentu, ideologi pro merdeka. Tuntutan pro merdeka itu ada, bukan karena tidak ada apa-apanya, tuntutan ke pro merdeka karena ada penyebanya. Yang sekarang diperlukan adalah pemerintah Indonesia dengan pihak OPM atau rakyat Papua yaitu bersama-sama bertemu berdialog untuk mencari tahu penyebab-penyebab dari terjadinya penembakan-penembakan di kabupaten Paniai misalnya. Tanpa berdialog, masalah atau penyebab utama dari kekerasan ini tidak akan teridentifikasi, maka solusinya pun tidak akan diambil. Jadi sementara ini menurut saya yang paling penting dilakukan untuk menghentikan kekerasan ini dan mencegah kekerasan ini terjadi lagi adalah perlunya dialog antara Jakarta, pemerintah pusat dan rakyat Papua untuk bersama-sama mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya, dan bersama-sama mencari bagaimana menyelesaikan masalah ini secara damai.

Pasca konferensi, apakah tawaran dialog ini sudah diajukan ke pemerintah pusat?

Salah satu rekomendasi dari konferensi perdamaian adalah dialog. Banyak rakyat Papua itu sudah menerima dialog sebagai sarana terbaik untuk mencari solusi, jadi banyak orang Papua di kampung-kampung sudah mulai berdoa agar dialog antara pemerintah pusat dan rakyat Papua bisa terjadi suatu saat.

Jakarta seringkali mengajukan pertanyaan, bukankah ada Majelis Rakyat Papua, ada Dewan Adat dengan merekalah dialog dilakukan oleh Jakarta. Kemudian kalau mau dialog dengan OPM, itu dengan siapa?

Jadi, yang pokok itu adalah pemerintah pusat punya keinginan untuk berdialog dengan orang Papua, itu yang pertama. Lalu orang Papua itu diwakili oleh siapa itu nanti akan ditentukan oleh orang Papua. Kalau menurut saya, kalau pemerintah mau menyelesaikan masalah Papua maka dialog mesti melibatkan pihak yang bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Kalau antara pihak-pihak yang tidak bertentangan, ya tidak perlu berdialog silahkan bersilaturahmi saja. Tapi kalau betul-betul mau diadakan dialog untuk menyelesaikan masalah Papua, maka dialog mesti dilaksanakan diantara pihak-pihak yang berkelahi atau yang bertikai. Dengan demikian, TPN itu sudah harus mau tidak mau terlibat dalam keseluruhan proses dialog ini.

Sebetulnya bagaimana kekuatan TPN/OPM ini?

Saya juga tidak tahu kekuatan dari TPN/OPM, saya tidak punya akses dari mereka.

Apakah OPM mau diajak berdialog?

Mereka perlu ditanyai apakah TPN/OPM mau berdialog dengan masyarakat Papua.

Sampai sekarang hasil konferensi itu belum diberikan ke TPN/OPM?

Belum.

Sumber: http://www.kbr68h.com/berita/wawancara/10939

THURSDAY, 18 AUGUST 2011 15:25 SURYAWIJAYANTI

Amunggut Tabi: Yang Dikatakan Fransalbert Joku itu Benar atau Tidak, Orang Papua Punya Mata Hati, Sejarah Pasti Membuktikannya

Memanggapi pernyataan Fransalbert Joku, bahwa “KTT ILWP didesain untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris”, Amunggut Tabi dari Tentara Revolusi West Papua menyambutnya dengan tanggapan lemah-lembut, dan menolak pembuktian antara apa yang terjadi di Inggris dengan apa yang dikatakan Fransalbert Joku kepada hatinurani bangsa Papua dan sejarah.

Berikut petikan wawancara:

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat Sore. Kami minta waktu sedikit untuk meminta tanggapan dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyangkut peristiwa yang terjadi tanggal 2 Agustus 2011 di Inggris, yaitu KTT ILWP dan tanggapan dari dalam negeri, khususnya dari para pendukung NKRI dan penghianat perjuangan bangsa Papua, Fransalbert Joku.

Sebenarnya apa yang terjadi di Inggris?

Amunggut Tabi (TRWP): Selamat Sore! Terimakasih

Sebenarnya apa yang terjadi di Inggris? Yang terjadi di Inggris itu seharusnya sudah harus terjadi sejak 40 tahun lalu, waktu Fransalbert Joku ada di Luar Negeri, waktu kami belum lahir waktu itu sudah harus terjadi. Waktu kami di gunung masih hidup di zaman batu, waktu itu seharusnya terjadi KTT ILWP.

PMNews: Maksudnya? Sebenarnya apa yang terjadi di sana?

TRWP: Ya, Maksudnya begitu. Tidak ada maksud lain. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini seharusnya sudah harus dilakukan oleh Fransalbert Joku, Nicolaas Jouwe dan Nick Messet sejak mereka menginjakkan kaki di Eropa waktu itu. Kita sedang mengulangi sejarah, jadi, kami minta maaf kalau perjuangan yang hampir setengah abad ini harus dimulai dari nol lagi.

PMNews: Minta maaf, pertanyaan kami yang pertama belum dijawab, tapi pernyataan tadi menimbulkan pertanyaan baru. Kenapa perjuangan ini dimulai dari nol? Kenapa harus minta maaf?

TRWP: Perlu minta maaf, karena para pejuang bangsa Papua tidak pernah serius selama ini untuk memperjuangkan aspirasi bangsa ini. Padahal perjuangan ini sudah dimulai sebelum kami lahir. Setelah kami lahir-pun, para orang tua masih saja menganggap remeh para pemegang estafet perjuangan mereka. Jadi, kelakuan para mantan pejuang ini membuat saya harus minta maaf. Dan kelakuan inilah yang menyebabkan pencapaian target perjuangan tertunda dan memakan satu generasi.

Kemudian kedua, perjuangan ini kami baru mulai dari nol karena semua yang pernah terjadi selama ini tidak memiliki organisasi dan menejemen perjuangan yang modern dan profesional, semuanya bersifat sporadis dan sangat amatir. Misalkan saja, Fransalbert Joku dkk pernah mengaku diri sebagai Menlu OPM, dan sebagainya, tetapi OPM siapa? OPM mana? Tugasnya apa? Hasil kerjanya mana? Mengapa dia harus menyerah? Ini semua menumpuk persoalan. Saya hanya sedang menyinggung Fransalbert Joku, belum yang lainnya. Ini salah satu sudut pertanyaan saja, masih banyak pertanyaan lain.

Terakhir, pertanyaan pertama tadi begini, jadi apa yang terjadi di Inggris itu ialah sebuah proses pengujian materi secara hukum, bukan politis. Kasus bangsa kita memang kasus hukum, pelanggaran hukum, yang berdampak kepada pelanggaran-pelanggaran HAM, prinsip demokrasi dan sebagainya. Masalah pokoknya ialah masalah hukum, di mana hukum yang dibuat PBB sendiri tidak ditaati oleh anggota PBB itu sendiri, dan walaupun begitu PBB mendiamkannya begitu saja, dengan dasar keputusan PBB yang menyusulnya, sementara keputusan dengan subyek yang sama yang dikeluarkan sebelumnya sudah cacat hukum. Itu berarti dasar hukum yang menjadi landasan pengambilan keputusan berikutnya perlu diuji secara ilmiah yaitu secara ilmu hukum.

Itu yang sedang terjadi.

Ini satu sisi dari sisi sejarah yang telah dikaji oleh Dr. JohN Saltford (disertasi doktoral, dari sisi peran PBB) beberapa tahun lalu dan penelitian Peter Drooglever (penelitian ilmiah, mengenai peran Indonesia) belum lama ini. Jadi, sejumlah peran dan fungsi yang telah diabaikan atau sengaja tidak dipenuhi sudah terkuak. Manipulasi sejarah sudah terkuak. Dan sekarang kita terbentur kepada keabsahan dua hal pokok, yaitu Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dengan hasilnya dan Resolusi PBB yang mencatat hasil Pepera dimaksud.

Pepera dimaksud dilaksanakan berdasarkan produk hukum bernama New York Agreement tahun 1962. Penelitian dan pengkajian ilmiah seperti ini perlu untuk memetakan masalah dan menempatkan kasus ini pada porsinya sehingga masing-masing pihak dapat melihat secara jelas apa yang telah terjadi dan apa yang harus dilakukan. Dengan sendirinya dunia internasional akan mengetahuinya.

PMNews: Terimakasih, memang banyak pertanyaan lagi, tetapi jawaban ini cukup memancing kita bertanya lebih mendalam. Walaupun begitu, kami mau kembali kepada pernyataan Fransalbert Joku bahwa “KTT ILWP sengaja dipolitisir dan dibesar besarkan itu sebenarnya didesain untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris”.

TRWP: Betul! Itu betul sekali! Itu pengakuan yang positiv. Dengan pengakuan ini sudah mulai lebih jelas memahami kenapa kita harus mulai dari nol tadi. Pertanyaan yang saya ajukan tadi mulai terjawab dengan tanggapan dia.

Tanpa sadar, Pak Joku sebenarnya sudah mengaku apa yang dia sudah lakukan selama puluhan tahun di luar negeri. Jadi sudah ketahuan. Sangat disesalkan bahwa penderitaan kita dijadikan sebagai proyeknya waktu itu. Salah satu proyeknya ialah kembali ke Indonesia, setelah sekitar 10 tahun terahir menjadi agen BIN di Pasifik.
PMNews: Anda menuduh begitu?

TRWP: Tidak menuduh. Meneguhkan apa yang dikatakannya dan apa yang dilakukannya. Saya tidak perlu berpendapat, siapapun tidak perlu. Karena dia sendiri mengatakannya dan dia sendiri melakukannya. Tidak perlu dituduh, sudah menuduh dirinya sendiri.

PMNews: Tanggapan di dalam negeri sangat politis, banyak demonstrasi diatur untuk meramaikan KTT dimaksud.

TRWP: Itu tanggapan rakyat. Silahkan, NKRI, Fransalbert Joku, Anggota DPR kolonial, pejabat kolonial, rakyat Papua semua silahkan menanggapinya.

Tetapi saya minta satu hal, “TANGGAPILAH SESUAI SUARA HATINURANI!”

PMNews: Rakyat Papua menanggapinya secara politis.

TRWP: Silahkan ditanggapi apa saja. Yang jelas, sebuah proses sedang terjadi, walaupun itu proses yang dimulai dari nol, dari sebuah proses yang dihina dan diremehkan oleh banyak orang, itu tidaklah penting.

Yang penting ialah bahwa perjuangani ini telah memakan banyak korban harta, waktu, tenaga, dana, dan lebih-lebih nyawa orang Papua. Jadi, tidak akan pernah dihentikan, apalagi dihapuskan oleh individua siapapun, entah pendukung Dialogue seperti Neles Tebay, pecinta NKRI seperti Fransalbert Joku, kolonial NKRI, semuanya tidak akan pernah. Ini hak asasi.

PMNews: Ada satu hal yang baru kami ingat. Katanya PM Inggris David Cameron menyatakan dukungan kepada keutuhan NKRI, di mana Papua tetap di dalam NKRI. Menurut Dubes kolonial RI di Inggris bahwa KTT ini tidak begitu berarti di sana.

TRWP: KTT ini tidak bertujuan meminta persetujuan siapapun. Tidak untuk meminta dukungan juga. Ini hanya sebuah kajian ilmiah, kajian hukum, bukan Konferensi Perdamaian seperti yang barusan dilakukan di dalam negeri.

Apakah semua KTT atau seminar atau kajian ilmiah tentang berbagai masalah di negara-negara lain juga harus minta persetujuan dari Kepala Negara di mana acara itu diadakan? Bukan begitu. Orang yang malah menyinggung tanggapan David Cameron itu tidak paham, bahwa ini bukan sebuah tekanan politik untuk beliau harus bicara.

Yang pasti hubungan kami dengan David Cameron bukan setelah beliau menjadi PM, tetapi puluhan tahun sebelum itu kami sudah kenal dia. Pernyataan dukungan itu tidak mengganggu hubungan pribadi itu, karena kapasitasnya sebagai pribadi dan PM itu beda, dan memang Negara Inggris sekarang ini masih pada posisi mengakui West Papua di dalam NKRI, maka beliau sebagai PM sebuah Negara Inggris harus menyatakan posisi negaranya, bukan posisi pribadinya.
Yang penting, media atau orang Papua jangan mengkaitkan KTT ini dengan dukugnan politik dari manapun.

PMNews: Kami akan tanya banyak lagi tentang ini. Tetapi sekarang kami akhiri dulu. Ada kata-kata penutup untuk saat ini?

TRWP: Ya. Perjuangan ini bukan barang makan, bukan alat untuk cari muka, bukan alat untuk cari uang seperti yang sudah lama terjadi dalam pengalaman sejarah perjuangan bangsa Papua. Perjuangan ini bukan cari pamor, sensasi politik untuk pribadi siapapun. Perjuangan ini tidak mendatangkan keuntungan apapun bagi pribadi-pribadi yang terlibat di dalamnya, kecuali ancaman maut di moncong senjata Indonesia. Itu hadiahnya. Jadi, kalau ada yang mengatakan kita cari makan, cari muka, maka itu biarlah,

  • Orang Papua Punya Mata Hati, Sejarah Pasti Membuktikan apakah Fransalbert Joku benar atau Benny Wenda yang benar;
  • Kepada Tanah, Bangsa, Leluhur dan Pahlawan yang telah gugur demi tanah air dan bangsa ini, yang tulang-belulangnya bertaburan dan berserakan tanpa nama di seluruh rimba New Guinea, saya mengetuk hati Ondoafi atau Ondofolo Franslabert Joku, sebagai Kepala Suku Ifar Besar, supaya bertutur kata sebagai seorang Kepala Suku, bukan sebagai seorang pelacur politik. Demikian!
  • Untuk seluruh orang Papua dan para pejuang, agar kita tidak meniru Fransalbert Joku, karena apa yang dilakukannya selama puluhan tahun di luar negeri itu gara-gara perjuangan Papua Merdeka, dan itu sudah dicatat dalam sejarah. Kalau sudah pensiun atau menyerah, sebaiknya tidak perlu memakan apa yang sudah dibuangnya sendiri. Barang yang sudah ada di WC tidak bisa ambil kembali lalu kita makan ulang. Contoh Nicolaas Jouwe itu yang baik, kalau para pejuang pulang, memang harus pulang, karena mereka berjuang karena tanah air mereka, dan setelah pensiun harus datang untuk menjalani hari-hari terakhir hidup mereka di tanah air. Tetapi bukannya setelah kembali lalu buat kegiatan tambahan lain, apalagi ketiagan tambahan itu akhirnya menghapus pengorbanannya selama ini.

Silahkan Berdialogue tetapi Tentara Revolusi West Papua (bukan TPN/OPM) Tidak punya Kapasitas dan Tugas untuk Berdialogue di Meja Perundingan

Bitang Kejora
Bitang Kejora

Menanggapi perkembangan politik di Tanah Air dengan rancangan dan dana Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan masalah Papua dengan menyelenggarakan Dialogue Jakarta-West Papua yang dimotori kaum Papindo Pater Neles Tebay bersama agen BIN di LIPI, Muridan S., maka dengan ini, Tentara Revolusi West Papua melalui Sekretaris Jenderal Leutenant General Amunggut Tabi setelah dikonfirmasi PMNwes Online menyatakan “Urusan Dialogue adalah urusan politik, TRWP tidak mengurus dialogue. Kami terbatas pada visi/misi organisasi, yaitu menentang penjajang dengan mengangkat senjata. Karena itu, kalau Pater Neles dan rekan sekerjanya Muridan mau berdialogue, maka silahkan lanjutkan, asal tidak memaksa, dan tidak meneror pihak yang tidak setuju dengan prakarsa BIN tersebut,” demikian kutipan wawancara PMNews dengan Sec-Gen TRWP.
Berikut petian wawancara selengkapnya,

 

Papua Merdeka News (Suara Papua Merdeka News – PMNews): Selamat Bung, selamat berjuang! Kami ada perlu tanya sedikit mengenai perkembangan politik di tanah air. Baru-baru ini ada Konferensi yang bertujuan mendorong Dialogue Jakarta Papua, dan akhir dialogue itu dinyatakan bahwa komponen rakyat Papua yang belum dilibatkan ialah pihak TPN/OPM dan orang Papua di luar negeri (maksudnya di luar Tanah Papua), jadi dalam waktu singkat akan ada konsultasi dengan pihak Anda dan setelah itu adakan dilakukan dialogue dengan Jakarta.

  • Apa tanggapan TRWP?

 

Secretary-General Tentara Revolusi West Papua (TRWP): Kami selalu mengikuti perkembangan di tanah air. Kami juga telah mengirim pasukan kami ke pertemuan dimaksud untuk memantui sejauh mana Indonesia bermain dan sejauh mana aspirasi bangsa Papua bermain. Dan kami punya informasi akurat dan langsung dari lapangan.

Perlu diingat beberapa hal, sebelum saya lanjutnya dengan pertanyaan Anda.

Pertama, bahwa TPN/OPM itu dalam sejarah perjuangan Papua Merdeka sudah tidak berlaku. Tidak ada panglima TPN/OPM. Yang ada saat ini ialah TRWP dan OPM. Yang ada sekarang Panglima Revolusi TRWP, Gen. Mathias Wenda. Tidak ada organisasi TPN garis miring OPM, karena secara organisasi dan manajemen organisasi dua organisasi yang berbeda tidak bisa digaris-miring dan disebut sekaligus, karena keduanya organisasi yang terpisah dan disebut tanpa garis miring. Kalau Anda masih menyebutnya menggunakan garis miring (/), maka sama saja Anda menganggap TPN itu sama dengan OPM, atau OPM itu sama dengan TPN, atau OPM itu organisasi bersenjata, organisasi yang bergerilya. Ini sudah tidak berlaku. OPM tidak bergerilya, OPM berpolitik.

OPM saat ini berbasis di Port VIla, Vanuatu, di mana Andy Ayamiseba dan Dr. OPM Ottow Ondawame menjadi Koordinator. OPM saat ini dijalankan oleh para fungsionaris, dan dalam waktu depan akan dibentuk pengurus secara Organisasi dengan manajemen yang terstruktur dan modern agar OPM tidak dilihat sebagai angkatan bersenjata. Sebuah organisasi ialah organisasi, bukan angkatan. Sebuah angkatan bergerilya, tidak berorganisasi. Organisasi memiliki struktur organisasi sedangkan angkatan memiliki struktur komando lengkap dengan segala kulturnya. Ini saya sebut mengawali semua supaya para aktivis dan pegiat HAM serta politisi di Tanah Papua memahami perkembangan yang sedang terjadi, agar kita tidak terpagar dalam wacana dan pemikiran penjajah. TPN/OPM itu nama dan sebutan buatan NKRI. Nama dan sebutan buatan orang Papua ialah OPM dan TPN, di mana TPN kini telah berubah nama menjadi TRWP. TRWP tidak digarismiring dengan OPM, tetapi TRWP dan OPM, dua entitas yang terpisah dan berbeda.

 

Jadi, yang perlu diminta tanggapan ialah orang-orang OPM, bukan kami. Tergantung apakah OPM mau berdialogue dengan Indonesia? Tergantung apakah OPM mau bernasib sama dengan GAM? Itu pilihan dan jalan politik OPM, bukan TRWP. Lapangan kerja TRWP bukan di meja perundingan atau dialogue.

 

PMNews: Kami berterimakasih untuk penjelasan yang mencerahkan ini. Selanjutnya sesuai dengan jalan pikiran Pater Neles Tebay dan Muridan S. Widjojo, terlihat jelas bahwa angkatan bersenjata juga mau dilibatkan untuk berdialogue, karena di situ disebutkan TPN/OPM, berarti baik organisasi politik maupun angkatan bersenjata keduanya mau dilibatkan.

TRWP: Itu namanya Pater Neles tidak paham tentang dunia. Dunia militer dan dunia politik sangat berbeda. Medan operasi politik dan gerilya sangat berbeda. Alat yang digunakan juga sangat berbeda. Visi misi juga berbeda. Bagaimana Seorang Pater Neles dan agen BIN Muridan S. Widjojo itu mau membodohi rakyat Papua? Rakyat Papua yang dulu dan sekarang sudah berbeda, sudah berganti generasi, sudah berpolitik di era pascamodern, sudah tahu siapa yang berpolitik dan siapa yang bergerilya.

Jangan disamaratakan, jangan juga bermental kolonialis. Pater Neles sebagai putra Papua dan Gembala Umat semestinya mengenal domba-dombanya secara jelas dan mengarahkan semua pihak sesuai jalur dan kapasitasnya. Jangan orang bergerilya dipaksa berpolitik. Lihat akibat dan nasib yang dialami Panglima kami Alm. General TRWP Kelly Kwalik. Itu nasib konyol, itu akibat dari mengajak orang bermain di lapangan yang salah. Sekali lagi, jangan korbankan nasib bangsa ini demi memperjuangkan idealisme berdasarkan studi-studi resolusi konflik yang tidak komprehensif dan tidak berpihak kepada pihak korban sebuah sejarah.

PMNews: Terimakasih. Tanggapan Bung ini mengandung banyak sekali hal yang perlu kami pertanyakan kembali. Tetapi kami batasi diri pada niat awal kami. Apakah tanggapan seperti ini berarti TRWP dan secara khusus Gen. TRWP Mathias Wenda tidak akan terlibat dan dengan demikian tidak akan menerima tawaran Pater Neles dan rekannya agen BIN tadi?
TRWP: Anda sudah tahu lalu kenapa harus bertanya?

PMNews: Kami perlu penegasan langsung, singkat dan tegas.

TRWP: Singkat dan jelas: TRWP tidak berpolitik, tidak berdialogue dengan penjajah. General TRWP Mathias Wenda tidak terlibat dalam bujukan dan rayuan agen BIN itu. Tetapi tidak menutup kemungkinan OPM terlibat di dalamnya, karena OPM sekarang berdiri sebagai organisasi yang terpisah dan terlepas dari TRWP.

PMNews: Tetapi Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 500 orang Papua dan mereka menginginkan dialogue.

TRWP: Rakyat Papua inginkan dialgoue, silahakan berdialogue. Tetapi ada garis yang jelas, angkatan bersenjata yang menentang penjajah dengan bergerilya jangan dipaksa berdialogue. Nanti kita rakyat Papua akan dianggap tidak tahu berpolitik dan tidak layak berorganisasi di era globalisasi ini. Kita harus tampil layak dan presentable di pentas politik global sebagai sebuah perjuangan yang modern. Perjuangan yang modern dan presentable itu pertama sekali ditunjukkan oleh pembedaan dan perbedaan yang jelas dan tegas disertai kebijakan dan langkah-langkah yang jelas dan tegas antara organisasi dan angkatan, antara yang bergerilya dengan yang berpolitik.

Orang Papua sekarang harus tahu, bahwa perjuangan meneruskan aspirasi senegap bangsa dan Tanah Papua sekarang ini sudah modern, sudah terpola dan terorganisir. OPM masih ada, terus berpolitik. Angkatan bersenjatanya masih ada, dan masih aktiv.

PMNews: Maksud kami menyebut jumlah orang tadi ialah untuk menunjukkan bahwa banyak orang Papua mau berdialogue. Karena itu kalau General Mathias Wenda menolak berdialogue, maka General Wenda bisa dianggap tidak sejalan dengan aspirasi bangsa Papua?

TRWP: Jangan membolak-balikkan fakta. Orang Papua itu mau merdeka. Bukan mau berdialogue. Kalau ada orang Papua yang menganggap atau percaya bahwa berdialogue itu merupakan jalan yang tepat untuk mencapai kemerdekaannya, maka silahkan berdialogue. Asal tujuannya tetap sama. Asal jangan kita ulangi Pepera itu menjadi Pepera II, yang nasibnya sama, yaitu mayoritas suara dipaksa untuk bergabung dengan NKRI.

Yang kami tegaskan di sini ialah bahwa tugas angkatan bersenjata yang bergerilya ialah mengangkat senjata dan menentang penjajah, bukan berdialogue. Kami mau membatasi diri kepada tugas dan tanggungjawab kami. Kami tidak mau mencampur-aduk urusan, seperti ajaran dan ajakan kolonial NKRI.

Kami hanya punya garis koordinasi dengan OPM sebagai organisasi politik perjuangan bangsa Papua, tetapi tidak dengan Konferensi atau Pater Neles Tebay atau agen BIN itu. Dalam posisi apapun, mereka tidak ada urusan dengan kami.
Sekali lagi, dinamika yang berkembang di tanah air silahkan diteruskan, tetapi tidak dengan demikian memaksa pihak lain terlibat tanpa ada kedudukan dan posisi yang jelas dalam struktur organisasi perjuangan bangsa ini. Dengan demikian kita tidak dinilai bermain di lapangan tanpa organisasi dan manajerial yang jelas. Tidak ada klub sepak bola yang bermain tanpa managerial dan organisasi yang jelas. Politik bangsa Papua itu selalu liar, tiba-tiba muncul ini dan tiba-tiba muncul itu, kemudian kita membiarkan bola liar itu bergulir sendiriian tanpa kita tahu siapa yang bertugas untuk apa di lapangan itu.

PMNews: Rupanya TRWP menuding Konferensi ini liar?

TRWP: Tidak liar. Konferensinya tidak liar. Yang liar bolanya. Politik bangsa Papua selalu melempar bola liar, ini yang penulis Papua selalu sebut sebagsai “politik buru-pungut”. Kita berburu, kita pungut, bukan kita politik tanam lalu pungut. Jadi, kita tidak tanam, kita tidak pelihara, tetapi kita tinggal ke hutan, ke danau, ke laut dan pungut, tanpa pernah kita tanam sagu, tanpa pernah kita piara ikan, tanpa pernah kita besarkan babi di hutan. Itu politik buru-pungut yang sudah lama kita sudah baca dari tulisan di PMNews sendiri. Karena itu, kalau ikan itu tidak terjaring, kalau babi hutan itu tidak tertangkap, maka mereka lari secara liar. Itu yang saya sebut bola liar.
Itu terjadi karena apa yang kita buru atau cita-cita kita tidak kita kendalikan di dalam organisasi dan manajemen pemecahan masalah bangsa dan Tanah Papua di dalam koridor hukum dan organisasi perjuangan secara jelas dan bermartabat. Kita main secara liar, melempar bola liar, lalu membiarkan bola itu mati secara liar.

Saya kasih contoh: Kongres Rakyat Papua II tahun 2000 mengeluarkan banyak resolusi dengan mengundang keterlibatan banyak pihak. Tetapi apa yang terjadi? Kita biarkan bolah itu secara liar, yang bola itu dijemput oleh kolonial NKRI dan malah mereka yang memainkan bola itu.

PMNews: Penjelasan ini sangat jauh dan mendalam. Tetapi kami perlu tahu titik mana menunjukkan bahwa Konferensi Perdamaian barusan ini melemparkan bola liar tadi?

TRWP: Sudah jelas! Di situ disebutkan nama-nama orang yang terlibat di dalam Dialgoue dimaksud. Ada orang Papua, ada orang asing. Sekarang pertanyaannya, “Siapa yang ditugaskan melobi orang-orang yang disebutkan itu untuk terlibat?” Yang ditugaskan melobi orang-orang ini harus disebutkan secara jelas dan tegas di dalam Hasil Keputusan Konferensi dimaksud, bukan secara liar di luar konferensi. Jadi, setelah Konferensi itu berakhir, bukan lagi Neles Tebay dan agen BIN itu yang bermain, tetapi orang yang dimandatkan dari Konferensi itu yang mengambil-alih bola itu, dan memainkannya.
Sekarang saya tanya,

  1. “Siapa yang disuruh menindak-lanjuti hasil Konferensi itu?”
  2. “Apakah konferensi itu menganggap bahwa karena Pater Neles Tebay dan agen BIN itu yang mengorganisir konferensi itu maka mereka yang menindak-lanjuti?” Kalau begitu apa artinya konferensi itu?
  3. Kenapa konferensi ini sekali lagi melempar bola liar?

PMNews: Terimakasih. Kami kira ini cukup untuk saat ini. Sementara ini kami akhiri di sini. Ada banyak pertanyaan yang muncul dari jawaban-jawaban di atas, tetapi kami akan tanyakan di lain kesempatan.
TRWP: Terimakasih. Mohon koreksi kata-kata dan kalimat yang salah, supaya jelas dibaca. MERDEKA HARGA MATI & HARGA DIRI BANGSA WEST PAPUA!

SBY: “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai Semestinya Tahu Itu!

“SBY bilang ‘I Love Papua!’, punya arti jelas bagi siapapun, termasuk bagi si penasehatnya Velix Wanggai. Ucapan SBY ini tidak mengagetkan, tidak membingungkan, tidak mendua arti, dan terutama ini lagu lama yang diputar kembali. Yang kaget dan tergugah, seperti Velix Wanggai, berarti Velix mereka harus tahu sejarah Tanah Papua selama proses invasi dan pencaplokan oleh NKRI,” demikian tegas General TRWP Mathias Wenda, Panglima Tertinggi Komando Revolusi dari Markas Pusat Pertahanan.

Berikut petikan wawancara per telepon PMNews dengan General TRWP Mathias Wenda (TRWP), Panglima Tertinggi Komando Revolusi dari Markas Pusat Pertahanan:

PMNews: Syaloom! dan Selamat Sore
TRWP:    Syaloom!
PMNews: Kami mau sampaikan bahwa tadi Presiden Kolonial Indoensia bilang “I Love Papua!” dengan dalil-dalil bahwa banyak uang sudah dikuncurkan dalam Otonomi Khusus dan pendekatan Presiden SBY ialah mensejahterakan orang Papua, yaitu pendekatan sosial dan ekonomi.
TRWP: Oh, dia bilang “I Love Papua?” itu artinya “Saya cinta Papua to?”
PMNews: Ya, terjemahan langsung artinya “Saya cinta Papua!”
TRWP: Dia langsung bicara ka, atau jubir yang bicara?
PMNews: Staf ahli bidang Otonomi dearah namanya Velix Wanggai yang sampaikan reaksi Presiden SBY saat menyatakan kesiapannya untuk datang ke Papua November mendatang.
TRWP: Ehe he he. Baru Velix dia bilang apa?
PMNews: Velix bilang, saya kutip langsung “Di akhir audiensi ini, Presiden SBY mengatakan bahwa ‘I love Papua’, mari kita bersama ubah Papua menuju Papua yang lebih baik,” ujar Velix menirukan SBY.
TRWP: Ehe he he he. Ehe he he. Ehe he haaaaaaaaaa. Coba baca ulang kalimat tadi. Dan baca pelan-pelan.
PMNews: [Baca ulang pernyataan Velix]
TRWP: Heheeee. Baru tanggapan anak-anak Papua bagaimana. Trus tanggapan rakyat Indonesia yang sudah nonto video pemotongan kemaluan oleh kolonial TNI itu mereka betulkan ucapan Presiden mereka ka? Bagaimana?
PMNews: Kami baca berita di Internet, kebanyakan anak-anak Papua bilang “Jangan bicara saja, buktikan segera.” Ada yang bilang, “Buktikan dengan 75% dana dari pajak di West Papua masuk di Tanah Papua dan 25% saja diserahkan ke Jawa.”
TRWP: Trus orang Indonesia punya tanggapan?
PMNews: Kebanyakan orang Indonesia sama pendapat, tetapi ada yang menyinggung kenapa SBY gunakan bahasa Inggris, presiden dari Indonesia tetapi selalu gunakan bahasa Inggris. Banyak komentar tidak percaya bahwa yang SBY bilang itu benar. Banyak juga yang bilang, SBY hanya membangun citra pribadinya. Ada yang bilang misalya, “jgn cuma dimulut aja mn buktinya klu anda cinta papua……………….!!!”
TRWP: Ehe he he he. Ehe he he. Ehe he haaaaaaaaaa. Ternyatan rakyatnya memang sama dengan presiden mereka. Memang presiden kan dari rakyat Indonesia, jadi mereka semua sama. Saya kaget, orang Papua malah pikir sama saja dengan orang Indonesia. Mungkin harus kita maklumi, anak-anak Papua semua didikan NKRI, jadi pikirannya sama dengan mereka?

Sekarang saya kasih tahu, baik kepada orang Indonesia maupun secara khusus kepada anak-anak mahasiswa dan Pemuda Papua ditambah masyarakat Papua pada umumnya.

Setiap orang besar Indonesia bicara begitu, Anda harus cerna baik, pikir baik, artikan baik, baru dengan begitu tanggapan akan baik. Tetapi ternyata semua tanggapan sama saja. Yang SBY maksud lain, tanggapan yang datang sama sekali meleset dari maksud SBY.

Pertama, saya biasa dengar di Radio Indonesia itu SBY kebanyakan gunakan bahasa Inggris, mungkin globalisasi jadi SBY dia punya bahasa juga globalisasikan. Tetapi saya ucapkan terimakasih kepada SBY dengan bahasa Inggris kali ini, karena bahasa Inggris yang ini jelas, benar dan tepat, tidak meleset dari fakta dan pengalaman sejarah dalam pendudukan NKRI.

Ucapan dari pejabat NKRI ini sudah jelas, terang benderang, dan tidak perlu diartikan lagi, dan mereka bilang kepada kami semua dengan terbuka dan berulangkali. Cuma orang Papua tidak mengerti bahasa Inggris jadi tidak paham?

Kedua, kalimat beliau itu bunyinya, “I love Papua”, begitukah?
PMNews: Ya, begitu.
TRWP:     Betul sekali, memang NKRI cinta Papua. Kalimat ini jelas-jelas mengabaikan fakta bahwa di Tanah itu ada manusia Papua, termasuk Velix Wanggai, yang dengan kalimatnya itu SBY tidak mau tahu.

Anda tahu, dulu Ali Murtopo dia Komandan Operasi Intelijen Trikora, jadi satu waktu dia kumpulkan semua pendukung Papua Merdeka, termasuk Bapak Nicolaas Jouwe yang sudah pulang itu. Murtopo bilang begini, “Indonesia tidak tertarik dengan manusia Papua. Yang Indonesia perlu Tanah Papua ini. Jadi, kalau orang Papua mau bikin negara, minta Amerika Serikat carikan tempat di bulan sana, atau berdoa kepada Tuhan untuk menciptakan Bumi baru buat kalian bikin negara di sana. Sudah banyak nyawa orang Indonesia melayang untuk tanah ini, jadi jangan macam-macam. Kalau ada yang macam-macam, saya tidak segan-segan akan tembak di tempat.” Begitu kira-kira lagu yang SBY putar ulang itu berbunyi.

Itu bunyi syairnya, nah judulnya itu yang SBY bilang “I Love Papua!”

Menurut bahasa Inggris, “I Love Papua” artinya saya cinta Papua. Jadi, syair Ali Murtopo dengan judul SBY ini langsung klop. Kalau Velix Wanggai kaget dan bangga atau senang dengan ucapan ini, maka dia harus belajar bahasa Inggris dan dia juga harus belajar sejarah Tanah ini. Terbukti dia tidak tahu syair Ali Murtopo ini, sehingga SBY yang memberikan judul saja dianggap hebat dan kemudian dipamer-pamerkan di media. Ini mendidik atau membodohi?

“I Love Papua” artinya saya cinta Tanah Papua, jadi tidak termasuk Velix Wanggai, tidak termasuk Anda dan saya. Pokoknya manusia tidak termasuk ke dalam lagu ini.  Saya ajar kamu anak sekolah begini, kalau SBY juga cinta manusia, yaitu bertentangan dengan syair Ali Murtopo tadi, maka SBY akan bilang, “I Love Papuans”, saya cinta orang Papua. SBY bilang “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai seharusnya tahu kalau Anda Orang Papua, maka Anda TIDAK TERMASUK YANG DICINTAI SBY (itu yang terakhir tulis huruf besar semua). Selanjutnya Anda bisa uraikan arti, maksud, makna dan seterusnya sampai berbuku-buku. Kalau SBY cinta tanah dan manusianya, maka dia akan bilang, “I love the Papua Land and her Peoples!” Tetapi kalau dia bilang begitu, maka syair Ali Murtopo tadi tidak klop dengan judul SBY ini, makanya orang besar Indonesia bicara itu tidak sembarang. Antara judul dan syair lagu mereka harus klop, tidak meleset kiri-kanan.

PMNews: Maaf, kami potong sebelum Bapak lanjut. Ini kalimat penutup Velix Wanggai, sebuah lagu tentang Tanah Papua, yang dinyanyikan SBY bersama Velix Wanggai, “Kata Presiden, ‘Disana pulauku yang kupuja selalu, Tanah Papua pulau indah. Hutan dan lautmu yang membisu selalu, cenderawasih burung emas. Gunung gunung lembah lembah yang penuh misteri’,” papar Velix.

TRWP: Hehehe, Hahahaaaaaaaaa. Itu jelas sekali. Itu syair sambungan dari Ali Murtopo tadi, penjajah lainnya atas nama “Trio Ambisi”, lagu yang sudah banyak menggugah hati orang Papua sendiri. Orang Papua rajin dan semangat menyanyi lagu ini, makanya SBY juga merasa perlu menguatkan. Kenapa? Karena SBY dan NKRI tahu bahwa lagu itu sama sekali tidak menyebutkan MANUSIA PAPUA. Ada keragaman budaya dengan suku-suku, ada tradisi tarian dan musik, ada dinamika sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam kehidupan orang Papua, tetapi lagu ini hanya menyebut Tanah dan kekayaannya. Makanya syair ini sangat klop dengan syair Ali Murtopo tadi. Jadi, setelah SBY kasih judul, ia teruskan dengan syair berikut, menyambung Ali Murtopo.

Kalau Indonesia hanya cinta dengan tanah air dan kandungannya, lalu manusianya diapakan? Manusianya dicintai? Jawabannya tentu tidak. Manusianya dimusnahkan, karena mereka mengejar apa yang mereka cintai, “Papua!” yakni Tanah air yang leluhur orang Papua telah tinggalkan untuk kami.

Memang penjajahan di seluruh dunia dilakukan karena Tanah, bukan karena orangnya. Dan hampir semua penjajah tidak pernah mencintai penduduk penghuni tanah yang mereka kejar itu. Ini yang terjadi sekarang. Ini yang dikatakan SBY, “I love Papua!”, artinya, “I don’t know about Papuans!” Artinya, “Papua kamu kalau mau bikin negara, minta Tuhan timbulkan pulau baru di Pasifik buat kamu tinggal bikin negara di sana, karena I Love Papua, not you Papuans.!

Jadi, harus jelas antara “I love Papua” dengan “I love Papuans!” Makanya jangan kasih tanggapan kalau tidak mengerti bahasa Inggris. Makanya jangan jelaskan dengan berapi-api kalau tidak tahu sejarah invasi dan pendudukan NKRI di Tanah Papua yang SBY cintai itu.

SBY bilang “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai Semestinya Tahu Itu!

Sumber: Berita yang ditanggapi di sini

A.S. Prihatin atas Sikap Indonesia terhadap West Papua

Keprihatinan mendalam disampaikan Amerika Serikat tentang perlakuan atas orang West Papua dalam kekuasaan Indonesia.

Untuk pertama kalinya Kongress A.S. membuka sesi khusus mendengarkan isu-isu yang berpengaruh terhadap provinsi orang Melansia itu.

Para anggota perwakilan diberitahu tentang pelanggaran HAM yang sedang berlangsung dan tuduhan bahwa Indonesia gagal memberikan Otsus kepada West Papua yang telah ia janjikan 9 tahun lalu.

Yang memimpin penyampaikan ini ialah Anggota Kongress dari Samoa Amerika, Eni Faleomavaega, yang juga adalah Ketua Sub Komisi Parlemen Urusan Asia-Pasifik dan Lingkungan Global.

Presenter: Helene Hofman
Pembicara: Eni Faleomavaega, American Samoa’s Congressman

FALEOMAVAEGA: Setahu saya ini pertama kali Kongres A.S. menyelenggarakan sesi khusus untuk keseluruhan pertanyaan tentang West Papua, menyangkut segala hal, sejarahnya dan situasi sekarang, khususnya era penjajahan Belanda dan bagaimana diambil alih secara militer di bawah pemerintahan Sukarno dan Suharto.

HOFMAN: Jadi, A.S. punya dua keprihatinan utama, sebagaimana saya pahami, satunya mendesak untuk kemerdekaan dan lainnya pelanggaran HAM?

FALEOMAVAEGA: Tidak, isu kemerdekaan selalu menjadi bagian dari pemikiran sejumlah orang West Papua. Saya mengikuti isu ini sudah sepuluh tahun sekarang dan merasa bahwa mengigat tahun-tahun kami bekerjasama dengan Jakarta, khususnya saat Jakarta mengumumkan akan memberikan UU Otsus kepada orang West Papua sejak 2001 dan harapan bahwa orang West Papua akan diberikan otonomi yang lebih. Well, sembilan tahun kemudian, tidak ada kemajuan atau gerakan yang terjadi untuk memberikan otonomi yang lebih banyak itu kepada orang West Papua dan dalam hal ini kami sudah ikuti dalam beberapa tahun belakangan dan kami harap Jakarta cepat tanggap terhadap pertanyaan dan keprihatinan kami.

HOFMAN: Saya mengerti ada isu pelanggaran HAM juga. Saya tahu Anda juga sedang mengklasifikasikan apa yang terjadi di West Papua itu sebagai sebuah perbuatan “genosida” (ed-tindakan yang dimaksudkan untuk dan berakibat penghapusan etnik), yang mana tidak mendapatkan oposisi di Amerika Serikat?

FALEOMAVAEGA: Well, ini isu yang terus berlanjut. Sebelum Timor Leste diberikan kemerdekaan 200.000 orang disiksa dan dibantai. Militer Indonesia lakukan hal yang sama di West Papua, angka konservativ 1000.000 orang, yang dilakukan oleh militer Indonesia. Yang lain mengatakan 200.000 orang orang West Papua dibunuh dan disiksa, dibunuh tanpa belas kasihan oleh militer. Jadi, ya ada persoalan genosida di sana. Saya sangat, sangat prihatin bahwa isu ini terus berlanjut dan kami mau memastikan bahwa orang-orang di sana diperlakukan adil.

HOFMAN: Apa yang dapat dilakukan A.S. tentang ini? Sekarang ada penyampaian khusus tentang West Papua? Apa harapan Anda yang akan jadi sebagai hasil dari ini?

FALEOMAVAEGA: Well, sistem pemerintahan kami agar berbeda dari sistem parlementer dan dalam sistem kami cabang yang setara dengan pemerintahan dan kami bekerjasama. Kami semua tahu bahwa Indonesia itu negara Muslim terbesar di dunia. Baru-baru ini mulai muncul untuk menjadi demokratis dan kita semua mendukung itu. Tetapi pad waktu bersama ada legacy tentang apa yang ia telah lakukan kepada orang West Papua, pertama dalam kolonialisme Belanda, kini penjajah lain menjajah orang-orang ini yang tidak punya hubungan budaya, etnik, hubungan sejarah sama sekali dengan orang-orang Indonesia, atau bisa dikatakan orang-orang Jawa ini yang tinggal di tanah air Indonesia. Ini orang-orang Melanesia dan secara budaya ada keprihatinan yang sangat, amat bahwa orang-orang ini semakin lama semakin menjadi minoritas di tanah mereka sendiri dan di dunia mereka sendiri, dan memang ada keprihatinan mendalam tentang apa yang Jakarta lakukan terhadap isu ini.

HOFMAN: Jadi apa pesisnya yang dapat dilakukan A.S.? Kenapa orang Indonesia harus dengarkan A.S.?

FALEOMAVAEGA: Indonesia tidak harus dengarkan A.S. Tetapi saya yakin negara-negara lain di dunia akan lihat, Hey, kami bisa katakan hal yang sama dengan apartheid, isu Afrika Selatan, apa yang terjadi dengan mereka. Kalau dunia tidak menekan Afrika Selatan untuk merubah apa yang dilakukannya, mereka tidak buat apa-apa, tidak akan terjadi apa-apa terhadap kebijakan apartheid di sana, dan saya pikir cara yang sama kita berikan perhatian ke Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengikuti jalan-jalan yang telah dilalui orang Timor Leste.

HOFMAN: Jadi, apa langkah berikutnya setelah sesi ini?

FALEOMAVAEGA: Well, penyampaian terbuka ini bagian dari proses itu. Ini cara operasi sistem pemerintahan kami. Kami lakukan dengar pendapat, dan Pemilu November mendatang mungkin akan terjadi perubahan dan kami menjembatani saat kami melewati proses itu, dan bila saya terpilih kembali saya jani kepada Anda bahwa saya akan angkat isu itu terus, tidak hanya dengan Jakarta, tetapi juga di Kongres dan juga dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami perlu menaruh perhatian lebih kepada masalah-masalah yang dihadapi orang West Papua sekarang.

Amunggut Tabi Soal Kedatangan Nicolaas Jouwe: Jangan Tinggal dalam Sejarah, Kita berada di Saat ini untuk Masa Depan!

enyambut kedatangan Tokoh Papua Merdeka dan pencetus Bintang Kejora serta Lambang Papua Barat Burung Mambruk (maaf, bukan pencetus OPM seperti dilansir media-media Indonesia karena OPM punya sejarah tersendiri daripada sejarah yang diciptakan Nicolaas Jouwe dkk.) dan menanggapi berbagai pertemuannya dengan tokoh Papindo (Papua – Indonesia) di dalam negeri, SPMNews menyempatkan diri mewawancarai SekJend TRPB (Tentara Revolusi Papua Barat) Amunggut Tabi per Email.

Dikatakannya secara singkat bahwa, “Benar kami ada dalam sejarah yang sudah dibangun para kakek kami, tetapi saat ini kami ada di era sekarang untuk masa depan, sementara Nicolaas Jouwe, Fransalbert Joku dan Nick Messet adalah bagian dari sejarah. Tetapi tidak salah dan memang keharusan bagi kami untuk

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny