Kapolsek Mulia Dominggus Naik Pangkat

INILAH.COM, Jakarta – Kapolsek Mulia, AKP Dominggus Octavianus Awes, yang diduga tewas ditembak dua pelaku dari kelompok separatis Papua, mendapatkan penghargaan kedinasan dari Mabes Polri.

“Almarhum mendapat penghargaan kedinasan menjadi Kompol, setingkat lebih tinggi dari AKP,” ucap Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Selasa (25/10/2011).

Kapolsek AKP Dominggus Octavianus, NRP 65100665, mendapatkan penghargaan kedinasan setelah tewas sekitar pukul 11.30 WIT, Senin (24/10/2011).

Dominggus yang sehari-hari melakukan pengamanan di Bandara Mulya, Puncak Jaya, Papua, tewas setelah ditembak senjata api miliknya yang berhasil direbut dua pelaku separatis. [mvi]

Pembunuhan Kapolsek Mulia Diduga Spontan, Percaya?

INILAH.COM, Jakarta – Pembunuhan Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus, diduga dilakukan spontan tanpa perencanaan.

Hal ini dikatakan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Sutarman, usai mengikuti upacara pembukaan Latihan Kesiapsiagaan dan Ketanggapan TNI-Polri Dalam Penanggulangan Aksi Terorisme di Mako Brimob Kepala Dua, Selasa (25/10/2011).

“Kalau merencanakan mungkin tidak, karena pelaku kekerasan di sana selalu melihat kalau personil sendiri, tidak ada yang mengawal, tidak ada pengawalnya. Bisa direbut senjatanya oleh mereka,” terangnya.

Pihaknya belum bisa memastikan apakah penembakan Kapolsek Dominggus terkait dengan Kongres Rakyat Papua III. Karena polisi tengah mendalami melalui penyelidikan. “Kan tim kita baru turun,” ujar Sutarman.

Sebelumnya diberitakan, Kapolsek Mula, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus tewas setelah diserang dua pelaku yang diduga dari kelompok separatis, Senin (24/10/2011) sekitar pukul 11.30 WIT. Dominggus tewas seketika setelah ditembak dibagian hidung dan kepala. [mah]

Papua Memanas, Kapolda dan Pangdam Layak Dicopot

INILAH.COM, Jakarta – Komisi III DPR menilai petugas kemanan di Papua, harus bertanggung jawab dengan terus memanasnya kondisi disana. Jika tidak mampu meredam situasi di Papua, Komisi III DPR meminta agar Kapolda dan Panglima Kodam (Pangdam) dicopot dan digantikan.

“Komisi III harus meminta Presiden agar mengintruksikan kepada Kapolri dan Panglima TNI agar mencopot Kapolda dan Pangdam,” tegas anggota Komisi III Nasir Jamil dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan perwakilan warga Papua di DPR, Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Selain itu, Nasir Jamil mengatakan pergantian Kapolda dan Pangdam merupakan sesuatu yang mendesak, sehingga mampu cepat bekerja untuk mengungkap kasus pembunuhan di Papua. “Presiden juga harus minta agar Kapolda dan Pangdam yang baru diberi waktu 7 kali 24 jam untuk mengungkap,” jelasnya.

Sementaran sejumlah masyarakat Papua mengadukan keamanan yang tidak kondusif di Papua. Bahkan, mereka yang hidup di sekitar area PT Freepot Indonesia mengaku hidup dalam ketakutan. Mereka juga menyampaikan sikap. Mereka meminta tindakan tegas dan riil dari Pemerintah. “Kami tidak tahu apakah Indonesia ini Afghanistan?,” kata seorang perwakilan menyampaikan keheranannya.[bay]

Papua Membara – Dor! Separatis Papua Tembaki Polisi Jayawijaya

“Ada dua kejadian. Dari jam 06.00 sampai jam 07.00, pas jenazah (Kapolsek Dominggus) diberangkatkan ke rumah sakit,” terang Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam, Selasa (25/10/2011).

Kontak senjata kedua, katanya, berlangsung sekitar pukul 13.00 WIT, yaitu kelompok separatis beberapa kali menembakkan senjata api ke Poskotis (Pos Komando Taktis) Brimob Jayawijaya. Penembakan dilakukan kelompok separatis dari jarak jauh, pegunungan Jayawijaya.

Pelaku yang diperkirakan berjumlah 11 orang, langsung melarikan diri selepas menembakkan senjata api. Sejauh ini, lanjut Anton, baik warga maupun Poskotis Brimob tidak ada jatuh korban. Begitu juga markas Brimob, dilaporkan tidak mengalami kerusakan.

Polisi, saat ini tengah melakukan pengejaran terhadap kelompok separatis yang diduga kuat bersembunyi di daerah pegunungan Jayawijaya. Pencarian juga dilakukan dengan mengumpulkan informasi tempat yang dimungkinkan dijadikan basis mereka.

“Lagi dicari, di mana mereka berkumpul. Untuk antisipasi, nanti malam akan kita berangkatkan anggota Brimob Kelapa Dua sebanyak 170 personil untuk membantu Polda Papua,” tambah Anton. [mvi]

 

Sumber: Inilah.com

Di Bandara, Kapolsek Mulia Tewas Ditembak OTK

JAYAPURA [PAPOS]- Wilayah Provinsi Papua nampaknya belum bisa tenang, satu masalah belum selesai, sudah muncul masalah lain. Penembakan di PT. Freeport, kabupaten Mimika belum tuntas, sudah terjadi lagi penembakan di kabupaten Puncak yang disinyalir dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka [OPM] di Bandara Udara Mulia, Senin [24/10] sekitar pukul 11.30 Wit. Korbanya adalah Kapolsek Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua, Ajun Komisaris Polisi Dominggus Oktavianus Awes tewas ditembak.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Komisaris Besar Wachyono saat dikonfirmasi wartawan membenarkan terjadinya peristiwa penembakan yang dialami Kapolsek Mulia di Bandara Udara, Puncak Jaya. Penembakan itu terjadi sekitar pukul 11.30 WIT.

Awalnya kata Kabid Humas, Kapolsek tengah memonitor kegiatan di Bandara Mulia seperti biasanya dan berdiri di depan pesawat Mav yang parkir di Bandara, kemudian datang dua orang pria tak dikenalnya menghadang dan mengeroyoknya hingga terjatuh.

Seketika itu juga, para pelaku merampas senpi milik korban jenis Revolver Taurus XK 25609 dan menembaknya ke arah hidung sebelah kiri dan bagian leher kiri yang mengakibatkan meninggal dunia.

Menurut Wachyono, dari informasi saksi-saksi yang diperoleh di lokasi kejadian, pelaku sebanyak 2 orang disinyalir merupakan kelompok criminal bersenjata. ”Ciri-ciri kedua pelaku menggunakan pakaian warna merah dengan tinggi badan sekitar 150 cm, bertubuh kurus dan tidak menggunakan sepatu. Satu lagi berpakaian hitam, dengan tinggi badan sekitar 160 cm, berpostur kurus dan tidak menggunakan sepatu,” ungkapnya.

Dikatakan, begitu kejadian, anggota Polres dan anggota Polsek Mulia langsung melakukan pengejaran terhadap kedua pelaku. Namun, para pelaku berhasil kabur, ke ara hutan.

Sementara itu, korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Mulai untuk mendapat pertolongan pertama, namun korban tidak berhasil di selamatkan hingga meninggal di perjalanan menuju ke rumah sakit. ”Korban sempat dilarikan ke RSUD Mulia Kabupaten Puncak Jaya untuk mendapat perawatan lebih lanjut namun nyawanya sudah tidak tertolong lagi. Kemarin korban diterbangkan ke Jayapura, untuk kemudian menuju kampung halamannya,”jelasnya

Kejar Pelaku

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menginstruksikan agar pelaku kekerasan dan makar di Papua ditindak tegas. “Pelaku tindakan makar dan pelaku tindak kekerasan baik terhadap rakyat maupun aparat di Papua akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” katanya di Jakarta, Senin.

Setelah pembubaran Kongres III Papua medio pekan lalu, yang berujung adanya korban jiwa pada Senin, Kapolsek Mulia Kapten D.O Awes ditembak orang tidak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Peristiwa berawal dari keinginan Kapolsek Awes yang ingin mengambil barang di pesawat di Bandara Mulia. Tiba-tiba dia diserang seseorang yang diduga berasal dari Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) yang langsung merebut pistol di pinggangnya.

Pistol yang dirampas itu digunakan pelaku untuk menembak Awes dan saat korban tersungkur pelaku menembak kembali di bagian kepala korban.Secara keseluruhan korban meninggal dunia dengan luka di bagian kening, kepala, dan dada dekat leher.

Menko Polhukam Djoko Suyanto meminta apara terus melakukan pengejaran dan tindakan hukum terhadap pelaku kekerasan tersebut.”Semua harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di negara ini,” katanya menegaskan.

Djoko menegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah final termasuk pemberian otonomi khusus bagi Papua dalam rangka mendukung pembangunan di provinsi tersebut.”Jika masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan otonomi khusus, pemerintah telah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang akan rutin mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus di Papua. “Dana yang dikucurkan untuk pelaksanaan otonomi khusus di Papua tidak kecil, mencapai triliunan rupiah, maka harus pertanggungjawaban dan evaluasi,” katanya

Perintahkan Anggota

Markas Besar Polri menimbang untuk meningkatkan status keamanan di Bumi Cenderawasih, Papua. Polisi masih menunggu hasil penilaian akhir tim Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) pimpinan Komisaris Jenderal Polisi Imam Sujarwo. “Ini menjadi penilaian kami. Untuk itu kami sudah perintahkan anggota di sana,” kata juru bicara Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Senin 24 Oktober 2011.

Menurut Anton, tim Mabes Polri yang dipimpin Imam Sujarwo memang sudah berada di Papua. Polisi juga mengerahkan anggota dari Polda Papua.”Tim dari Baharkam di sana, di bawah pimpinan Kepala Baharkam. Kami juga meminta bantuan TNI untuk mengejar mereka (pelaku),” kata mantan Kapolda Jawa Timur ini.[ant/loy]

Diberi Gelar ‘Pahlawan’, Peti Jenasah Dibalut BK

Dua Jenasah disemayamkan dan Dibaluti Bendera BK
Dua Jenasah disemayamkan dan Dibaluti Bendera BK

SENTANI– Dua dari tiga korban yang ditemukan tewas di perbukitan belakang Korem 172/PWY pasca pembubaran peserta Kongres III oleh aparat TNI dan Polri, dikuburkan di Waibron, kampoung halaman mereka, Jumat (21/10) kemarin. Keduanya masing-masing-masing-masing, atas nama Yakobus Samonsabra dan Max Asayeuw warga asli Waibron, Distrik Sentani Barat.

Pemakaman korban dilakukan Jumat (21/10), kemarin sore sekitar pukul 03.00 WIT. Isak tangis histeris keluarga korban mewarnai pengantaran jenasah yang akan diserahkan ke para-para adat untuk disemayamkan di Waibron. Sejumlah pelayat yang diantaranya kerabat, masyarakat dan sejumlah pasukan Penjaga Tanah Papua (petapa) juga turut serta mengantarakan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Menariknya, dua korban ini mendapat penghargaan sebagai pahlawan penjaga perdamaian Tanah Papua dan dibaluti Bendera Bintang Kejora di atas dua peti jenasah ini.

Proses pemakaman dari keluarga menyerahkan ke pasukan perdamaian tanah papua kemudian diserahkan secara resmi ke para-para adat, karena pasukan penjaga tanah Papua menjaga aset-aset daripara adat untuk mengawal hak-hak dasar yang dimana secara terbukti mereka telah gugur melaksanakan tugas untuk mengamankan jalannya kongres rakyat Papua III.

Kepala keamanan petapa wilayah Mamta Elias Ayakeding menuturkan saat di temui Bintang Papua di para-para adat penyerahan korban kemarin sore menuturkan “Saya sangat sayangkan tindakan aparat kepada pasukan Petapa, mereka ini adalah pasukan perdamaian tanah papua ko bisa di dinuh,”ujar Elias heran. Tambahnya,sedangkan pasukan perdamaian ini mereka tidak bawa apa-apa satu pucuk senjatapun mereka tdak punya, bahkan peluru pun tidak ada,tapi kenapa mereka menjadi korban pengamanan KRP III ini.”tegasnya.

Saat bintang Papua memasuki wilayah Waibron, Jumat sore (21/10) suasana mulai dari jalan Kartosari hingga Waibron Sentani Barat tampak sunyi sepi dan tidak ada terlintas mobil anggkutan umum, kendaran pribadi dan motor bahkan tidak nampak masyarakat yang ada di pingir jalan

Banyak isu-isu yang masyarakat dengarkan terkait kematian korban kongres rakyat papua III (KRP),yang diantaranya penyerangan susulan dan pembakaran pasar baru dan pasar lama yang mengakibatkan seluruh masyarakat yang berada di Sentani tengah dan Sentani Barat was-was.

Sempat aparat kepolisian datang ketempat pemakaman yang di pimpin langsung oleh Kapolres Jayapura AKPB. Mathius Fakhiri. SIK dan dua truk anggota polres sejumlah 30 orang. Mereka hanya mengucapkan belasungkawa sedalam-dalam atas meninggalnya dua korban. Seteah utu kembali, karena rupanya kehadiran aparat di sana tidak diinginkan oleh masyarakat dan keluarga korban.

Menurut ahcmad warga Hawai Sentani yang saat di wawancarai oleh bintang Papua “saya saat ini merasa cemas karena banyak isu yang berkembang di telinga masyarakat, di antaranya akan diadakan pembakaran pasar. saya juga merasa cemas terhadap keluarga saya,karena anak dan cucu saya sering berpergian diluar rumah makanya saya suruh pulang cepat biar tidak terjadi apa-apa diluar sana,harapan kami masyarat Papua itu harus lebih aman dan tentram behubungan masyarakat-masyarakat papua terkenal masyarakat yang penuh dengan rasa cinta damai dan kasi sayang,”katanya. (fer/don/L03)

Lambert Pekikir Tetap Tak Akui Hasil Kongres

Lambert Pekikir
Lambert Pekikir
JAYAPURA – Kongres Rakyat Papua III yang telah berakhir dan merekomendasikan Pembentukan ‘Negara Federasi Papua Barat’, ternyata tetap ditolak oleh Pimpinan TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir. Dalam pernyatyaannya, Lembert menegaskan bahwa, hasil itu bukan aspirasi dari apa yang diharapkannya, dan itu bukanlah bagian dari aspirasi TPN/OPM. “Kami tetap menolak, apapun hasil kongres itu, karena bukan itu yang kami harapkan, itu aspirasi mereka, bukan aspirasi kami, aspirasi kami adalah merdeka, sekali lagi, kami menolak hasil itu, dan kami juga tidak menyetujui kongres itu,” ujar Lambert Pekikir saat dihubungi Bintang Papua, Rabu (19/10) malam kemarin. Kongres Rakyat Papua III yang berakhir kemarin, juga telah memilih Forkorus Yaboisembut sebagai Presiden dan Edison Waromi sebagai Perdana Menteri, dan keputusan itupun tidak diakui dan ditolak oleh Lambert Pekikir. Dikatakannya, itu bukanlah yang dikehendaki oleh TPN/OPM, itu kehendak pihak lain, sehingga tidak diakui dan mereka menolak.

Lambert menegaskan bahwa, sebuah Negara yang memiliki Presiden atau Perdana Menteri adalah sebuah Negara yang sudah merdeka. “Kita ini masih berjuang, dan belum merdeka, tetapi kenapa sudah ada presiden dan perdana menteri, ada apa ini, jangan main-main dengan semua ini, jangan bohongi masyarakat,” tanya Lambert Pekikir.

“Kami juga dengar kalau ada yang mengundurkan diri dari kongres karena dibatasi dan tidak dikasih kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau pandangan politik, ini kan aneh, kenapa harus ada yang dibatasi dan tidak bisa sampaikan pandangan politik, saya harap itu tidak benar-benar terjadi, tetapi kalau itu terjadi, berarti ada yang sudah diseting dari kongres itu,” ujarnya lagi.

Lambert juga menegaskan bahwa, jangan membiarkan rakyat jadi korban dari keinginan pihak-pihak tertentu. “Kalau sudah kerusuhan dan terjadi penangkapan dengan terjadi tembak menembak begitu, mereka harus siap untuk bertanggung jawab, jangan lepas tangan, karena masyarakat akan menjadi korban, kita ini sudah menderita, jangan lagi tambah beban penderitaan, mereka harus bertanggung jawab, supaya rakyat tidak menjadi kambing hitam,” ujar Lambert Pekikir. (bom/don/l03)

Tiga Jam Berada di Markas TPN/OPM Wilayah Perbatasan (2/Habis)

Jika pada bagian pertama, saya mencoba menguraikan perjalanan hingga poin penting dari pernyataan sikap Panglima TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir yang tegas menolak Kongres Rakyat Papua III, maka pada bagian akhir tulisan ini, saya akan menuangkan sedikit dari apa yang kami perbincangkan bersama sang tokoh Papua Merdeka itu di waktu rehat kami selama berada di markas Lambert Pekikir. Berikut laporannya.

Oleh : Bento Madubun

Setelah menyelesaikan upacara di siang hari itu, kami pun sepakat untuk kembali rehat sejenak sambil ngobrol santai dan sambil menikmati suasana yang asing dan sedikit menegangkan. B arisan prajurit diperintahkan untuk membubarkan diri, mereka yang tugas piket diminta kembali menjalankan tugasnya. “Kembali bergabung dengan petugas piket yang lain,” perintah sang panglima pada anak buahnya. Saya mengambil posisi duduk tepat di depan Lambert, dan saya mencoba untuk membuka pembicaraan santai dengan Pimpinan perang TPN/OPM Wilayah Perbatasan ini. “Ijin om, sudah berapa lama melakukan hal ini (menjadi pejuang Papua merdeka melalui gerilya),” tanya saya. Lambert Pekikir tidak langsung menjawab, sambil menatap mata saya, dia meletakkan sebatang rokok diantara kedua bibirnya, santai diambilnya sebuah korek dan menyalakan rokok,”Dua puluhan tahun, dulu pertama kali itu tidak masuk hutan, setelah itu baru saya masuk, dan sampai sekarang sudah dua puluh tahun saya hidup di hutan,” urainya sambil menarik dalam-dalam asap rokok.

“Sebagian masyarakat menganggap bahwa Papua sebenarnya sudah merdeka dengan otonomi khusus,” tanya saya lagi. Lambert langsung sigap menjawab pertanyaan itu,”Oh tidak, Merdeka buat kami adalah lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, terserah orang lain berpikir seperti apa, tetapi kami menginginkan merdeka,” ujarnya bersemangat. Saya melanjutkan pertanyaan yang lain,”Merdeka untuk apa ?”, Lambert merubah posisi duduknya, ia terlihat sedang memikirkan sesuatu,”Merdeka itu harga mati, hanya merdeka yang bisa jawab keinginan kami, merdeka akan menjawab tetes air mata yang menangis di atas Tanah sendiri, menangis karena lapar, menangis karena menderita, menangis karena tertindas, menangis karena diabaikan, dan menangis karena banyak kematian di atas Tanah Papua Barat ini,” ujarnya lirih, matanya sendu, Lambert terlihat sedikit sedih mengungkapkan kalimat tadi, saya tidak berani berbicara pada saat itu, saya khawatir apa yang saya bicakan akan semakin membuat keadaan menjadi buruk, situasi jadi hening, saya jadi semakin tegang dan mulai bingung harus berbuat apa, beberapa pengawalnya terus mengawasi sang panglima dan merapat kearah kami, sementara Lambert Pekikir belum juga berucap, ia sedikit tertunduk.

“Huuufth..”, situasi ini sangat buruk, saya seperti menyesal harus ungkapkan pertanyaan itu, beberapa menit lamanya kami tidak melakukan apa-apa, saya dan yang lainnya hanya menunggu apa yang akan disampaikan oleh Lambert, dan saya terus berharap agar Lambert tidak terus larut dalam suasana seperti ini. “Masih ada pertanyaan lagi ?”, Lambert mengangkat kepalanya dan melihat ke arah saya, Oooh sungguh sebuah timing yang luar biasa, Lambert seperti seorang ahli psikolog yang mampu memainkan emosi kami semua yang berada disitu pada saat itu,”Kalau Pak Lambert keberatan ada pertanyaan lagi, tidak apa apa, atau kita bicarakan barang lain saja,” saya coba mengalihkan topik yang menegangkan itu,”Aah santai saja, tidak usah panggol Pak, panggil om saja hehehee,” ujarnya sambil tertawa, kami semua menyambut tawa Lambert dengan ikut tertawa,”Oke kalau begitu, terima kasih Om,” saya kembali melanjutkan pertanyaan,”Siapa pelaku kejadian di Nafri dan Tanah Hitam om”. Lambert santai dan senyum sumringah,”Saya sudah pernah sampaikan ini di media, begini, akan jauh lebih indah kalau pertanyaannya adalah kenapa itu terjadi, jadi jangan tanya siapa yang lakukan itu, itu akan jauh lebih indah hehee,” jawabnya diplomatis.

Pembicaraan kami kemudian terhenti, karena salah seorang prajurit Lambert Pekikir yang bertugas sebagai pengintai datang dan memberikan laporan bahwa, ada pergerakan mencurigakan sekitar dua kilometer dari tempat kami duduk,”Siapkan tim penghadang, pasukan siaga, teman-teman wartawan jadi prioritas pengamanan, kita pindah ke lokasi lain,” perintah Lambert, saat itu juga kami bergeser ke lokasi yang lain, berjarak sekitar 80 meter dari lokasi sebelumnya.”Santai saja, disini aman mo,” ujar Lambert mencoba meredam rasa takut kami.”Ayo lanjutkan lagi, kalau masih ada pertanyaan, kalau tidak ada ya, kita akan siapkan proses untuk antar teman-teman ‘keluar’ dari sini,” tambahnya,”Masih ada om, satu lagi,” pinta saya,”Apakah om dan teman-teman merasa ada orang atau pihak lain yang sedang memanfaatkan perjuangan panjang yang sudah om lakukan selama puluhan tahun ini,” tanya saya. Lambert kemudian sedikit terdiam dan terlihat ia tersenyum sinis,”Saya tidak bisa secara ‘terang’ menjawab ini, tetapi asas manfaat itu memang diciptakan untuk dimanfaatkan, saya hanya berharap agar perjuangan ini jangan lagi dinodai, ini perjuangan untuk menentukan nasib sebuah bangsa, ingat bahwa, perjuangan ini bukan main-main,” harap Lambert, dari apa yang disampaikan, tersirat bahwa, apa yang diperjuangkannya bersama pejuang-pejuang sebelum dirinya adalah untuk sebuah tujuan yang jelas, yaitu, Merdeka,”Itu jelas, jadi tidak perlu ada lagi kongres-kongres, tidak perlu ada lagi negosiasi dan segala tawaran lain, itu hanya akan bikin panggung baru dari perjuangan panjang ini,” tegasnya.

Selama perjalanan kami pulang, saya terus tergiang dengan apa yang disampaikan oleh Lambert Pekikir tentang panggung baru dalam perjuangan mereka, saya jadi teringat dengan apa yang pernah disampaikan oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua, General TRWP Mathias Wenda, saat diwawancarai PM News, kira-kira seperti inilah kutipannya,”Generasi sekarang dan ke depan jangan sama dengan generasi saya. Generasi saya pantas. Bapak Nicolaas Jouwe dulu main politik lebih bagus, tidak sama dengan dia pu cucu-cucu sekarang. Sebuah acara yang diselenggarakan untuk nasib sebuah bangsa dan Tanah yang besar ini tidak bisa seorang anak tiba-tiba muncul di panggung politik lalu bicara, ‘Saya mau bikin kongress!’ Eh, eh, eh, ini bukan barang main-main. Ini nasib sebuah bangsa dan sebuah Tanah yang besar. Itu baru dari segi politik, saya tidak masuk ke aspek hukum, dari hukum revolusi. Kalau hukum revolusi, maka memang siapa saja boleh berbicara, tetapi semuanya harus diatur menurut alunan suara yang sedang berkembang, bukan mengeluarkan nada-nada sumbang di tengah-tengah paduan suara yang sedang bernyanyi. Artinya, jangan bikin panggung terlepas satu dengan lain, jangan juga bernyanyi di atas panggung orang lain, seolah-olah itu panggungmu, padahal tidak. Jangan juga membiarkan orang sembarangan datang naik panggungmu dan bernyanyi semaunya.

Apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Lambert Pekikir dan Gen. TRWP Mathias Wenda dari pernyataan mereka tersebut, apakah maksud mereka bahwa kongres rakyat Papua III adalah panggung lain dari perjuangan Papua Merdeka, bisa iya, bisa juga tidak, entahlah…! (Selesai)

Exclusive: TPN/OPM Wilayah Perbatasan Tolak Kongres

Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin
Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin
Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin.
JAYAPURA – Meski rencana pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III tinggal menghitung hari, namun rencana itu masih terus menuai pro kontra. Kali ini Pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) wilayah perbatasan, Lambert Pekikir dari Markas besarnya, menyatakan dengan tegas, menolak Kongres Rakyat Papua III yang rencananya akan dilaksanakan pada 16 Okteober 2011 nanti, Menurut Pekikir, Kongres tersebut bukanlah solusi bagi keinginan TPN/OPM yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara gamblang, Lambert Pekikir, juga berpendapat bahwa, apa yang sudah dilakukan pada kongres-kongres sebelumnya ternyata tidak memberikan hasil apa-apa,”Kongres pertama, tidak ada hasil, kongres kedua, juga tidak ada hasil, malah muncul otonomi khusus, sekarang mau bikin kongres ketiga lagi, untuk apa ? tidak ada gunanya,” tegas Lambert Pekikir kepada Bintang Papua, di Markas besarnya, Kamis (13/10) kemarin.
Lambert Pekikir yang saat didatangi Bintang Papua, sedang memimpin upacara dengan sekitar 50 bala tentara bersenjata, juga menyampaikan beberapa hal sebagai tuntutan dari TPN/OPM yang selama ini melakukan perjuangan tanpa lelah, bertumpah darah, hingga korban nyawa,”Inilah perjuangan Papua Barat, saya dan teman-teman memulai perjuangan dengan jalan seperti, dan akan tetap seperti ini, kami tidak akui kongres itu, karena itu adalah sebuah kekeliruan, rakyat yang ingin merdeka tetapi mengikuti kongres itu adalah sebuah kesalahan dan kekeliruan,” teriaknya.

Secara khusus, Lambert Pekikir menegaskan bahwa,”Merdeka adalah jawaban atas kematian, darah, tangis air mata yang berderai selama ini, kami sudah lama menderita, kami sudah lama susah, jangan lagi bodohi kami dengan trik-trik murahan, perjuangan ini adalah untuk mencapai kemerdekaan, dan kongres tidak bisa menjawab itu,” tegasnya lagi.

Selain penolakan tegas atas Kongres Papua III yang akan digelar, Lambert Pekikir juga, secara lantang menyampaikan bahwa,” Organisasi Papua Merdeka bersama kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nasional, Menolak segala bentuk tawaran Pemerintah Negara kesatuan Republik Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik politik yang terjadi di tanah Papua Barat !,” ujar pria brewok yang juga menjabat Koordinator umum TPN/OPM se Papua itu.
Selain Pimpinan TPN/OPM, penolakan kongres juga datang dari Presidium Pemuda Peduli Rakyat (Pepera).
Menurut Pepera dalam statemennya yang dibacakan Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI), Stev Waromi, penolakan terhadap penyelenggaraan Kongres tersebut adalah karena masalah kebangsaan di Papua sudah tuntas.

“Papua adalah wilayah yang sah dari NKRI, tidak perlu mengorbankan rakyat banyak,” ungkapnya dalam sebuah jumpa pers di Prima Garden, Kamis (13/10).

Selain itu, Kongres Papua III adalah sebuah kebohongan public. “Elite politik, WPNA/ILWP stop melakukan pembohongan public. Kita semua tahu bahwa sampai saat ini internasional tetap mendukung wilayah Papua sebagai bagian yang sah dari NKRI. Jadi tidak poerlu membongi rakyat, seolah-olah ada dukungan internasional,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Gerakan Merah Putih (GMP), Simion Ohee menyatakan bahwa Penentuan Pendapat Rakyat Tahun 1969 yang dikenal dengan Pepera, sudah diakui dunia internasional. “Itu adalah salah satu fakta sejarah yang sudah diakui oleh negara-negara di dunia, dan tidak bisa diganggu gugat,” ungkapnya.
Sehingga, menurutnya yang paling penting untuk dipikirkan bersama adalah bagaimana dapat membangun Papua dari berbagai aspek pembangunan, baik pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, dan pembangunan lainnya. “Alangkah baiknya bicara soal Sumber Daya Manusia (SDM) kita orang Papua supaya lebih maju. Papua sudah sah dalam NKRI kok,” ungkapnya lagi.

Dikatakan juga terkait dengan puluhan triliun rupiah yang digelontorkan untuk Papua, Ia mempertanyakan arah dana tersebut. Karena ia menduga bahwa dana tersebut adalah banyak yang dikorupsi. Dan untuk menutupi korupsinya, dengan membayar orang-orang untuk mengalihkan dari issu korupsi ke issu referendum ataupun issu merdeka.

Karena itu, Ia menghimbau semua pihak untuk tetap menjaga rasa persatuan san kesatuan untuk membangun Papua. “Jangan terpengaruah issu merdeka. Karena kita sudah merdeka untuk membangun, merdeka kesehatan, merdeka di bidang ekonomi, itu yang perlu dipikirkan saat ini,” harapnya.(bom/aj/don/l03)

Tiga Jam Berada di Markas TPN/OPM Wilayah Perbatasan (1)

Maraknya pemberitaan soal rencana akan digelarnya Kongres Rakyat Papua III , rupanya juga ‘tercium’ sampai ke hutan belantara sana, tepatnya ke Markas TPN/OPM wilayah perbatasan. Terkait dengan itu, Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir mengundang kami datang ke sana. Dengan dasar itu saya bersama dua rekan wartawan lainnya, berupaya menemui Lamber Pekikir guna mengetahui sikapnya terhadap kongres tersebut (mengenai sikapnya sudah dimuat dalam tulisan sebelumnya). Bagaimana lika-liku perjalanan menemuai mereka. Berikut laporannya

Oleh : Bento Madubun

Lambert Pekikir, saat diwawancarai Bintang Papua, Kamis (13/10) lalu.
Lambert Pekikir, saat diwawancarai Bintang Papua, Kamis (13/10) lalu.
HARI itu Kamis, tanggal 13 Oktober 2011, pukul 03.00 WIT, saya bersama dua rekan wartawan dari TVone, dan Suara Pembaruan, berada dalam sebuah kendaraan yang sedang melaju ke suatu tempat yang sudah dijanjikan sebagai lokasi pertemuan antara kami bertiga dan penunjuk jalan yang akan mengantar kami ke tempat yang ingin kami tuju, yaitu, Markas Besar TPN/OPM Wilayah Perbatasan, yang dikomandani oleh, Lambert Pekikir
Ya, Lambert Pekikir, nama pria ini tidak lagi asing di kuping masyarakat Jayapura bahkan Papua, terutama para aparat keamanan disini, pria ini ditengarai bersama kekuatan militernya, Tentara Pembebasaan Nasional Papua Barat, melakukan serangkaian aksi di wilayah Jayapura dan sekitar perbatasan RI-PNG, Keerom, bahkan sampai ke wilayah Serui, walaupun Lambert Pekikir selalu membantah tuduhan tersebut. Sesuatu lantas terbersit dalam benak saya,”Seperti apa sosok pria ini,” rasa penasaran bergelayut kuat di alam pikiran saya.

“Dia baik dan ramah kok hehe,” timpal salah satu rekan wartawan,”Nantilah lihat sendiri saja,” tambahnya. Rekan saya ini, sebelumnya sudah pernah bertemu dengan Lambert,”Tapi itu sudah lama, beberapa tahun lalu, saya tidak tahu sekarang Lambert sudah seperti apa,” imbuhnya lagi.

Kami terus menyusuri perjalanan subuh itu, hari semakin terang, dan kami sudah mulai memasuki daerah yang belum pernah saya jelajahi, dua jam sudah perjalanan kami tempuh dengan kendaraan, akhirnya kami berhenti dan harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, babak baru perjalanan kami dimulai dengan menapaki rumput ilalang, bukit, dan pohon-pohon.

Empat orang pria yang tidak kami kenal berjalan di depan kami, mereka menuntun kami menyusuri belantara rimba yang rimbun, tiba-tiba di belakang kami muncul dua orang lain yang bersenjata lengkap dan mengawasi perjalanan tersebut,”Minta tolong untuk tidak bicara keras-keras,” ujar salah satu diantara empat orang yang berada di depan kami, perjalanan terus kami lanjutkan, lebih satu jam sudah kami menerobos kawasan ‘asing’ tersebut,”Sekitar satu kilo lagi,” gumam seorang penuntun jalan.

Berada ditengah hutan rimbun dengan enam orang yang tidak kami kenali dan dua diantaranya bersenjata lengkap, sedikit membuat saya kecut, namun, rasa takut itu segera hilang setelah muncul keinginan yang kuat untuk mendengarkan langsung apa yang ingin disampaikan oleh Lambert Pekikir selaku Koordinator TPN/OPM. Keinginan kami untuk menemui Lambert Pekikir tersebut adalah untuk memenuhi undangan Lambert Pekikir yang ingin menyampaikan sesuatu terkait akan dilangsungkannya Kongres Papua III pada tanggal 16 Oktober 2011 nanti.

Berselang beberapa waktu, kami sudah berada dihadapan seorang pria brewok, dengan menenteng sebuah senjata dipunggungnya. “Selamat datang teman-teman wartawan, semoga perjalanannya menyenangkan,” ujar pria tersebut, yang ternyata adalah, Lambert Pekikir. Kami pun bersalaman, terasa genggaman tangan yang sangat erat, badannya kekar berotot, sorot matanya tajam, dari mulutnya tergambar sebuah senyuman yang ramah,”Mari silahkan,” ujarnya sambil mempersilahkan kami untuk menyusuri sebuah jalan setapak di hadapannya, kami pun berjalan menyusuri jalan bersama Panglima Perang TPN/OPM wilayah Victoria, Lambert Pekikir.

“Bagaimana perjalanan tadi, cape juga ka,” tanyanya sambil tertawa lirih, seakan mengetahui kelelahan yang kami derita dalam perjalanan tadi, kami pun hanya bisa menjawab pertanyaan Lambert itu dengan tertawa,”Punya selera humor juga sang pejuang ini,” kata hati saya.

“Kami baru selesai apel, jadi teman-teman istirahat dulu sebentar baru setelah itu kami sampaikan pernyataan sikap,” minta Lambert sambil mengajak kami duduk,”Yah kita isap-isap rokok dulu e, capek skali jadi,” saya coba akrabkan diri dengan suasana pagi yang cerah di belantara rimba dengan seorang Panglima pejuang Papua Merdeka yang terkenal itu. ”Kita sering bicara di telepon, saya dari Bintang Papua, akhirnya hari ini saya bisa ketemu dengan om Lambert,” kata saya, Lambert membalas dengan senyum lebar dan anggukkan kepala,” ya ya”.

Berselang beberapa waktu, Sang Panglima Perang tiba-tiba mengeluarkan suara yang sepertinya menjadi kode-kode tertentu, dan seketika, dari balik pepohonan, batu dan rumpul ilalang, bermunculan puluhan pria-pria bersenjata, sontak, kami terkejut, karena sama sekali tidak mengetahui bahwa diantara tempat duduk kami itu ternyata ada puluhan prajurit bersenjata, sungguh sebuah penyamaran yang sangat sukses membuat kami kaget setengah mati, dua rekan saya pun menggeleng-gelengkan kepala pertanda kaget dan mengakui penyamaran yang dilakukan,”Mereka ini yang piket,” ujar Lambert.

Berkisar 50 orang prajurit itu berbaris menghadap Lambert Pekikir yang berdiri tegap dengan dua pengawal yang setia menjaga sang Panglima, diujung kanan barisan prajurit, seorang pria berdiri tegap, dialah sang komandan upacara, disamping kanan Lambert, berbaris sejajar tiga orang prajurit, dua prajurit di kiri dan kanan memegang senjata, sementara yang di tengah memegang bendera Bintang Kejora berukuran 2 X 3 meter, Bendera tersebut diikatkan pada sebuah bambu yang panjangnya sekitar 4 meter, seorang pria lainnya berdiri disamping kiri barisan prajurit, pria ini adalah pemandu upacara, dan kami bertiga berada di samping area upacara.

“Upacara dalam rangka pernyataan sikap Organisasi Papua Merdeka dengan kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, dibawah pimpinan Panglima Revolusi Papua Merdeka, segera dimulai, pembacaan doa !” teriak pemandu upacara, Lambert Pekikir selaku Pemimpin upacara, lantang membacakan doa bagi keberlangsungan kegiatan yang akan ikuti. Setelah itu, rangkaian upacara terus berlangsung, saya pun bergumam didalam hati,”Sungguh sebuah seremoni upacara yang rapih ditengah-tengah belantara hutan rimba”.
“Sebagai pejuang Papua Merdeka yang telah berjuang selama pulihan tahun, Kami Organisasi Papua Merdeka, dengan kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nansional Papua Barat, menyatakan bahwa, Satu, Dengan tegas menolak segala bentuk tawaran dari Pemerintah Negara Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik politik di tanah Papua Barat. Kedua, Dengan tegas menolak dan tidak mengakui Kongres Papua III yang akan dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2011,” Ujar Lambert Pekikir dalam membacakan pernyataan sikap TPN/OPM.
Beberapa hal kemudian disampaikan oleh Lambert Pekikir, diantaranya terkait aksi-aksi penembakan dan penyerangan di daerah Nafri dan Abe Pantai, bagaimana penuturan Lambert terkait hal tersebut ?, Ikuti selengkapnya pada edisi berikutnya. (bersambung/ don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny