DPR minta Australia menindak pengibar bendera OPM di Konjen Indomesia

Bendera Bintang Kejora yang dibawa masuk oleh aktivis Australia ke dalam Kantor Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia - IST
Bendera Bintang Kejora yang dibawa masuk oleh aktivis Australia ke dalam Kantor Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia – IST

Jakarta, Jubi – Wakil Ketua Badan Kerja sama Antar-Parlemen DPR RI Rofi Munawar meminta otoritas resmi Australia menindak pelaku penerobosan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Melbourne, yang mengibarkan bendera Bintang Kejora pada Jumat (6/1/2017).

“Peristiwa ini memberikan pesan kepada Pemerintah Indonesia, adanya upaya Kelompok-kelompok di Australia yang berusaha melakukan proses internasionalisasi isu Papua secara massif dan terencana,” kata Rofi di Jakarta, Minggu (8/1/2017).

Dia menjelaskan tindakan penerobosan yang dilakukan tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia.

Menurut dia, sebagai bukti adanya hubungan baik dengan Indonesia, maka semestinya Australia menindak tegas pelaku penerobosan pada kantor perwakilan politik Indonesia yang ada di negara tersebut.

“Kejadian ini menambah rentetan peristiwa internasionalisasi isu Papua oleh pihak-pihak tertentu. Sehingga, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” ujarnya.

Politikus PKS itu menilai, proses identifikasi isu-isu Papua harus ditempatkan secara proporsional dan dikomunikasikan secara massif dan intensif kepada masyarakat internasional.

Hal itu menurut dia untuk menghadirkan perimbangan Informasi dan penguatan diplomasi Indonesia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mengecam keras tindakan kriminal yang menerobos dan mengibarkan bendera Organisasi Papua Merdeka, di dalam kompleks Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, Australia pada Jumat pekan lalu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir melalui pernyataan pers, di Jakarta, Sabtu, menyampaikan pemerintah telah mengirimkan protes kepada pemerintah Australia, serta meminta agar pelaku ditangkap dan dihukum dengan tegas sesuai hukum yang berlaku.

Menurut informasi dari Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, tindakan kriminal simpatisan kelompok separatis itu terjadi pada Jumat, sekitar pukul 12.50 waktu setempat, saat sebagian besar staf di perwakilan resmi Indonesia itu tengah melakukan ibadah Shalat Jumat.

Pelaku menerobos gedung apartemen tetangga Konsulat Jenderal Indonesia di Melbourne, dan kemudian memanjat pagar tembok premis Indonesia itu, yang tingginya lebih dari 2,5 meter.

Adalah kewajiban negara tuan rumah yang menghormati kedaulatan negara sahabat untuk wajib menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan sekitar presmis resmi negara yang membuka hubungan diplomatik dengan negara itu.

Hal serupa selalu dilakukan Indonesia terhadap semua kompleks perwakilan resmi negara sahabat di Indonesia. Bahkan terdapat satuan khusus dari Kepolisian Indonesia yang juga ditugaskan untuk itu.

Selain menyampaikan protes, pemerintah Indonesia juga mengingatkan tanggung jawab pemerintah Australia untuk melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler yang berada di wilayah yuridiksinya, sesuai Konvensi Wina 1961 dan 1963 tentang Hubungan Diplomatik dan Konsuler.

Karena itu, Nasir menambahkan, pemerintah Indonesia meminta otoritas Australia untuk memastikan dan meningkatkan perlindungan terhadap semua properti diplomatik dan konsuler RI.

Selain itu di awal September 2016, perwakilan dari enam negara di Pasifik membahas kekhawatiran akan keadaan di Papua Barat dalam forum PBB.

Dalam sesi ke-71 KTT PBB yang digelar 13 – 26 September itu, para pemimpin keenam negara tersebut mendesak respons PBB terhadap keadaan di Papua yang cenderung mendiskreditkan Indonesia.

Keenam negara tersebut adalah Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Nauru, Kepulauan Marshall, dan Tuvalu. (*)

MSG considers West Papua membership

THE Melanesian Spearhead Group (MSG) is considering full membership by the United Liberation Movement for West Papua.Indonesia currently has associate member status with the MSG and is strongly opposed to West Papua being granted full membership.

It is Indonesia’s view that West Papua already falls under their (Indonesian republic) representation in the MSG.

Foreign Ministers of the MSG member countries met in Port Vila last week to discuss guidelines which relate to the bid by West Papua for membership in the group.

Solomon Island’s foreign minister, Milner Tozaka, said the MSG leaders in July requested legal clarification on guidelines for membership.

“So that request has been attended to appropriately by the legal people and they have made a recommendation to be used for the foreign ministers to look at and then we will recommend it to the leaders for endorsement,” he explained.

Mr Tozaka confirmed that there won’t be a decision on the Liberation Movement’s application however he did say that they already have observer status.

MSG countries that have shown their support for the Liberation Movements full membership include Vanuatu, Solomon Islands and the FLNKS Kanaks movement.

Papua New Guinea and Fiji, have however leaned towards the Indonesian side on this issue.

Vanuatu’s Prime Minister, Charlot Salwai, said his country’s foreign policy remained firm that Vanuatu is not completely free of colonial bondage until all of Melanesia is free.

– PacNews

Nafuki kecewa MSG tak segera pastikan keanggotaan ULMWP

Jayapura, Jubi – Pastor Allan Nafuki, Ketua Organisasi Free West Papua Vanuatu, mengungkapkan kekecewaanya kepada para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) karena todak memenuhi janji mereka mendorong keanggotaan penuh ULMWP.

Namun demikian, seperti dikatakannya pada Daily Vanuatu, Sabtu (31/12/2016), dirinya tetap mengapresiasi sikap Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai yang tetap teguh tak berubah menegaskan dukungannya  terhadap West Papua.

Pimpinan Pertemuan Tingkat Menteri Urusan Luar Negeri di Port Vila minggu lalu, Milner Tozaka mengatakan pertemuan yang baru lalu itu memang tidak membahas baik keanggotaan Asosiate Indonesia maupun keanggotaan Peninjau ULMWP di MSG.

Pertemuan itu mengajukan pedoman baru atau rekomendasi untuk menetapkan syarat pemohon menjadi anggota MSG.
Pedoman baru ini akan dipertimbangkan oleh pertemua para Perdana Menteri MSG yang kemungkinan besar akan diselenggarakan Januari ini di Papua Nugini.

Namun Nafuki berpendapat seharusnya pertemuan itu tetap dilakukan di Vanuatu karena menurut dia para pemimpin tersebut telah membuat janji yang tampaknya belum berhasil mereka penuhi.

“Para pemimpin dan rakyat West Papua telah selesai menggelar karpet bagi para pemimpin MSG untuk dapat duduk diatasnya dan mendukung aplikasi kenggotaan penuh ULMWP di MSG,” ujar Nafuki.

Terpisah, ULMWP melalui Juru Bicara, Benny Wenda, sebelumnya dalam pesan natal dan tahun barunya sudah menegaskan bahwa perjuangan pengakuan hak penentuan nasib sendiri Papua sangat bergantung pada dukungan berbagai pihak di tingkat internasional untuk menggelar referendum ulang dibawah pengawasan internasional.

Strategi ULMWP, dan juga tampak dari upaya-upaya Koalisi Pasifik untuk West Papua (PCWP) sudah semakin mengarah ke wilayah Mikronesia, Polinesia dan bahkan Afrika. Keanggotaan penuh MSG, bagi ULMWP, adalah salah satu jalan diantara jalan lainnya, guna mendukung kedaulatan politik West Papua.

Tekanan suara untuk mendesak dunia internasional serta  bersikap atas persoalan West Papua di Majelis Umum PBB, Dewan HAM PBB, Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial badan PBB adalah jalan lainnya.(*)

Hikmahanto: Tindakan Panglima TNI Terkait ADF Tepat

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) serta Seskab Pramono Anung (kanan) saat memaparkan persiapan pengamanan Natal dan Tahun Baru. (Foto: Antara)
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian (tengah) berdiskusi dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kiri) serta Seskab Pramono Anung (kanan) saat memaparkan persiapan pengamanan Natal dan Tahun Baru. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan tindakan Panglima TNI untuk menangguhkan sementara kerjas ama militer dengan Australian Defence Force (ADF) adalah langkah yang tepat.

“Ini menanggapi insiden di pusat pendidikan pasukan khusus Australia atas tiga hal,” ujar Hikmahanto Juwana di Jakarta, hari Rabu (4/1).

Pertama, lanjut Guru Besar UI itu, pendiskreditan peran Sarwo Edhie dalam Gerakan 30 September PKI. Kedua esai yang ditulis peserta didik terkait masalah Papua. Terakhir tulisan Pancasila di ruang Kepala Sekolah yang seolah melecehkan ideologi Pancasila.

Ia menegaskan penangguhan kerjasama merupakan tindakan yang tepat karena Panglima ADF menjanjikan untuk melakukan investigas atas hal ini. Penangguhan dilakukan selama investigasi berlangsung hingga hasil nantinya diumumkan.

“Kemungkinan hasil investigasi adalah kesalahan dilakukan oleh oknum personil militer ADF dan bukan merupakan sikap resmi dari ADF, bahkan sikap resmi pemerintah Australia,” ujar dia.

Atas tindakan oknum personil tersebut, ADF akan menyatakan akan mengambil tindakan terhadap mereka-mereka yang bertanggung jawab.

Ia mengatakan hasil investigasi demikian yang akan menyelamatkan kerja sama militer TNI dan ADF. ADF dan Pemerintah Australia lebih mengutamakan hubungan baik dengan Indonesia ketimbang melindungi personil milternya.

“Peristiwa ini bagi Indonesia menjadi preseden yang baik agar Australia melalui pejabat-pejabatnya tidak mudah melakukan tindakan pelecehan terhadap tokoh Indonesia ataupun merendahkan isu yang sensitif bagi Indonesia,”

kata dia. (Ant)

Kerjasama Militer RI-Australia Distop Tak Ganggu Perdagangan

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita (ketiga dari kiri) dalam media briefing "Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017" di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1). (Foto: Melki Pangaribuan)
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita (ketiga dari kiri) dalam media briefing “Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017” di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1). (Foto: Melki Pangaribuan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, mengharapkan penghentian kerja sama militer antara Indonesia dengan Australia tidak mempengaruhi perdagangan kedua negara.

“Nah kalau dia hentikan kerja sama militer, ya sudah berhenti-henti sajalah, kenapa? Kita juga perang enggaklah. Bodo amat,” kata Enggar kepada satuharapan.com dalam media briefing “Capaian Kinerja 2016 dan Outlook 2017” di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, hari Rabu (4/1).

Menurut dia, harus dibedakan antara urusan perdagangan dengan militer antara kedua negara. ”Enggak ada urusannya dagangan sama perang. Kita enggak jual senjata. Cuma kita dulu saja, saya terima hibah Hercules yang dari Australia, yang jatuh,” kata dia.

Sebelumnya, media Australia, ABC, mengatakan materi yang berkaitan dengan Papua yang ditampilkan di pangkalan pasukan khusus Australia memicu Panglima TNI memutuskan menghentikan kerjasama militer dengan Australia.

ABC telah memperoleh konfirmasi dari seorang perwira Indonesia yang mengeluh tentang poster yang “menghina” Indonesia di pelatihan di markas Special Air Service (SAS) Australia di Perth pada bulan November tahun lalu.

Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan kerjasama antara Indonesia dengan Australian Defence Force (ADF) dihentikan dan berlaku dengan segera. ABC mengutip sumber yang dekat dengan insiden ini yang mengatakan bahwa materi yang dilaminating yang disebut memicu protes dari TNI adalah berkaitan dengan Papua, provinsi di Indonesia yang telah mencoba memperjuangkan penentuan nasib sendiri.

Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne, membenarkan adanya keluhan dari TNI berkaitan dengan “beberapa bahan pengajaran dan komentar” pada fasilitas pelatihan bahasa Angkatan Darat di Australia. Ia juga membenarkan beberapa kerjasama militer dengan Indonesia dihentikan.

“Indonesia telah menginformasikan kepada Australia bahwa kerjasama pertahanan akan ditangguhkan,” kata Senator Payne dalam sebuah pernyataan.

“Akibatnya, beberapa interaksi antara organisasi pertahanan kedua negara telah ditunda sampai masalah ini diselesaikan. Kerjasama di bidang lain tetap berlanjut.”

ABC mendapat informasi bahwa 23 November tahun lalu, seorang pejabat ADF, Marsekal Mark Binskin, menulis kepada mitranya dari Indonesia tentang materi yang dianggap menyinggung.

Sebuah sumber diplomatik yang akrab dengan korespondensi tersebut mengatakan surat itu bermaksud meyakinkan militer Indonesia bahwa materi ofensif yang ditampilkan di Perth tidak mencerminkan pandangan Angkatan Bersenjata Australia.

Kepala Staf Angkatan Darat Australia Letnan Jenderal Angus Campbell juga menulis kepada mitranya dari Indonesia pada 24 November untuk meyakinkan dia bahwa Australia tidak mendukung materi tersebut.

Isu Papua Picu RI Stop Kerjasama Militer dengan Australia

ADF chief Air Chief Marsekal Mark Binskin (kiri) bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. (Foto: Department of Defence Australia)
ADF chief Air Chief Marsekal Mark Binskin (kiri) bersama Panglima TNI, Gatot Nurmantyo. (Foto: Department of Defence Australia)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM – Media Australia, ABC, mengatakan materi yang berkaitan dengan Papua yang ditampilkan di pangkalan pasukan khusus Australia memicu Panglima TNI memutuskan menghentikan kerjasama militer dengan Australia.

ABC telah memperoleh konfirmasi dari seorang perwira Indonesia yang mengeluh tentang poster yang  “menghina” Indonesia di  pelatihan di markas Special Air Service (SAS) Australia di Perth pada bulan November tahun lalu.

Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Mayor Jenderal Wuryanto, mengatakan kerjasama antara Indonesia dengan Australian Defence Force (ADF) dihentikan dan berlaku dengan segera. ABC mengutip sumber yang dekat dengan insiden ini yang mengatakan bahwa materi yang dilaminating yang disebut memicu protes dari TNI adalah berkaitan dengan Papua, provinsi di Indonesia yang telah mencoba memperjuangkan penentuan nasib sendiri.

Menteri Pertahanan Australia, Marise Payne, membenarkan adanya keluhan dari TNI berkaitan dengan “beberapa bahan pengajaran dan komentar” pada fasilitas pelatihan bahasa Angkatan Darat di Australia. Ia juga membenarkan beberapa kerjasama militer dengan Indonesia dihentikan.

“Indonesia telah menginformasikan kepada Australia bahwa kerjasama pertahanan akan ditangguhkan,” kata Senator Payne dalam sebuah pernyataan.

“Akibatnya, beberapa interaksi antara organisasi pertahanan kedua negara telah ditunda sampai masalah ini diselesaikan. Kerjasama di bidang lain tetap berlanjut.”

ABC mendapat informasi bahwa 23 November tahun lalu, seorang pejabat ADF, Marsekal Mark Binskin, menulis kepada mitranya dari Indonesia tentang materi yang dianggap menyinggung.

Sebuah sumber diplomatik yang akrab dengan korespondensi tersebut mengatakan surat itu bermaksud meyakinkan militer Indonesia bahwa materi ofensif yang ditampilkan di Perth tidak mencerminkan pandangan Angkatan Bersenjata Australia.

Kepala Staf Angkatan Darat Australia  Letnan Jenderal Angus Campbell juga menulis kepada mitranya dari Indonesia pada 24 November untuk meyakinkan dia bahwa Australia tidak mendukung materi tersebut.

Sindiran tentang Papua Picu TNI Stop Kerjasama Australia

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM – Semakin jelas pemicu TNI menghentikan kerjasama militer dengan Australia, setelah sebelumnya banyak diungkapkan bahwa alasan utama adalah karena adanya penghinaan terhadap Indonesia.

Kantor berita Fairfax Media, sebagaimana dikutip oleh berbagai media Australia, mengutip sebuah sumber yang membeberkan materi pelatihan dan diskusi dalam kerjasama pelatihan militer TNI dan Australia yang menjadi pemicu penghentian kerjasama. Ia mengatakan, kemungkinan memang ada bahan ajar yang menyinggung dan menghina. Namun bahan lain, adalah penilaian ilmiah kritis terhadap perilaku masa lalu militer Indonesia pada tahun 1965 atau invasi Indonesia Timor Timur (Timor Leste). Juga sindiran-sindiran politis tentang Papua.

Kantor berita itu mengutip keterangan Mufti Makarim, direktur eksekutif Institute for Defence, Security and Peace Study in Indonesia, yang mengatakan bahwa personel TNI yang menjadi pelatih dari Indonesia dalam kerjasama militer tersebut melaporkan bahan ofensif itu kepada atasannya ketika ia kembali ke Indonesia. Lalu TNI meminta hal itu diselidiki.

Kompas melaporkan bahwa berdasarkan perintah pada  tanggal 29 Desember, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo menginstruksikan semua kerjasama militer, termasuk pelatihan dengan Angkatan Pertahanan Australia, ditangguhkan.

Mufti mengatakan bahwa menurut pemberitahuan melalui  Whatsapp yang belum dikonfirmasi, yang diyakini diedarkan oleh militer Indonesia, atasan para pelatih dari Indonesia meminta penyelidikan pada 9 Desember. Dia meminta agar pelatihan bersama ditunda sampai penyelidikan selesai.

Menurut pesan Whatsapp yang beredar, pelatih bahasa Indonesia Kopassus mendengar materi ofensif di kelas, termasuk bahwa almarhum pemimpin TNI, Sarwo Edhie Wibowo, adalah seorang pembunuh massal. Juga dikatakan bahwa seorang perwira TNI dibunuh temannya sambil mabuk.

Dia juga, menurut info lewat pesan WhatsApp, mengatakan melihat selembar kertas yang dilaminasi yang menghina Pancasila.

“Setelah ia kembali ke Indonesia, ia segera membuat laporan,” kata Mufti.

“Ini adalah permintaan yang adil oleh militer Indonesia bahwa sebuah penyelidikan akan diadakan,” kata Mufti kepada Fairfax Media.

“Saya percaya, saya berharap, bahwa ini tidak mencerminkan sikap Australia terhadap militer Indonesia dan ini hanya menunjukkan kurangnya pengawasan dari bahan ajar,” kata dia.

Sementara itu kepada themercury.com.au, Mufti juga mengatakan bahwa dalam sesi belajar pada pelatihan itu ada diskusi yang lebih bernuansa politik yang seharusnya tidak diangkat dalam forum itu.

“Sebagai contoh, selama sesi belajar, pelatih memberi sindiran tentang hal-hal yang menurut saya lebih tentang politik. Misalnya tentang Papua, Timor Leste dan tentang perilaku individu TNI di masa lalu. Kami tidak mengatakan TNI tidak memiliki masalah. Tetapi tidak berarti topik tentang itu bisa diajukan di forum itu,” kata Makarim.

Ia mengatakan forum seperti itu bukan tempat untuk tema sensitif dibahas.

Makarim mengatakan bahwa saling percaya antara kedua negara sekarang perlu dibangun kembali untuk memastikan TNI dapat mempercayai Australia lagi.

Media Australia juga mengutip laporan Tribunnews 29 Desember ketika Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, berbicara di kantor PP Muhammadiyah. Saat itu Panglima  mengatakan sempat ada kerjasama agar Indonesia mengirimkan guru bahasa Indonesia, yang berakhir pada permohonan maaf dari pihak Australia.

Ia menyebut sempat guru bahasa Indonesia tersebut diminta untuk memberikan pekerjaan rumah kepada murid-muridnya, yang isinya antara lain propaganda Papua Merdeka.

“Papua adalah Melanesia, bahwa dia seharusnya menjadi negara sendiri. Maka saya tarik,” ujar Gatot Nurmantyo, menceritakan materi propaganda, yang disambut tepuk tangan dari warga Muhammadiyah yang mendengarkan pemaparannya.

Panglima TNI kemudian melayangkan protes, yang berbuntut permintaan maaf dari Panglima militer Australia.

Gatot Nurmantyo juga mengaku sempat menginstruksikan agar digelar investigasi atas insiden tersebut, sebelum akhirnya guru bahasa Indonesia itu ditarik.

Dalam pemaparannya itu ia tidak menyebutkan kapan insiden tersebut berlangsung, dan bagaimana detail dari insiden tersebut.

Ahli Indonesia di Australian National University (ANU) Dr Greg Fealy, mengatakan jika semua hubungan militer Indonesia-Australia diputus semata-mata atas dasar apa yang diduga ditemukan di Perth, itu merupakan reaksi yang berlebihan dari Jakarta.

PM Vanuatu: Kami ada untuk penentuan nasib sendiri West Papua

Delegasi para pemimpin perjuangan Papua Merdeka bertemu Perdana Menteri Vanuatu di Port Vila, Vanuatu Rabu (21/12) – dailypost.vu
Delegasi para pemimpin perjuangan Papua Merdeka bertemu Perdana Menteri Vanuatu di Port Vila, Vanuatu Rabu (21/12) – dailypost.vu

Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai menegaskan kembali posisi negaranya mendukung West Papua tidak berubah sejak merdeka 36 tahun lalu. Vanuatu, menurutnya, akan selalu mendukung West Papua menyuarakan isu pelanggaran HAM dan kemerdekaan rakyat Melanesia di West Papua.

Salwai menegaskan posisi negaranya itu di hadapan sekitar 50 orang delegasi para pemimpin perjuangan Papua Merdeka yang saat ini berada di Port Vila, Vanuatu guna menghadiri pertemuan MSG, yang baru saja selesai. Salwai pastikan bahwa posisinya negaranya “tidak berubah dan tidak akan berubah”.

Seperti dilaporkan Daily Post Vanuatu, Rabu (22/12/2016), pemerintah Vanuatu bahkan memastikan bahwa seluruh masyarakat Vanuatu dari mulai para pejabat negara, gereja, kelompok-kelompok perempuan dan anak muda sudah memobilisasi diri untuk mendukung kemerdekaan rakyat West Papua.

“Kebijakan historis pemerintah kami tidak berubah sejak kemerdekaan 36 tahun lalu terhadap Kaledonia Baru, French Polynesia, dan West Papua untuk memenangkan penentuan nasib sendiri,”

ujar Salwai.

Mesipun MSG masih terpecah suaranya terkait posisi keanggotaan penuh terhadap ULMWP, Perdana Menteri Salwai, seperti dilansir RNZI (22/12) menegaskan dirinya merasa sangat senang atas kemajuan yang dicapai sejauh ini terkait kampanye internasional West Papua.

Benny Wenda, juru bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam kesempatan itu menyatakan bahwa mimpi besar para delegasi Papua yang hadir serta doa bagi para pemimpin Melanesia di MSG dengan ujung tombak Vanuatu, adalah memberi keanggotaan penuh pada West Papua di organisasi tersebut.

Wenda sangat optimis saat melihat bagaimana para pemimpin perjuangan untuk West Papua saling berjabat tangan dengan hangat dan bicara satu bahasa di Port Vila, “Itu menunjukkan bahwa mereka dan masyarakat Melanesia di West Papua terikat oleh satu semangat yang sama guna mengikat para pemimpin Melanesia di MSG untuk member keanggotaan penuh bagi kami,” ujar Wenda.

Pemimpin Vanuatu yang hadir mendampingi Perdana Menteri pada kesempatan itu termasuk Wakil Perdana Menteri, Joe Natuman, Kementerian Pertanahan Ralph Regenvanu dan Sekretaris Parlemen Johnny Koanapo. Mereka semua menyambut hangat delegasi West Papua.

Menanggapi ratusan penangkapan, termasuk anak-anak, di Papua yang terjadi pada protes Hari Trikora 19 Desember lalu, Benny Wenda mengaku sangat kecewa sekaligus heran.

“Entah bagaimana Indonesia mau jelaskan penahanan yang mereka lakukan, dan penghancuran sekretariat ULMWP padahal di saat yang sama mereka, kolonial itu, juga menjadi anggota associate di MSG,” ujar Wenda.(*)

Melanesian Spearhead Group considers West Papuan Membership

msg-2z0boxchjkjqmqkfnmquq2EMTV rliosi – The Melanesian Spearhead Group (MSG) is considering a full membership application by the United Liberation Movement for West Papua.

Indonesia currently has associate member status with the MSG and is strongly opposed to West Papua being granted full membership.

It is Indonesia’s view that West Papua already falls under their (Indonesian republic) representation in the MSG.

Foreign Ministers of the MSG member countries met yesterday evening in Port Villa to discuss guidelines which relate to the bid by West Papua for membership in the group.

Solomon Island’s foreign minister, Milner Tozaka, said the MSG leaders in July requested legal clarification on guidelines for membership.

“So that request has been attended to appropriately by the legal people and they have made a recommendation to be used for the foreign ministers to look at and then we will recommend it to the leaders for endorsement,” he explained.

Tozaka confirmed that there won’t be a decision on the Liberation Movement’s application however he did say that they already have observer status.

MSG countries that have shown their support for the Liberation Movements full membership include Vanuatu, Solomon Islands and the FLNKS Kanaks movement.

Papua New Guinea and Fiji, have however leaned towards the Indonesian side on this issue.

Vanuatu’s Prime Minister, Charlot Salwai, said his country’s foreign policy remained firm that Vanuatu is not completely free of colonial bondage until all of Melanesia is free.

Janji Keanggotaan Penuh ULMWP di MSG Masih Belum Ditepati

www.kaonakmendek.blogspot.com – Selepas KTT Khusus para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) di Honiara, Solomon Islands, 13-14 Juli 2016 lalu, para pentolan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tetap meyakinkan masyarakat Papua bahwa gerakan pembebasan Papua Barat (ULMWP) bukan ditolak untuk masuk MSG, namun hanya ditunda karena alasan administrasi.

Saat itu, melalui media-media lokal Papua dan juga lewat sosial media, KNPB menjelaskan ada beberapa alasan yang mendasari belum diterimanya ULMWP sebagai salah satu anggota tetap (full member) di MSG. Namun intinya tetap sama, yaitu soal kendala administrasi yang harus dipenuhi.

Bulan September 2016 kemudian dijanjikan kepada massa yang ketika itu sedang berdemonstrasi di Papua, sebagai waktu yang ideal agar aplikasi ULMWP segera diterima dan dinyatakan sebagai anggota penuh MSG. Alasannya karena di bulan September akan ada pertemuan serupa di Honiara yang kembali mempertemukan para pimpinan blok regional negara-negara pasifik itu.

Sayang, ketika bulan September hampir usai, ULMWP belum juga mendapatkan janjinya agar diterima di MSG. Pertemuan pemimpin MSG untuk membahas rumusan keanggotaan baru yang batal di September pun disebut-sebut mundur ke bulan Oktober 2016.

Namun yang terjadi adalah, setelah tiba bulan Oktober, kabar kurang menyenangkan kembali diterima masyarakat Papua khususnya simpatisan KNPB lantaran pertemuan pemimpin-pemimpin tertinggi MSG kembali batal. Alasan batalnya pertemuan di Oktober 2016 diakui beberapa kalangan karena Fiji dan Papua New Guinea (PNG) tidak bersedia hadir.

Al hasil nasib ULMWP sebagai anggota penuh di MSG belum juga bisa dipastikan saat itu. Sebagai catatan, Fiji dan PNG terkenal cukup dekat dengan Indonesia dalam diplomasi di berbagai forum negara-negara melanesia sehingga muncul dugaan kedua negara yang memiliki keanggotaan penuh di MSG itu ikut ‘bermain’ agar ULMWP gagal menjadi anggota tetap MSG.

Manasseh Sogavare, Perdana Menteri Solomon Islands yang juga merupakan Ketua MSG sampai-sampai geram terhadap sikap Fiji dan PNG saat itu. Ia pun mengatakan pimpinan MSG akan tetap mengambil keputusan soal keanggotaan ULMWP tanpa melibatkan Fiji dan PNG. Apakah MSG terbelah dua? Tidak ada yang tahu.
Yang pasti, sejumlah pihak kemudian kembali memberikan janji bahwa status ULMWP digaransi masuk menjadi anggota penuh MSG pada pertemuan di bulan Desember 2016. Media-media lokal Papua kembali memblow-up isu sensitif ini dengan jaminan janji dari Manasseh Sogavare tersebut.

Dan kini setelah waktu terus berputar hingga Desember 2016, tepatnya Selasa 20 Desember 2016 kemarin, di gedung Sekretariat MSG, Port Villa, Vanuatu, para pemimpin tertinggi kembali bertemu dengan agenda membahas status keanggotaan para anggota MSG, termasuk Indonesia dan ULMWP.

Hasilnya pun belum bisa dipastikan apakah ULMWP diterima atau tidak karena keputusan soal keanggotaan baru ini juga harus ditunda ke bulan Januari 2017 dalam Leader Summit MSG. Janji-janji Manasseh Sogavare mau pun para pemimpin KNPB serta ULMWP kepada masyarakat Papua, khususnya yang sering berdemonstrasi di tengah teriknya panas matahari lagi-lagi masih belum ditepati.

2016 segera berakhir dan sepertinya Papua masih tetap Indonesia, setidaknya sampai akhir tahun ini. Dan ketika tahun 2017 dimulai nanti, simpatisan KNPB dan ULMWP akan memulainya dengan kembali menagih janji-janji agar segera mendapatkan keanggotaan penuh di MSG.[Kaonak Mendek]

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny