Sogavare : Pemecatan keanggotaan saya tidak berpengaruh

Jayapura, Jubi – Setelah dipecat keanggotaannya oleh Presiden United Democratic Party (UDP), Sir Thomas Chan, Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare merilis tanggapannya melalui Kantor Perdana Menteri Kepulauan Solomon. Ia menegaskan, pemecatan tersebut tidak berpengaruh pada posisinya sebagai Perdana Menteri.

“Saya terpilih secara konstitusional sebagai Perdana Menteri. Keputusan yang diambil oleh Presiden partai tidak memberikan efek apapun pada posisi saya sebagai perdana menteri. Pemecatan keanggotaan saya tidak berpengaruh,” kata Sogavare melalui rilis Kantor Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang diterima Jubi, Sabtu (11/11/2016).

Sogavare menegaskan, keputusan Presiden Partai tersebut tidak sah dan diputuskan secara sepihak tanpa konsultasi dengan dewan eksekutif partai.

“Kaukus pemerintah saat ini menunggu permintaan maaf dari presiden partai. Anggota partai di parlemen sepakat keputusan presiden partai itu diputuskan sepihak tanpa konsultasi dengan mereka,” lanjut Sogavare.

Ia menambahkan, Democratic Coalition for Change Government (kaukus pemerintahan di parlemen) berkesimpulan Sir Thomas Chan telah merusak kewenangan eksekutif yang diatur dalam konstitusi nasional dengan pemecatan yang dilakukannya itu.

“Kaukus pemerintahan tidak akan menyerah pada setiap tantangan atau oposisi pada kebijakan pemerintahan,” ujar Sogavare. (*)

Sogavare diberhentikan partainya, tapi tetap didukung kaukusnya

Jayapura, Jubi – Presiden United Democratic Party (UDP), Sir Tomy Chan, dikabarkan telah mencabut keanggotaan Perdana Menteri Manasseh Sogavare dari Partai itu.

Surat pemecatan yang ditulis oleh Chan tersebut, menurut sebuah surat kabar Island Sun telah disampaikan pada Sekretaris Pribadi Eksekutif Sogavare, Suzie Wale, di kantor PM sore kemarin, Rabu (9/11/2016).

Surat itu dikatakan berisi keberatan dari Rekan Koalisi terkait gaya kepemimpinan Sogavare dan kinerjanya sejak membentuk pemerintahan dua tahun lalu.

Salinan surat dikabarkan telah didistribukikan kepada 18 anggota terdaftar di UDP termasuk Presiden Partai Aliansi Rakyat (PAP), Sir Nathaniel Waena dan Presiden Kadere Party of Solomon Islands, Peter Boyers.

Alfred Sasako, jurnalis senior dan mantan legislator mengatakan UDP membuat keputusan tersebut disebabkan oleh keberatan resmi yang diajukan Sir Nathaniel dalam pertemuannya dengan Sogavare minggu lalu.

Sogavare dituduh telah mengatakan pada anggota eksekutif PAP termasuk Sir Nathaniel bahwa dirinya (Sogavare) tidak mengakui Political Parties Integrity Act 2014.

“PPIA itu tidak penting. Ada Kabinet dan Kaukus yang harus saya pimpin di negeri ini berdasarkan atas konstitusi,” demikian dugaan perkataan Sogavare dalam pertemuan itu menurut Sasako.

“Pernyataan itu membuat marah Sir Nathaniel hingga ia mengancam walk out, namun anggota PAP meyakinkannya agar tetap tinggal, akhirnya dia tetap tinggal,” demikian kata beberapa orang yang disinyalir ada dalam pertemuan tersebut.

Kaukus tetap mendukung

Sementara itu, Perdana Menteri Sogavare dikabarkan tetap mendapatkan dukungan dari kaukusnya meski keanggotaannya dicabut oleh partainya, UDP.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kamis sore (10/11/2016) Anggota Parlemen dari partai Sogavare sendiri termasuk anggota parlemen dari partai-partai lain dalam koalisinya tetap mendukung kepemimpinannya.

Kaukus tersebut menyebutkan bahwa tindakan Sir Tommy Chan mencabut keanggotaan Sogavare dari UDP sebagai keputusan sepihak tanpa berkonsultasi dengan jajaran eksekutifnya.

Jika keputusan itu didukung oleh eksekutif UDP maka hal tersebut akan mengancam posisi Perdana Menteri Sogavare sebagai pemimpin parlemen UDP.

Sir Tommy Chan dilaporkan membuat keputusan itu setelah menerima keberatan formal dari rekan koalisinya yang mengritik kepemimpinan Sogavare.

Padahal kaukus parlemen menghendaki permintaan maaf dari partai koalisi presiden karena meremehkan pemerintah. Mereka katakan tetap mendukung Sogavare hingga akhir empat tahun jabatannya.(*)

Oposisi sarankan Sogavare tak konfrontatif dengan Indonesia

Jayapura, Jubi – Oposisi parlemen Kepulauan Solomon mendesak Perdana Menteri Manasseh Sogavare dan Pemerintah untuk meninjau kembali pendekatan terhadap isu Papua Barat dengan Indonesia.

Dalam sebuah pernyataan hari ini, Kamis (10/11/2016), kelompok oposisi mengatakan bahwa peringatan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia yang disampaikan kepada Menlu Australia jangan dianggap enteng oleh pemerintah.

“Kita semua memiliki kekhawatiran atas masalah hak asasi manusia di Papua Barat. Tapi ada cara lain untuk menangani masalah ini, bukan pendekatan konfrontatif yang diambil oleh Perdana Menteri saat ini. Hal ini tidak hanya mengganggu kedaulatan Indonesia tetapi juga mencampuri urusan dalam negeri negara itu,”

sebut kelompok oposisi dalam pernyataannya.

Kelompok oposisi merekomendasikan agar Perdana Menteri Sogavare melanjutkan hubungan yang dibangun oleh pemerintah sebelumnya dan bekerja melalui Duta Besar Kepulauan Solomon di Jakarta.

“Sikap seperti yang ditunjukkan oleh Perdana Menteri saat ini tidak akan membantu jalannya isu Papua Barat di tingkat internasional,” kata kelompok oposisi.

Kelompok oposisi mengatakan Perdana Menteri telah keliru tentang masalah penting ini, yang tidak hanya akan memperburuk masalah Papua Barat tetapi juga menyakiti Kepulauan Solomon.

“Indonesia adalah mitra penting bagi negara kita dalam perdagangan, energi, perikanan, pengembangan, pelatihan dan pertukaran budaya. Indonesia adalah anggota berpengaruh dari beberapa lembaga multilateral di kawasan Asia dimana Kepulauan Solomon juga memiliki ketergantungan,”

lanjut kelompok oposisi.

Kelompok oposisi menekankan Perdana Menteri perlu keterlibatan intensif Indonesia dalam masalah Papua Barat, bukan pendekatan konfrontatif seperti yang saat ini dilakukannya.

Perdana Menteri Sogavare sendiri, saat ini telah dipecat oleh partainya, terhitung Rabu (9/11/2016) sore. Pemecatannya disebutkan oleh Presiden United Democratic Party’s (UDP) Sir Tommy Chan, dikarenakan complain anggota koalisi di parlemen atas gaya kepemimpinan Sogavare.

Meski demikian, Sogavare mendapatkan dukungan dari anggota partai UDP di parlemen Kepulauan Solomon yang menyebutkan pemecatan Sogavare dilakukan oleh Sir Tommy Chan tanpa konsultasi dengan eksekutif partai. (*)

Solomons won’t enter media duel with Jakarta

Radio NZ– The Solomon Islands government says it’s not in a position to respond to a warning from Indonesia’s government not to speak out about West Papua.

 The Solomon Islands Special Envoy on West Papua Rex Horoi told the Assembly that Indonesia should allow UN Special Rapporteurs into West Papua.
The Solomon Islands Special Envoy on West Papua Rex Horoi told the Assembly that Indonesia should allow UN Special Rapporteurs into West Papua. Photo: UN Video

 

Indonesia’s Defence Minister Ryamizard Ryacudu has urged Australia to pass on a message to Pacific Island governments to not interfere in Indonesian domestic affairs.

In media comments in the past week, he pressed Canberra to rebuke Pacific states, in particular Solomon Islands, for raising Papua in global forums and inviting Papuans to join the Melanesian Spearhead Group.

no caption

Photo: AFP

The Solomons’ envoy on West Papua, Rex Horoi, said his government won’t respond to what is effectively a media statement.

“Due to the fact that we have not received any formal communication (on the matter) either from Jakarta or from Canberra, why should we respond at this stage? Therefore we will not respond until we receive such communication through diplomatic channels,” he said.

Mr Ryacudu also told Australian media that it is better if Canberra delivers the warning to Pacific governments, because if it was left to him he would ‘twist their ears’ and described Indonesia as a sleeping tiger that can attack if disturbed.

However Mr Horoi said Pacific countries raised Papua in global fora because West Papuans lives matter.

“We speak collectively on abuse and human rights violations in West Papua because we have received reliable sources of information,” he explained, “and therefore that is the collective concern of the civil society, public and governments of the region.”

Australia’s Foreign Minister Julie Bishop has confirmed having discussed West Papua last week with the Indonesian Defence Minister, but wouldn’t be pressed on whether Canberra will pass the warning on.

Pejabat Solomon: Ini bukan soal intervensi, tapi penegakan HAM

Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 - Jubi/Victor Mambor
Aksi masyarakat Kepulauan Solomon memberikan dukungan pada ULMWP di Honiara, Juli 2016 – Jubi/Victor Mambor

Jayapura, Jubi – Pernyataan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Racudu, yang memperingatkan para pendukung West Papua di kawasan Pasifik, khususnya Kepulauan Solomon, untuk tidak mengintervensi urusan Indonesia di Papua ditanggapi santai oleh pejabat tinggi pemerintahan Negara Kepulauan Solomon.

“Berita soal pemerintah Indonesia bertaruh melawan para pendukung West Papua bagi saya sama sekali tidak mengejutkan,” kata seorang pejabat tinggi senior tersebut yang tak disebutkan namanya kepada Solomon Times, Selasa (1/11/2016).

Dia juga mengatakan tidaklah bijaksana mengatakan pihaknya sedang mengintervensi urusan internal Indonesia. “Kami hanya mengangkat persoalan yang menjadi perhatian kami terkait situasi saudara-saudari Melanesia West Papua,” ujarnya.

Sebagai sama-sama anggota PBB, lanjut dia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia(HAM) adalah salah satu kunci utama Piagam PBB. “Itulah sebabnya kami meminta PBB untuk mengirimkan tim penilai independen untuk mencari tahu fakta-fakta di lapangan dan untuk melaporkannya kembali ke seluruh anggota.” katanya.

Pihaknya sama sekali tidak menganggap permintaan itu mustahil, dan hal itu juga bukan hal baru di PBB karena menjadi bagian proses yang ditetapkan PBB. “Untuk itulah Kepulauan Solomon dan negeri-negeri Pasifik lainnya meminta PBB menggunakan mekanisme tersebut,” ungkap pejabat itu.

Pernyataan Menteri pertahanan Indonesia minggu lalu itu kini mendapat respon balik dari masyarakat sipil Australia dan Kepulauan Solomon.

Respon masyarakat sipil Australia

Ryamizard dalam Forum Dialog 2+2 yang keempat antar pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia, seperti dilansir CNN Indonesia Kamis (27/10/2016) lalu menyoroti ‘tangan-tangan’ dari negara lain yang dinilai mencampuri urusan Papua.

“Saya sampaikan kepada Australia, menegur saja, saya sudah bilang dari awal, saya tidak pernah ikut campur urusan negara lain. Negara lain juga tidak perlu ikut campur urusan kita (Indonesia),” kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (27/10/2016).

Hal itu dikritik sebagai salah paham oleh peneliti dari Universitas Nasional Australia, Program Society and Governance in Melanesia, Stewart Firth kepada RNZI, Selasa (1/11/2016).

“Mereka adalah negara-negara berdaulat. Khususnya terkait Kepulauan Solomon, negara itu berhak mengangkat persoalan West Papua sebagai negara berdaulat juga, dan Australia tidak berada dalam posisi yang baik untuk menganjurkan mereka hal berbeda,” ujar Dr. Firth.

Menurut dia bantuan bilateral Australia kepada negara itu tidak lantas membuat negaranya dapat menentukan kebijakan luar negeri negara lain.

Sementara Joe Collins, penggerak Australia Papua Association (AWPA)-Sydney juga angkat bicara terkait permintaan Jakarta tersebut. “Ini permintaan memalukan. Sudah jadi kewajiban seluruh bangsa di dunia yang peduli pelanggaran HAM tak saja di West Papua melainkan juga dimanapun itu terjadi,” kata dia seperti dikutip Solomon Star, Rabu (2/11/2016).

“Justru Kepulauan Solomon dan enam negara Pasifik lainnya yang sudah peduli mengangkat masalah pelanggaran HAM Papua ke Sidang Majelis Umum PBB ke-71 lalu itu harus dihargai dan karena telah berani berbicara untuk West Papua,” kata Collins.

Dia justru menyayangkan pemerintah Australia sendiri yang tidak mengikuti jejak Pasifik untuk turut mengecam pelanggaran HAM yang terus terjadi di Papua oleh militer Indonesia.

Isu MSG

Dr. Firth juga menduga sensitivitas Jakarta terkait isu West Papua ini sangat tampak dari banyaknya perwakilan dari kementerian yang berbicara terkait persoalan itu.

“Apa yang mengkhawatirkan Indonesia adalah persoalan keanggotaan di Melanesian Spearhead Group (MSG) belakangan ini mereka asumsikan memberi nilai politik simbolik bagi aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua,” ujarnya dengan mengambil contoh peningkatan penangkapan aktivis pro MSG di West Papua sebagai wujud nyata kekhawatiran tersebut.

Senada dengan itu, pejabat tinggi Solomon tersebut tetap menyerahkan keputusan keanggotaan West Papua di Melanesian Spearhead Group (MSG) kepada para anggota MSG sendiri.

“Ini kan sama saja dengan keanggotaan terhadap FLNKS-Kalaedonia Baru di MSG, persis, dan faktanya (keanggotaan) ini justru sejalan dengan pendirian MSG,” ujar pejabat senior itu.

Dia mengatakan Perancis juga pada awalnya tidak suportif terhadap gagasan FLNKS untuk bergabung ke MSG, “tetapi mungkin mereka sadar pentingnya membiarkan FLNKS mengangkat persoalan mereka di forum yang tepat,” ujarnya.

Solomon memiliki ikatan kebudayaan dan sejarah yang kuat dengan rakyat West Papua, sehingga, lanjut dia, “kami tidak bisa berpangku tangan ketika dugaan pelanggaran HAM mengemuka lagi dan lagi. Karena itu kami gunakan segala macam forum yang tepat untuk mengangkat masalah ini, bukan untuk intervensi tetapi mengingatkan diri kami sendiri atas kewajiban kami terhadap nilai-nilai dan prinsip unviersal tertentu.”(*)

PM adjourns Parliament, six bills before committee

SolomonStarNews.com, Published: 02 November 2016

PRIME Minister Manasseh Sogavare has adjourned Parliament to November 14.

Six bills will be ready for deliberation by Parliament at the Second Reading stage when it resumes its final sitting for this year on the 14th of November.

The bills- Town and Country Planning (Amendment) Bill 2016, Land Surveyors Bill 2016, Child and Welfare Bill 2016, Adoption (Amendment) Bill 2016, Pacific Games 2023 Bill 2016 and Solomon Islands Tertiary Education and Skills Authority Bill 2016- were put through the First Reading Stage when Parliament convened yesterday morning for the final 2016 session.

After the first Reading of the Bills, Prime Minister moved a Motion of Special Adjournment seeking approval of the House to postpone the meeting to November 14 to allow the Bills and Legislation Committee to inquire into these bills and also for Cabinet to deliberate on the 2017 Budget and other bills to be brought to Parliament this session.

When moving the motion, the Prime Minister said:

“I would like to move that the adjournment of Parliament on Tuesday 2nd November 2016-the present meeting- shall stand adjourned till Monday 14th November 2016.

“The reason is that a number of bills have been submitted to Parliament and the Bills and Legislation Committee will need to inquire into before we can deliberate on them at the Second Reading stage when we resume our present meeting on November 14.

“This motion will also give a little more time for the Government to look at the (2017) Budget.

“There are also other bills including the Dual Citizenship Bill that still need to be submitted to Parliament. So we need that space of time to complete these tasks.”

 

Respect for Human Rights is a UN Principle

Tuesday, 1 November 2016 9:47 AM, Solomon Times

News that the Indonesian government is upping the ante against supporters of West Papua comes as no surprise, a well-placed senior government source said.

“It is no surprise to us, and I think it is not right to say that we are interfering with the internal affairs of Indonesia, we are simply raising an issue of concern regarding our Melanesian brothers of West Papua.

“We are all members of the United Nations, and the respect for Human Rights is one of the key cornerstones of the Charter,” he says.

“That is what we are asking from the UN, to send an independent assessment team to find out the facts on the ground and to report back to the members.”

He says that it is not an unreasonable request, nor is it unprecedented, it is a process established by the UN, and one that Solomon Islands and other Pacific countries are calling on the UN to use.

He says that the membership of West Papua in the Melanesian Spearhead Group (MSG) is an issue for the MSG alone to decide.

“This is no different from the membership of New Caledonia’s FLNKS, no different, and in fact this is in line with the establishment of the MSG.”

He says that France may not have been supportive of the idea for the FLNKS to join the MSG, “but perhaps they recognized the importance of allowing the FLNKS to raise issues of concern in a proper forum.”

“We have historical and cultural ties to the West Papuan people, so we cannot stand idly by when allegations of human rights abuses are raised time and again.

“So we will use whichever fora we deem appropriate to raise such issues, not to interfere but to remind ourselves of our obligations to certain universal principles and values.”

The Defence Minister of Indonesia has urged the Australian government to rebuke Pacific states, in particular Solomon Islands, for raising Papua in global fora.

A Research Fellow at the Australian National University’s State, Society and Governance in Melanesia Program, Stewart Firth, told Radio New Zealand that “Jakarta has misinterpreted Australia’s relationship with Pacific countries.”

“These are sovereign states. And in particular in the case of Solomon Islands, Solomon Islands has a right to do that [speak out about West Papua] as a sovereign country, and Australia’s not in a very good position to tell them differently,” Dr Firth said.

With radionz.co.nz

Anggota Parlemen Kep. Solomon : Indonesia bukan Melanesia

Jayapura, Jubi – Kepulauan Solomon menegaskan kembali sikapnya terhadap isu Papua dan Melanesia, terkait status United Liberation Movement for West Papua di Melanesia Spearhead Groups (MSG)

“Indonesia bukan Melanesia dan ULMWP adalah perwakilan sah rakyat dan bangsa Papua di Melanesia,” kata Derrick Manuari kepada Jubi melalui sambungan telepon, Kamis (13/10/2016).

Manuari, anggota parlemen Kepulauan Solomon yang mewakili Solidaritas Kepulauan Solomon untuk Papua Barat menjelaskan pertimbangan soal kemelanesiaan itulah yang menjadi alasan Kepulauan Solomon dan Vanuatu serta Front Pembebasan Kanak (FLNKS) memutuskan untuk menerima ULMWP sebagai anggota MSG pada bulan Desember nanti.

Sekalipun Fiji dan Papua Nugini (PNG), dua negara terbesar di MSG tidak menghadiri pertemuan anggota MSG pada Desember nanti, tiga anggota ini telah menentukan sikap mereka.

Manuari menambahkan, sikap tiga anggota ini diputuskan setelah melakukan lobi intens dengan beberapa negara Pasifik seperti Tokelau, Nauru, Tonga dan Marshall Islands.

“Tentu saja akan ada protes dari anggota lain. Fiji dan PNG punya hubungan yang sangat dekat dengan Indonesia. Namun solidaritas Melanesia seharusnya mendukung bangsa Papua Barat daripada mempromosikan Indonesia di Melanesia,”

jelas Manuari.

Lanjutnya, meskipun Fiji dan PNG tidak mendukung keputusan yang diambil tiga anggota penuh lainnya, MSG akan berdiri pada prinsip pendirian MSG, yaitu mempromosikan solidaritas Melanesia di kawasan.

“Kembali kami tegaskan, Indonesia bukan Melanesia dan ULMWP adalah perwakilan sah bangsa dan rakyat Papua yang adalah bangsa dan rakyat Melanesia,” tegas Manuari.

Indonesia, lanjutnya, selalu melakukan protes terhadap apa saja yang dilakukan bangsa-bangsa di Melanesia dan Pasifik yang berkaitan dengan Papua baik dalam forum MSG maupun Pacific Islands Forum (PIF). Sikap Indonesia ini, menurutnya bukanlah sikap yang biasa ditunjukkan oleh bangsa Melanesia.

“Posisi Solomon jelas dalam hal ini. Kami tidak bisa terus menerus menggunakan alasan teknis soal keanggotaan untuk menghalangi hak bangsa dan rakyat Melanesia lainnya untuk terlibat dalam solidaritas Melanesia dan MSG. Karena disitulah prinsip dasar MSG diletakkan oleh para pendiri,”

kata Manuari. (*)

ULMWP dijamin ‘Full Member’ di MSG

Jayapura, Jubi – Dengan maupun tanpa kehadiran PNG dan Fiji pada KTT Melanesian Spearhead Group (MSG) Desember mendatang, pemimpin Vanuatu, Kepulauan Solomon dan New Caledonia akan menjamin keanggotaan penuh West Papua di MSG.

Jaminan tersebut diberikan oleh Perdana Menteri Kepulauan Solomon, sekaligus ketua MSG, Manasseh Sogavare, setelah bertemu Ketua Asosiasi Free West Papua Vanuatu (VFWPA), Pastor Allan Nafuki, dan para pemimpin ULMWP Jakob Rumbiak, Benny Wenda, dan Andi Ayamiseba minggu lalu.

“Sekarang saya bisa pulang ke rumah di Pulau Erromango dan tidur dengan damai bersama cucu-cucu saya,” kata Allan Naruki seperti dilansir Vanuatu Daily Post Sabtu, (9/10/2016).

Naruki mengatakan, West Papua telah menderita akibat brutalitas kolonial dan kematian selama 54 tahun dibawah kekuasaan Indonesia. “Saya percaya, masanya sudah tiba bagi rakyat Melanesia di West Papua untuk menikmati penentuan nasib sendiri,” katanya dengan dengan yakin.

Dia juga menegaskan semua organisasi masyarakat sipil di PNG, Kepulauan Solomon, Vanuatu, New Caledonia, dan Fiji 100% mendukung sikap pimpinan MSG ini. “Saya mau tekankan, rasio dukungan (terhadap keanggotaan penuh ULMWP di MSG) itu 100%, sekali lagi 100%.”

Sebelumnya seperti dilansir Radio New Zealand (3/10), mantan perdana menteri Vanuatu, Barak Sope mengatakan MSG menjadi tidak efektif akibat ulah permainan (pemerintah) Fiji dan PNG.

KTT MSG, yang seharusnya dilakukan minggu-minggu ini, ditunda tanpa penjelasan. Hal ini terjadi karena MSG berjuang untuk keanggotaan penuh ULMWP, yang ditolak oleh Indonesia.

Barak Sope, pendukung loyal kemerdekaan West Papua, mengatakan ketidakefektifan akibat ulah Fiji dan PNG ini, yang didukung Indonesia, telah membuat keputusan MSG terus tertunda-tunda terkait ULMWP.

“Saya kita ini permainan saja antara pemerintah PNG dan Fiji,” ujarnya. “Mereka bekerja sama dengan Indonesia, dan mereka tidak mendukung rakyat Melanesia di West Papua yang menghendaki kemerdekaan. Karena itu terus tertunda-tunda.”

Dia meminta agar ketiga anggota MSG lainnya, Vanuatu, Kepulauan Solmon, dan FLNKS-New Caledonia, harus terus jalan dan membuat keputusan tanpa Fiji dan PNG.

Pastor Nafuki, yang hadir dan kecewa karena keanggotaan ULMWP menjadi tertunda di KTT MSG Juli lalu, tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang terjadi di Honiara waktu itu. Namun sumber terpercaya mengatakan PNG dan Fiji keluar dari KTT tersebut.

“Sekarang mereka berulah lagi di Port Vila, membuat alasan serupa untuk menunda pertemuan,” ujar Nafuki yang padahal telah menyiapkan berbagai kegiatan masyarakat sipil untuk memastikan keanggotaan ULMWP pada KTT yang sedianya dilakukan Oktober ini.

Pada pertemuan dengan Ketua MSG minggu lalu, Nafuki memaparkan “rencana strategis” nya kepada Perdana Menteri Vanuatu, Perdana Menteri Solomon Manasseh Sogavare dan Victor Tutugoro-New Caledonia, untuk mencari terobosan guna menolong West Papua tanpa Fiji dan PNG.

“Sejauh yang dipahami masyarakat sipil, jika dua dari tiga anggota MSG hadir maka teruskan keputusan, namun mesti berhati-hati juga untuk tidak melanggar konstitusi MSG,” ujar Nafuki.

Dengan nada gembira, Nafuki lalu mengulang kembali respon Ketua MSG, Manasseh Sogavare, pada pertemuan minggu lalu.

Menurut Nafuki, PM Sogavare menegaskan jika Fiji dan PNG tidak hadir pada KTT MSG di minggu kedua atau ketiga Desember mendatang, tiga negara anggota tidak punya alternatif lain selain melanjutkan pertemuan dan memutuskan West Papua menjadi anggota penuh MSG.

Ketika ditanya bagaimana sikap Indonesia terkait rencana ini, Nafuki mengatakan, “itu tidak didiskusikan. Kepentingan saya hanya bagaimana caranya West Papua bisa menjadi anggota penuh MSG,” ujarnya.

Bagi Nafuki, konfirmasi Ketua MSG ini sudah memberi dia dan seluruh anggota VFWPA dan organisasi masyarakat sipil di Melanesia 100% harapan bagi perubahan nasib West Papua.

“Ini berita sangat baik bagi kami! Waktu itu kami duduk bersama dengan Andy (Ayamiseba), Benny (Wenda), dan Jacob (Rumbiak) dan jajaran saya di meja yang sama,” kata Nafuki.

Dikonfirmasi Jubi, Sabtu (9/10/2016), Andy Ayamiseba membenarkan pertemuan tersebut. “Betul, kami sudah lakukan pertemuan dengan PM Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, di Port Vila,” ujarnya.(*)

PM Reiterates Call For Recognition Of Taiwan, Expresses Concern On WP

he United Nations General Assembly Hall where leaders convene every September to discuss UN Agendas in the world.
he United Nations General Assembly Hall where leaders convene every September to discuss UN Agendas in the world.

By PM Press, Prime Minister Hon Manasseh Sogavare has reiterated Solomon Islands call on the United Nations for the recognition of Taiwan and expressed concern about the human rights violations in West Papua when he addressed the 71st United Nations General Assembly yesterday, Friday 23rd September.

Solomon Islands commits a section in its annual address to the United Nations General Assembly to call on the UN for the recognition of Taiwan and when reiterating that call yesterday, the Prime Minister said, “Solomon Islands recognises the fundamental right of Taiwan’s 23 million people to participate meaningfully in the United Nations specialised bodies.”

However, the Prime Minister said Solomon Islands finds Taiwan’s limited and restricted participation with the World Health Organisation regrettable, especially at a time when the spread of infectious diseases is impacting children and needs everyone to assist.

He said similarly, Taiwan remains unjustly on the fringes of the International Civil Aviation Organisation’s decision-making process despite managing more than a million flights or 58 million passengers through ‘Taipei Flight Information Region.’

“We (therefore) call for Taiwan’s open and free access to all WHO meetings and also call for Taiwan’s predictable and certain participation in ICAO gatherings.

“There has always been two political systems along the Taiwan Strait and the reality is the world works with one and turns a blind eye to the other.”

He said the implementation of the (UN) 2030 Agenda calls for all hands on deck and therefore the UN must put the interest of humanity first and work with all including Taiwan.

On the issue of human rights violations in West Papua, the Prime Minister said Solomon Islands is gravely concerned about the human rights violations against Melanesians in that region.

And he added that the human rights violations and the pursuit for self-determination of West Papua are two sides of the same coin.

“Many reports on the human rights violations in West Papua emphasise the inherent corroboration between the rights to self-determination that results in direct violations of human rights by Indonesia in its attempts to smother any form of opposition.”

The Prime Minister said, “The principle of sovereignty is paramount to any institution whose core rationale is the respect for sovereignty. If the justification of sovereignty rests on a series of decisions that are questionable, then there is a case to challenge the legality of the argument of sovereignty.”

He added that, “As the chair of the Melanesian Spearhead Group that also includes Indonesia as an associate member and the United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) as an Observer, Solomon Islands affirms the need for constructive engagement with Indonesia and looks forward in cooperating with Indonesia to address the violations of human rights in West Papua.

The Prime Minister also took the opportunity to reaffirm Solomon Islands support for the unalienable right of the people of the Territory of French Polynesia pursuant to annual resolutions of the UNGA beginning in 2013.

He said Solomon Islands continues to request the Administering power to work and cooperate with the UN Special Committee on the question of French Polynesia and C24 (UN Committee on Decolonisation).

The Prime Minister also made mentioned the question of New Caledonia on the United Nations Agenda.

He said the Melanesian Spearhead Group continues this issue and wished the people of New Caledonia all the best as they prepare to decide on their political future in 2018.

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages