2 Warga Tewas Dipanah

Selasa, 04 September 2012 21:10

JAYAPURA—Bentrok antar warga kembali terjadi di Kwamki Lama, Mimika, Papua persisnya di Jalan Harmoko, Belakang Kios Panjang Selasa (4/9) sekitar pukul 01.30 WIT. Akibat bentrok ini, 2 warga tewas masing-masing Zeky Tabuni (30) dan Kamoro Tabuni (19).

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Johannes Nugroho Wicaksono ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (4/9) membenarkan pihaknya telah menerima laporan kasus perang antar warga di Kwamki Lama. Dikatakan, akibat kasus itu, 2 warga tewas diterjang anak panah. Zeky Tabuni terkena luka bacok pada leher kanan, rusuk kanan, kepala kanan. Kamoro Tabuni mengalami, 21 luka panah, yang masih menancap di tubuh yaitu di kaki kanan/kiri masing, 1 panah, badan 2 panah, tangan kiri 2 panah, tangan kanan 6 panah, pelipis kanan 2 panah, pipi kiri 1 panah, telinga kanan 2 panah, kepala 3 panah, leher 2 panah.

“Kasus pengeroyokan ini masih dilakukan penyelidikan gunamengungkap motifnya apakah ada kaitannya dengan perang suku yang selama ini terjadi di Kwamki,” ujarnya. Mengenai kronologis kejadian, jelas Johanes, saat itu kedua korban sedang mengendarai kendaraan bermotor roda dua melintasi wilayah kelompok bawah Kwamki Lama. Kemudian beberapa masyarakat kelompok bawah, yang diduga keluarga korban terakhir pertikaian Kwamki Lama berasal dari suku Nduka, melempar batu dan melepas anak panah kearah kedua korban karena kedua korban adalah musuh yang berasal dari atas. “Meski diserang, kedua korban tetap berlari dengan memacu sepeda motornya. Tapi, warga yang berjumlah sekitar 30 org mengejar dan menganiaya dengan cara membacok, melempar pake Batu serta memukuli dengan kayu, hingga kedua korban tewas ditempat,”terangnya.

Setelah menganiaya kedua korban, para pelaku langsung kembali dan berkumpul di pos kelompoknya tepatnya di rumah Atimus Komangal. “Usai menganiaya korban, para pelaku kembali ke pos mereka untuk bersiap mengantisipasi serangan balasan,” singkatnya. Polisi kemudian mendapat informasi dari masyarakat, lalu menuju tempat kejadian guna menangkap para pelaku. Tapi para pelaku sudah melarikan diri. Sementara jasad kedua korban yakni Zecky Tabuni dan Kamoro Tabuni langsung dievakuasi menuju Rumah Sakit Mitra Masyarakat Kuala Kencana untuk diotopsi. “Jasad kedua korban saat ini sedang diotopsi di RSMM,”singkat Johanes.

Sementara situasi sudah terkendali, namun Polisi tetap waspada mengantisipasi bentrok susulan. “Polisi mewaspadai jangan samapi ada aksi balas dendam,”tegasnya.

Saat ini ada 3 orang saksi yang sedang dimintai keterangan terkait peristiwa tersebut. Mereka masing-masing Indiko Waker, Erick Waker/Dani, Wilem Wakerwa. (mdc/jir/don/l03)

Kantor PT Angkasa Pura I Biak Disegel Massa

Kantor PT Angkasa Pura I Biak diduduki oleh puluhan massa dari enam marga yang mengaku sebagai pemilik hak ulayat dan belum dibayarkan. Meski disegel, namun aksi itu sama sekali tidak mempengaruhi penerbangan di Bandar Undara Frans Kaisiepo Biak, Jumat (21/10) kemarin.

Tuntut Badar Udara Kaisiepo Diganti Rugi Rp 200 Miliar

BIAK-Puluhan warga melakukan pemalangan sekaligus penutupan Kantor PT Angkasa Pura I Biak Bandar Udara Frans Kaisiepo, Jumat (21/10) kemarin. Akibatnya, kantor tersebut sama sekali tidak melaksanakan aktivitasnya, ada satu dua pegawai yang masih terlihat namun mereka tidak bisa masuk dalam ruangan karena semua pintu ditutup massa.

Meski demikian, namun aktivitas di Bandar Udara Frans Kaisiopo Biak tidak terganggu. Pasalnya, massa hanya melakukan penyegelan dan penutupan terhadap kantor tersebut sehingga hanya aktivitas karyawan PT Angkasa Pura I Biak yang lumpuh total.

Massa yang mengaku gabungan dari enam marga pemiliki hak ulayat tak hanya melakukan pemalangan kantor, namun semua pintu kantor tersebut ditutup rapat-rapat. Bahkan sepanjang depan kantor mulai dari pintu dinding terpampang sejumlah pamflet dan spanduk.

Tak hanya itu, bagian depan kantor itu dikasih tali rafia layaknya police line dengan maksud tidak ada kendaraan yang bisa masuk dalam wilayah Kantor PT Angkasa Pura I Biak itu. Keenam marga yang dimaksud sebagai pemilik hak ulayat adalah Wakum, Rumaropen, Yarangga, Romsumbre, Rumbiak dan Simopiaref.

Puluhan massa yang sebagiannya juga adalah kaum ibu-ibu memilih duduk di depan sepanjang Kantor Angkasa Pura itu sejak pukul 07.30 – 18.00 WIT. Mereka mendapat pengawalan ketat dari aparat keamanan Polres Biak Numfor. Meski melakukan pemalangan, namun mereka terlihat tertib dan hanya memili duduk, walaupun kadang ada satu-satu kali dari massa itu berteriak menuntut supaya lokasi yang digunakan Bandar Udara Frans Kasiepo digantu rugi.

“Sejak tadi pagi memang tidak ada karyawan yang berani masuk kantor, dan bagaimana bisa masuk kantor kalau semua pintu ditutup dan dijaga ketat oleh masyarakat. Saya juga tidak melihat pak Manager datang,” kata salah satu pegawai PT Angkasa Pura I Biak yang enggan namanya dikorankan sambil berlalu meninggalkan Cenderawasih Pos.

Aksi penutupan Kantor PT Angkasa Pura I Biak yang dilakukan itu dinilai sebagai salah satu puncak kekecewaan mereka atas pembayaran ganti rugi sebesar Rp 200 miliar yang belum direalisasikan. Pasalnya mereka mengaku sudah dua kali melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah dan pihak PT Angkasa Pura I namun hingga saat ini belum ada realiasasi, hal itu yang dinilai menjadi pemicu dilakukannya pemalangan.

“Kami menutup Kantor PT Angkasa Pura I Biak sebagai bentuk kekecewaan terhadap ganti rugi tanah Badar Udara Frans Kaisiepo yang belum diselesaikan sampai saat ini. Pertemuan sudah dua kali dilakukan namun sama sekali tunturan Rp 200 miliar tidak ada realisasinya, lalu sampai kapan dan akan kah pertemuan terus,” kata Koordinator Aksi Pemalangan, Dance Rumaropen kepada wartawan di lokasi penyegelan itu.

Mereka menyatakan terus akan menduduki Kantor PT Angkasa Pura I Biak hingga ada jawaban pasti dan realiasi pembanyaran tuntutan mereka. “Kami akan terus menduduki kantor ini sampai ada kejelasan dan realisasi pembayaran ganti rugi tanah Bandar Udara Frans Kaisiepo sejak zaman Belanda hingga saat ini,” tandasnya.(ito/nan)

Hentikan Penerbangan ke Degeuwo!

JUBI — Masyarakat Adat Suku Mee, Moni dan Wolani yang berdomisili di sepanjang Kali Degeuwo, Kabupaten Paniai, melarang pengusaha helikopter dan pesawat Susi Air melayani penerbangan ke kawasan penambangan emas.

“Kami masyarakat tiga suku ini menyatakan bahwa mulai sekarang tidak boleh ada mobilitas kegiatan penambangan emas dan penerbangan dari Nabire ke kawasan Degeuwo,” ujar Pemangku Otorita Adat Suku Wolani, Willybrodus Magai, saat jumpa pers di Nabire, Sabtu (17/9).

Helikopter dan Susi Air yang selama ini melakukan penerbangan ke dan dari Degeuwo, menurut Magai, turut mendukung kegiatan penghancuran eksistensi kehidupan masyarakat setempat pasca adanya operasi penambangan emas secara ilegal yang masih berlangsung hingga saat ini.

“Kami mau tutup lokasi pendulangan, jadi penerbangan itu harus segera distopkan,” tegasnya.

Larangan itu juga termuat dalam pernyataan sikap yang ditandatangani dan cap jempol sejumlah Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Kaum Intelektual dan Lembaga Adat.

Ditanya tentang larangan penerbangan tersebut, Kepala Kampung Baya Biru, Yahya Kegepe mengaku bukan keputusan satu dua orang. Pernyataan itu, kata dia, hasil kesepakatan semua pihak melihat berbagai fenomena sejak Degeuwo dijadikan lokasi pendulangan emas. “Demi masyarakat kami, saya mendukung,” singkatnya.

Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani Moni (AISWM), Thobias Bagubau menegaskan bahwa pernyataan sikap yang diserahkan kepada pihak terkait pada saat seminar sehari di Guest House Nabire, Selasa (13/9), merupakan keputusan dari masyarakat adat dalam upaya menutup areal pertambangan emas liar di Degeuwo.

“Sekali lagi kami tegaskan bahwa Helikopter dan Susi Air itu berhenti terbang ke Degeuwo,” ujar Thobias Bagubau. (Jubi/Markus)

SATURDAY, 17 SEPTEMBER 2011 20:52

Kecewa, Pedagang Ikan Kembali Palang Jalan

JAYAPURA-Lantaran kecewa dengan janji pemerintah yang akan memberikan ganti rugi belum ditepai, pedangan pasar ikan dok 9 yang sehari sebelumnya dibongkar kiosnya, melakukan aksi pemalangan serta pembakaran ban mobil di ruas jalan depan pasar sebagai wujud ketidak percayaan pedagang terhadap janji tersebut.

“Kami telah berupaya untuk bertemu dengan walikota Jayapura untuk menyelesaikan masalah pembongkaran ini, namun dipersulit saat ingin menemui walikota sehingga warga melakukan pemalangan untuk mempertanyakan janji kepala Disperindakop Kota Jayapura tentang ganti rugi,” ujar Amos Nuboba mewakli padagang.

Dirinya juga menambahkan, para pedagang serta nelayan akan membangun pasarnya sendiri guna membantu perekonomian warga.” Kami telah sepakat untuk membangun pasar sendiri sehingga tidak saling kejar mengejar dengan pemerintah kota,”kata mereka.

Sementara Walikota Jayapura Drs Benhur Tomi Mano yang turun ke lokasi langsung melakukan dialog dengan warga terkait aksi pemblokira jalan tersebut. Walikota berjanji akan berupaya untuk mencari solusi yang terbaik secepatnya sehingga warga dok Sembilan yang juga adalah wilayah daerah kepemimimpinan nya mendapat ketenangan dalam mencari nafkah . Walau demikian para pedagang tetap berjualan di pasar tesebut guna memenuhi kebutuhan mereka sampai ada kesepakatan lebih lanjut terhadap penyelesaia masal tersebut.(cr32/don/l03)

BP, Kamis, 15 September 2011 23:34

Dua Suku Yang Bertikai di Jayawijaya, Akhirnya Berdamai

Ratusan masyarakat dari dua suku yang bertikai saat melakukan perdamaian di Wamena, Sabtu (10/9).Tampak Ketua LMA dan pihak kepolisian sedang menyampaikan arahan.
Ratusan masyarakat dari dua suku yang bertikai saat melakukan perdamaian di Wamena, Sabtu (10/9).Tampak Ketua LMA dan pihak kepolisian sedang menyampaikan arahan.

JAYAPURA- Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua beserta DPD LMA Wamena kabupaten Jayawijaya, Sabtu (10/9) berhasil melakukan perdamaian antara suku lawak dan suku kogoya, dimana sebulan yang lalu telah terjadi pertikaian antara dua suku tersebut.

Ketua LMA Provinsi Papua Lenis Kogoya , S.Th, M.Hum saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos membenarkan adanya perdamaian tersebut. “Perdamaian tersebut didampingi pihak kepolisian dan juga tokoh masyarakat serta dua suku yang bentrok, yang mana perdamaian tersebut berlangsung di Wamena, Kabupaten Jayawijaya,” katanya saat di temui di ruang kerjanya.
Dimana Ketua LMA ini menyatakan kesepakatan telah berhasil dilangsungkan, sehinga berjanji tidak akan ada lagi bentrok yang terjadi antar dua suku. “Kami berhasil mendamaikan kedua suku tersebut. Sehingga kesepakatan yang baik kami dapat, yang mana kami kedua suku berjanji tidak melakukan bentrok lagi,” ungkapnya.

Dari perdamain itu juga, LMA berhasil mengajak delapan suku untuk bulan oktober nanti akan melakukan pertemuan tentang tradisi kepala bayar kepala atau kepala diganti dengan denda.
“Kami LMA bukan untuk merubah tradisi, tetapi bagaimana jika terjadi konflik untuk dibicarakan baik, dengan mencari pelakunya dan menghukumnya dengan jalur hukum, agar nantinya tidak banyak yang dirugikan,” terangnya dengan harapan persetujuan dicapai pada bulan oktober mendatang.

Dalam perdamai tersebut kedua suku juga menyerahkan ratusan babi dengan jumlah 276 ekor untuk tanda kesepakatan perdamaian.“Saya pinta kesepakatan ini bisa dipegang oleh kedua suku dan kedua suku semakin mempererat perdamaian dan juga berjabat tangan,” pinta Linius.

Sebatas diketahui pada tanggal 6 Agustus seorang supir di bunuh didaerah kabupaten Lannyjaya dare suku Kogoya yang saat ini menyenggol seorang menyenggol anak kecil saat mengendarain mobilnya dan seorang nenek luka-luka. Higga akhirnya Suku Kogoya juga membalas perbuatan Suku Walak yang sama-sama dare pegunungan tengah. (ro/nan)

Cepos Senin, 12 September 2011 , 04:20:00

Dialog Sarana Terbaik !

JAYAPURA – Wacana dialog untuk menyelesaikan konflik-konflik di Papua dengan melibatkan seluruh komponen yang digagas Jaringan Damai Papua (JDP), rupanya sejalan dengan pemikiran Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut,S.Pd.

Menurutnya, dialog merupakan sarana terbaik untuk mencari solusi yang tepat penyelesaian konflik antara Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia.

“Kami bertekad untuk mencari solusi atas berbagai persoalan politik, keamanan, hukum dan HAM, Ekonomi dan lingkungan hidup serta sosial budaya di Tanah Papua melalui suatu Dialog antara Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia, yang dimediasi pihak ketiga yang netral,” tandasnya. Hal itu diungkapkan Forkorus dalam salah satu pidatonyapada perayaan hari Pribumi Internasional yang dilakukan DAP di Kampung Sabron Yaru, Distrik Sentani Selatan.

Dalam pidato Ketua DAP yang diterima Bintang Papua dari Satf Khusus DAP Dominikus, selain menyebutkan tujuh poin seruan dan 4 poin pernyataan, juga menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa pribumi maupun UU Dasar 1945.

“Dalam Sidang Dewan HAM PBB pada bulan Juni 2006 di Kota Jeneva, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Deklarasi PBB tentang Bangsa Pribumi. Pemerintah Indonesia juga telah menandatanggani Dokumen yang sama di Sidang Umum PBB di New York pada tanggal 13 September 2007. Dengan demikian, telah jelas bahwa Negara dan Pemerintah Republik Indonesia bukan saja menyetujui atau mendukung Deklarasi PBB, tetapi dengan sendirinya terikat dan berkewajiban melaksanakan setiap butir dari Deklarasi PBB tentang Bangsa Pribumi.

Dikatakan, meskipun pemerintah Indonesia telah melaksanakan kewajiban dan komitmennya untuk membangun masyarakat adat Papua lewat UU Otonomi Khusus, menurut Forkorus bahwa kenyataannya hingga saat ini, kondisi sosial ekonomi dan budaya serta sipil politik masyarakat adat Papua semakin buruk dan termarjinalkan. “Ketika hak-hak masyarakat adat Papua tidak terpenuhi, maka pemerintah telah lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa pribumi maupun UU Dasar 1945,” tandasnya.

Dalam seruannya yang terdiri 7 poin, ia meminta kepada seluruh masyarakat adat Papua untuk membangun persatuan dan kekuatan bersama sebagai satu bangunan yang kokoh.

“Jangan terus memberi diri untuk dipecah belah dengan kampanye PILKADA yang cenderung mengadu domba sesama masyarakat adat, atau isu-isu dan cara-cara yang menciptakan konflik diantara masyarakat adat Papua, atau antara masyarakat adat Papua dengan pihak lain sebagai mitra yang setara dan yang saling menguntungkan,” serunya.

Seruan berikut, yakni menyatakan bahwa tanah Papua harus dibebaskan dari tindakan kekerasan dan penindasan dan harus dibangun sebagai Tanah Damai, Tanah yang penuh Berkat.

“Karena itu Dewan Adat Papua juga menyerukan pentingnya satu para-para dialog internal antara Pimpinan adat, Pemimpin gereja dan para Pimpinan Agama, politisi Papua, para birokrat Papua, anggota parlemen maupun LSM guna bersama-sama mencari solusi dalam mengatasi persoalan masyarakat adat Papua yang dari hari ke hari justru semakin memperihatinkan,” jelasnya.

Poin berikut, forkorus menyebutkan bahwa pihaknya memandang bahwa pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan gagal melakukan perlindungan dan pengoyaman serta ketrentraman warga sipil di Tanah Papua tanpa terkecuali. “Untuk itu, kami menghimbau kepada pemerintah untuk secara proaktif dan professional menanganinya,” lanjutnya.

Selanjutnya, dinyatakan bahwa tanah adalah Ibu dan warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dirawat dengan baik untuk kebahagiaan kita dan anak cucu masyarakat adat Papua.

“Karena itu, Dewan Adat Papua menyerukan kepada seluruh tokoh adat dan anak adat Papua untuk tidak menjual tanah-tanah adat. Pembangunan investasi di Papua tidak boleh menghilangkan hak masyarakat adat atas tanahnya,” tandasnya.

Dewan Adat Papua, juga menyerukan kepada seluruh masyarakat adat Papua untuk secara aktif membantu dan atau mengambil inisiatif dalam melestarikan bahasa ibu, mengembangkan pendidikan tradisional secara landasan yang kokoh bangunan nilai dan tatanan kehidupan bangsa yang bermartabat. Selain itu, kita meningkatkan ketahanan panganan berbasis tanaman makanan lokal masyarakat adat Papua.

Masih dalam seruan Dewan Adat Papua, dinyatakan bahwa DAP mendesak Pemerintah Republik Indonesia, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dunia Usaha, Lembaga-lembaga Internasional yang berada di Tanah Papua serta seluruh masyarakat adat di Tanah Papua dan diluar Tanah Papua untuk membantu penyelesaian Konflik Kekerasan di Tanah Papua dengan jalan dialog sebagai sarana terbaik;

Sedangkan dalam seruan terakhirnya (ke tujuh), DAP mendesak aparat kepolisian tidak melupakan dan terus berupaya mengungkap dibalik penembakan terhadap Aktivis HAM alharhum Opinus Tabuni.

Di akhir pidatonya, Forkorus menegaskan tentang pandangannya DAP, bahwa sampai saat ini, eksistensi Masyarakat Adat Papua tidak diakui oleh pemerintah Indonesia.

“Eksistensi dan perjuangan masyarakat adat Papua masih sering dilihat dalam perspektif politik sehingga dengan mudah memunculkan justifikasi yang mengarah pada aktifitas separatis dan makar,” ungkapnhya.
Sementara itu, Perayaan Hari Pribumi Internasional Tahun 2011 yang jatuh pada Selasa (9/8) bisa menjadi refleksi terhadap prilaku kekerasan yang terus dialami warga pribumi atau orang asli untuk memikirkan strategi melindungi diri dari semua ancaman dari luar dan bertahan hidup pada nilai nilai kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun, dengan begitu bisa bertahan hidup di era transformasi saat ini.

“Kami menyampaikan selamat bagi mereka yang merayakannnya,” Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Matius Murib menegaskan via ponsel kepada Bintang Papua, Selasa (9/8) malam.

Menurut dia, terkait dengan tanggal 9 Agustus adalah Hari Pribumi Internasional, masyarakat Papua bisa rayakan, hanya masih trauma dengan tahun 2008 ketika perayaan itu terjadi insiden penembakan terhadap seorang warga sipil Opinus Tabuni di Wamena, yang belum juga terungkap aparat kepolisan hingga saat ini.

“Komisi untuk masyarakat pribumi di PBB tentu memantau perkembangan kasus kasus yang dialami warga termasuk orang asli Papua dan lain lain,” ujarnya. (aj/mdc/don/l03)

Selasa, 09 Agustus 2011 21:44
http://bintangpapua.com/headline/13523-dialog-sarana-terbaik-

Besok, DAP Peringati Hari Pribumi

JUBI — Dewan Adat Papua (DAP), Selasa (9/8) akan memperingati hari pribumi internasional. Rencananya peringatan hari pribumi ini akan diikuti masyarakat Papua di kota Jayapura.

“Besok DAP akan peringati hari pribumi internasional. Peringatan ini direncakan akan berlangsung di Desa Dosay, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Papua,” kata Dominikus Sorabut sari DAP Papua kepada tabloidjubi.com di Abepura, Senin (8/8).

Dominikus mengaku, peringatan akan dilakukan dalam bentuk doa syukur. “Besok semua orang Papua diharapkan hadir. Karena hari itu merupakan hak bagi semua,” tandasnya.

Peringatan hari pribumi ini juga ternyata didukung oleh elemen intelektual muda pribumi Papua, diantaranya Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua se Indonesia (AMPTPI).

“Besok ada peringatan hari Pribumi internasional. Ada doa dari bangsa Papua untuk memperingati hari ini. Doa bersama ini difasilitasi DAP,” kata Ketua AMPTPI, Markus Haluk saat dikonfirmasi via ponselnya.

Hari pribumi internasional lahir dari Deklarasi PBB 13 September 2007 tentang Perlindungan Bangsa Pribumi Internasional (United Nations Declaration on the Rights Indigenous Peoples). (J/06)

TABLOID JUBI:

http://tabloidjubi.com/daily-news/jayapura/13581-besok-dap-peringati-hari-pribumi-.html

Seruan Kepada Masyarakat Adat Papua di Wilayah Mbadlima

Menanggapi kondisi HAM dan keamanan terakhir di West Papua, khususnya di Wilayah Mbadlima, maka disampaikan kepada seluruh Masyarakat Adat Melanesia khususnya di Pegunungan Tengah dan MADAT Papua pada umumnya bahwa:

  1. Masyarakat Adat Melanesia West Papua perlu menyadari bahwa dengan kekejaman Polisi Indonesia pada saat ini, mengulangi kekerasan-kekerasan sebelumnya semakin lama semakin meyakinkan kepada dunia semesta, khususnya para anggota Kongres di Amerika Serikat dan Anggota Parlemen di Kerajaan Inggris bahwa janji demokratisasi di West Papua di dalam NKRI dalam proses otonomisasi untuk Provinsi Papua, mengatakan, “Papua lebih bagus dan lebih aman di dalam Indonesia,”, “Papua sedang dibandung lebih baik dengan penghargaan HAM yang lebih baik,” dan berbagai janji manis lainnya itu ternyata dan terbukti “TIDAK BENAR!”, dan ketidak-benaran itu sudah berulang-kali disampaikan oleh orang Papua, tetapi sekarang Polisi Indonesia sendiri mengumumkannya kepada dunia bahwa “Pemerintah Indonesia telah menipu dunia.”
  2. Kleim Indonesia bahwa pelanggaran HAM hanya pernah terjadi di era Orde Baru dan saat ini pelanggaran HAM sudah tidak ada, terbukit TIDAK BENAR! Jadi, polisi dan politisi Indonesia sedang berbicara dalam dua bahasa yang berbeda, yang semakin membingungkan dunia, “Apakah Indonesia sanggup membangun West Papua, atau sebaiknya West Papua dikeluarkan dari Indonesia supaya membangun dirinya?”

Selanjutnya sikap yang perlu diambil MADAT Papua, khususnya di Mbadlima dan sekitarnya adalah;

  1. Memandang dan menyerahkan nyawa orang Papua yang telah dibunuh dengan keji itu sebagai bagian dari para pahlawan yang telah gugur di medan dalam memperjuangkan hargadiri, martabat dan aspirasi bangsa Papua;
  2. Memandang dan memperlakukan mereka yang ada di rumah sakit dan yang ditahan aparat NKRI sebagai para pejuang yang memperjuangkan hargadiri, martabat dan aspirasi bangsa dan tanah airnya;
  3. Dengan demikian, TIDAK PERLU dan TIDAK ADA HUBUNGAN melakukan pembicaraan-pembicaraan, entah dalam bentuk dialogue, tukar-pikiran, dan sebagainya yang diselenggarakan oleh Polisi Indonesia dengan tujuan mendamaikan orang Papua dengan NKRI.Alasannya karena kedua bangsa yang berbeda, berada di pulau yang berbeda itu akan melakukan pembicaraan pada SAATnya, bukan pada saat ini. Ada waktu dan tempat yang akan disediakan untuk melakukan pembicaraan sebagai dua bangsa dan dua wilayah yang berbeda, sederajad dan bermartabat. Oleh karena itu, melakukan pembicaraan-pembicaraan saat ini dengan alasan apapun merupakan tanda bahwa bangsa Papua tunduk kepada NKRI.
  4. KATAKAN kepada Polisi Indonesia bahwa para Kepala Suku Papua SANGGUP dan DAPAT dan oleh karena itu PASTI AKAN mengamankan MADAT Papua untuk menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkis yang mengganggu ketertiban umum TANPA, sekali lagi TANPA keterlibatan Polisi Indonesia, dan TANPA harus berdialogue dengan aparat NKRI.Biarkanlah para tokoh gereja atau pejabat pemerintah asal Papua melakukan pembicaraan-pembicaraan untuk kepentingan jabatan dan tugas negara mereka, tetapi Masyarakat Adat Papua tidak ada urusan dengan itu. Yang penting kami MADAT Papua mau hidup damai, dan hidup damai itu TIDAK KARENA DIAMANKAN Polisi Indonesia, tetapi karena adat dan norma adat kami mengharuskan kami untuk hidup demikian, baik di bawah pendudukan NKRI maupun terlebih setelah Papua Merdeka.
  5. Kunci dari kekerasan Polisi Indonesia ini adalah mementahkan wacana dan argumen mereka di pentas politik dunia bahwa sekarang ini sudah tidak ada pelanggaran HAM lagi di Tanah Papua. Ternyata wacana mereka itu dibuktikan tidak benar oleh perbuatan mereka sendiri. Biarkan perbuatan mereka sendiri membantah perkataan mereka.

Demikian seruan ini disampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan di lapangan, khususnya oleh Para Tokoh Adat dan Kepala Suku Perang MADAT Papua di Pegunungan Tengah West Papua.

Hormat kami,

Amunggut Tabi

An. General TRWP Mathias Wenda

DAP Unjuk Kekuatan!

Sentani—Diam-diam ternyata Dewan Adat Papua (DAP), telah menghimpun kekuatan sendiri dengan menggelar pasukan, guna menyikapi suhu politik di Papua yang belakangan ini cenderung meningkat.

Untuk mengecek kesiapan mereka, maka sekitar 500 lebih Pasukan Perdamaian Papua (P3) Kamis (3/9), kemarin pagi mengikuti acara gelar pasukan yang dilakukan Ketua DAP (Dewan Adat Papua) Forkurus Yaboisembut di kediamannya, tepatnya bersebelahan Kantor DAP Sabron Sari, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, kemarin. Rupanya gelar pasukan ini tidak hanya dilakukan di Jayapura, namun juga di beberapa daerah, seperti Manokwari, Biak dan Sorong.
Forkurus Yaboisembut mengatakan gelar pasukan ini lakukan mengingat situasi politik di Papua sedang memanas, sehingga memerlukan pasukan yang berfungsi mengamankan otoritas Adat, baik manusia, hutan, tanah dan hasil alam lainnya dengan tetap menghargai pemimpin adat.

Dikatakan, awalnya dirinya memerintahkan pada setiap Korda (Koordinator Daerah) agar memusatkan pasukan di Jayapura, namun karena keterbatasan waktu dan beberapa pertimbangan lainnya, maka gelar pasukan dilakukan di masing-masing daerah. “Biasanya gelar pasukan saya lakukan di Kemtuk Gresi, tapi kali ini dilakukan di Kantor DAP langsung, namun hari ini di Biak dan sorong juga menggelar pasukan, sedangkan untuk Manokwari menfokuskan kegiatan ibadah,” ujar Forkurus kepada wartawan seusai menggelar P3 di kediamannya siang kemarin (03/09).

“Kita tahu bersama bila saat ini, situasi Papua sedang panas oleh gejolak politik, karena itu, untuk menjaga Papua tetap aman, sehingga tidak terjadi seperti di TIM-TIM seandainya Papua Merdeka. Di sinilah fungsi P3 dalam menjaga keamanan di Papua. Karena untuk dihargai, maka kita juga harus menghargai sesama. Kita ingin tunjukkan bahwa kita juga bisa,” tegasnya.

Selanjutnya ia mengumpamakan ketika isu referendum disepakati oleh PBB, maka pasukan P3 sudah siap mengamankan siapapun, sehingga memperkecil lingkup balas dendam dari siapapun yang merasa dirugikan atas kesepakatan yang disetujui oleh PBB.

Dan sebagai tindak lanjut dari P3, pihak DAP akan menidak lanjutinya dengan keliling Papua guna membentuk pasukan P3 lainnya di seluruh wilayah Papua. ”P3 ini memang sudah dibentuk, tinggal kami menambahkan fungsinya dan bekal yang lebih memadai lagi, sehingga kedepannya pasukan dapat mendamaikan situasi, baik itu pihak lawan maupun kawan,” jelasnya.

Pasukan yang mengikuti P3 terkumpul dari beberapa tempat, seperti Depabre, Genyem, Kemtuk Gresik, Sentani, Abe hingga Polimak Jayapura, berjumlah kurang lebih 500 anggota. (cr-15)

DUA POSKO MASYARAKAT ADAT KOTEKA DI WAMENA DI BAKAR

Sekilas Info, 26 Agustus 2010.

Dua Posko masyarakat adat koteka milik Dewan Adat Wilayah Mbaliem di bakar oleh pihak Inteligant Indonesia. Posko adat tersebut adalah tempat masyarakat adat koteka melakukan rapat-rapat khusus guna membahas soal-soal masyakat adat koteka di Mbaliem Wamena.

Posko masyarakat adat koteka milik Dewan Adat yang di ketuai oleh Lemok Mabel ini ada dua masing-masing di dua lokasi, lokasi yang pertama di Woma arah timur dari pemukiman letak kota Mbaliem yang satunya di Pompa Bensin yaitu dekat jantung kota Wamena. Posko adat yang di bangun di Woma agak tua fisiknya dan yang baru di bangun di Pompa Bensin keduanya nyaris di bakar oleh inteligent Indonesia.

Menurut saksi mata seorang putri mengatakan bahwa hamper dua minggu belakangan ini ada beberapa motor yang di kendarai oleh beberapa orang pendantang (amber dalam kosa kata orang Papua) mereka selalu lalu lalang dan memantau keberadaan Posko tersebut dan mengambil gambar pembangunan fisik posko itu melalui Mobille Phone, dan kemarin sore ada dua mobil yang berkaca gelap parkir di depan jalan posko tesebut kurang lebih 10 menit lamanya.

Kemudian tidak lama pada jam 1:37 malam atau subuh pagi terdengar teriakan orang-orang di sekitar areal posko tersebut bahwa ada kebarakan posko namun pelakunya tidak di temukan, pembakan posko tersebut di lakukan bersamaan dengan pembakaran posko tua yang letaknya di Woma. Hingga detik ini kejadian tersebut membuat seluruh satuan tugas koteka (satgas koteka) melakukan konfoi jalan dan melakukan pengamanan di di wilayah Mbaliem dan kususnya di Woma dan Pompa bensin kama.

Lemok Mabel sebagai ketua dewan adat mengerahkan SATGAS koteka dengan maksud untuk mencari tau siapa pelaku dari pembakaran posko milik masyarakat adat tersebut dan juga memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat adat yang berada di wilayah Mbaliem agar tidak terpancing dengan situasi tersebut, karena hal demikian adalah karakter inteligent indonesia untuk menkreasikan persoalan dan untuk menghadirkan konflik sosial di tingkat masyarakt koteka. Kita sekalian mengetahui bahwa NKRI sudah kehilangan akal untuk mempertahankan krediblitasnya di West Papua karena akhir-akhir ini NKRI di sorot habis-habisan oleh kalangan international yang mendukung perjuangan kemerdekaan bagi West Papua.

Yang saat ini bisa NKRI lakukan adalah melakukan konflik-konflik horisontal di kalangan basis-basis perjuangan West Papua yang di anggap radikal seperti di wilayah Mbaliem Wamena, Puncak Jaya, dan wilayah-wilayah lain di seluruh West Papua, dengan satu maksud adalah membingungkan kesadaran dan vokus orang West Papua terhadap perjuangan kemerdekaan. Maka jika taktik NKRI ini bisa di halau oleh kekebalan mental orang West Papua untuk mengatasinya maka NKRI akan SELESAI dari BUMI CENDRAWASIH.

Singkatnya saat ini keberadaan dan kehidupan ROH NKRI di West Papua hanya berwnafas taktik kotor, NKRI hidup di West Papua bukan karena rakyat West Papua mencintai NKRI yang berdasarkan idiologi pancasila berbasis adat jawa yang berlambang burung garuda, padi dan kapas dll itu? Coba bayangkan negara yang tidak tau malu dengan nasionlisme yang sempit itu ingin mencoba merongrong sebuah bangsa yang memiliki kekebalan hukum-hukum adat yang sudah di tetapkan dahulu kala oleh sang Pencipta. Maka sudah pasti bahwa NKRI secara sejarah, idiologi dan Nasionalis tidak akan bertahan lama di West Papua, tetapi dia akan bertahan lama hanya dengan taktik-taktik kotor contohnya seperti pembakaran Posko, Penculikan, Pembunuhan, Pencurian, Pemerkosahan dll yang bersifat negatif namun dunia ini telah berubah wujudnya dari purba maka apapun yang terjadi pasti dapat di deteksi dan dapat di nilai secara jelas oleh bangsa-bangsa lain di dunia bahwa sebenarnya siapa NKRI dalam karakter bangsa dan siapa NKRI dalam tulisan diplomasih saat ini.

Demikian dan terimakasih.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny