Selamatkan Tanah dan Manusia Papua, MRP Segera Gelar RDP

JAYAPURA – Ketua Pansus Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) MRP, Yakobus Dumupa, menyatakan, terkait permasalahan Tanah dan Manusia Papua, MRP segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang akan dilaksanakan tanggal 26-29 Mei 2015, dengan fokus masalah penyelamatan Tanah dan Manusia Papua.

Dikatakan, RDP ini melibatkan Pemerintah, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat, DPRP di dua Provinsi ini dan masyarakat adat di tujuh zona adat di Tanah Papua. Sedangkan Tema yang diusung yaitu tentang Pertanahan dan Kependudukan, pasalnya kedua tema ini merupakan masalah besar yang sedang dihadapi masyarakat adat Papua.

Dalam RDP ini seluruh masyarakat bersama Pemerintah di dua Provinsi ini hendak mendiskusikan permasalahan Tanah dan Manusia mengingat Tanah dan Manusia Papua tengah dalam ancaman kepunahan. Dalam RDP ini mencari solusi dalam penyelesaian masalah Tanah dan Penduduk. “Setelah solusi didapatkan tentang bagaimana menyelamatkan Tanah dan Manusia Papua ini, kami akan lakukan aksi bersama,” ujar Yakobus Dumupa di Kantor MRP Selasa ( 24/3).

Aksi bersama itu akan dilakukan dalam deklarasi tentang Tanah dan Manusia Papua, dimana deklarasi itu mengikat semua pihak di Tanah Papua untuk melakukan aksi menyeluruh dengan tahapan yang akan dilakukan melalui sosialisasi. Menurut Ketua Pokja Adat MRP ini, sosialisai tentang Tanah dan Manusia Papua ini sudah dilakukan di media.

Selanjutnya sosialisasi ini akan berlanjut dalam kegiatan reses anggota MRP di masing masing wilayah. Dalam sosialisasi ini akan disampaikan sejumlah hal terkait masalah Tanah dan Manusia Papua di ketujuh zona adat, hasil dari sosialisasi ke masyarakat adat itu jadi masukkan dan pertimbangan MRP untuk selanjutnya menjadi bahan diskusi permasalahan kependudukan.

Dalam RDP nanti, seluruh hasil sosialisasi ke masyarakat itu menjadi bahan sekaligus pegangan masyarakat yang akan disampaikan dan didiskusikan dalam RDP nanti. “Jadi masyarakat punya bekal untuk sampaikan pendapatnya,” ujar Dumupa sambil menambahkan sosialisasi ini merupakan tahapan yang sudah disiapkan.

Sebagai Ketua Pokja Adat dan Ketua Tim RDP dirinya menghimbau kepada semua pihak di Tanah Papua untuk mendukung dan mensukseskan kegiatan tentang Penyelesaian masalah Tanah dan Manusia Papua ini.(Ven/don/l03)

Source: Jubi, Selasa, 24 Maret 2015 23:57

Masyarakat Yahukimo Minta Komnas HAM dan DPR Papua Investigasi

KNPB, ULMWP, MSG
Aksi pengumpulan dana oleh KNPB Yahukimo untuk mendukung lobby ULMWP di MSG yang berakhir bentrok dengan polisi – wordpress.com

Jayapura, Jubi – Pasca pembubaran massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo, Kamis (19/3/2015) lalu ketika menggalan dana, dan berakhir pada penangkapan sejumlah warga, membuat situasi di wilayah itu memanas.

Salah satu tokoh pemuda setempat, yang tak ingin disebutkan namanya melalui teleponnya kepada Jubi, Minggu (22/3/2015) malam mengatakan, hingga kini warga masih ketakutan. Toko – toko belum buka.

Pihaknya meminta tim Komnas HAM turun ke Yahukimo, serta DPR Papua segera membentuk tim investigasi ke lapangan. Katanya, sangat jelas ada pelanggaran HAM.

“Sejak kejadian hingga Sabtu (21/3/2015), ada warga yang ditangkap. Beberapa sudah dibebaskan, dan masih ada dua atau tiga yang ditahan. Warga kini ketakutan. Listrik sudah menyala tapi bandara masih ditutup dan dijaga Brimob,”

kata sumber Jubi itu.

Katanya, ketika polisi membubarkan massa, ia berada di lokasi. Menurutnya, ketika itu, polisi sudah bergerak menuju lokasi. Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso menggunakan baju preman sendiri berada di lokasi. Saat pembubaran, ada yang berteriak “kita diserang”.

“Saat itu Kasat Intel langsung dikerokoyok, dan senpinya hilang. Ketika pembubaran, ada nenek pendatang usia kurang lebih 50 tahun kena parang. Kemarin kami tandatangan surat pernyataan pembebasan warga yang ditahan polisi,”

ucapnya.

Dikatakan, aktivitas mencari sumbang yang dilakukan oleh massa KNPB Yahukimo sebenarnya sudah berjalan empat hari sebelum pembubaran. Di hari kelima, polisi akhirnya datang membubarkan massa.

“Polisi kasi ijin juga hanya lewat lisan. Bupati juga terkesan membiarkan dan tak turun tangan. Dia kini ada di Jayapura,” katanya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar (Pol) Patriger Renwarin mengatakan, laporan yang diterima pihaknya, ada lima orang yang ditangkap ketika itu. Namun empat diantaranya sudah dilepas.

“Situasi sudah kondusif. Pistol Taurus dengan nomor senpi XK 255659 milik Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso yang dirampas saat pembubaran juga sudah ditemukan,” kata Patrige.

Menurutnya, senpi itu ditemukan di tempat yang diduga sekertariat KNPB. Ketika itu, tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) wilayah Yahukimo yang dipimpin oleh Kapolres Yahukimo AKBP Ade Djadja Subagdja memimpin tim, Sabtu (21/3/2015) dengan sasaran penyisiran markas KNPB wilayah Yahukimo di Jalan Pasar Baru, Kabupaten Yahukimo.

“Setelah menguasai markas dan menggeledah tempat yang diduga sekertariat atau markas KNPB, tim menemukan senpi itu,” ucapnya. (Arjuna Pademme)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arjuna Pademme on March 22, 2015 at 23:34:16 WP [Editor : -dominggus a mampioper]

Dua Batalyon Infanteri Segera Jadi Batalyon Rider

JAYAPURA – Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI, Fransen G Siahaan menyatakan, dua Batalyon di Papua akan segera naik status dari Batalyon infanteri menjadi Batalyon Rider.

Dua Batalyon Infanteri yang menjadi Batalyon Rider ini yakni, Batalyon 752 dan Batalyon 753. “Kebijakan menaikkan status kedua batalyon ini merupakan kebijakan dari pimpinan TNI AD,” kata Pangdam Fransesn kepada wartawan, usai pelantikan 146 bintara muda di lapangan Pancasila Rindam XVII/Cenderawasih di Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (13/3)

Menurut Pangdam Fransesn, kebijakan KSAD, semua batalyon Infanteri naik status menjadi Batalyon Rider . “Jadi di Papua dilakukan secara bertahap. Jadi, untuk tahun ini bapak KSAD membentuk hanya 15 batalyon untuk bisa menjadi Batalyon Rider dan pasti akan berkelanjutan,” katanya.

Namun lanjut dia, status Batalyon Infanteri di Papua sudah dilakukan sebelumnya yakni, Batalyon 751/BS naik menjadi Batalyon 751/Rider. “Jadi untuk pemenuhan Rider di Papua maka, batalyon 752 akan dididik ke Bandung di Kopasus menjadi Batalyon Rider, setelah itu nanti baru selesai, kita kirim kan satu batalyon ful dari 753 menjadi batalyon rider,” katanya.

Di Papua, lanjut Fransen ada lima Batalyon dan satu Brigif, dimana satu batalyon sudah naik status dan sisanya akan ditingkatkan secara bertahap hingga 2017. “Jadi tiga batalyon sudah rider yaitu 751, 752 dan 753 (sedang dan akan dididik di Bandung). Nanti Brigade 20 dan jajarannya termasuk 754, 755, 756 akan menjadi batalyon rider,” katanya.

Sementara, tambah dia, bahwa total keseluruhan Batalyon sebanyak enam. Hanya saja, akan ada proses lanjutan untuk naik status menjadi Rider, yakni pada tahun 2016 dan tahun 2017. (Loy/don/l03)

Source: Senin, 16 Maret 2015 06:37, BinPa

SOLPAP Bosan dengan Pansus Bentukan DPRP

Source: Jum’at, 06 Maret 2015 01:30, BinPa

mama-mama saat demo beberapa waktu laluJAYAPURA – Adanya rencana DPRP akan membentuk sejumlah Pansus, termasuk Pansus pembangunan pasar mama-mama Pedagang asli Papua, mendapat tanggapan pesimis dari Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) Robert Jitmau. Ia menyatakan, SOLPAP sebagai wadah  penghimpun Pedagang Asli Papua menilai tidak ada itikat baik dari Eksekutif dan Legislatif untuk segera membangun Pasar Permanen bagi Mama-mama Pedagang Asli Papua. Pansus bentukan DPRP pun dinilai tidak serius, bahkan tidak ada hasilnya. “Sampai sekarang apa yang dikerjakan Pansus DPRP,” kata Robert Jitmau mempertanyakan kerja Pansus Pasar Mama Papua.

Robert  yang ditemu Bintang Papua, Kamis (5/3) mengatakan, eksekutif dan legislatif jangan hanya ambil sikap ketika ada aksi dilakukan para Mama-mama pedagang, namun kemudian masalah didiamkan lagi.

Kalau benar DPRP akan kembali membentuk Pansus Pasar Mama-mama, SOLPAP meminta agar dilibatkan dalam Pansus yang akan dibentuk DPRP. 

“Kami tidak mau Pansus Pasar bentukan DPRP itu kerja sembunyi-sembunyi, kami ini sudah bosan dengan pansus-pansus, kalau pansus tidak jelas, tolong DPRP jangan bentuk Pansus omong kosong, kami sudah tidak percaya kerja pansus Pasar Mama-mama”, ujar Robert Jitmau.

Menurut Robert, eksekutif bersama legislatif Papua seharusnya sadar dalam mencermati keseriusan Pemerintah pusat seperti diutarakan Presiden Jokowi dalam kunjungannya 2014 lalu bahwa Pemerintah daerah merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah yang mengeksekusi semua kebijakan pembangunan pro rakyat termasuk pembangunan Pasar Mama-mama Papua yang sudah direspon Presiden bahkan Presiden telah meletakan batu pertama pembangunan Pasar Mama Papua.

Pemerintah daerah seharusnya segera mengeksekusi respon Presiden tersebut, Pemda harusnya melakukan pembebasan lahan Dambri, itu tugas Pemda. Robert menegaskan, Gubernur Papua jangan hanya mengumbar visis misi Papua bangkit mandiri sejahtera, tetapi sarana prasarana untuk mencapai Papua bangkit mandiri sejahtera itu tidak dilaksanakan. Pembangunan Pasar  Permanen bagi Pedagang Asli Papua merupakan wujud visi misi Papua bangkit mandiri sejahtera, itu hal konkrit menterjemahkan Papua bangkit mandiri sejahtera, ujarnya.
Dia menyingung, Gubernur jangan hanya cepat keluarkan uang untuk KNPI,  cepat keluarkan uang untuk PON, untuk Raimuna, sementara pembangunan Pasar yang nyata-nyata sesuai visi misinya ditaruh kebelakang.

Lebih lanjut Robert Jitmau mengulang penyampaian Presiden bahwa, Pemerintah Daerah harus memperhatikan kebutuhan rakyat, kebutuhan rakyat diutamakan. Presiden juga menegaskan ada sanksi pengurangan anggaran   APBN apabila Pemerintah Daerah tidak merespon kebutuhan rakyat. Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan  untuk pembangunan Pasar Mama Papua senilai 15 miliar selanjutnya dana pembangunan Pasar Mama Papua itu  ditambah dari anggaran Pemda Provinsi Papua. (ven/don/l03)

Boy Eluay: Cukup Seorang Theys, Menjadi Martir Bagi Masuknya Otsus

Sentani, Jubi,- Adanya rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk dibukanya kembali kasus pelanggaran HAM yang menewaskan tokoh kharismatik Papua, Theys Eluay dalam waktu dekat ini, ditolak tegas oleh keluarganya.

“Selama ini kita sebagai anak – anaknya dan keluarga tidak pernah diberitahu kalau ada yang mau buka kembali kasus kematian bapak Theys Eluay. Andaikan hal ini mau dilakukan tolong beritahu kami,”

tegas Boy Eluay, anak sulung dari Theys Eluay di Sentani, Senin 23/2/2015.

“Sebenarnya ada apa?” tanya Boy.

Bagi Boy, Theys Eluay adalah seorang pemimpin besar rakyat Papua secara umum. Kematiannya membuat orang Papua kehilangan seorang figur yang bisa menyuarakan suara – suara masyarakat Papua. Theys juga secara strata di Tanah Tabi adalah pemimpin besar secara khusus bagi masyarakat yang mendiami Tanah Tabi.

“Lebih spesifik lagi kita sebagai orang Sentani dan keluarga besar Eluay, kita kehilangan tiang pilar dalam rumah ini. Oleh karena itu sebagai anak sulung saya mau tegaskan kepada semua pihak yang mau usut kematian Bapak saya, jangan bawa nama bapak saya seperti tiang bendera,”

ujar Boy.

Dijelaskannya lagi, sudah cukup seorang Theys menjadi martir bagi masuknya Otsus di Papua.

“Orang lain yang memanfaatkan Otsus, sementara kami disini hanya tinggal bertanya dan bertanya, apa yang harus di perbuat oleh tempat ini kepada kami anak – anak dari seorang pemimpin besar ditanah ini,”

kesalnya.

Sementara di tempat yang sama, Yanto Eluay yang juga anak kandung dari Theys Eluay mengatakan bahwa dalam adat Sentani, kematian seseorang dalam keluarga ada harga yang harus di bayar.

“Kematian Bapak saya, sebagai anak laki – laki dalam rumah ini kita harus membayar kepada pihak om – om dari bapak saya. Hal kecil ini saja tidak ada perhatian dari Pemerintah kepada kami, sekarang mau bicara usut kematiannya?”

kata Yanto. (Engelberth Wally)

Source: Diposkan oleh : Engelbert Wally on February 23, 2015 at 22:32:31 WP, Sumber :Jubi

Mahasiswa Kembali Tuntut Penyelesaian ‘Paniai Berdarah’

JAYAPURA – Untuk kesekian kalinya, puluhan mahasiswa Papua dari berbagai universitas di Kota Jayapura mendatangi kantor DPR Papua, Rabu (18/2). Massa yang dikoordinir Septi Modga itu menuntut para legislator mendorong penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan empat warga sipil di Paniai (baca: ‘Paniai Berdarah’) pada 8 Desember 2014 lalu.

Massa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya berbunyi ‘Presiden RI, TNI. Polri Segera Mengungkap Pelaku Penembakan Paniai’.

Dalam orasinya Septi mengungkapkan bahwa Jokowi telah berjanji akan mengusut pelanggaran HAM di Papua, namun sampai kini belum jelas, sehingga meminta DPR Papua menjelaskan dan terbuka kepada masyarakat hasil investigasi yang dilakukan TNI/Polri di lapangan.

Adapun pernyataan sikap mereka antar lain, Kapolda Papua, Pangdam, Gubernur dan DPR Papua segera usut kasus penembakan. “Semua tim investigasi yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif segera mempertanggungjawabkan hasilnya di hadapan keluarga korban. Kami akan terus menuntut hingga kasus ini tuntas,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Fisip Uncen, Pontius Omoldoman dalam orasinya mengungkapkan, peristiwa penembakan di Kabupaten Paniai yang mengakitbatkan 4 warga sipil dibiarkan oleh Pangdam dan Kapolda terhadap pelaku penembakan tersebut.

“Kami tidak akan berhenti menyuarakan jika Pangdam dan Kapolda serta DPR Papua tidak menseriusi penembakan. Keluarga kami. Jika dianggap bagian dari NKRI, kenapa aparat harus meneror dan membunuh rakyat Papua tanpa jelas. Kami bukan bagian dari NKRI karena hak-hak kami selaku orang Papua diambil alih,” katanya disambut baik para pendemo lainnya.

Ia menyatakan, jikalau aparat pemerintah, Kodam, Polda Papua, Kodam dan DPRP, mempunyai hati dengan rakyat Papua maka tidak seharusnya membiarkan rakyat menderita dan berada dibawa penyiksaan serta penindasan.

Pontius Omoldoman juga menandaskan bahwa pernyataan Kapolda Papua yang meminta menggali mayat korban penembakan itu ditolak secara tegas, karena menggali mayat sama saja melanggar hukum adat di Papua, lebih khusus di daerah Paniai.

“Kami tau bahwa negara ini adalah negara hukum. Tapi, kenapa seseorang pelaku penembakan yang tak lain aparat itu sendiri dibebaskan dan tidak mau diungkap. Kami hanya butuh kejujuran, dan keadilan di negara ini” ungkap Pontius.

Salah satu anggota DPR Papua yang menemui massa, Tan Wie Long mengatakan, keprihatinan dari mahasiswa atas meninggalkan 4 warga Sipil di Paniai, DPR Papua juga turut prihatian atas peristiwa itudan kasus yang terjadi di Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM. Kemudian apa yang diduga Mahasiswa bahwa penembakan itu adalah TNI/Polri, DPRP juga punya hal yang sama.

“Perisitwa penembakan di Paniai, kami dari tim investigasi DPR Papua sudah melakukan semua tahapan yakni, langsung turun ke lapangan, baik menemui keluarga korban untuk memintai keterangan serta melakukan tatap muka dengan tokoh agama, dan tokoh adat. Hasilnya sudah melakukan telaah namun kami tidak menjastis siapa pelaku karena kami tidak punya kewenangan dan tidak punya keahlian,”

ucapnya.

Kata dia, DPR Papua tidak tak bisa menuduh siapa pelaku karena itu bukan ranah kami, tapi hasil investigasi kami, apa yang diduga mahasiswa saudara-saudara mahasiswa itu juga yang kami duga. Bahwasanya oknum TNI/Polri. “Tapi kami lagi menunggu dari pihak berwenang. Kami sudah menyurati Kapolda dan Pangdam untuk bertemu, tapi ketika mau rapat dengar pendapat, mereka ke Timika,” kata Tan Wie Long.

Katanya, DPR Papua juga mempertanyakan sampai kapan penyelesain kasus itu. Parlemen Papua juga masih menunggu, sehingga meminta kepada mahasiswa dan masyarakat bersama-sama mendorong penyelesaian kasus itu.

“Kalau nanti tak ada hasil, kami tim investigasi meminta ketua DPR Papua menindaklanjuti ke lembaga lebih tinggi. Apa yang jadi tuntutan adik-adik kami juga prihatin dan ingin kasus itu segera terungkap siapa pelaku. Silahkan koreksi kami, dan kritik kami demi mencapai tujuan yang diinginkan rakyat Papua. Kami akan terus kawal ini,”

ucapnya.

Ditempat yang sama, Laurenzus Kadepa pernyataan Kapolda Papua untuk menggali Mayat para korban penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai dengan alasan untuk dilakukan Visum atau otopsi bukan solusi. “Penggalian Mayat sangat bertentangan dengan adat istiadat Suku Mee. Kami hanya tanggap dan Kapolda dan Pangdam siapa pelaku penembakan itu bukan dengan cara melakukan penggalian mayat,” ungkapnya. (loy/don/l03)

Souece: Jum’at, 20 Februari 2015 10:44, BinPa

Di Timika, Satu Keluarga Dibantai OTK

Bapak dan Anak Tewas, Istri Dan Dua Anaknya Lagi Kritis

JAYAPURA – Kasus penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia kembali terjadi di daerah Timika, Kabupaten Mimika. Jika sebelumnya seorang warga Timika bernama Korinus Kareth tewas dianiaya sekolompok warga pasca bentrokan pada beberapa hari lalu.

Kali ini, sekelompok orang tidak dikenal (OTK) membacok satu keluarga yang beralamat, Jalan Irigasi Kelurahan Inauga, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika-Papua, pada Jumat (30/1) dinihari sekitar pukul 02.30 WIT.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes (Pol) Patrige saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya penganiayaan yang dilakukan sekelompok OTK terhadap satu keluarga di jalan Irigasi, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika tersebut.

Akibatnya, seorang ayah bernama Tukimin (40 tahun), asal Banyuwangi, Jawa Timur, meninggal dunia dengan luka bacok di kepala bersama anaknya Febri (11 tahun) pelajar kelas 5 SD akibat luka robek dibagian kepala. “Benar, ada laporan itu dan kini dalam pengejaran,” katanya, Jumat (30/1).

Sementara, Istrinya Nunuk (30 tahun) mengalami luka robek di kepala dan kini dalam kondisi kritis dua anaknya yang lain bernama, Mipiyu (9 tahun), murid kelas 2 SD mengalami luka memar pada kepala bagian depan dan bengkak pada bagian belakang. Begitu pula adeknya yang baru berusia 2 tahun bernama, Nando (2) yang mengakibatkan luka robek pada kepala.

Patrige mengungkapkan, ketika mendapat laporan, anggota Polsek Mimika baru yang dipimpin Wakapolsek, Iptu Parno langsung mendatangi TKP guna melakukan pertolongan pertama dengan mengevakuasi para korban ke RSUD Mimika untuk dilakukan otopsi dan visum.

“Anggota sudah melakukan pengejaran di lokasi kejadian, namun menurut informasi saksi di lapangan bahwa para pelaku langsung melarikan diri ketika melakukan aksi mereka,” jelas dia.

Lanjut dia, sekitar pukul 07.00 WIT Tim Reskrim Polres Mimika dan Polsek Mimika baru langsung melakukan olah kejadian guna mengetahui para pelaku pembacokan terhadap para korban. “Kami sudah periksa saksi di lapangan, sementara jenazah korban masih berada di RSUD Mimika,” ucapnya.

Disinggung jumlah para pelaku, Patrige belum bisa memastikan jumlah para pelaku tersebut. “Yang jelas, mereka lebih dari satu orang. Kini mereka masih dikejar,” ungkapnya. (loy/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 05:48, BinPa

Jika Tak Bangun Smelter, Silakan Freeport Angkat Kaki

JAYAPURA – Persoalan pembangunan Smelter (pabrik pemurnian logam) yang disampaikan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., turut menjadi perhatian serius para pemuda Papua, yang tergabung dalam OKP-OKP dan pemuda KNPI Provinsi Papua.

Wakil Ketua Bidang Energi Sumber Daya Mineral DPD KNPI Provinsi Papua, Lukman Rusdiansyah, mengatakan, pemuda Papua sangat mendukung penuh apa yang diperjuangkan oleh Pemerintah Provinsi Papua, yang dalam hal ini Gubernur Lukas Enembe, karena siap dibangun Smelter, maka PT. Freeport Indonesia (FI) harus membangun Smelter di Papua, jangan lagi mengantung.

“Berdirinya PT. FI adalah di Papua, maka wajib membangun Smelter di Papua, bukan di tempat lain, sehingga disini PT. FI harus punya budaya malu, karena mengambil hasil pertambangan di Papua,” ungkapnya kepada wartawan di Sekretariat DPD KNPI Provinsi Papua, Jumat, (30/1).

Menurutnya, membangunan Smelter di luar Papua itu memakan waktu yang lama (tarik ulur antara pusat dan daerah serta PT. FI) dan turut memakan biaya yang besar, karena antara areal pertambangan dan Smelter berbeda tempat kegiatannya.

Berdasarkan UU Mineral dan Batubara (Minerba) No 4 Tahun 2009, yang mana menyatakan bahwa perusahaan tambang harus segera membangun Smelter. Hal itu harus dilakukan oleh PT. FI jika PT. FI tidak membangun Smelter sebaiknya angkat kaki dari Tanah Papua, dan mempersilakan perusahaan tambang lain menambang di areal PT. FI.

“Pemerintah Provinsi Papua harus tegas, apa yang menjadi permintaan PT. FI yang tidak menguntungkan masyarakat Papua, jangan dituruti, apalagi informasi bahwa PT. FI meminta kepada Pemerintah Pusat bahwa tidak membangun Smelter dan biarlah menambang saja, nanti membangun Smelter setelah memperjang kontrak pada Tahun 2021. Itu yang tidak boleh, karena merugikan rakyat Papua,” bebernya.

Ditempat yang sama, Wakil Ketua Bidang Teknologi dan Informasi DPD KNPI Papua, Irjid Matdoan, menandaskan, berkaitan dengan UU Minerba bahwa Smelter harus di bangun di Indonesia dimana tempat terjadi pertambangan. Ini sangat disayangkan, karena kontrak karya PT. FI sisa waktu 7 tahun lagi sementara pembangunan Smelter tidak ada.

Untuk itu, DPD KNPI Provinsi Papua turut mengambil langkah-langkah upaya penyelamatan pertambangan di Papua guna pertambangan ini bermanfaat bagi masyarakat, karena ini demi rakyat Papua yang hak-haknya selama ini terabaikan.

“Selama ini, kami melihat PT. FI tidak ada niat untuk membangun Smelter di Papua, sedangkan sudah selama 40 tahun ratusan triliun mengambil keuntungan pertambangan di areal Gresberg,” bebernya.

Baginya, kalau PT. FI tidak mampu dan tidak ada niat membangun Smelter di Papua, lebih baik kontrak karya PT.FI diputuskan dan membuat kontrak baru dengan perusahaan lain yang mau membangun Smelter di Papua, seperti perusahaan dari Kuba dan Qatar yang berniat berinvestasi di Papua, yang mau membagi hasil dengan Papua, dan ini bermanfaat sekali bagi pembangunan di Tanah Papua.

“Pertambangan di PT. FI kan bukan hanya emas saja, tapi juga, tembaga, uranium, gas dan lain sebagainya. Ini jelas merugikan rakyat Papua,” tukasnya lagi.

Sementara itu, Sekretaris DPD KNPI Papua, Sudin Rettob, menegaskan, dinamika yang selama ini PT. FI buat, diantaranya, penempatan kantor pusat di Jakarta hingga proses pembangunan Smelter yang tidak jelas. Ini menandaskan bahwa PT. FI tidak serius dalam membangun sumber daya manusia dan pembangunan di Tanah Papua.

Karena jika Smelter di bangun di luar Papua, maka secara otomatis menyerap tenaga kerja dari luar, sedangkan pengangguran cukup luar biasa terjadi di Tanah Papua ini, PT. FI terkesan menutup mata terhadap hal itu.

“PT. FI jelas tidak membangun Papua dengan hati. Contoh kecil saja, Kota Mimika saja wajah kotanya seperti sebuah kampung yang pembangunannya amburadul, sedangkan batas pertambangan khususnya di Kuala Kencana ibarat wajah kotanya seperti suatu negara yang berkembangnya cukup pesat/maju luar biasa,” tegasnya.

Untuk itu, dirinya sangat setuju dengan pernyataan rekan-rekannya, dimana Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua harus membuka ruang sebesar-besarnya bagi perusahaan lain yang punya komitmen untuk membangun Papua, apalagi komitmen untuk membagi hasil keuntungan pertambangan.
“Kami pemuda Papua selalu mendukung kebijakan Gubernur Papua, dan kami pasti selalu membuat gerekan-gerakan memprotes tindakan PT. FI yang mau membangun Smelter di Papua,” pungkasnya.

Pemerintah Siapkan Infrastruktur Untuk Smelter di Papua
Sementara itu Pemerintah tengah menghitung kesiapan infrastruktur pendukung di wilayah Papua untuk pembangunan smelter atau pengolah bahan mineral di Papua.
”Memang diharapkan dibangun di Papua, saat ini sadang dihitung bagaimana kesiapan infrastruktur untuk mendukung ide itu,” kata Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis malam.

Terkait dengan masalah pembangunan di Papua, kata dia, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah memberikan tiga arahan besar, antara lain tentang bagi hasil, pembangunan industri hulu dan hilir di daerah itu, termasuk pembangunan smelter.

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan bahwa masyarakat Papua akan menutup dan mengusir PT Freeport dari provinsi itu jika tidak membangun smelter atau pengolah bahan mineral di daerah itu juga.

”Seluruh masyarakat Papua menolak pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, sementara bahan mentahnya dari Papua,” kata Lukas Enembe di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis malam.

Ia menyatakan bahwa Papua tidak akan mengalami kemajuan jika hanya dikeruk sumber daya alamnya tanpa ada pengolahan di lokasi yang sama.
”Kapan Papua akan maju, kami dan para bupati sepakat agar smelter dibangun di Papua. Kalau tidak, sekalian saja Freeport keluar dari Papua,” katanya.

Sementara itu, mengenai pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan Wakapolri Badrodin Haiti dan Kabareskrim Polri Budi Wasesa, Andi Wijayanto mengaku memang ada pertemuan tersebut pada Kamis malam ini.

“Pertemuan itu memang ada tadi, tetapi saya tidak tahu membahas apa. Saya tidak ikut jadi, tidak bisa memberi keterangan apa-apa,” kata Andi Wijayanto. (nls ant/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 05:43, BinPa

Penembakan Siswa di Paniai : Setelah Satu Bulan Baru Polisi Mau Bentuk TPF?

Jayapura, Jubi/Antara – Ketua Dewan Adat Daerah Paniai Jhon Gobai berharap Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Mabes Polri untuk mengungkap kasus kekerasan di Enarotali, Kabupaten Paniai, awal Desember 2014, bersikap netral agar tidak menimbulkan konflik kepentingan.

“Saya kira TPF yang dibuat Mabes Polri untuk mengimbangi atau membandingkan temuan mereka di lapangan dengan pihak lain yang telah melakukan investigasi. Makanya harus netral,” kata Jhon Gobai ketika dihubungi dari Kota Jayapura, Papua, Sabtu (17/1).

Ia mengemukakan hal itu ketika menanggapi pernyataan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende bahwa Mabes Polri telah membentuk tim TPF kasus Paniai.

Menurut Gobai, pembentukan TPF oleh Mabes Polri berpeluang menjadi bahan perdebatan yang panjang dengan pihak tertentu.
“TPF Polri hanya akan jadi bahan perdebatan dari pihak polisi dan tentara, guna bandingkan Komnas HAM punya tim penyelidikan,” katanya.

Apalagi, pada 6-8 Januari 2015, Komnas HAM telah menggelar pleno untuk tim penyelidikan yang melibatkan semua pihak, termasuk polisi, tentara, masyarakat, dan LSM.
“Pertanyaannya kenapa baru sekarang mau bentuk? Padahal Kapolda Papua menyatakan bahwa akan ungkap masalah ini dalam dua pekan, namun kasus ini sudah satu bulan lebih terjadi, tapi titik terangnya belum juga ada,” katanya.

Seharusnya, kata Gobai, Mabes Polri mengusulkan membentuk TPF sejak pertengahan Desember 2014 atau beberapa hari setelah peristiwa kekerasan atau paling tidak bisa berikan gambaran kinerja investigasi sejauh mana.

Sementara itu, secara terpisah Pelaksana tugas Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits Ramandey mengaku belum mendapat informasi sejauh mana TPF yang dibentuk Mabes Polri mau melibatkan pihaknya.
“Sampai sekarang saya belum tahu, tetapi dari hasil yang kita lakukan waktu itu, kita menyodorkan dua opsi untuk ungkap kasus itu kepada Komnas HAM Pusat,” katanya.

Opsi yang pertama adalah pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM (KPP HAM) dan opsi yang kedua, adalah pembentukan TPF.
“KPP HAM, itu untuk jangka panjangnya, untuk jangka pendeknya kita usulkan TPF. Kenapa TPF? TPF dari segi efektivitas dan proses pengungkapan itu dimungkinkan cepat. Memang dia tidak bergeser ke Pengadilan HAM, tetap dia bisa bergeser ke sejumlah pengadilan,” katanya.

Misalnya jika yang terlibat dan terbukti bahwa kasus Paniai itu polisi atau tentara, maka bisa dibawa ke pengadilan kode etik dan mahkamah militer.

“Kalau polisi ke sidang kode etik, kalau tentara ke Mahkamah Militer, kalau masyarakat umum ke pengadilan umum, dan itu sangat dimungkinkan. Karena dia secara pararel, itu semua pihak bisa terlibat didalam dan itu memerlukan birokrasi yang panjang,” katanya.

Frits juga menyampaikan bahwa TPF tidak akan menggugurkan KPP HAM, karena Komnas HAM di Jakarta telah membentuk tim tetapi tim itu belum diketahui bentuknya seperti apa.

“Hanya sampai sekarang perwakilan disini belum tahu tim itu seperti apa. Tim itu dipimpin oleh Manejer Nasution. Dia itukan salah satu konselor Komnas HAM. Kita juga belum tahu apa kah tim ini melibatkan perwakilan atau tidak, karena belum ada pemberitahuan surat resmi begitu,” katanya Mengenai pernyataan Kapolda Papua terkait Mabes Polri bentuk TPF, Frits mengatakan, Komnas HAM Papua juga belum tahu hal itu.

“Kita belum tahu sejauh mana Mabes Polri melibatkan Komnas HAM dalam tim TPF yang dibentuk itu. TPF itukan kuat karena didukung Keppres dan pelibatan unsur tidak hanya kepolisian tetapi banyak pihak,” jawabnya.

Kasus kerusuhan yang terjadi 8 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, yang berawal dari masalah lalu lintas itu hingga menyebabkan warga melakukan aksi pemalangan di ruas jalan Enarotali, namun saat palang dibuka warga menyerang pos koramil hingga akhirnya ditemukan empat orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.

Keempat korban yang tewas tertembak itu masing-masing Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw. (*)

Diposkan oleh : Admin Jubi on January 17, 2015 at 18:18:26 WP

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny