Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan

Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH — Tanggal 10 November, Indonesia peringati sebagai hari pahlawan. Orang Papua sejak 10 November 2001 peringati sebagai hari pahlawan juga. Tokoh sentral bangsa Papua, Dortheys Hiyo Eluay dibunuh militer Indonesia.

10 November 2014, di Yogyakarta, mahasiswa Papua dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) peringati 13 tahun kematian Theys. AMP Yogyakarta bikin nonton bersama dan diskusi. Melawan Lupa, itu tema yang diangkat.

Hari Minggu (10/11/14), Victor Mambor, pemimpin redaksi Jubi merilis artikel mengenai kematian Theys. Judulnya Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu.

Sabtu, 10 November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana (Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang menjemput Theys Hiyo Eluay, pemimpin besar Papua, di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian, Theys berangkat dari rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti rapat Presidium Dewan Papua (PDP).

Namun pemimpin besar Papua ini tak pernah pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November 2001, Theys Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di KM 9, Koya, Muara Tami, Jayapura.

Tubuh Theys dalam posisi duduk terlentang dan kedua kakinya memanjang ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan merah lembab. Tak ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.

Mambor di tulisannya menjelaskan para pembunuh Theys hanya dikenai hukuman yang paling berat 3 setengah tahun. Bahkan para pembunuh naik pangkat.

Mambor mengutip penelitian Made Supriatna, seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs indoprogress.com. Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi berpangkat Letkol, sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal dan menjabat sebagai Komandan Pusat Intel Angkatan Darat (Danpusintelad).

Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990), sempat menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang menjabat sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan.

Sementara, Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga terlibat dalam pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan Batalion 303/Kostrad.

Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys adalah Lettu Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat sebagai Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.

Sempat mendengarkan Emanuel Gobay bicara mengenai kematian Theys. Gobay, seorang sarjana hukum. Ia saat ini bantu-bantu di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta. Ia menilai, negara belum memberikan rasa adil pada hampir semua kasus HAM di Papua. Lebih-lebih soal kematian Theys Eluay.

“Kita semakin tidak percaya akan hukum yang ada di Indonesia.Tapi kita tidak bisa tinggal diam.”

Dalam hati kecil, tampak sekali, Gobay telah pesimis negara yang namanya Indonesia ini akan mengusut tuntas kasus pembunuhan seorang Theys yang menurutnya pantas disebut bapak Demokrasi dan HAM Indonesia yang dilupakan ini.

“Theys beraksi sebelum kran-kran jaminan demokrasi berupa hukum dan undang-undang diluncurkan. Ia beraksi jauh sebelum Munir. Tapi Indonesia lupakan dia. Mungkin karena ia juga menjadi ikon pemersatu dan perjuangan kemerdekaan Papua, dianggap separatis dan dilupakan.”

Mengenai pengadilan militer yang menghukum beberapa eksekutor lapangan, Gobay kecewa. “Mereka (para eksekutor yang diadili) pelaksana lapangan. Ada otak yang mengatur. Adili di pengadilan sipil, para perancang dan otak di balik kematian Theys.”

“Atau jangan-jangan negara Indonesia adalah otak di balik kematian Theys,” tegas Gobay.

Theys tidak sendiri saat kematian. Sopir pribadinya, Aristoteles Masoka, juga hilang sejak kejadian itu. Sekarang 13 tahun.

Victor Mambor dalam tulisan yang sama menulis, ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan almarhum Theys Eluay ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku membawa Aristoteles Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi.

Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan Pemda I Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi. Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian diketahui milik Theys Eluay.

Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles terlempar keluar mobil.

Aristoteles berlari dan minta tolong kepada saksi. Saksi kemudian membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi atas permintaan Aristoteles. Aristoteles diturunkan sekitar lima meter dari markas Kopassus ini. Inilah informasi terakhir yang diketahui tentang Aristoteles Masoka.

Elias Petege, aktivis HAM dari Papua berkesempatan kami wawancarai. Petege menjelaskan, masa kepemimpinan Jokowi yang datang dari payung partai PDI Perjuangan lebih pantas untuk dituntut mengusut tuntas kasus ini.

“Rakyat Papua tak lupakan kasus ini. Terindikasi Megawati di bawah payung PDI Perjuangan menghabisi nyawa Theys dan Aristoteles Masoka waktu itu. Dan kini Jokowi-JK berkuasa saat ini dibawah payung PDI. Karena itu Jokowi harus selesaikan masalah warisan PDI Perjuangan,” tegas Petege melalui seluler.

Menurut Petege, kasus ini dilakukan secara terencana dan sistematis oleh negara. “Karena itu, Komnas HAM harus berani membuka kembali hasil tim pencari fakta dan menindaklanjutinya untuk mengungkap tuntas kasus ini,” jelasnya.

Menurut Petege, ada dua hal yang belum terungkap dari 13 tahun umur kasus ini.

Pertama, siapa dalang pembunuh Theys, karena 7 orang yang diadili di pengadilan militer adalah pelaku lapangan, bukan pelaku utama atau otak/pemikirnya. Ungkap siapa aktor/pelaku utama. Adili di pengadilan sipil, bukan militer.

Kedua, ungkap dimana keberadaan Aristoteles Masoka, sopir pribadi Theys yang hilang hingga saat ini tanpa jejak. Selidiki, temukan dan adili di pengadilan sipil, siapa saja yang menghilangkan saksi kunci peristiwa pelanggaran HAM ini.

“Megawati buat masalah. Jokowi harus berani menyelesaikannya saat ini,”  tegas Petege. (Topilus B. Tebai/MS)

Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua

JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan beberapa langkah konkrit untuk menunjang implementasi RTRW dalam penguatan kapasitas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Papua terutama dalam perannya untuk pengendalian pemanfatan ruang, penyiapan regulasi-regulasi.

Regulasi yang disiapkan Provinsi Papua tersebut diantaranya, aturan zonasi, insetif dan disinsetif, perijinan pemanfaatan ruang dan penyiapan sistem informasi tata ruang (SIMTARU) Provinsi Papua serta percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten/kota yang diselaraskan dengan RTRW Provinsi Papua.

Untuk mendukung implementasi RTRW Provinsi Papua tersebut, maka Pemerintah Kerajaan Inggris melalui Unite Kingdom Chimate Change (UKCCU) tetap berkomitmen dan memberi perhatian untuk pembangunan rencah karbon di Provinsi Papua , yang dilakanakan tahun 2014-2015 melalui program Tata Ruang dan Investasi Hijau (Protarih) yang bertujuan untuk membantu Provinsi Papua dalam mewujudkan tujuan penataan ruang melalui pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua.

Hal ini terungkap dalam sidang Paripurna V DPR Papua dalam agenda jawaban Gubernur Provinsi Papua atas laporan pemandangan umum Fraksi, Komisi/gabungan Komisi DPRP terhadap Raperda tentang APBD tahun anggaran 2015, Kamis (16/10) malam.

Gubernur Enembe mengungkapkan, salah satu bukti pembangunan yang berkelanjutan itu diantaranya, mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman, dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karateristik ekosistem Papua.

Oleh karenanya, Gubernur Enembe menyampaikan, bahwa pemerintah Provinsi Papua menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kondisi lingkungan hidup di Papua. Baik itu, kerusakan lingkungan di Nabire, Deyai, Pania dan kerusakan hutan di Papua menjati perhatian Pemerintah Provinsi Papua.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua akan memerintahkan SKPD teknis dan penyelidikan terhadap kerusakan lingkungan di daerah tersebut untuk diambil langkah-langkah hukum yang tegas. Disamping itu, Gubernur Enembe menyampaikan, Pemerintah Provinsi Papua juga telah mencanangkan Papua sebagai paru-paru dunia dan terus mendorong untuk melakukan penanaman pohon setiap kali melakukan kunjungan daerah diberbagai wilayah di Papua untuk menjaga Papua sebagai paru-paru dunia.

“Pemerintah Papua juga terus menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Selain inggris, juga berkejasama dengan Amerika Norwegia, Australia, belakanda dan Negara-negara lain untuk bersama-sama mencegah kerusakan hutan dan mengelola lingkungn di Papua,”

ujar Gubernur Enembe.

Sementara khusus untuk setiap investasi dan pembangunan yang dilakukan di Papua, maka sebelum melakukan kegiatan di lapangan harus terlebih dahulu dilakukan kajian lingkungan “Analisis mengenai dampak lingkungan” dan harus sesuai dengan RTRW sebelum pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan Ijin lingkungan.

Hal ini dilakukan berdasarkan usulan yang telah disampaikan Komisi D, sehingga Pemerintah Provinsi Papua sangat sependapat dengan saran dan masukan yang disampaikan Komisi untuk mempedomani RTRW dalam pembangunan infrastruktur, khususnya pembangunan jalan dan jembatan.

“Tentu dalam lakukan melalui proses perijinan pinjam kawasan hutan yang dilalui oleh ruas-ruas jalan nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota melalui kementerian kehutanan, serta mengalihkan rute ruas jalan melalui kawasan konservasi,”

tutupnya.l (Loy/don)

Sumber: Sabtu, 18 Oktober 2014 09:58, BinPa

Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua

JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua telah melakukan beberapa langkah konkrit untuk menunjang implementasi RTRW dalam penguatan kapasitas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi Papua terutama dalam perannya untuk pengendalian pemanfatan ruang, penyiapan regulasi-regulasi.

Regulasi yang disiapkan Provinsi Papua tersebut diantaranya, aturan zonasi, insetif dan disinsetif, perijinan pemanfaatan ruang dan penyiapan sistem informasi tata ruang (SIMTARU) Provinsi Papua serta percepatan penyelesaian Perda RTRW Kabupaten/kota yang diselaraskan dengan RTRW Provinsi Papua.

Untuk mendukung implementasi RTRW Provinsi Papua tersebut, maka Pemerintah Kerajaan Inggris melalui Unite Kingdom Chimate Change (UKCCU) tetap berkomitmen dan memberi perhatian untuk pembangunan rencah karbon di Provinsi Papua , yang dilakanakan tahun 2014-2015 melalui program Tata Ruang dan Investasi Hijau (Protarih) yang bertujuan untuk membantu Provinsi Papua dalam mewujudkan tujuan penataan ruang melalui pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua.

Hal ini terungkap dalam sidang Paripurna V DPR Papua dalam agenda jawaban Gubernur Provinsi Papua atas laporan pemandangan umum Fraksi, Komisi/gabungan Komisi DPRP terhadap Raperda tentang APBD tahun anggaran 2015, Kamis (16/10) malam.

Gubernur Enembe mengungkapkan, salah satu bukti pembangunan yang berkelanjutan itu diantaranya, mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman, dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karateristik ekosistem Papua.

Oleh karenanya, Gubernur Enembe menyampaikan, bahwa pemerintah Provinsi Papua menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kondisi lingkungan hidup di Papua. Baik itu, kerusakan lingkungan di Nabire, Deyai, Pania dan kerusakan hutan di Papua menjati perhatian Pemerintah Provinsi Papua.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua akan memerintahkan SKPD teknis dan penyelidikan terhadap kerusakan lingkungan di daerah tersebut untuk diambil langkah-langkah hukum yang tegas. Disamping itu, Gubernur Enembe menyampaikan, Pemerintah Provinsi Papua juga telah mencanangkan Papua sebagai paru-paru dunia dan terus mendorong untuk melakukan penanaman pohon setiap kali melakukan kunjungan daerah diberbagai wilayah di Papua untuk menjaga Papua sebagai paru-paru dunia.

“Pemerintah Papua juga terus menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Selain inggris, juga berkejasama dengan Amerika Norwegia, Australia, belakanda dan Negara-negara lain untuk bersama-sama mencegah kerusakan hutan dan mengelola lingkungn di Papua,”

ujar Gubernur Enembe.

Sementara khusus untuk setiap investasi dan pembangunan yang dilakukan di Papua, maka sebelum melakukan kegiatan di lapangan harus terlebih dahulu dilakukan kajian lingkungan “Analisis mengenai dampak lingkungan” dan harus sesuai dengan RTRW sebelum pemerintah Provinsi Papua mengeluarkan Ijin lingkungan.

Hal ini dilakukan berdasarkan usulan yang telah disampaikan Komisi D, sehingga Pemerintah Provinsi Papua sangat sependapat dengan saran dan masukan yang disampaikan Komisi untuk mempedomani RTRW dalam pembangunan infrastruktur, khususnya pembangunan jalan dan jembatan.

“Tentu dalam lakukan melalui proses perijinan pinjam kawasan hutan yang dilalui oleh ruas-ruas jalan nasional, Provinsi dan Kabupaten/kota melalui kementerian kehutanan, serta mengalihkan rute ruas jalan melalui kawasan konservasi,”

tutupnya.l (Loy/don)

Sumber: Sabtu, 18 Oktober 2014 09:58, BinPa

Inggris Komitmen Berikan Perhatian Untuk Papua was originally published on PAPUA MERDEKA! News

10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara

JAYAPURA – Sekitar 10.000 orang warga asli Papua tinggal di berbagai kampung di Negara Papua New Guinea (PNG) tidak memiliki status kewarganegaraan (stateless) dengan kondisi kehidupan yang memprihatinkan dan tidak manusiawai.

Pada umumnya warga Papua yang berada di negara PNG itu adalah orang-orang korban politik dan konflik Papua, sehingga mereka kehilangan tempat tinggal dan hak kewarganegaraan dengan hidup menderita di negari orang.

“Mereka warga asli Papua adalah bagian dari warga negara Indonesia asli Papua yang disanjung dalam Undang-Undang Otonomi Khusus yang seharusnya mendapat perhatian pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa, S.H., anggota Komisi A DPR Papua dalam Sidang Paripurna DPR Papua, Kamis (16/10) Pihaknya meminta kepada pemerintah agar, para warga asli Papua yang berada di PNG itu diberikan status kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di PNG untuk sementara menunggu difasilitasi untuk kembali ke Papua, Indonesia.

Apabila mereka ingin tetap tinggal di PNG karena masalah politik, keamanan atau masalah lain, pemerintah provinsi Papua agar mendesak pemerintah pusat untuk membicarakan pemberian kewarganegaraan mereka dengan pemerintah PNG, agar mereka mendapat status warga Negara, sehingga satatus dan hak-hak mereka jelas di sana.

Mereka sudah tiga generasi berada disana (PNG), kalau memang mereka mau tinggal di sana, tidak apa-apa, tetapi mereka berhak mendapatkan status warga Negara PNG,” katanya.

“ Kenapa masyarakat Indonesia bisa membela TKI dan TKW serta warga Indonesia lainnya yang bermasalah di Luar negeri, seperti yang terkait kasus narkoba, pembunuhan, tetapi ada masyarakat asli Papua yang adalah bagian dari bangsa Indonesia yang terlantar di Negara PNG tidak pernah dibicarakan oleh pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa.

Untuk itu, pihaknya sebagai anggota DPR Papua mendesak pemerintah provinsi Papua agar membicarakan masalah ini dengan pemerintah pusat di Jakarta, sehingga menjadi pembahasan bilateral antara Indonesia dan PNG. (loy/don)

Jum’at, 17 Oktober 2014 07:52, BinPA

10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara

JAYAPURA – Sekitar 10.000 orang warga asli Papua tinggal di berbagai kampung di Negara Papua New Guinea (PNG) tidak memiliki status kewarganegaraan (stateless) dengan kondisi kehidupan yang memprihatinkan dan tidak manusiawai.

Pada umumnya warga Papua yang berada di negara PNG itu adalah orang-orang korban politik dan konflik Papua, sehingga mereka kehilangan tempat tinggal dan hak kewarganegaraan dengan hidup menderita di negari orang.

“Mereka warga asli Papua adalah bagian dari warga negara Indonesia asli Papua yang disanjung dalam Undang-Undang Otonomi Khusus yang seharusnya mendapat perhatian pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa, S.H., anggota Komisi A DPR Papua dalam Sidang Paripurna DPR Papua, Kamis (16/10) Pihaknya meminta kepada pemerintah agar, para warga asli Papua yang berada di PNG itu diberikan status kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di PNG untuk sementara menunggu difasilitasi untuk kembali ke Papua, Indonesia.

Apabila mereka ingin tetap tinggal di PNG karena masalah politik, keamanan atau masalah lain, pemerintah provinsi Papua agar mendesak pemerintah pusat untuk membicarakan pemberian kewarganegaraan mereka dengan pemerintah PNG, agar mereka mendapat status warga Negara, sehingga satatus dan hak-hak mereka jelas di sana.

Mereka sudah tiga generasi berada disana (PNG), kalau memang mereka mau tinggal di sana, tidak apa-apa, tetapi mereka berhak mendapatkan status warga Negara PNG,” katanya.

“ Kenapa masyarakat Indonesia bisa membela TKI dan TKW serta warga Indonesia lainnya yang bermasalah di Luar negeri, seperti yang terkait kasus narkoba, pembunuhan, tetapi ada masyarakat asli Papua yang adalah bagian dari bangsa Indonesia yang terlantar di Negara PNG tidak pernah dibicarakan oleh pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa.

Untuk itu, pihaknya sebagai anggota DPR Papua mendesak pemerintah provinsi Papua agar membicarakan masalah ini dengan pemerintah pusat di Jakarta, sehingga menjadi pembahasan bilateral antara Indonesia dan PNG. (loy/don)

Jum’at, 17 Oktober 2014 07:52, BinPA

10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Perdasus Mengatur Pelarangan Miras, Bukan Pembatasan

Jayapura, Jubi – Pihak DPR Papua menyatakan, Paraturan Daerah Khusus (Perdasus) pengaturan Minuman Keras (Miras) yang disahkan dalam sidang paripurna tahun lalu mengatur mengenai pelarangan peredaran Miras, bukan membatasi.

Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, meski Kementerian Dalam Negeri meminta DPR Papua dan Pemerintah Provinsi Papua agar Perdasus pelarang Miras itu lebih kepada pembatasan, namun parlemen Papua tetap akan memperjuangkan agar tak ada lagi Miras di tanah Papua.

“Perdasus itu melarang, bukan membatasi. DPR Papua tetap pada keputusannya, melarang Miras di Papua. Sudah banyak generasi Papua yang meninggal akibat Miras,” kata Yunus Wonda, Selasa (14/10).

Menurutnya, generasi muda Papua terus terpuruk karena Miras. Sehingga ada desakan dari semua pihak baik tokoh agama, maupun tokoh masyarkat yang meminta DPR Papua agar Perdasus Miras adalah pelarangan. Bukan pembatasan.

“Akhirnya DPR Papua putuskan agar pelarang dan mengesahkan Perdasusnya. Hanya, saja konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri, pihaknya diminta untuk pembatasan. Pertanyaan kami, apakah harus tunduk pada aturan, sementara banyak anak Papua yang jadi korban akibat Miras juga,” ucapnya.

Kata Yunus, jika Aceh bisa menerapkan pelarangan Miras, kenapa Papua tidak. DPR Papua tak ingin generasi Papua jadi korban Miras. Apalagi jumlah orang Papua sudah sedikit.

“Kalau Aceh bisa, kami Papua juga harus bisa. Jangan ada diskriminasi di atas negara ini. Segala sesuatu bisa dilakukan di Aceh lalu kenapa Papua tidak,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua II DPR Papua, Komarudin Watubun mengatakan, pelarang peredaran Miras di Papua memang bukan hal yang gampang.

“Meski ada regulasi melarang Miras masuk ke Papua, tidak ada jaminan orang untuk tidak menjual Miras di Papua. Ini yang harus diingat. Jika peredaran Miras di Papua harus dihentikan, harus ada perangkat yang mengawasi agar jangan ada Miras masuk Papua,” kata Komarudin kala itu. (Arjuna Pademme)

Penulis : Arjuna Pademme on October 14, 2014 at 23:49:24 WP, TJ

Komnas HAM Sayangkan Penembakan di Sugapa

Kapolda : Anak Buah Saya Tak Bersalah, Dikeroyok dan Dilempar Batu

JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua menyayangkan terjadinya aksi penembakan rekoset terhadap warga yang diduga dilakukan anggota Brimob di distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Senin (30/9) sore pukul 16.30 WIT.

Plt. Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramadey S.H., M.H., mengaku sangat prihatin setelah dirinya mendapat informasi dari Ketua Dewan Adat Intan Jaya, John Gobay soal terjadinya penembakan di Kabupaten Intan Jaya. Dari kronologis kejadian sementara penembakan terjadi karena ada sebab akibat.

‘’Dari kronologis sementara pasca kejadian, pasti ada sebab akibat. Ada kejadian sebelumnya hingga Brimob melakukan penembakan. Ini kita sayangkan,” kata Frits kepada wartawan di RSUD Dok II Jayapura belum lama ini.

Frits menjelaskan, setiap aparat baik TNI maupun Polri selalu menggunakan Protap atau prosedur tetap dalam penanganan massa. Hal itu telah di atur dalam peraturan Kapolri. “Kita tidak bisa melakukan gertak lalu melakukan dengan cara-cara penembakan,” katanya.

Untuk itu, Frits meminta kepada Kapolda Papua memperhatikan ptorap bagi anggotanya dan mengirim tim melakukan penyelidikan terhadap kejadian di Kabupaten Intan Jaya.

Sebab menurutnya, walaupun ada sebab akibat. Namun apapun alasannya setiap aparat yang menggunakan senjata sebagai simbol alat Negara, harus dipertanggungjawabkan secara tuntas karena ada korban.‘’Ini harus dilakukan supaya tidak membuat insiden buruk terhadap polisi,” ujarnya.

 

Polisi Dikeroyok

Sementara itu, Kapolda Papua, Irjend (Pol) Drs. Yotje Mende ketika dikonfirmasi Bintang Papua menyebutkan, dua anggotanya dikeroyok oleh warga di distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya tidak bersalah dan sudah memenuhi prosedur.

“Anak buah saya tidak bersalah, mereka dikeroyok warga lalu di lempari batu mengenai kepala anggota. Kemudian karena mereka banyak, akhirnya anggota saya mengeluarkan tembakan,”

ungkap Kapolda Yotje di Mapolda Papua.

Kapolda menegaskan, pihaknya masih menyelidiki siapa pelaku pengeroyokkan terhadap anggota tersebut. “Yang jelas, bila diketahui akan diproses secara hukum, karena anggota saya dikeroyok dan dilempari tanpa ada masalah,” katanya.

Sekedar diketahui, Dua anggota Brimob Polda Papua masing-masing bernama, Bharada Danjoni dan Bripda Yonas dikeroyok sekelompok Pemuda, saat sedang bermain bola di lapangan sepak bola Yokatapa distrik Sugapa Kabupaten Intan Jaya hingga mengalami luka berat dibagian kepala dan luka dibagian lengan.

Peristiwa itu, terjadi Senin (30/9) sekitar pukul 16.30 WIT yang mengakibatkan salah satu warga masyarakat bernama Seprianus Japugau (30) terkena tembakan rekoset di bagian perut sebelah kiri dan Benyamin Agimbau (44) luka dibagian kepala dan sekarang telah dirujuk di Rumah Sakit Nabire dengan menggunakan Avia Star Mandiri.

Dimana, awalnya dua Brimob Polda papua atas nama Brahada Danjoni bernama, Bripda Yonas yang sedang BKO kan di Kabupaten Intan Jaya melintas di Jalan Padat Karya. Kemudian tiba-tiba sekelompok pemuda yang sedang bermain sepak bola di lapangan Yotapa Kabupaten Intan Jaya menghadang dan mengeroyok anggota tersebut.

Melihat kejadian itu, salah seorang tukang ojek langsung melaporkan kejadiannya ke Pos BM BKO kabupaten Intan Jaya yang berada di KPU dan Guese House. Nah begitu mendapat laporan, beberapa anggota BM BKO tiba di lokasi dan berusaha membantu mengamankan rekannya. Namun massa malah tidak terima dan semakin brutal melempari anggota BM yang datang dan selanjutnya anggota BM mengluarkan tembakan peringatan.

Massa pun semakin beringas menyerang anggota sehingga menyebabkan 2 angota Brimob Polda BKO kan ke daerah itu mengalami luka-luka yakni, Bharada Dan Joni Yaroserai mengalami luka berat di bagian kepala dan Bripda Yonas mengalami luka lemparan batu di lengan kanan.

Sedangkan dari pihak masyarakat yang melakukan anarkhis terhadap mengalami luka-luka. Mereka diantaranya, Seprianus Japugau,(30) terkena tembakan rekoset di bagian perut sebelah kiri dan Benyamin Agimbau (44) luka di bagian kepala. (loy/ari/l03)

Sumber: BintangPAPUA>com, Rabu, 08 Oktober 2014 09:35,

10 Bahasa Ibu di Papua Terancam Punah

JAYAPURA [PAPOS]- Sedikitnya 10 bahasa ibu di Papua terancam punah akibat makin sedikitnya masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.

Demikian antara lain disampaikan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten III Sekda Papua Rosdiana Upessy pada pembukaan lokakarya laporan akhir fase studi perencanaan strategis pendidikan dasar di pedesaan dan daerah terpencil di Tanah Papua di Jayapura, Rabu (1/10/2014).

Ia mengatakan, dari hasil pemetaan yang dilakukan Summer Internasional Linguistik (SIL) dan Yayasan Abdi Nusantara Papua terungkap di Tanah Papua terdapat 275 bahasa.

Bahasa itu, kata Gubernur Enembe, harus dilestarikan karena jika tidak maka dapat terancam punah.

Bahkan dari hasil studi yang dilakukan Education Sector Analytical and Capacity Development Patnership (ACDP) terungkap anak-anak di Papua khususnya anak-anak di kelas awal (1,2 dan 3) lebih senang bila guru mengajar dengan menggunakan bahasa ibu karena lebih mudah dimengerti, katanya.

Gubernur Papua pada kesempatan itu juga mengakui, di Papua khususnya hingga kini masih mengalami kekurangan tenaga guru terutama guru di Sekolah Dasar (SD), sementara di satu sisi guru lebih banyak menumpuk di kota.

Padahal tanpa kehadiran guru di kelas, anak-anak tidak akan dapat membaca, menulis dan berhitung dengan terampil sehingga pengiriman guru ke pedalaman tidak bisa ditunda lagi.

“Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus memberikan perhatian khusus tentang kenaikan pangkat para guru dan perlunya dilakukan sistem mutasi-rotasi guru secara berkala, termasuk mutu layanan gaji dan tunjangan lainnya serta pemenuhan sembilan bahan pokok,” katanya.

Ia juga menambahkan dari data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terungkap dari 11.461 orang guru, baru 1.224 orang yang berkualifikasi sarjana (S1).

Lokakarya yang berlangsung sehari itu menghadirkan guru dan peneliti dari negara donor seperti Martijn van Driel berkebangsaan Belanda yang mengajar di SD di Wamena.[ant]

Ratusan Karyawan Freeport Palang Jalan ke Tembagapura

AYAPURA[PAPOS]- SekKaryawan PT, Freeport melakukan aksi blokade jalan di Ridge Camp Mil 72, Tembagapura Distrik Tembagapura, Rabu (1/10/2014).itar 800 karyawan PT.Freeport Indonesia menggelar demonstrasi dan memalang jalan tambang di Ridge Camp, Mil 72, areal PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Mimika, Rabu (1/10/2014) dini hari sekitar pukul 02.15 WIT.

Aksi ratusan karyawan itu sebagai bentuk keprihatinan terhadap sejumlah kecelakaan di areal perusahaan penambangan terbesar di Indonesia itu.

Aksi demo dengan memalang ruas jalan menuju R/C mile 74 Grasberg itu menyebabkan para karyawan tidak bisa menuju tempat kerja di kawasan tambang.

Mereka berdemo karena managemen PT.Freeport meminta para karyawan untuk kembali bekerja seperti biasa terutama yang berlokasi di kawasan Grasberg, pascakecelakaan kerja yang menyebabkan empat karyawan tewas pada Sabtu (27/9).

Para karyawan yang berdemo menuntut tanggung jawab management atas sejumlah kecelakaan kerja yang terjadi di areal PT Freeport yang telah menewaskan sekitar 44 orang karyawan.

Hingga saat ini aksi karyawan ini terus berlanjut. Bahkan mereka nekad mendirikan mendirikan tenda di tengah jalan utama menuju tambang. Akibatnya, seluruh aktivitas tambang Freeport baik di tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah (underground) hingga pabrik pengolahan di Mil 74 untuk sementara waktu tidak beroperasi.

Kami sudah mendirikan tendah di tengah jalan yang berlokasi dikawasan Right Camp di Mile 72, sehingga akses jalan ke pabrik dan Grasberg terputus,” kata Ray Ayorbaba selaku koordinator aksi, ketika dihubungi dari Jayapura, Rabu (1/10/2014).

Ia mengatakan, para pendemo yang seluruhnya pekerja tambang PT Freeport Indonesia sudah berkomitmen agar tidak melakukan aksi pengrusakan dan menjaga semua asset milik perusahaan.

Sementara itu, juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy dalam pesan singkat (SMS) yang diterima Antara, menyatakan penyesalannya terhadap aksi yang dilakukan para pekerja di Tembagapura itu.

Saat ini managemen PT Freeport sedang melakukan dialog dengan para pekerja untuk mencari tahu inti permasalahan dan penyelesaiannya,” kata Daisy.

Ia menambahkan, semestinya hari ini merupakan merupakan hari pertama bagi karyawan yang bekerja di tambang terbuka Grasberg kembali beraktifitas.

Aparat kepolisian sendiri tengah melakukan negosiasi dengan para karyawan untuk membuka blokade itu.

Kapolres Mimika, AKBP Jermias Rontini mengatakan jajarannya terus berkoordinasi dengan koordinator aksi pekerja PT Freeport agar blokade jalan segera dibuka kembali.

Ia mengatakan blokade ruas jalan poros tambang yang dilakukan ratusan pekerja PT Freeport pada Rabu pagi sekitar pukul 02.15 WIT masih terkait kasus kecelakaan kerja di tambang terbuka Grasberg, Sabtu (27/9) yang menewaskan empat orang pekerja.

Meski demikian, katanya, aksi blokade jalan poros tambang Freeport itu dinilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan mengingat lokasi itu merupakan area objek vital nasional (obvitnas).

“Silakan karyawan menyampaikan aspirasi mereka, tetapi terlebih dahulu harus diberitahukan kepada kami paling lambat H-3 sebelum melakukan aksi. Itu prosedur yang diatur dalam undang-undang. Yang terjadi, mereka yang melakukan aksi pemalangan jalan sama sekali tidak memberitahukan kepada kepolisian. Atas dasar itulah kami terus melakukan pendekatan dengan para karyawan yang melakukan pemalangan jalan,”

ujar Rontini.

Ia berharap para pekerja Freeport tidak melakukan tindakan-tindakan yang berlebihan dalam melakukan aksinya.[ant]

Sumber: Kamis, 02 Oktober 2014 01:08, PAPUApos.com

Ratusan Karyawan Freeport Palang Jalan ke Tembagapura

AYAPURA[PAPOS]- SekKaryawan PT, Freeport melakukan aksi blokade jalan di Ridge Camp Mil 72, Tembagapura Distrik Tembagapura, Rabu (1/10/2014).itar 800 karyawan PT.Freeport Indonesia menggelar demonstrasi dan memalang jalan tambang di Ridge Camp, Mil 72, areal PT Freeport Indonesia di Distrik Tembagapura, Mimika, Rabu (1/10/2014) dini hari sekitar pukul 02.15 WIT.

Aksi ratusan karyawan itu sebagai bentuk keprihatinan terhadap sejumlah kecelakaan di areal perusahaan penambangan terbesar di Indonesia itu.

Aksi demo dengan memalang ruas jalan menuju R/C mile 74 Grasberg itu menyebabkan para karyawan tidak bisa menuju tempat kerja di kawasan tambang.

Mereka berdemo karena managemen PT.Freeport meminta para karyawan untuk kembali bekerja seperti biasa terutama yang berlokasi di kawasan Grasberg, pascakecelakaan kerja yang menyebabkan empat karyawan tewas pada Sabtu (27/9).

Para karyawan yang berdemo menuntut tanggung jawab management atas sejumlah kecelakaan kerja yang terjadi di areal PT Freeport yang telah menewaskan sekitar 44 orang karyawan.

Hingga saat ini aksi karyawan ini terus berlanjut. Bahkan mereka nekad mendirikan mendirikan tenda di tengah jalan utama menuju tambang. Akibatnya, seluruh aktivitas tambang Freeport baik di tambang terbuka Grasberg, tambang bawah tanah (underground) hingga pabrik pengolahan di Mil 74 untuk sementara waktu tidak beroperasi.

Kami sudah mendirikan tendah di tengah jalan yang berlokasi dikawasan Right Camp di Mile 72, sehingga akses jalan ke pabrik dan Grasberg terputus,” kata Ray Ayorbaba selaku koordinator aksi, ketika dihubungi dari Jayapura, Rabu (1/10/2014).

Ia mengatakan, para pendemo yang seluruhnya pekerja tambang PT Freeport Indonesia sudah berkomitmen agar tidak melakukan aksi pengrusakan dan menjaga semua asset milik perusahaan.

Sementara itu, juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy dalam pesan singkat (SMS) yang diterima Antara, menyatakan penyesalannya terhadap aksi yang dilakukan para pekerja di Tembagapura itu.

Saat ini managemen PT Freeport sedang melakukan dialog dengan para pekerja untuk mencari tahu inti permasalahan dan penyelesaiannya,” kata Daisy.

Ia menambahkan, semestinya hari ini merupakan merupakan hari pertama bagi karyawan yang bekerja di tambang terbuka Grasberg kembali beraktifitas.

Aparat kepolisian sendiri tengah melakukan negosiasi dengan para karyawan untuk membuka blokade itu.

Kapolres Mimika, AKBP Jermias Rontini mengatakan jajarannya terus berkoordinasi dengan koordinator aksi pekerja PT Freeport agar blokade jalan segera dibuka kembali.

Ia mengatakan blokade ruas jalan poros tambang yang dilakukan ratusan pekerja PT Freeport pada Rabu pagi sekitar pukul 02.15 WIT masih terkait kasus kecelakaan kerja di tambang terbuka Grasberg, Sabtu (27/9) yang menewaskan empat orang pekerja.

Meski demikian, katanya, aksi blokade jalan poros tambang Freeport itu dinilai melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan mengingat lokasi itu merupakan area objek vital nasional (obvitnas).

“Silakan karyawan menyampaikan aspirasi mereka, tetapi terlebih dahulu harus diberitahukan kepada kami paling lambat H-3 sebelum melakukan aksi. Itu prosedur yang diatur dalam undang-undang. Yang terjadi, mereka yang melakukan aksi pemalangan jalan sama sekali tidak memberitahukan kepada kepolisian. Atas dasar itulah kami terus melakukan pendekatan dengan para karyawan yang melakukan pemalangan jalan,”

ujar Rontini.

Ia berharap para pekerja Freeport tidak melakukan tindakan-tindakan yang berlebihan dalam melakukan aksinya.[ant]

Sumber: Kamis, 02 Oktober 2014 01:08, PAPUApos.com

Ratusan Karyawan Freeport Palang Jalan ke Tembagapura was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny