KNPB : Aksi BMP Di Wamena Tidak Berwibawa

Wenas Kobogau

Wamena — Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Wamena Wene Helakombo Mengatakan aksi Barisan Merah Putih (BMP) di Wamena sangat tidak berwibawa terhadap nilai-nilai demokrasi. Jumat (17/06/2016).

Seberapa pentolan anak-anak jalanan Dibawah Pimpinan Aloka Alex Logo sebagai coordinator Lapangan, beliau berasal dari Kampung Waga-Waga,Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya telah mengajak seberapa orang-orangnya (keluarga sendiri) untuk Turun Aksi penolakan KNPB Di Kantor Kab.Jayawijaya , namun sayangnya tidak berhasil seperti yang diharapkan oleh penggagasnya.

Peserta aksi Yang turun aksi saat itu adalah maksimal 20 orang termasuk koorlapnya, sedangkan yang tertua lainnya hanya seberapa orang antara lain :
1. Wamnak Logo
2. Dimbik Mabel
3. Menega Logo
4. Kemudian yang lainnya adalah anak-anak jalanan yang statusnya kurang jelas.

Mereka datang disertai dengan alat-alat tajam yang lengkap untuk menyampaikan beberapa aspirasi sesuai persiapanya namun tidak disampaikan dan bubar begitu saja karena tidak ada satu pejabatpun yang mau menerima mereka.

Hal ini terbukti bahwa perjuangan KNPB sebagai Media bukanlah isu Kabupaten Jayawijaya tetapi Dunialah yang mengenalnya. Dan perjuangan BMP yang selama ini diberi kepercayaan NKRI benar-benar tidak berhasil.

Masa Aksi BMP datangi kantor Bupati Jayawijaya namun hanya sampai diluar gapura sambil orasi-orasi oleh saudara koorlap Aloka Alex Logo tanpa penerima aspirasi. Saat itu tidak ada satu pejabat/pegawai siapapun yang bisa menerima aspirasinya.

Dan selanjutnya Kordinator lapangan Aloka Alex Logo dalam Orasinya Menyatakan Bahwa :

‘’BUBARKAN KNPB“, Namun Dalam Aksi ataupun Orasi-orasi Barisan Merah Putih (BMP) tersebut berjalan tanpa Pengawalan dalam hal ini Pihak berwajib (POLRI). Padahal masa aksi tersebut membawa berbagai alat tajam sangat aneh tetapi nyata.

Wene Helakombo

Luhut: Indonesia Tidak Mau Tim Independen Lain Investigasi Kasus HAM di Papua

Penulis Suara Papua – Juni 17, 2016

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, yang menolak tim investigasi oleh rakyat Papua dan sejumlah aktivis HAM selama ini bukan semua orang Papua, itu hanya satu dua orang saja.

“Yang menolak tidak semua orang kan. Kalau tidak salah hanya Natalius Pigai, sementara Ketua Komnas HAM dan beberapa anggota Komnas HAM lainnya ada dalam tim. Tapi semua orang juga bisa sama-sama, tetapi dangan data, jangan dengan rumor,” ujar Menkopolhukam, Luhut Binsar Panjaitan di Wamena, Jumat (17/6/2016) siang tadi.

Lanjut Panjaitan, “Yang kita tidak mau adalah ada orang lain membuat tim independen
menginvestigasi kita (Indonesia). Kita (Indonesia) bisa lakukan sendiri kok. Saya juga ada undang 4 duta besar, PNG, Fiji, Solomon Island dan duta besar New Zealand. Mereka lihat tidak ada dokumen yang ditutup. Untuk proses sekarang masih melakukan pengumpulan data,” ungkap Luhut.

Ia lalu mengatakan, bukan hanya masyarakat sipil saja yang ada korbannya, tetapi TNI juga banyak korbannya. “TNI yang kaki tanganya dipotong itu bagaimana? Jadi orang minta dokumen kami kasih dokumen itu. Tetapi TNI/Polri yang salah kita tetapi hukum, tetapi harus ada datanya,” katanya.

Penyelesainnya kasus-kasus HAM di Papua, katanya, berharap bisa diselesaikan pada akhir tahun 2016. “Semua kasus selesaikan tahun ini (2016), jika tidak selesai kami selesaikan tahun depan,” ujarnya.

Ketika ditanya mengenai ada negara luar yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, kata Luhut, tidak ada Negara yang mendukung. “Sementara informasi yang beredar ada negara yang mendukun. Tapi iu tidak benar!” kata Menko Polhukam tegas.

Sementara itu, Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw mengatakan, kasus yang sudah ditangani pihaknya saat ini adalah kasus Yawan Wayeni.

“Kita sudah periksa semua anggota Brimob, termasuk komandannya pada hari Senin kemarin di Makomsus Brimob. Jadi kita tetap menindaklanjuti. Untuk Opinus Tabuni, sementara Direskrim dengan tim sudah melakukan olah TKP dan mereka melakukan perbandingan data lalu dengan aparat disekitarnya. Untuk KRP III yang masih belum, karena ada kendala lain mengenai saksi yang sulit karena kejadiannya pada malam
hari,” ungkap Kapolda Papua.

Selanjutnya, kata Kapolda, kasus lain dilimpahkan kepada lembaga lain. “seperti kasus sopirnya almarhum Theys Eluai dilimpahkan kepada Kodam yang join dengan kami (Polda),” jelas Waterpauw.

Untuk tiga kasus yang utama, seperti kasus Wasior, Wamena berdarah dan Paniai, kata Kapolda, ditangani langsung oleh Komnas HAM dan Kejaksaan pusat. “Mudah-mudahan kasus-kasus ini dengan bantuan pemerhati HAM bisa dapat diselesaikan,” tukasnya.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Editor: Arnold Belau

DPRP Akan Panggil Kapolda Papua Soal Demo KNPB

Jayapura, Jubi – Tim Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Profinsi Papua akan memanggil Kapolda Papua terkait penghadangan-penghadangan terhadap demonstran KNPB yang hendak menyampaikan aspirasi ke Kantor DPRP.

“Kami berencana memanggil Kapolda Papua untuk menjelaskan kepada kami tentang rakyat yang tidak bisa ke DRP,” ungkap anggota dewan Laurenzius Kadepa bersama Tim Anggota DPRP kepada demonstran KNPB di lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (15/06/2016)

Kata dia, dewan sudah punya alasan kuat untuk memanggil dan meminta keterangan kepada Kapolda Papua. Polisi sudah tiga kali membatasi demonstran KNPB dan tidak sampai ke kantor DPRP untuk menyampaikan aspirasi.

Pembatasan pertama pada 2 Mei 2016. Polisi mengiring rakyat masuk ke lapangan Markas Komando Brigade Mobil Polda Papua di Kota Raja. Kedua, polisi membatasi rakyat Papua duduk menyampaikan aspirasinya di Putaran Taxi, Perumnas III Waena pada 31 Mei 2016. Ketiga, polisi membatasi rakyat duduk di lingkaran Abepura pada 15 June 2016.

“Kami harus menerima aspirasi anda di jalan-jalan ini. Pertama di Mako Bri-mob kota Raja pada 2. Mei. Kedua putaran Taxi Waena,”ungkapnya sambil menemui demonstran di lingkaran Abe pada 15 June.

Bazoka Logo, Koordinator Aksi mengatakan pihaknya tidak punya niat duduk di jalan menyampaikan aspirasi. Pihaknya punya niat baik sampai ke gedung parlemen tetapi polisi membatasinya sehingga harus duduk di jalan-jalan.

Kata dia, akibatnya tim anggota DPRP Provinsi selalu datang menemui demonstran di lapangan. yang dipimpin Yakoba Lokbere didampingi Nazon Uti, Laurenzius Kadepa, akibatnya terjadi kemacetan dan toko-toko pun ikut ditutup.

Atas masalah itu, Logo dengan jiwa besar menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat yang merasa terganggu. Ia berharap rakyat memahami dengan realitas yang ada.

“Kalau polisi izinkan kami pasti dengan tertib ke DPRP,”tegasnya. (*)

Luhut : Anggota Tim HAM Independen

Jayapura, Jubi – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menekankan, semua anggota yang berada di dalam Tim penyelesaian pelanggaran HAM Papua adalah independen dan jauh dari intervensi pemerintah pusat.

“Kita menjamin tim ini sangat independen. Dalam tim ini juga kan ada Duta Besar dari PNG, Fiji, Vanuatu dan New Zealand. Mereka ikut mengawasi juga ikut didalamnya melihat proses investigasi yang dilakukan. Jadi tidak ada yang tidak transparan. Siapa saja yang mau ikut boleh,” kata Luhut Pandjaitan, di Jayapura, Kamis (16/6/2016).

Menurut ia, pemilihan Seno Aji sangat tepat, karena yang bersangkutan dinilai profesional, independen serta memiliki kredibilitas tinggi.

“Sekali lagi saya tekankan, semua di dalam independen. Sudah diberitahukan, Seno Aji kan sangat independen dan kredibilitasnya sangat tinggi. Kalau saya tidak ikut di dalam,” ujarnya.

Disinggung soal target, Menkopolhukam berharap tim bentukan pusat ini dapat menyelesaikan kasus HAM di Papua paling lambat akhir tahun ini.

“Supaya jangan ada lagi selalu cerita kriminal dibilang sebaliknya, kami tidak mau ada yang bohong. Kami mau terbuka. Apalagi ada wartawan yang ikut. Siapa pun boleh ikut memantau,” tegasnya.

Sebelumnya, tim terpadu yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) tak diyakini bisa menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua.

Ketua DPR Papua Yunus Wonda kepada wartawan, Selasa (15/6/2016) mengaku sangat pesimis jika Pemerintah Indonesia mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

“Tim Menkopolhukam dengan melibatkan beberapa pemerhati HAM Papua, tidak akan menyelesaikan masalah HAM di Papua. Sebab, Menkopolhukam bukan lembaga independen,” katanya.

Menurut ia, meskipun tim bentukan pemerintah Indonesia ada memiliki data, namun pihaknya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut.

“Mau gelontorkan dana berapapun untuk Papua, tetap tak menyelesaikan masalah di Papua. Sebab akar masalahnya tidak di bongkar. Kami harap ada penyelesaian Papua secara dialog,” ujarnya. (*)

BTM Pakai Isu ‘NKRI Harga Mati’ Untuk Menutupi Kasus Korupsi, Royalti Miras dan Selingkuh

Walikota Jayapura Benhur Tommy Mano akhir-akhir ini menjadi sorotan masyarakat karena dia secara teratur tampil di berbagai media massa lokal dan nasional sebagai figur yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengusung slogan ‘NKRI Harga Mati’.

Sosok yang juga dikenal dengan nama BTM ini beberapa waktu terakhir tampil membela NKRI dengan membentuk Barisan Rakyat Pembela NKRI atau BARA NKRI, sebuah milisi yang terdiri dari beberapa paguyuban kaum pendatang di Jayapura.

BARA NKRI dibentuk dengan tujuan menumpas Komite Nasional Papua Barat atau KNPB  dan menciptakan konflik horizontal antara masyarakat Papua versus Pendatang sehingga kemajuan diplomasi perjuangan Papua Merdeka bisa dihancurkan.

Menjadi pertanyaan sekarang, apakah aksi-aksi BTM ini murni sebagai seorang Warga Negara Indonesia yang menjalankan kewajiban Bela Negara?

Ternyata apa yang dilakukan BTM hanyalah strategi pengalihan opini publik agar kasus korupsinya, peredaran Miras yang menguntungkan kantongnya dengan royalti dalam jumlah besar dan perselingkuhan yang sedang dia nikmati tidak diusik orang.

Publik dibuat  bingung sehingga ramai-ramai lupa akan korupsi milyararan rupiah yang sudah dilaporkan ke pihak Kepolisian dan Kejaksaan tapi sampai saat ini BTM masih belum diperiksa.
Publik juga dibuat lupa akan dampak merusak dari Miras di Kota Jayapura yang sangat merugikan masyarakat di satu sisi tetapi di sisi lain mendatangkan berkat yang sangat melimpah bagi BTM.
Yang lebih memprihatinkan, opini ‘NKRI Harga Mati’ juga ditujukan untuk semakin menutupi kasus perselingkuhan BTM dengan enam Wanita Idaman Lain (WIL) yang berujung pada rusaknya moral masyarakat kota Jayapura.

Membela NKRI secara mati-matian bukan hal baru bagi pejabat Papua. Hal ini telah menjadi semacam tradisi pejabat korup dan bobrok di Papua sejak jaman Belanda.

Seorang pejuang NKRI asal Papua yang namanya disebut-sebut dalam daftar Pahlawan Indonesia asal Papua dan fotonya menjadi ikon bagi BARA NKRI di Jayapura tidak lain adalah mantan pegawai Bea Cukai di Nederlands Nieuw Guinea atau Papua di zaman Belanda yang kabur ke Jakarta karena korupsi.

Dari Jakarta dia kemudian didoktrin untuk melawan Belanda di Papua dan saat ini dibanggakan sebagai salah satu Pahlawan Indonesia asal Papua.

Kasus ini hanyalah contoh kecil bagaimana tabiat pejabat Papua yang korup, anti-rakyat, tidak bermoral, selalu tampil membela negara dan nasionalisme hanya untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum dan pengadilan rakyat di saat pesta demokrasi.

Saat ini, sandiwara palsu yang dimainkan oleh BTM untuk membodohi masyarakat Jayapura yang merupakan komunitas terpelajar karena Jayapura merupakan ‘gudang kampus’ mulai dibongkar.

Logika dan Hati Nurani  yang dikobarkan melalui sarana teknologi diharapkan bisa membongkar kepalsuan yang disuarakan oleh media massa mainstream yang merupakan kumpulan wartawan pekerja opini dan pejuang hegemoni yang tugasnya mempertahankan status quo dengan secara teratur menjilat pantat pejabat.

BTM yang kebakaran jenggot saat ini menuduh JayapuraBlog  sebagai kaki tangan kandidat tertentu dan opini miring terhadap BTM adalah bagian dari kepentingan Pilkada Jayapura 2017.
Kesimpulan prematur ini sebenarnya menunjukkan BTM berpikiran pendek dan takut kehilangan kekuasaan yang dia anggap sebagai milik pribadi yang tidak boleh diambil oleh orang lain selama 10 tahun.

BTM lupa bahwa masyarakat Jayapura sudah muak dengan kepemimpinannya yang terlihat lebih menguntungkan pendatang ketimbang pribumi di satu sisi, sementara di sisi lain tidak ada media massa mainstream yang berdiri independen dan memberitakan fakta dibalik kepalsuan BTM dan pejabat lainnya di Jayapura.

JayapuraBlog.Wordpress.com  hadir sebagai jawaban atas kebuntuan ini dan akan terus menyuarakan kebenaran dengan membongkar semua kasus, tidak hanya kasus BTM, tetapi juga kasus  pejabat publik lainnya.@JayapuraBlog.
Sumber : Klik Disini

 

Anggota KNPB Sentani ‘Diculik’ Lima Orang Berpakaian Preman

Jayapura, Jubi – Seorang anggota KNPB wilayah Sentani, Anton Hubusa (23th) mengaku diculik dan diikat oleh lima lelaki berpakaian preman dan dibawa dengan Estrada, Rabu (15/6/2016), dari titik aksi Hawai, Sentani, Kabupaten Jayapura.

Lima laki-laki berpakaian preman yang menggunakan mobil Estrada hitam tersebut menghampiri Anton yang sedang mengambil foto untuk dokumentasi aksi.

Menurut Anton kepada Jubi, salah seorang dari mereka menghadangnya sambil mengatakan: “kau bikin apa? Perintah Kapolda itu KNPB tidak boleh demo.”

Lalu Anton menjelaskan bahwa demo damai yang dilakukannya adalah hak azasi untuk perjuangan bangsa Papua.

Tanpa mengindahkan pernyataan Anton, lima orang tersebut langsung memborgol dan memasukkannya ke dalam Estrada. Anton protes dan meronta di dalam Estrada yang tertutup rapat. Ketika itu mobil masih diparkir dalam keadaan gelap karena tertutup kaca.

Anton mengatakan, dirinya terus meronta dan melawan sekitar 30 menit sambil berteriak agar dibiarkan bergabung dengan kawan-kawannya. Karena terus meronta, dia lalu dilempar ke bak belakang mobil, sambil mobil bergerak.

Di bak belakang mobil, kakinya diikat keatas dalam keadaan tangan masih diborgol. Mereka mengatakan akan membawanya ke Polsek Doyo. Namun mobil yang berjalan berputar-putar membuat Anton panik dan terus berteriak karena tidak tahu dia akan dibawa kemana.

Karena terus berteriak, mulut Anton lalu dilakban dan kepalanya sempat dipukul.

Anton mengetahui bahwa dirinya dibawa ke arah Genyem, dan seseorang dengan motor Supra x mengikuti dari belakang. Sambil meronta terus menerus, Anton berhasil melompat dari mobil yang melambat, dan jatuh ke tengah jalan.

Dia masih terus berteriak minta tolong untuk diserahkan pada polisi, “saya bukan binatang, saya berjuang untuk Papua,” ujarnya. Keenam orang tersebut mengelilinginya ditengah jalan dan terus mengancam keras.

“Untung ada seorang mahasiswa asal Wamena dia lewat di jalan itu, dia datangi kami dan bilang pada mereka untuk berhenti, dan tidak boleh lakukan itu, karena melanggar hukum”, Anton menjelaskan.

Baru setelah mahasiswa itu pergi untuk melaporkan kejadian, kelima orang tersebut membawa Anton ke Polres Doyo. Itupun setelah dibawa berputar lagi beberapa kali.

Saat ini Anton menderita luka-luka lecet di tangan, kaki dan kepala, serta kepala pusing. Dia dan teman-temannya di KNPB menolak dirujuk ke RS Youwari oleh Polisi, dan memilih ditangani secara mandiri oleh organisasi.(*)

Bangsa Papua Sedang Melawan Slow Motion Genocide

YOGYAKARTA, SUARAPAPUA.Com — Melalui Radio New Zealand (RNZ), dilansir RNZ (15/5/2016), Pdt. Socratez Sofyan Yoman menegaskan, bangsa Papua hari ini sedang mengalami ‘slow motion genocide’, genosida yang terjadi perlahan-lahan.

Menurut Yoman, bangsa Papua tidak tinggal diam. Bangsa Papua sudah, sedang, dan akan terus berusaha berupaya dan berjuang untuk tetap eksis dan hidup di atas tanah airnya.

Pendeta Zocratez yang adalah pimpinan Persekutuan Gereja-gereja Baptis di Tanah Papua ini dikabarkan bertemu dengan beberapa anggota perlemen dan dengan petinggi-petinggi agama di kawasan Melanesia dan Pasifik.

Dalam kesempatan wawancara dengan RNZ, Yoman juga mengaku kecewa terhadap sikap Ramos Horta, pejuang kemerdekaan Timor Leste yang datang ke Papua beberapa waktu lalu. Menurut Yoman, Horta, komentarnya usai mengunjungi Papua tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pejuang yang pernah memimpin sebuah bangsa menuju kemerdekaan.

Yoman tidak sendiri bicara soal genosida di Papua Barat. Sebelumnya, Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Agung Brisbane, Australia, pada 1 Mei 2016, telah mengeluarkan sebuah laporan berjudul We Will Lose Everything.

Dokumen ini berisi catatan pelanggaran atas hak asasi manusia Papua di atas tanah airnya. Kesimpulan dari dokumen ini, adalah adanya genosida yang berjalan lambat, sedang terjadi di Papua, dan bangsa Papua terancam punah.

“Sistim hukum dan politik Indonesia tidak mau dan tidak mampu menangani pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat,” kata laporan tersebut seperti dikutip suarapapua.com, Rabu (18/5/2016).

“Mereka (bangsa Papua) selalu hidup dalam ketakukan akan kekerasan dan merasa putus asa dengan jumlah mereka yang berkurang sangat cepat serta terus terpinggirkannya mereka secara ekonomi dan sosial,”

lanjut laporan ini.

Sebelumnya, Jim Elmslie, seorang akademisi dari Universitas Sidney, Australia, pernah melakukan penelitian di Papua dan mengeluarkan sebuah laporan dugaan pelanggaran HAM berat di Papua, berupa kepunahan bangsa Papua secara berlahan-lahan. Kesimpulan penelitiannya ini didukung oleh data statistik tentang komposisi kuantitas penduduk asli Papua dan non Papua.

Analisis statistik Elmslie dengan kuat memperlihatkan kesenjangan dari komposisi dari perkiraan total penduduk Papua tahun 2020: pendatang di Papua berjumlah 5.174.782 (71,1%) dan orang asli Papua di Papua hanya 2.112. 681 (28,99%). Elmslie menyebutnya, sebuah bencana demografis terparah, yang mengindikasikan adanya ‘slow motion genocide’.

Pemerintah Indonesia dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pemerintahannya telah melakukan pendekatan kesejahteraan dalam menangani Papua. Misalnya, menanggapi soal laporan berjudul We Will Lose Everything, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan RI, Luhut Binsar Panjaitan, menanggapi dingin.

“Bila ada bukti awal, akan kita proses secara terbuka,” katanya singkat, dilansir rappler.com edisi 3 Mei 2016.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo terus menolak Tim Pencari Fakta dari Pasific Islands Forum (PIF) untuk datang ke Papua memantau langsung pelanggaran HAM. Bahkan ketua Melanesian Spearhead Group (MSG), Manasseh Sogavare. Indonesia beralasan, soal Papua adalah persoalan internalnya.

Untuk diketahui, genosida adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944. Kata ini diambil dari bahasa Yunani, genos (‘ras’, ‘bangsa’ atau ‘rakyat’) dan bahasa Latin caedere (‘pembunuhan’).

Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.

Genosida adalah istilah yang menggambarkan perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok mengakibatkan penderitaan fisikatau mental yang berat terhadap anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya, melakukan tindakan mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-anak dalam kelompok ke kelompok lain

Ada pula istilah genosida budaya yang berarti pembunuhan peradaban dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, mengubah atau menghancurkan sejarahnya atau menghancurkan simbol-simbol peradabannya.

Pewarta: Bastian Tebai

Editor: Arnold Belau

KNPB: Dalam Lima Hari Polisi telah Menangkap 125 Orang Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com—- Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat melaporkan, dalam lima hari terakhir, sejak tanggal 10 Juni lalu hingga hari ini, Rabu (15/6/2016) kepolisian kolonial republik Indonesia telah menangkap 1.236 orang.

“Kalau hari ini ada sekitar 1.135 orang yag ditangkap. Yaitu 100 orang ditangkap di Wamena. 1.004 orang ditangkap di Sentani dan 31 mahasiswa ditangkap oleh aparat dari Polres Malang, Jawa Timur. Lalu, tanggal 10 Juni lalu aparat dari Polresta Jayapura tangkap 31 orang di Jayapura Kota. Dan tanggal 13 Juni lalu 65 orang ditangkap di Sentani. Di tanggal yang sama, pada 13 lalu, 4 orang ditangkap di Nabire. Jadi semua yang ditangkap dalam lima hari terakhir ada 1.235 orang,”

ungkap Bazoka Logo, juru bicara Nasional KNPB Pusat kepada suarapapua.com dari Jayapura, Rabu (15/6/2016).

Dijelaskan, 31 orang ditangkap di Jayapura saat bagika selebaran. 65 orang di Sentani juga ditangkap saat bagikan selebaran di Sentani. 4 orang yang di Nabire, ditangkap saat antar surat pemberitahuan ke Polisi. 31 mahasiswa di Malang ditangkap saat aksi hari ini. 100 orang di Wamena dan 1004 orang di Sentani ditangkap saat mau aksi.

“Tetapi semua setelah ditangkap, sudah dibebaskan. Dan mereka dibebaskan setelah diinterogasi dan diminitai keterangan di Polisi. Namun yang di Nabire, mereka ditahan selama satu hari di penjara Polres Nabire baru dibebaskan,”

terang Logo.

Dikatakan, di Sentani, satu orang sempat ditahan, diinterogasi dan dipukul sehingga sempat hilang kesadaran. Namun saat ini dia sudah sembuh.

“Setiap kali aparat tangkap, selalu ada penganiayaan terhadap aktivis KNPB seperti yang terjadi di Sentani. Dalam perjalanan menuju ke Polres, banyak yang dipukul di tengah jalan. Ini kebiadaban negara kolonial yang sedang ditunjukkan pada orang Papua,”

katanya.

Logo menegaskan, sikap yang Polisi kolonial tunjukkan hari ini sesungguhnya mendukung dan mempercepat perjuangan bagi Papua Barat, dan juga kemudian merusak citra demokrasi Indonesia sendiri.

“Rakyat Papua semakin jelas dan semakin sulit untuk percaya Indonesia sebagai negara demokrasi, jika Pengamanan aparat kepada rakyat yg ada di Papua dalam menyampaikan pendapat dibuka umum. Polisi seharusnya kedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Bukan kedepankan kekerasan dan represif,”

katanya.

Aksi demo rakyat Papua menolak tim penyelesaian kasus pelanggaran HAM buatan Jakarta yang dipimpin oleh Luhut Panjaitan, Menko Polhukam berlangsung di beberapa kota yang ada di Papua dan Papua Barat. Antara lain, Nabire, Merauke, Fak-Fak, Paniai, Timika, Manokwari, Sorong, Biak, Sentani, Jayapura.

Pewarta: Arnold Belau

Ketua DPRD: 2000 Orang Papua Tidak Diperlakukan Seperti Manusia

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Papua, Yunus Wenda, mengatakan, aparat keamanan di Papua memperlakukan secara tidak manusiawi 2000 warga Papua saat melakukan aksi unjuk rasa di Provinsi Papua pada awal bulan Mei Tahun 2016.

“Masyarakat Papua disiksa, dipukul secara tidak manusiawi di lapangan terbuka yang dilakukan oleh aparat keamanan dan ini dilihat masyarakat Internasional,” kata dia kepada satuharapan.com di Gedung Parlemen, Senayan di Jakarta pada hari Jumat (27/5).

Dia mengatakan selama ini penanganan aksi unjuk rasa yang dilakukan aparat keamanan baik TNI atau Polisi tidak manusiawi. Kondisi Papua saat ini jangan dilihat seperti pada tahun 1940 atau 1980.

“Hari ini masyarakat Internasional memperhatikan masyarakat Papua apalagi dalam waktu mendatang pertemuan pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) akan kembali digulirkan,” kata dia.

Dia menyarankan agar aparat yang dikirim ke Papua belajar adat istiadat masyarakat Papua sehingga aparat mengetahui apa yang harus dilakukan.

“Saya tidak tahu apakah pemerintah mengikuti ini atau tidak. Pemerintah jangan menganggap ini biasa-biasa saja. Salah satu solusi saat ini sebenarnya adalah Revisi Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua,” tambah dia

Editor : Eben E. Siadari

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny