InjuryTime yang Mendebarkan

.JAYAPURA – Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan apapun tentang penundaan pembahasan RUU Otsus Plus yang masih terus dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Kepastian ini nantinya akan diketahui pada akhir bulan ini, apakah disahkan ataukah ditunda untuk dibahas pada anggota DPR RI periode 2014 – 2019.

Demikian disampaikan Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., saat dihubungi via telepon selularnya, Kamis (25/9). “Ya, kalaupun ditunda periode depan, kan tidak masalah toh. Kan pengesahan RUU itu memang wewenangnya DPR-RI. Jadi periode mana saja yang sahkan, tidak ada masalah,” tandasnya.

Namun demikian, menurut Yunus sampai saat ini Tim Asistensi  RUU Otsus Plus terus berjuang agar lebih cepat disahkan, maka hal itu akan lebih baik. “Tapi kalau belum bisapun, tidak ada masalah, karena itu kewenangan mereka. Kita tidak bisa mendikte keputusan DPR RI,”tukasnya.

Seperti diketahui banyak elemen masyarakat yang sampai saat ini masih pesimis RUU Otsus Plus bagi Provinsi di Tanah Papua, akan bisa digolkan oleh DPR RI periode 2009 – 2014.

Saat dicecar dengan pertanyaan, apakah Tim Asistensi RUU Otsus Plus pasrah dengan belum pastinya, RUU ini apakah disahkan atau tidak. Dengan tegas Yunus menampik hal itu. “Kalau sudah pasrah, kita tentunya sudah pulang sebelum tanggal 30 September,”tukasnya.

Namun ditegaskannya sampai saat ini, tim masih berjuang di Badan Legislasi (baleg) – DPR RI, agar RUU ini bisa gol untuk di paripurnakan.

Seperti diketahui, sebelumnya hari Rabu 24 September juga telah berlangsung Rapat Baleg – DPR RI bersama dengan Pemerintah yang dihadiri langsung Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin bersama   Perwakilan Menteri Dalam Negei dan juga Perwakilan Menteri Keuangan.

Sebelumnya Yunus menjelaskan perjalanan tim asistensi menggolkan RUU Otsus Plus ini, sampai saat ini sudah masuk dalam agenda mekanisme, yang sedang berjalan di badan legislasi (baleg) yakni dengan sempurnakan draft Otsus Pemerintah  di Tanah Papua.

Sebelumnya Tim Asistensi RUU Otsus Plus juga telah melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pusat. Dalam pertemuan ini DPD sambut dengan luar biasa dan mendukung. “Dimasa kepemimpinan mereka di saat injury time ini, mereka berharap ada satu kenangan besar yang mereka bisa buat untuk Papua yakni memperjuangkan RUU ini,”paparnya.

Yunus juga menjelaskan sampai saat ini seluruh fraksi mendukung RUU Otsus Plus ini. “Maka kami minta doa dan dukungan dari seluruh masyarakat di Tanah Papua,” katanya lagi. (ds/ari/l03)

Sumber: Jum’at, 26 September 2014 06:42, BintangPapua.com

InjuryTime yang Mendebarkan was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Timotius Murib: Siapa Minta Referendum ?

JAYAPURA – Tudingan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus bakal mempercepat referendum di Papua dinilai merupakan pembohongan publik. Pernyataan seperti itu dapat menyesatkan rakyat Papua. Jadi patut dipertanyakan kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Papua. Lantaran orang-orang yang tinggal di tanah Papua bukan hanya etnis Papua sendiri, melainkan berbagai elemen masyarakat lain hidup dengan penuh kedamaian di bumi Cenderawasih.
Demikian disampaikan Ketua MRP Papua, Timotius Murib ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (24/9) terkait komentar berbagai kalangan di media yang menyebutkan pengesahan draf Otsus Plus percepat referendum. Timotius menyatakan naif bila ada ungkapan menyebutkan bahwa pengesahan draf Undang undang Otsus Plus mempercepat referendum.

Jadi apa yang disampaikan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang mengaitkan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus dengan referendum itu merupakan pembohongan publik. ‘’Hal itu, bagi saya sangat menyesatkan rakyat di Tanah Papua. Saya minta tak perlu mengeluarkan pernyataan seperti itu. Malah saya bertanya kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Tanah Papua, bila UU Otsus Plus disahkan,’’ tegas Timotius.

Dikatakan, penegasan ini perlu disampaikan sehingga tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat. Sebab bisa saja ketika rakyat Papua minta referendum dari RI hari ini, namun yang akan menentukan sikap referendum bukan dilakukan segelintir orang atau sekelompok orang, melainkan melibatkan seluruh masyarakat yang ada di Papua.

Murib memberikan sebuah ilustrasi terkait referendum. Orang yang hidup di Tanah Papua ini bukan orang asli Papua saja. Ada banyak orang yang hidup di Tanah ini, jumlah mereka lebih banyak dari orang Papua asli. Aneh rasanya jika orang Papua yang sedikit ini minta referendum. Itu tentu hal yang mustahil dan tidak mungkin terlaksana bila dibandingkan dengan jumlah penduduk non Papua.

Nah, dalam posisi seperti itu orang Papua akan tetap kalah. Yang menentukan referendum itu adalah seluruh rakyat yang tinggal di tanah Papua, tanpa baik orang Papua maupun non Papua. ‘’Malah pemikiran saya nanti justru ikut NKRI,” kata Timotius dalam ilustrasinya.

Untuk itu, ia meminta agar oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, jangan membohongi rakyat dengan hal yang tidak benar. ‘’Mari kita berfikir positif supaya rakyat Papua sejahtera. Saya juga mengajak semua pihak mendukung proses draf Otsus Plus untuk tanah Papua dengan baik sehingga ada kehidupan yang lebih baik dirasakan masyarakat asli Papua,’’ tandasnya.

Lebih lanjut Ketua MRP, ketika Undang undang Otsus Plus diberlakukan di tanah Papua, maka semua Undang-Undang Nasional dan peraturan sektoral lainya tidak akan berlaku lagi di Tanah Papua. Semua aturan akan tunduk di bawah Undang-Undang Otsus Plus atau Undang-undang Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat ditunjang dengan Perdasi- Perdasus.

Dengan demikian nantinya, hak-hak, rakyat Papua terakomodir dalam Perdasi/Perdasus. Hal ini kata Timotius sangat penting dan terkait dengan kebijakan pengelolaan kehutanan dan hasil bumi di Tanah Papua. Lantaran sistem desentralisasi sangat merugikan Papua. Artinya, kebijakan pusat lebih dominan atas hasil hutan maupun hasil bumi tanah Papua.

Contoh kasus, semua perijinan kehutanan maupun pertambangan langsung diberikan oleh Kementerian. Kebijkana itu berlaku untuk semua jenis perijinan kehutanan dan lain-lainya pengelolaan kekayaan alam tanpa melibatkan Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur dan para Bupati di Kabupaten. Pemerintah daerah tidak berdaya, ketika pemerintah bertanya ada jawaban perijinan diberikan langsung Kementerian.

Oleh karena itu tukasnya, tak salah jika Pemerintah Provinsi Papua memperjuangan draf Otsus Plus untuk di berlakukan di seluruh Tanah Papua untuk memproteksi kekayaan alam Papua. Ketika Undang-Undang Otsus Plus diberlakukan, otomatis tanah-tanah yang diplotkan untuk tujuan tertentu dihapuskan, tidak berlaku lagi. Kebijakan perijinan dikembalikan kepada Pemerintah daerah ditunjang dengan Perdasi – Perdasus. ‘’Malah dari pengamatan saya selama ini yang terjadi kebijakan pusat berbenturan Pemda Provinsi Papua.

Tidak benar

Disamping itu, Timotius juga menolak secara tegas pernyataan yang menyudutkan bahwa konsultasi Otsus Plus melibatkan Eropa dan Amerika. Draf Undang-Undang Otsus bagi Provisi Papua yang berlaku di Tanah Papua lanjutnya, merupakan cikal bakal aspirasi rakyat Papua yang direkomendasikan rakyat dalam rapat dengar pendapat di Hotel Sahid Jayapura.

Amanat Undang-undang No. 21 Thn 2001 pasal 77 menyatakan, evaluasi terhadap Otsus dilakukan tiap tahun, namun selama 13 tahun lebih implementasi Undang-undang ini tak pernah dilakukan evaluasi oleh rakyat Papua.

MRP periode II mulai melakukan evaluasi terhadap Undang-undang Otsus Papua ini bersama rakyat dengan menghadirkan kelompok intelektual akademisi orang asli Papua di 29 Kabupaten dan kota di Provinsi Papua serta melibatkan 11 Kabupaten di Provisi Papua Barat di tujuh zona adat. Saat dengar pendapat evaluasi Otsus, utusan rakyat Papua dari tujuh zona adat menyatakan Otsus gagal dan dikembalikan. Rakyat Papua minta segera digelar dialog Papua-Jakarta.

Selanjutnya kata dia, hasil dengar pendapat diplenokan kemudian disampaikan Gubernur Papua Lukas Enembe ke Presiden, Mendagri dan semua petinggi negara di Jakarta. Hasilnya, Gubernur langung membentuk tim asistensi daerah, setelah tim asistensi daerah terbentuk selanjutnya jadi cikal bakal draf perubahan menyeluruh terhadap Undang – undang No. 21. Tahun 2001.

Secara jelas rakyat Papua nyatakan sikap. Rakyat Papua ingin terjadi ada perubahan, maka terjadilah perombakan menyeluruh terhadap Undang-undang Otsus Papua, dimana perubahan menyeluruh itu melibatkan semua komponen termasuk kelompok intelektual dan akademisi orang asli Papua.

Undang-undang Otsus Papua, kata Timotius merupakan Undang-undang yang akan berlaku di tanah Papua untuk perubahan menuju kemakmuran orang Papua. Ini tentunya perjuangan yang mahal. ‘’Jadi tidak perlu berkomentar miring. Justru yang saya pertanyakan apakah mereka menyumbangkan segenap pikirannya untuk draf Otsus Plus. Jadi saya minta stop melakukan pembohongan publik di media,’’ tegasnya. (ven/ari/l03)

Kamis, 25 September 2014 15:41, BintangPapua.com

Komisi II Tolak Otsus Plus Dibantah

Saturday, 27-09-2014, SULUHPAPUA.com

Jakarta (SP)—Terkait pernyataan Yandri Susanto, anggota Komisi II DPR – RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR –RI bahwa Komisi II DPR RI telah menolak untuk membahas RUU Otsus Plus Papua dibantah oleh Juru Bicara Tim Asisten RUU Otsus Plus, Yunus Wonda dan Staff Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah, Velix Wanggai.

“itu hanya pernyataan sepihak dari anggota Komisi II dimaksud, itu bukan pandangan fraksinya, atau Komisi II secara menyeluruh, dan kami anggap itu bagian dari dinamika pro dan kontra sejak awal RUU ini kita godok dan siapkan”, kata Yunus Wonda ketika di hubungi per telepon semalam.

Hal yang sama juga disampaikan Velix Wanggai, melalui pesan singkatnya Velix menjelaskan bahwa Tim Asistensi sudah melakukan komunikasi dan silaturahmi dengan semua fraksi dan sebagian besar mendukung RUU Otsus Plus ini.

“RUU Otsus Plus tidak di tolak, saat ini sudah masuk tahapan pembahasan tingkat I di rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, dari hasil silaturahmi kami dengan Fraksi Golkar, F- PDI-P, F-PKB, F-PPP, F-PD, dan F-PKS semuanya mendukung penyelesaian RUU ini”, kata Velix Wanggai melalui pesan singkatnya semalam.

Sebelumnya, seperti dilansir oleh JPNN-Network, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Yandri menjelaskan bahwa meski DPR dalam Sidang Paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam Prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

Menurutnya jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, RUU Otsus Plus ini tidak taat asas karena diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses Panja, Pansus, Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Ia juga menegaskan bahwa RUU Otsus Plus tidak akan dibahas, apalagi disahkan.

(B/AMR/R1/LO1)

Komisi II DPR Tolak RUU Otsus Papua Plus

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Meski DPR dalam sidang paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

“Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman. Jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas. RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak,” kata Yandri Susanto, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/9).

Karena dinilai menyalahi prosedur dan dia menjamin RUU ini tidak akan disahkan dalam DPR periode ini.

“Karena prosedurnya dilanggar maka RUU ini tidak akan dibahas, apalagi disahkan. Jadi tidak benar kalau ada isu RUU ini akan disahkan, karena kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua. Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua ke depannya,” tegas Yandri.

Menjawab pertanyaan, terkait isu adanya dugaan pesanan asing terutama Amerika Serikat tentang keberadaan PT Freeport di Papua, Yandri hanya mengatakan bahwa Komisi II banyak mendapatkan info terkait tunggang-menunggangi RUU ini.

Karena itu dia yakin pembahasan RUU ini baru bisa dilakukan oleh DPR periode mendatang. Pembahasan masih memerlukan waktu panjang dan belum ada satupun anggota DPR yang pergi ke Papua untuk melihat dan mencek fakta sebenarnya.

“Karena banyaknya info, kita wajib mencermatinya dan makanya juga DPR perlu waktu untuk mengumpulkan banyak hal yang berkembang di lapangan. Karena baru disahkan pada 16 September lalu dan karena masa bakti DPR periode ini akan berakhir, kita menolak karena perlu mencermati semua hal. Itulah makanya saya berpikiran biar DPR periode mendatang saja yang membahasnya,” ujarnya.

RUU yang diajukan pemerintah juga perlu dicermati karena banyak isu yang diatur memerlukan penelaahan khusus dan harus dibahas serius. Terutama lanjutnya, karena ada pasal yang mengatur bahwa jabatan politik di Papua harus diisi oleh orang Papua asli dan ini tentunya tidak baik untuk kebhinekaan.

“Dalam RUU itu tertulis dalam salah satu pasalnya bahwa jabatan politik harus diisi oleh orang Papua asli. Ini tentunya merupakan isu yang sangat sensisitif untuk keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika. Di Papua itu kan yang hidup disana buka orang Papua asli saja, seperti halnya di daerah lainnya. Banyak masyarakat disana adalah pendatang yang sudah bermukim di Papua selama beberapa generasi. Jadi kalau itu diakomodir maka bisa menimbulkan perpecahan Indonesia. Makanya saya salah satu yang menolak RUU ini. Kasih kesempatan bagi anggota yang baru nanti untuk turun ke lapangan,” pintanya.

Selain itu juga perlu dikaji masalah perimbangan pembagian pusat dan daerah. Dalam RUU itu tertulis bahwa mereka berhak mendapatkan 80 persen hasil dari Papua untuk mereka.

“Untuk dana perimbangan, mereka meminta 80 persen. Makanya ini perlu dicermati lagi apakah selama ini Otsus yang diberikan sudah adil dan merata? Selama ini dana Otsus juga cukup besar dan belum pernah dievaluasi. Evaluasi dulu Otsus Papua yang sekarang baru nanti kita berikan apa yang kurang,” pungkasnya. (fas/jpnn)

Kamis, 25 September 2014 , 19:47:00, JPPN

Komisi II Tolak Otsus Plus Dibantah

Saturday, 27-09-2014, SULUHPAPUA.com

Jakarta (SP)—Terkait pernyataan Yandri Susanto, anggota Komisi II DPR – RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR –RI bahwa Komisi II DPR RI telah menolak untuk membahas RUU Otsus Plus Papua dibantah oleh Juru Bicara Tim Asisten RUU Otsus Plus, Yunus Wonda dan Staff Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah, Velix Wanggai.

“itu hanya pernyataan sepihak dari anggota Komisi II dimaksud, itu bukan pandangan fraksinya, atau Komisi II secara menyeluruh, dan kami anggap itu bagian dari dinamika pro dan kontra sejak awal RUU ini kita godok dan siapkan”, kata Yunus Wonda ketika di hubungi per telepon semalam.

Hal yang sama juga disampaikan Velix Wanggai, melalui pesan singkatnya Velix menjelaskan bahwa Tim Asistensi sudah melakukan komunikasi dan silaturahmi dengan semua fraksi dan sebagian besar mendukung RUU Otsus Plus ini.

“RUU Otsus Plus tidak di tolak, saat ini sudah masuk tahapan pembahasan tingkat I di rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, dari hasil silaturahmi kami dengan Fraksi Golkar, F- PDI-P, F-PKB, F-PPP, F-PD, dan F-PKS semuanya mendukung penyelesaian RUU ini”, kata Velix Wanggai melalui pesan singkatnya semalam.

Sebelumnya, seperti dilansir oleh JPNN-Network, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Yandri menjelaskan bahwa meski DPR dalam Sidang Paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam Prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

Menurutnya jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, RUU Otsus Plus ini tidak taat asas karena diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses Panja, Pansus, Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Ia juga menegaskan bahwa RUU Otsus Plus tidak akan dibahas, apalagi disahkan.

(B/AMR/R1/LO1)

Komisi II Tolak Otsus Plus Dibantah was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Komisi II DPR Tolak RUU Otsus Papua Plus

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Meski DPR dalam sidang paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

“Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman. Jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas. RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak,” kata Yandri Susanto, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/9).

Karena dinilai menyalahi prosedur dan dia menjamin RUU ini tidak akan disahkan dalam DPR periode ini.

“Karena prosedurnya dilanggar maka RUU ini tidak akan dibahas, apalagi disahkan. Jadi tidak benar kalau ada isu RUU ini akan disahkan, karena kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua. Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua ke depannya,” tegas Yandri.

Menjawab pertanyaan, terkait isu adanya dugaan pesanan asing terutama Amerika Serikat tentang keberadaan PT Freeport di Papua, Yandri hanya mengatakan bahwa Komisi II banyak mendapatkan info terkait tunggang-menunggangi RUU ini.

Karena itu dia yakin pembahasan RUU ini baru bisa dilakukan oleh DPR periode mendatang. Pembahasan masih memerlukan waktu panjang dan belum ada satupun anggota DPR yang pergi ke Papua untuk melihat dan mencek fakta sebenarnya.

“Karena banyaknya info, kita wajib mencermatinya dan makanya juga DPR perlu waktu untuk mengumpulkan banyak hal yang berkembang di lapangan. Karena baru disahkan pada 16 September lalu dan karena masa bakti DPR periode ini akan berakhir, kita menolak karena perlu mencermati semua hal. Itulah makanya saya berpikiran biar DPR periode mendatang saja yang membahasnya,” ujarnya.

RUU yang diajukan pemerintah juga perlu dicermati karena banyak isu yang diatur memerlukan penelaahan khusus dan harus dibahas serius. Terutama lanjutnya, karena ada pasal yang mengatur bahwa jabatan politik di Papua harus diisi oleh orang Papua asli dan ini tentunya tidak baik untuk kebhinekaan.

“Dalam RUU itu tertulis dalam salah satu pasalnya bahwa jabatan politik harus diisi oleh orang Papua asli. Ini tentunya merupakan isu yang sangat sensisitif untuk keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika. Di Papua itu kan yang hidup disana buka orang Papua asli saja, seperti halnya di daerah lainnya. Banyak masyarakat disana adalah pendatang yang sudah bermukim di Papua selama beberapa generasi. Jadi kalau itu diakomodir maka bisa menimbulkan perpecahan Indonesia. Makanya saya salah satu yang menolak RUU ini. Kasih kesempatan bagi anggota yang baru nanti untuk turun ke lapangan,” pintanya.

Selain itu juga perlu dikaji masalah perimbangan pembagian pusat dan daerah. Dalam RUU itu tertulis bahwa mereka berhak mendapatkan 80 persen hasil dari Papua untuk mereka.

“Untuk dana perimbangan, mereka meminta 80 persen. Makanya ini perlu dicermati lagi apakah selama ini Otsus yang diberikan sudah adil dan merata? Selama ini dana Otsus juga cukup besar dan belum pernah dievaluasi. Evaluasi dulu Otsus Papua yang sekarang baru nanti kita berikan apa yang kurang,” pungkasnya. (fas/jpnn)

Kamis, 25 September 2014 , 19:47:00, JPPN

Komisi II DPR Tolak RUU Otsus Papua Plus was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Marinus: Pengesahan RUU Otsus Plus Dapat Percepat Referedum

Selasa, 23 September 2014 05:38, BintangPapua.com

Marinus YaungJAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Hukum, HAM, Sosial Politik Indonesia, FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Papua akan semakin cepat menuju referendum di Tahun 2015 apabila RUU Otsus Plus disahkan oleh DPR RI.

Alasannya, karena seharusnya elit politik di pusat bertanya dan sekaligus menganalisa mengapa sampai draft RUU Otsus Plus lebih banyak dikonsultasi atau disosialisasikan ke Eropa dan Amerika Serikat daripada ke masyarakat Papua? Yang dibaca publik selama ini tujuan konsultasi publik ke Eropa dan Amerika Serikat dimaksudkan untuk meredam dukungan negara-negara Eropa, khususnya parlemen Eropa dan Amerika Serikat terhadap perjuangan Papua merdeka. Namun langkah politik ini pada akhirnya telah menjerumuskan Papua kedalam konspirasi internasional yang ingin memecah belah Indonesia menjadi 4 negara merdeka, termasuk Papua di dalamnya.

Pada Tahun 2015 sesuai dokumen rahasia Mantan Perdana Menteri Israel, Manahen Begin, yang membangun konspirasi internasional dengan Amerika Serikat dan sekutunya untuk memecah belah negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia yang direncanakan di belah menjadi 4 negara merdeka. Memperkuat pendapat ini bulan Agustus 2014 lalu setelah draft ke-14 RUU Otsus Plus direvisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menimbulkan ketidakpuasaan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH., yang mengambil sikap protes Gubernur Lukas Enembe langsung menjadi topik pembicaraan di parlemen Eropa dan Amerika Serikat.

“Betapa seriusnya perhatian asing terhadap RUU Otsus Plus, harusnya menjadi peringatan dini bagi elite politik di Jakarta untuk mewaspadainya,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (22/9).

Kewenangan yang terlalu besar bagi Papua dalam Otsus Plus, apabila sudah diimbangi dengan rasa nasionalisme elit politik Papua terhadap merah putih semakin tinggi? Elit politik di DPR RI jangan terlalu cepat percaya dengan elite politik Papua.

Karena konsultasi RUU Otsus Plus ke Eropa dan Amerika Serikat, secara politik merupakan bentuk undangan langsung pemerintah Indonesia untuk mengikutsertakan asing terlibat langsung dalam mengurus masalah Papua. Dan kita tahu sejarah Indonesia membuktikan bahwa keterlibatan asing selalu diwarnai tindakan-tindakan subversif dan mengancam integrasi bangsa. Pihak asing selalu ingin Indonesia bubar seperti negara Yugoslavia atau Uni Soviet, agar wilayah-wilayah penyangga ekonomi Indonesia seperti Papua bisa dikuasai dan dikendalikan asing.

irinya khawatir kalau DPR RI tergesa-gesa dan terburu-buru menetapkan RUU Otsus Plus menjadi UU Pemerintah Papua, tanpa memikirkan skenario asing dalam RUU ini untuk melepaskan Papua, maka jangan salahkan Papua kalau Tahun 2015, Papua akan menyusul Timor Leste menjadi negara sendiri, dan tinggal dua wilayah di Indonesia yang akan merdeka berikutnya.

Sebab itu, sebelum terlibat jauh, dirinya mengingatkan pemerintahan Presiden SBY ataupun Pemerintahan Jokowi untuk menunda dulu RUU Otsus Plus ini, dan mengevaluasi kembali politik invisible hand pihak asing dibalik desakan elit politik Papua yang terlalu bernafsu meloloskan RUU ini dan mendorong digelarnya dialog damai nasional Jakarta-Papua untuk membicarakan ulang model-model pengelolaan dan penanganan masalah Papua, apakah harus melalui RUU Otsus Plus atau referendum atau regulasi hukum yang lain, yang semuanya dalam kerangka menciptakan perdamaian dan keadilan di Tanah Papua. Tapi kalau pemerintah tidak membaca baik politik invisible hand pihak asing dibalik RUU Otsus Plus ini, maka RUU Otsus Plus ini akan menjadi pisau politik yang menusuk pemerintah Indonesia dari belakang.

“Ketika kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar ada di tangan elite politik Papua, maka selesai sudah hubungan Jakarta dengan Papua yang dibangun selama 50 Tahun,” tandasnya.(Nls/don/l03)

Marinus: Pengesahan RUU Otsus Plus Dapat Percepat Referedum

Selasa, 23 September 2014 05:38, BintangPapua.com

Marinus YaungJAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Hukum, HAM, Sosial Politik Indonesia, FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Papua akan semakin cepat menuju referendum di Tahun 2015 apabila RUU Otsus Plus disahkan oleh DPR RI.

Alasannya, karena seharusnya elit politik di pusat bertanya dan sekaligus menganalisa mengapa sampai draft RUU Otsus Plus lebih banyak dikonsultasi atau disosialisasikan ke Eropa dan Amerika Serikat daripada ke masyarakat Papua? Yang dibaca publik selama ini tujuan konsultasi publik ke Eropa dan Amerika Serikat dimaksudkan untuk meredam dukungan negara-negara Eropa, khususnya parlemen Eropa dan Amerika Serikat terhadap perjuangan Papua merdeka. Namun langkah politik ini pada akhirnya telah menjerumuskan Papua kedalam konspirasi internasional yang ingin memecah belah Indonesia menjadi 4 negara merdeka, termasuk Papua di dalamnya.

Pada Tahun 2015 sesuai dokumen rahasia Mantan Perdana Menteri Israel, Manahen Begin, yang membangun konspirasi internasional dengan Amerika Serikat dan sekutunya untuk memecah belah negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia yang direncanakan di belah menjadi 4 negara merdeka. Memperkuat pendapat ini bulan Agustus 2014 lalu setelah draft ke-14 RUU Otsus Plus direvisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menimbulkan ketidakpuasaan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH., yang mengambil sikap protes Gubernur Lukas Enembe langsung menjadi topik pembicaraan di parlemen Eropa dan Amerika Serikat.

“Betapa seriusnya perhatian asing terhadap RUU Otsus Plus, harusnya menjadi peringatan dini bagi elite politik di Jakarta untuk mewaspadainya,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (22/9).

Kewenangan yang terlalu besar bagi Papua dalam Otsus Plus, apabila sudah diimbangi dengan rasa nasionalisme elit politik Papua terhadap merah putih semakin tinggi? Elit politik di DPR RI jangan terlalu cepat percaya dengan elite politik Papua.

Karena konsultasi RUU Otsus Plus ke Eropa dan Amerika Serikat, secara politik merupakan bentuk undangan langsung pemerintah Indonesia untuk mengikutsertakan asing terlibat langsung dalam mengurus masalah Papua. Dan kita tahu sejarah Indonesia membuktikan bahwa keterlibatan asing selalu diwarnai tindakan-tindakan subversif dan mengancam integrasi bangsa. Pihak asing selalu ingin Indonesia bubar seperti negara Yugoslavia atau Uni Soviet, agar wilayah-wilayah penyangga ekonomi Indonesia seperti Papua bisa dikuasai dan dikendalikan asing.

irinya khawatir kalau DPR RI tergesa-gesa dan terburu-buru menetapkan RUU Otsus Plus menjadi UU Pemerintah Papua, tanpa memikirkan skenario asing dalam RUU ini untuk melepaskan Papua, maka jangan salahkan Papua kalau Tahun 2015, Papua akan menyusul Timor Leste menjadi negara sendiri, dan tinggal dua wilayah di Indonesia yang akan merdeka berikutnya.

Sebab itu, sebelum terlibat jauh, dirinya mengingatkan pemerintahan Presiden SBY ataupun Pemerintahan Jokowi untuk menunda dulu RUU Otsus Plus ini, dan mengevaluasi kembali politik invisible hand pihak asing dibalik desakan elit politik Papua yang terlalu bernafsu meloloskan RUU ini dan mendorong digelarnya dialog damai nasional Jakarta-Papua untuk membicarakan ulang model-model pengelolaan dan penanganan masalah Papua, apakah harus melalui RUU Otsus Plus atau referendum atau regulasi hukum yang lain, yang semuanya dalam kerangka menciptakan perdamaian dan keadilan di Tanah Papua. Tapi kalau pemerintah tidak membaca baik politik invisible hand pihak asing dibalik RUU Otsus Plus ini, maka RUU Otsus Plus ini akan menjadi pisau politik yang menusuk pemerintah Indonesia dari belakang.

“Ketika kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar ada di tangan elite politik Papua, maka selesai sudah hubungan Jakarta dengan Papua yang dibangun selama 50 Tahun,” tandasnya.(Nls/don/l03)

Marinus: Pengesahan RUU Otsus Plus Dapat Percepat Referedum was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Draft Otsus Plus Sudah Habiskan Miliaran Rupiah

Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua Yan Permenas Mandenas, S.Sos, M.SiJAYAPURA – Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua Yan Permenas Mandenas, S.Sos, M.Si, menyatakan Penyusunan Draft Otsus Plus telah menghabiskan dana miliran rupiah. Hal itu diungkapkan terkait pernyataan Asisten I Pemprov Papua, Doren Wakerkwa yang menyatakan tidak benar adanya penyusunan draft UU Otsus Plus selama ini memboroskan anggaran.

Yan Mandenas menandaskan, Doren Wakerkwa tidak mengetahui masalah penggunaan, tapi dia (Doren) hanya mengetahui soal bagaimana rancangan penyusunan Draft Otsus Plus tersebut.

Ia mengatakan, jikalau beliau menyatakan tidak terjadi pemborosan anggaran, itu hal sangat keliru. Sebab memobilisasi orang ke Jakarta sudah terjadi pemborosan anggaran, kemudian anggaran yang sudah dipakai lobbi Otsus Plus kurang lebih Rp15 Miliar. Kini Pemprov minta ijin prinsip untuk penambahan anggaran mendahului RAPBD 2015 dengan nilai Rp50 miliar dan sekarang Gubernur Papua sudah tandatangan. Tinggal tandatangan Ketua DPR Papua.

“Jangan selalu berdalih melibatkan semua rakyat Papua dalam penyusunan Draft UU Otsus Plus itu. Ini yang harus kita tanyakan, rakyat Papua mana yang dimaksud. Mekanisme dan tahapan Otsus Plus ini juga jauh dari harapan. DPR Papua wajib mengoreksi pemerintah untuk mereview kembali perjalanan Otsus itu,”

kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/9) kemarin.

Yan Mandenas mengemukakan, apa yang disusun dalam draft otsus Plus belum tentu diterima semua rakyat Papua, karena barang tersebut membutuhkan proses yang transparan dengan melibatkan banyak pihak.

“Kalau saya lihat Otsus Plus ini lebih menggiring agar kebijakan Pemprov Papua lebih besar. Kalau masalah kesejahteraan masyarakat itu tidak ada sehingga dari sini kita bisa tahu kalau digiring lebih kepada agar Otsus Plus ini bisa memberikan kewenangan luas kepada gubernur dan jajarannya untuk bisa memperkuat kewenangannya dalam melakukan manuver pembangunan,”

ujarnya.

Oleh karena itu, Yan Mandenas meminta agar jangan terus mengatasnamakan rakyat hanya karena Alam Papua tahu siapa yang tulus dan siapa yang tidak. “Kami Yakin ada penyimpangan dalam mendorong Otsus Plus ini. Itulah sebabnya saya selalu bersuara,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan Yan Mandenas, sebelum melangkah dalam pengambilan keputusan tetap harus diambil solusi terlebih dahulu. Sebab Agenda di Jakarta sekarang hanya menyampaikan finalisasi draft Otsus Plus itu. Tapi belum tentu disahkan karena belum masuk Prolegnas.

“Dipusat kan butuh pengkajian lagi. bukan hanya dibahas dengan DPR RI tapi juga Menteri terkait. Saya lihat tim yang ada sekarang ini tidak terorganisir dan tidak mewakili semua rakyat Papua, sehingga kontra. Saya bukannya menolak Otsus plus, tapi kalau belum mengakomodir semua kepentingan itu harus dikoreksi. Jangan berpikir jangka pendek tapi dalam jangka panjang,”

tutupnya. (Loy/don/l03)

Rabu, 17 September 2014 12:04, BintangPapua.com

Draft Otsus Plus Tak Mungkin Disahkan

Yan Permenas Mandenas S.Sos. M.SiJAYAPURA – Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua, Yan Permenas Mandenas, S.Sos., M.Si., menentang keras usaha pemerintah Provinsi Papua bersama beberapa pihak yang mendorong disahkannya Draf Undang-undang Otsus Plus oleh pemerintah pusat dan DPR RI.

Menurut Yan Mandenas, draft Otsus Plus tidak mungkin disahkan oleh DPR RI karena pembahasan Draf Otsus Plus tidak bisa selesai dalam waktu satu atau dua hari, akan tetapi membutuhkan dua sampai tiga tahun untuk bisa disahkan.

“Draft Otsus ini bukan pesimis lagi untuk diterima, akan tetapi tidak mungkin disahkan lagi, melainkan masuk dalam agenda pembahasan. Ketika masuk dalam agenda Prolegnas maka ini butuh pembahasan. Sebab, RUU Pilkada saja, satu tahun lebih baru masuk sekarang di sidang paripurna DPR, apalagi Otsus Plus yang tidak mungkin disahkan dalam waktu cepat,”

ungkap Yan Mandenas kepada wartawan di Jayapura, Minggu (14/9) kemarin.

Perjuangan Draft Otsus Plus diharapkan kepada semua pihak harus bersabar, untuk kembali merapatkan barisan dan melihat kembali mana-mana yang menjadi koreksi dan masukan-masukan untuk mendorong Draft Otsus Plus  ke Pemerintah Pusat agar bisa disahkan.

“Orang Jakarta tidak akan Gentar ketika kita datang dalam jumlah besar, mereka pikir di Jakarta itu Siapa Lu siapa Gua.  Jadi itu tidak berlaku tapi bagaimana kita datang dengan pikiran yang baik, diplomasi tepat dan mendapat dukungan yang kuat sehingga aspirasi yang kita perjuangkan Otsus Plus benar-benar bisa didukung,” kata Yan Mandenas.

Dukung tersebut Menurut Yan Mandenas, bukan hanya dukungan pemerintah dan masyarakat Papua, akan tetapi orang-orang yang mempunyai hati untuk membangun Indonesia, karena banyak tokoh nasional melihat Papua untuk perhatian bagaimana Papua harus maju, dan berkembang.

Yan Mandenas membeberkan, bahwa Undang-undang dibuat dalam bentuk Otsus Plus sekarang ini berbicara hal yakni, Perikanan, Kelautan, Kehutanan, Sumber Daya Manusa (SDA) dan sebagainya.

Oleh karena itu, wacana mengerahkan seluruh Bupati di Provinsi Papua untuk  mengikuti sidang di DPR RI tidak akan melahirkan sebuah jawaban.

“Jangankan dikerahkan para Bupati, kerahkan satu kampung pun tidak pengaruh sama sekali bagi Jakarta. Sebab yang dibutuhkan sekarang ini adalah fisik orang yang datang lalu konsep pikiran dalam memperjuang Otsus plus untuk lolos di pusat,”

ujarnya.

Lebihlanjut disampaikan Yan Mandenas, bahwa pihaknya selaku Ketua Fraksi Pikiran Rakyat bukan merubah suatu kebijakan, tapi yang terpenting adalah kebijakan Otonomi Khusus selama 13 tahun berjalan harus di evaluasi terlebih dahulu secara menyeluruh.

Dimana evaluasi yang dilakukan ada lima sektor yakni, sektor  Pendidikan, Kesehatan, ekonomi, Infrastruktur dan Hukum dan Ham. “Lima sektor ini harus diveluasi terlebih dahulu sejauh mana implementasi daripada pelaksanaan Otsus selama 13 tahun dengan penyerapan dana Otsus sudah sekian Triliun yang sudah kita terima,” katanya.

Setelah dievaluasi Otsus selama 13 tahun ini, baru ditarik sebuah kesimpulan sebuah kebijakan yang baru. Entah dia itu Otsus Plus atau yang lain bisa dilakukan. “Ini kan evaluasi belum dilakukan secara bersama-sama seperti evaluasi yang bukan hanya dilakukan oleh pemerintah, akan tetapi evaluasi yang dilakukan oleh seluruh rakyat Papua,” tandasnya.

Alasan evaluasi dilakukan oleh pemerintah dan seluruh rakyat Papua, dikarenakan Otsus berawal dari tuntutan merdeka sehingga harus dilakukan evaluasi secara bersama-sama dengan seluruh rakyat Papua baru menetapkan sebuah kesimpulan yang mendorong untuk membuat kebijakan yang baru dalam hal ini Otsus Plus. “Ini kan tidak dilakukan sama sekali, hanya mungkin  dengan internal pemerintah yang kemudian aspirasi politik lalu lahirlah Draft Otsus plus untuk didorong dan dibawah ke Jakarta,” tandasnya.

Sambung Mandenas, draft Otsus Plus belum mendapat legitimasi dari semua rakyat Papua. Pemerintah daerah tak sadar telah mengabaikan hak-hak rakyat Papua sebelum dituangkan dalam suatu kebijakan. Apalagi prosesnya boleh dikatakan berjalan sangat tertutup serta waktu terbatas.

“Tidak dimunculkan ke publik untuk dapat tanggapan publik. Harusnya publik memberi tanggapan, setuju atau tidak. Minimal ada masukan dari masyarakat. Baik yang setuju maupun yang tidak. Tapi ini belum dilakukan,”

ujar dia.

Secara etika dalam pembahasan sebuah aturan harusnya melahirkan legitimasi yang kuat dan Otsus Plus ini harus jadi pemikiran semua masyarakat Papua, bukan hanya Pemrov, MRP dan DPRP. Bahkan Gubernur Papua mengancam akan meletakkan jabatannya jika draft Otsus Plus tak disetujui pemerintah pusat.

“Ini ketidak dewasaan dan ketidak mampuan kita melakukan lobi-lobi politik dan ideal politik dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat Papua. Ancaman tak akan membuat gentar orang Jakarta. Tapi bagaimana kita membangun sebuah komunikasi untuk meyakinkan Jakarta agar konsep pemikiran kita bisa diterima,”

katanya.

Dikatakan, bukannya Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua tak mendukung. Namun tentu harus sesuai mekanisme yang ada. pembahasan harus mendapat masukan yang cukup dari para penggagas Otsus atau tim asistensi Otsus yang masih ada. Apalagi UU Otsus itu sudah mengorbankan rakyat Papua, darah dan air mata.

“Jadi tidak bisa kita libatkan satu dua kebijakan saja yang masih berlaku di tanah Papua akhirnya menimbulkan pro dan kontra. Sebaiknya jangan kita mendorong sesuatu yang tidak tepat waktu. Harus dilakukan dialog atau membuka ruang publik baru kita maju bersama. Ada dua kepentingan yang saya lihat. Pertama kepentingan kelompok dalam Otsus Plus dan kedua menghabiskan anggaran besar namun tidak inputnya,”

ucapnya.

Sebaiknya lanjut Mandenas yang juga sebagai Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Papua ini, bahwa kebijakan Otsus Plus yang bersifat politis tapi harus berimbang antar kebijakan bersifat politik dan pro rakyat. Ia berharap, gubernur Papua dan tim penyusun merefkeksi kembali proses persiapan Otsus Plus, untuk memperjuangkan kesiapan daerah, harus berkoordinasi bersama untuk mendapat legitimasi.

“Bukan ramai-ramai ke Jakarta. Cukup diwakili Pemprov, DPRP, dan MRP. Orang Jakarta tidak akan gentar kalaupun kita datang ramai-ramai. Otsus Plus itu harus dibahas bersama secara baik agar hal ini tidak hanya diperjuangkan oleh orang Papua saja namun orang lain yang ingin membangun Papua. Ini harus bahasa ini secara baik,”

ujarnya. (loy/don/l03)

Senin, 15 September 2014 01:41, BntangPapua.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny