Ditulis oleh FRANSISCO DON BOSCO POANA, Rabu, 04 April 2012 06:22, BintangPapua.com
Akhir akhir sering kita dengar, sering kita lihat dan baca banyak anggota OPM yang bergabung dan kembali kepada Negara Indonesia. Beberapa pemikiran muncul dibenak saya, bagi anak adat seperti saya yang jauh dari hiruk pikuk politik, merenung dan memikirkan segala kejadian di tanah adat adalah bagaikan kewajiban. Bagi tokoh-tokoh OPM yang pernah malang melintang mendiami hutan atau yang malang melintang ke penjuru dunia memperjuangkan kemerdekaan Papua, tetapi ujung-ujungnya kembali kenegeri ini, ketanah adat ini tanah yang diberkati Tuhan.
Mereka kembali dengan haluan yang berbeda setelah melihat kenyataan bahwa Papua memang hak sah Indonesia. Lalu saat ini kita melihat ada lagi yang begitu seperti mereka dulu, menyebar janji suara keras menentang Indonesia demontrasi. Saudara-saudara kita itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara, coba kita lihat kisah orang-orang yang dulu OPM, lalu kembali ke Indonesia. Tokoh Organisasi Papua Merdeka Nicholas Jouwe Setelah 42 tahun menetap di Negeri Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Papua, akhirnya menyatakan bahwa perjuangan memisahkan diri Papua dari Indonesia ternyata tidak mendapat respon dunia internasional. Jouwe yang datang dan kembali menjadi WNI, mengaku kagum dengan keseriusan pemerintah Indonesia dalam membangun Papua, saat pelariannya ke Eropa tersebut masyarakat Papua masih hidup dalam zaman batu yakni belum sepenuhnya megenal peradaban.
Hampir 70 persen rakyat Papua massa itu masih hidup dalam zaman batu, sekarang saya datang dan saya lihat setelah 42 tahun di Eropa, Papua telah maju, bangsa Papua sangat maju, Jouwe mengaku kepulangannya ke Papua karena dirinya adalah warga Negara Indonesia suku Papua yang sama dengan WNI yang lain. Menanggapi perjuangan sebagian rakyat Papua yang masih menginginkan merdeka dengan tujuan membentuk Negara Papua terlepas dari NKRI, Jouwe bahkan brtanya tentang maksud pemisahan diri yang diinginkan sebagian masyarakat Papua. “Saudara-saudara itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara apa? Itu tidak akan pernah terjadi, saya perjuangkan itu mati-matian, sampai tahun 1969, saya tanya kepada PBB kenapa Papua tidak bisa merdeka, PBB bilang Papua punya kemerdekaan sudah direalisasikan oeh Soekarno Hatta pada 17 agutus 1945.”
Lalu, hal senada juga muncul dari Kampung Kimi Kabupaten Nabire sebagaimana dimuat Pasific Pos pada 1 November 2011 jangan bicara Merdeka sebelum memerdekakan diri. Mantan Panglima Organisasi Papua Merdeka (OPM) di era tahun 60-an hingga awal tahun 80-an, Yulian Jap Marey menanggapi sejumlah aksi”“aski yang mengatasnamakan perjuangan untuk Papua yang pada akhirnya membawa korban terhadap masyarakat yang sesungguhnya tidak tahu tetapi malah menjadi korban. Selaku tokoh politik menegaskan kepada semua lapisan masyarakat Papua, jangan terpancing dengan isu-isu kepentingan politik saudara-saudara kita dan janganlah bicara merdeka sebelum memerdekakan diri, keluarga dan kampung halaman.
Selaku mantan Panglima yang pernah berjuang untuk mendirikan sebuah negara, namun dirinya kembali berpikir bahwa itu perjuangan yang tidak mungkin dan hanya membuat mati konyol. Sehingga kembali dirinya berpikir untuk membangun kampong, dan dari situlah akan memerdekakan diri, keluarga dan kampung. Dan wilayah Kampung Nusantara Kimi Kabupaten Nabire yang ada saat ini, dulunya sebagai basis OPM di bawah kepemimpinannya. Kini dapat dirubah dengan sebuah konsep sederhana sebagai sebuah kampung yang dibangun secara perlahan sejak tahun 1980-an. Yulian Jap Marey mengatakan tidak mungkin saya akan bangun sebuah negara, dan akhirnya saya berpikir untuk membangun sebuah kampung saja dan kini semua jalan “jalan yang ada di Kampung Kimi hanya dengan swadaya bersama masyarakat kita bangun dan selanjutnya kami minta bantuan kepada pemerintah untuk diaspal, dengan bantuan dana Otsus bisa nikmati atau jalan di atas jalan aspal. Hal ini bisa dilakukan oleh semua tokoh politik, semua kepala suku dan tokoh masyarakat buat rencana untuk membangun kampung, maka orang Papua sudah berada di ambang pintu sejahtera. Dan pembangunan kampung yang dilakukan oleh para tokoh untuk membangun rakyatnya, maka itu yang disebut kemerdekaan atas diri sendiri atau di atas negerinya sendiri. Sementara hal lain menjadi urusan dan pemberian dari Tuhan, bagaimana kalau urusan besar kita mau buat, sementara yang kecil saja kita tidak bisa sendiri.
Semangat, kesadaran atas pemahaman kebangsaan beruntun menyambung dari berita-berita, mulut ke mulut anak adat saling member informasi tentang situasi kembalinya tokoh-tokoh yang dulu kepala batu dengan merdeka. Kemudian, Panglima Tentara Pembebasan Papua Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) Alex Mebri merespon positif para pendahulu, dan dia memastikan bahwa konflik dan kekerasan di bumi Cendrawasih itu bukan karena keinginan untuk merdeka, melainkan akibat konflik politik yang berkaitan dengan pemilihan umum kepala daerah. “Mereka bukan OPM, tetapi mengatasnamakan OPM,” kata Alex kepada wartawan ketika menemui Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, di kediaman Aburizal, Jalan Mangunsarkoro, Jakarta,
Papua pembangunannya tertinggal dan marilah kita cari solusi yang terbaik untuk Papua dan pembangunannya,” kata perwakilan Tim 12 yang juga mantan Panglima Tentara Nasional OPM Alex Mebri. Pelaku konflik, menurut Alex menggunakan isu Papua merdeka untuk mencari simpati maasyarakat. Padahal, sesungguhnya adalah persoalan konflik politik praktis. “Dan, rakyat tidak diperhatikan.” Karena itu, kekerasan seolah tidak pernah berhenti, dan rakyatlah yang justru selalu menjadi korban. Alex mengaku bahwa dia dan para pengikutnya telah membulatkan tekad kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta siap secara bersama-sama pemerintah RI untuk membangun Papua menjadi lebih sejahtera dan damai. Baginya, apa pun caranya, konflik/kekerasan harus segera diakhiri. Jika tidak, Papua tidak akan pernah sejahtera. Selain melakukan audiensi dengan Aburizal Bakrie, Alex Mebri dan Pdt John Ramandey mengatakan akan bertemu dengan Ketua DPR dan Presiden untuk menyampaikan pernyataan sikap soal masuknya TPN/OPM ke dalam NKRI. (VIVAnews 12 Februari 2012)
Namun demikian sebagai idiologi, keinginan merdeka memang tidak serta merta hilang dengan kembalinya tokoh-tokoh sentral kedalam Indonesia, sehingga beberapa orang masih saja menyebarkan isu-isu ketengah rakyat, seperti isu Negara Papua telah didaftarkan di PBB. Hal tersebut sempat menjadi tanda tanya oleh sebagian besar rakyat Papua. Ada yang percaya, ada yang tidak. Kemudian, saya mendapatkan tulisan yang bisa membawa suatu informasi yang tidak jelas menjadi terang yaitu dari Mantan Menlu OPM Nick Messet yang mengeluarkan Pernyataan Ekslusif sebagai berikut. Beredar diantara kalangan masyarakat Papua satu surat yang dinyatakan dari Sekjen PBB Ban Kie Mon, tertanggal 28-01-2012 yang mana menyatakan bahwa : Negara Republik Federal Papua Barat resmi terdaftar di PBB dengan No. Code : R.R. 827 567 848 B E. Dan sehubungan dengan surat ini maka sudah dibentuk : DEWAN NASIONAL PAPUA BARAT oleh sekolompok aktivis Papua untuk menjalankan isi dari surat tersebut. Mereka juga mengatakan, “ Ini desakan dari pihak luar negeri untuk segera disusun perangkat Negara secara keseluruhan. Setelah saya mendapat info ini maka saya mengadakan kontak dengan kawan saya yang pernah menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai kebenaran dari Surat Sekjen PBB tanggal 28-01-2012. Beliau langsung menyatakan dengan Tegas bahwa, berita itu TIDAK BENAR! !!! PBB tidak bekerja seperti itu ! Ada aturan Undang-undang dan mekanisme dalam organisasi PBB yang mengatur semua persoalan sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat :
Pertama, setiap surat atau dokumen harus mendapat persetujuan dari semua anggota PBB, minimal 2/3 dari jumlah anggota PBB, termasuk Indonesia.
Kedua, harus dapat persetujuan dari Dewan Keamanan (DK) sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat atau dokumen tersebut. Dan proses ini memakan waktu yang lama sekali, tidak semudah seperti yang banyak orang pikirkan dan harapkan, dalam sekejap mata.
Saya juga minta agar beliau cek apakah ada surat dengan nomor Code: R.R. 827 567 848 BE, dan setelah di cross-cek beliau katakan tidak ada, dan sarankan agar bisa dicek dalam website dari PBB mengenai surat ini. Dan setelah di cek di website resmi PBB http://www.un.org juga tidak ditemukan surat dengan nomor tersebut. Karena semua keputusan yang dikeluarkan oleh PBB selalu dipublikasikan secara transparan dimedia masa dan untuk diketahui oleh public secara umum, apalagi menyangkut keputusan satu negara baru yang akan menjadi anggota PBB. Dengan beredarnya Surat yang TIDAK BENAR dan mengatasnamakan Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini maka ingin saya katakan, bahwa masyarakat jangan dengan mudah percaya provokasi dan ajakan-ajakan dari pihak pihak yang tidak betanggungjawab dan hanya ingin mengambil keuntungan dan memberi angin segar mengenai persoalan Papua yang sudah TIDAK menjadi perhatian di PBB. Banyak orang yang hanya ingin memberi berita berita yang menyenangkan (menghibur) bagi masyarakat Papua yang TIDAK mengerti mengenai proses dan mekanisme tatacara menyampaikan permasalahan yang akan dibawakan ke Sidang Umum PBB dan DEWAN KEAMANAN. Telah berulang kali saya menyatakan bahwa soal Papua sudah TIDAK menjadi topic pembahasan yang akan dibicarakan di dalam Sidang Umum PBB.
Saya juga menghimbau agar masyarakat Papua jangan mudah terpancing dan percaya akan berita berita BOHONG !.Jangan pikir gampang untuk persoalan Papua dibawakan kembali Ke Sidang Umum PBB, waktunya sudah lalu dan sudah menjadi bagian dari sejarah, IRIAN BARAT atau PAPUA sudah mendapat legitimasi dari Sidang DK (Dewan Keamanan) PBB pada 19 November 1969, bahwa Papua adalah Bagian dari NKRI. Maka sejak saat itu status Papua sebagai daerah Koloni sudah selesai, dan resmi dihapuskan dari daftar negara-negara Koloni. Jadi untuk membawakan masalah Papua kembali dalam proses dekolonisasi di dalam pembahasan PBB itu adalah hal yang mustahil dan tidak mungkin.
Disini saya ingin menyampaikan bukti sebuah fakta, dan saya ingin agar seluruh masyarakat Papua yang masih bermimpi bahwa persoalan dapat Papua dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi PBB, agar dapat membaca dan memahami dengan baik agar tidak terus bermimpi dan terlena dengan berita berita BOHONG yang selalu dipublikasikan dari waktu ke waktu kepada masyarakat Papua.
Ini sebuah bukti ; pada tanggal 11 September 2000, duabelas (12) orang Papua hadir dan bertemu serta mendengar secara langsung keterangan dari Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai status Papua. Pertemuan tersebut dapat terlaksana karena adanya permintaan dari mantan PM Vanuatu Hon. Barak Tame Sope Mautamate MP kepada Mantan Sekjen PBB Kofi Annan untuk bertemu dengan orang yang dapat menjelaskan kepada delegasi Papua yang pada saat itu dipimpin langsung oleh Ketua PDP alm. Theys Hiyo Eluay, Ikut dalam delegasi tersebut, Wakil Ketua PDP Tom Beanal, Moderator Urusan Luar Negeri Franzalbert Joku(sekarang sudah berjiwa NKRI), alm. Victor Kaisiepo, Yorris Raweyai beserta istri sebagai anggota PDP, Mediator Willy Mandowen, Andy Ayamiseba, Rex Rumakiek, Andy Manobi, staff PDP Di USA Celeste Beatty dan Nick Messet.
Delegasi PDP, dipertemukan dengan utusan Sekjen PBB seorang Diplomat dari Peru, Mrs. Maria Maldonado, yang menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi urusan Asia dan Pasifik. Dan selama hampir dua jam Beliau menerangkan bahwa masalah Papua sudah dicabut dari Komite Dekolonisasi berdasarkan keputusan Sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 19 November 1969. Jadi TIDAK MUNGKIN untuk dikemudian hari masalah Papua tersebut akan dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi lagi karena Papua bukan lagi daerah Koloni, karena sudah menjadi bagian dari NKRI, jadi persoalan Papua sudah selesai.
Jadi dengan demikian sudah terang benderang bagi kita semua bahwa jangan kita terlena terus menghibur diri dan saling “baku tipu” antara kita sendiri, dan lebih dari itu jangan terus menipu rakyat yang tidak mengerti dengan semua proses dan mekanisme yang mereka sendiri buta. Kelalaian PDP waktu itu ialah, TIDAK mensosialisasikan hasil pertemuan dengan Direktur Dekolonisasi pada saat kembali ke Papua. Dan ini yang membuat ada kecenderungan anggapan bahwa masalah Papua bisa dimasukkan kembali kedalam daftar daerah koloni oleh Komite Dekolonisasi PBB.
Himbauan saya, khususnya kepada generasi muda Papua, mari kita sebagai masyarakat dan generasi Papua membantu Pemerintah Daerah Papua dan Pemerintah Pusat untuk membangun Tanah Papua ke depan degan penuh rasa kasih sayang dan tanggung jawab berdasarkan kesadaran NASIONAL yang tinggi, agar Tanah Papua kedepan menjadi pulau yg aman, tertib, damai dan sejahtera. Dan semoga ini semua bisa menjadi contoh bagi Provinsi -Provinsi lain di seluruh Indonesia.Mari kita lihat kedepan dan menyiapkan masa depan anak -cucu kita yang lebih baik.
Semoga uraian dan keterangan saya bisa dibaca dan dipahami degan baik serta menjadi bahan pemikiran bagi kita semua, khususnya masyarakat Papua di Tanah Papua. God Bless “¦!
Penulis adalah :
– Anggota Dewan Pendiri Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO) Di Timika -Papua
– Pemerhati  masalah politik di Papua.