Elieser Awom: Saya OPM Murni

Bintang Papua – Menanggapi pemberitaan sebelumnya terkait kelompok TPN/OMP pimpinan Goliath Tabuni, melalui Anton Tabuni dan dimediasi oleh KNPB yang mempertanyakan kapasitas dirinya, Elieser Awom, akhirnya berkunjung ke redaksi Bintang Papua untuk memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut. “Saya adalah TPN/OPM murni, perlu saya sampaikan hal ini kepada semua, dan saya juga ingin sampaikan bahwa, kita semua berjuang untuk merdeka,” ujar ELieser Awom, Selasa (6/12) kemarin.

Dirinya juga menjelaskan perihal tuduhan bahwa dirinya menyerah,”Kalau saya menyerah kenapa saya ditahan dan harus jalani sebelas tahun di dalam penjara, dan saya dilepaskan tahun 1999 itu karena menerima amnesty dari Presiden Gus Dur,” bebernya. Dalam ceriteranya, Elieser Awom menyampaikan bahwa, berawal dari tahun 1984,” Waktu itu saya adalah anggota Brimob, saya rela melepaskan seragam untuk berjuang demi Papua merdeka, dan saat itu saya langsung bergabung dengan kelompok pimpinan Richard Yoweni, empat tahun kemudian yaitu tahun 1988 saya ditangkap dan diadili,” ungkap Elieser Awom.

“Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa saya OPM murni, dan perjuangan yang saya lakukan sampai saat ini nyata, tahun 2007, kami lakukan pertemuan di Malaysia dengan tim diplomasi untuk mencari dukungan dari Negara luar, kemudian tahun 2008 kami masuk ke Vanuatu, dan berhasil meyakinkan Vanuatu sehingga mereka mengakui perjuangan bangsa Papua, dan membuka Kantor Perwakilan Papua di Vanuatu, setelah itu 22 September 2010 kami lakukan dengar pendapat dengan Kongres Amerika Serikat, dilanjutkan dengan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Amerika,” tambah Awom.

Terkait apa yang dipertanyakan kepada dirinya, Elieser menyampaikan bahwa,”Seharusnya kan kita saling mendukung, semua yang kita lakukan adalah perjuangan untuk mencapai kebebasan, Kalau kita terus-terusan saling menuduh dan mempertanyakan satu dan yang lain, tidak akan pernah mencapai tujuan,” tambahnya.

Ketika ditanya terkait tujuan yang ingin dicapai tersebut, Elieser menyampaikan bahwa,”Sudah jelas, apa yang sudah dideklarasikan pada saat Kongres Rakyat Papua III adalah tujuan kita, yaitu merdeka, kalau anda seorang pejuang dan mengerti politik, pasti akan mendukung hasil Kongres Rakyat Papua III,” beber Elieser Awom. “Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan Kongres itu adalah hasil keputusan rakyat, itu juga merupakan bagian dari perjuangan kita, mari kita dukung,” tutup Elieser Awom. (bom/don/l03)

Diposting oleh mamage • Pada Wednesday, 7 December 2011 14:27 WIB • Central Demokrasi

NKRI Sudah Final, Jangan Coba-coba Ganggu Keutuhan NKRI

Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]”]JUMPA PERS: Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]JAYAPURA [PAPOS] – Silahkan saja berkumpul dan menyampaikan pendapat, tetai jangan mengganggu keutuhan NKRI. Sebab NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke sudah final. NKRI sudah harga mati. Jadi siapa saja yang mencoba mengganggu keutuhan NKRI maka seluruh warga Negara Indonesia akan menghadangnya.

Demikian disampaikan Penjabat Gubernur Papua, Dr.Drs. Syamsul Arief Rivai, MS kepada wartawan diruang kerjanya, Jumat [21/10] usai melakukan pertemuan dengan sejumlah FORKOMPIMDA, tokoh agama dan tokoh masyarakat.’’ Jadi pemerintah tidak melarang masyarakat berkumpul dan menyampaikan aspirasinya, termasuk pelaksanaan Kongres Rakyat Papua [KRP] III,asalkan tidak bertentangan dengan aturan atau norma-norma hukum yang berlaku di NKRI,’’ tandasnya.

Untuk menyikapi gejolak yang terjadi di Tanah Papua saat ini, Penjabat Gubernur Provinsi Papua melakukan pertemuan tertutup dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah [FORKOMPIMDA] diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin.

Menurut Penjabat Gubernur, NKRI adalah final, wilayahnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Itu komitmen nasional. Untuk itu, siapapun dia warga negara dimuka bumi ini, tentu mempunyai komitmen yang sama untuk menjaga keutuhan negara Indonesia yang dicintai ini.

Oleh karena itu, tegas Gubernur, karena wilayah NKRI sudah final, sehingga jika ada kelompok atau orang yang mencoba memberikan statmen lebih dari pada itu, bukan saja warga Papua yang akan bertindak, tetapi seluruh rakyat Indonesia pasti akan menghadapinya.

“Jika ada kelompok atau orang yang ingin membangun negara di atas negara, bukan saja masyarakat di Papua yang akan bertindak menghadangnya, tetapi seluruh rakyat yang ada di Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama,”tukasnya.

Lanjut Rivai, berkaitan dengan Kongres Rakyat Papua [KRP] III, sebenarnya pemerintah dan aparat keamanan sudah memberikan tolerasi cukup tinggi untuk pertemuan itu. Dimana sudah mempersilahkan untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat, asal tidak menyinggung NKRI.

Sayangnya, dalam pertemuan yang berlangsung dari Senin [17/10) hingga Rabu (19/10) ada yang melanggar. Karena telah melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan, maka aparat keamanan terpaksa harus mengamankan beberapa orang untuk dimintai keterangan terkait kongres itu. “Dinamika di lapanganlah yang menyebabkan adanya ekses sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,”ujarnya.

Namun pihak aparat keamanan baik dari TNI dan Polri sudah berusaha sedemikian rupa dengan bertindak sesuai dengan [SOP] dalam penanganan persoalan. “Memang ada beberapa orang yang ditangkap pihak kepolisian, namun yang tidak berkaitan dengan persoalan sudah dilepaskan kembali. Tetapi bagi mereka yang secara nyata diduga mempunyai pengaruh terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan itulah yang sementara ditangani oleh pihak Polda untuk selanjutnya di proses secara hukum,” jelasnya.

Syamsul Arief mengajak seluruh masyarakat Papua untuk bersama-sama mendudukan masalah ini secara proposional.”Mari kita memberikan dukungan kepada aparat keamanan dalam mengambil langkah untuk menyelamatkan bangsa, bukan untuk kepentingan perseorangan melainkan untuk keselamatan penjagaan wilayah NKRI. Dengan demikian kita sepakat bahwa Indonesia itu final. Kalau kemudian ada ekses, saya meminta agar ditangani juga secara profosional,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap, kejadian yang terjadi pada Kongres Rakyat Papua III hendaknya kejadian yang terakhir dan tidak akan terulang lagi dimasa-masa yang akan datang. “Pada masayarakat Papua, mari kita bersama-sama membangun daerah ini dan menjaga ketertiban serta keamanan di provinsi tertimur di Indonesia ini, apalagi kita akan melaksanakan Pemilihan Gubernur Papua,” katanya.

Ditempat yang sama, Kapolda Papua Irjen Pol Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa kongres rakyat Papua III tidak dihentikan, meskipun pada awal pembukaan sudah terjadi penyimpangan dan melanggar aturan yang ada. Inilah toleransi terbesar yang diberikan aparat keamanan.

“Kami tidak menghentikan kongres tersebut, meskipun pada saat mau berlangsung ada pengibaran bendera bintang kejora. Meskipun sudah melanggar aturan yang ada, aparat keamanan memilih menunggu hingga berakhirnya pertemuan itu. Kalau ada ekses itu dinamika dilapangan,” tegasnya.

Menyinggung soal adanya tiga orang yang ditemukan tewas pasca penutupan kongres, Kapolda mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Apalagi kata Kapolda, pihak kepolisian tidak menerima permintaan izin penyelenggaraan KRP III tersebut. Karena, salah satu syarat pelaksanaan kongres adalah harus jelas tempat pelaksanaannya. ‘’Jadi sampai saat ini tidak ada permintaan izin, tapi inilah toleransi kita terbesar walaupun pada pembukaan sudah ada pengibaran bendera, tapi kita tunggu sampai selesai pelaksanaan kongres,’’ tandasnya.

“Kalau ada masyarakat termasuk rekan-rekan media, atau siapapun yang memiliki bukti penyebab tewasnya tiga orang tersebut silahkan sampai ke kepolisian, jangan cuma katanya-katanya silahkan sampaikan kepada kita. Kami akan menindaklanjutinya,’’tukasnya.

Lebih lanjut dikemukakan Kapolda, ke enam pelaku KRP IIIyang sementara ditahan akan diproses secara hukum. Sedangkan yang lainnya sudah dikembalikan oleh pihak kepolisian. Pada kesempatan tersebut.’’Sekali lagi saya klarifikasi bahwa Kongres tidak dihentikan. Karena, jika dihentikan mengapa tidak dari awal dihentikan,’’ katanya.

Sementara ketua DRPRP John Ibo membantah secara tegas adanya isu bahwa setiap anggota dewan gajinya dipotong untuk pendanaan KRP III. Isu itu tidak benar karena DPRP adalah suatu lembaga karena merupakan lembaga harus ada kebijakan yang merupakan keputusan. “Kami tidak pernah mempunyai keputusan atau kebijakan setiap anggota menyumbangkan dana terhadap kongres, bila memang ada akan ditemukan,” pungkasnya.[tho]

Written by Thoding/Papos
Saturday, 22 October 2011 00:00

Ramses Ohee : Negara Federasi Hanya Khayalan

BIAK – Hasil Kongres Rakyat Papua III yang ‘mendeklarasikan’ negara Feredasi Papua Barat mengundang beragam pandangan. Jika sebelumnya seorang Anggota DPR Papua Tonny Infandi menilai negara Federasi Papua Barat bentukan Kongres 3 harus dipandang sebagai bentuk aspirasi rakyat Papua, namun lain halnya dengan Ketua Umum Barisan Merah Putih Papua Ramses Ohee. Ramses lebih tegas mengatakan negara Federasi Papua Barat hanyalah sebuah khayalan yang tidak akan pernah terwujud. Dikatakan hasil Kongres Rakyat Papua (KRP) III dinilai telah mengatasnamakan rakyat Papua atau menyalahgunakan kesucian adat rakyat Papua. Sebab hasil kongres yang telah mendeklarasikan terbentuknya Negara Federasi Papua Barat jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bahkan pembentukan Negara tersebut dinilai sebagai bentuk khayalan sekelompok elite yang berada di Dewan Adat Papua (DAP). “Negara Federasi Papua Barat sebagai KRP III hanya mainan sekelompok elite Dewan Adat Papua. Dan itu jelas khayalan. Serta tidak disetujui mayoritas masyarakat adat Papua dan Papua Barat,” kata Ketua Umum Barisan Merah Putih Papua, Ramses Ohee via telepon yang saat ini berada di Jakarta kepada Bintang Papua, Jumat (21/10).

Kata Ohee, Dewan Adat telah dipermainkan dan disalahgunakan oleh kepentingan politik. Pejuang Papua Indonesia ini juga menolak tegas keputusan KRP III yang mendeklarasikan Negara Federasi Papua Barat. Pendirian Negara Papua Barat adalah khayalan dari sekelompok orang saja, dan tidak bisa mewakili seluruh rakyat di tanah Papua.

Katanya, pendirian suatu negara dengan Presiden, Perdana Menteri, dan struktur kabinetnya adalah jelas-jelas tindakan makar yang berlawanan dengan tujuan hukum NKRI. Menyelesaikan persoalan Papua harus dengan cara dan pola komunikasi yang sesuai dengan aturan hukum yang ada.

Ia menyadari masih ada persoalan kemiskinan, ketidakadilan, dan ketertinggalan masyarakat Papua saat ini. “Kami mengajak semua komponen masyarakat di Tanah Papua mencari format pembangunan yang tepat dalam menegakkan hak-hak dasar rakyat Papua,” katanya.

Ramses menghormati dan mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menata kembali pembangunan Papua di dalam kerangka otonomi khusus. “Kami juga mengharapkan aparatur pemerintah pusat dan di daerah menjalankan otonomi khusus yang konsisten dan menyeluruh,” ujarnya.

Ia menyerukan dukungan penuh bagi komitmen Presiden SBY untuk membangun Papua. “Kini, rakyat Papua menaruh harapan kepada Presiden SBY untuk mendorong perubahan yang lebih baik bagi Papua di dalam wilayah NKRI,” ucap Ramses. (pin/don/l03)

GMP Tolak Kongres Rakyat Papua III

Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Papua Simon Ohee (baju merah) didampingi anggotanya saat menggelar jumpa pers terkait, (13/10).
Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Papua Simon Ohee (baju merah) didampingi anggotanya saat menggelar jumpa pers terkait, (13/10).
JAYAPURA – Rencana akan digelar Kongres Rakyat Papua (KRP) III pada 16 Oktober mendatang di Jayapura mendapat penolakan dari Gerakan Merah Putih (GMP) Provinsi Papua dan Presidium Pemuda Peduli Rakyat(Pepera) Papua.

Ketua GMP Provinsi Papua Simon Ohee saat memberikan keterangan pers di Prima Garden, Kamis (13/10) mengatakan bahwa GMP dan Pepera Papua menyatakan sikap menolak rencana digelarnya KRP III, sebab persoalan kebangsaan sudah tuntas dan Papua adalah wilayah yang sah dari NKRI.

“Tidak perlu mengorbankan rakyat banyak. Kepada elit politik juga stop melakukan pembohongan publik. Hal ini dikarenakan semua tahu bahwa sampai saat ini internasional tetap mendukung wilayah Papua sebagai bagian yang sah dari NKRI, sehingga tidak perlu membohongi rakyat seolah-olah ada dukungan interansional,” tegasnya.

Menurutnya, KRP III hanyalah sarana pengalihan isu korupsi. “Jangan dijadikan tempat perlindungan para koruptor. Akan lebih baik jika energi yang kita miliki kita arahkan untuk memperjuangan hal-hal yang lebih konkret yang dibutuhkan rakyat,” ungkapnya.

Simon juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah dijajah, oleh karena itu rakyat Papua tidak mau lagi dijajah, karena hanya akan membuat trauma. “Negara ini hanya NKRI yang berdiri secara sah sehingga KRP III ini dirasa tidak perlu ada dan tidak perlu digelar di Jayapura. Kita jangan membuat rakyat terus terlelap dalam mimpi-mimpi yang tidak realistis,” ujarnya.

Terkait hal itu pihaknya menyerukan kepada seluruh rakyat agar tidak perlu terprovokasi dengan kondisi yang ada. “Perdamaian di Papua harus tetap dijaga. Gejolak Ambon jangan sampai membias ke Papua,” himbaunya.(ado)

Khawatir Terjadi Disintegrasi

Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak Kongres Rakyat Papua III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10).
Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak Kongres Rakyat Papua III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10).
JAYAPURA—Meski Panitia Kongres Rakyat Papua (KRP) III menyampaikan alasan bahwa kegiatan ini dilakukan penuh damai, namun tidak demikian bagi kelompok yang menamakan diri Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat. Mereka mengkhawatir dari Kongres Papua III ini bisa terjadi disintegrasi bangsa dan negara. Pasalnya, KRP III diprediksi membicarakan 3 hal antara lain Trikora, Pepera dan Otsus.

Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs. Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Provinsi Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak KRP III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10). Tiga hal yang diprediksi dibicarakan KRP III, masing masing Trikora. Padahal Trikora telah disampaikan 3 hal yakni gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda dan kibarkan bendera merah putih di seluruh dataran Irian Barat serta mobilisasi umum, sedangkan Pepera dikatakan cacat hukum karena tak sesuai Act Free Choice.

Padahal, kata dia, antara pemerintah Belanda dan Indonesia telah membicarakan pelaksanaan Pepera yang nantinya diadakan secara musyawarah dan mufakat sesuai UUD 1945 serta kegagalan Otsus.

Menurut dia, mengamati kondisi politik dan stabilitas di seluruh Tanah Papua yang merupakan daerah integral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka Forum Generasi Muda Trikora Papua Republik Indonesia memandang perlu menyikapi beberapa kegiatan yang dilakukan, sengaja maupun tak sengaja yang terkondisikan lewat Dewan Adat Papua (DAP) yang kini mengagendakan digelarnya Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang diselenggarakan pada tanggal 16 Oktober 2011 dengan agenda yang jelas – jelas mencederai tatanan kehidupan sesama suku – suku di Papua juga sesama suku dari Nusantara lainnya di Tanah Papua yang selama ini berjuang bersama membangun Tanah Papua sejak 1 Mei 1963 Papua masuk dalam NKRI.

Karena itu, lanjutnya, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Papua Indonesia menyatakan sikap politik sebagai berikut yang dibacakan Izaak Samuel Karubaba. Pertama, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia adalah anak – anak adat Tanah Papua yang tak sepaham dan menolak dengan tegas pelaksanaan KRP III di Jayapura yang dijadwal pada tanggal 16 – 19 Oktober 2011 yang jelas – jelas hanya dapat menghancurkan tatanan kesukuan adat asli Papua juga hanya mementingkan kelompok tertentu, dan merugikan rakyat Papua secara menyeluruh oleh karena itu kami menghimbau agar KRP III perlu dibubarkan secara tegas oleh aparat keamanan TNI / Polri, apabila kegiatan tersebut dipaksakan terlaksana.

Kedua, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora menghimbau kepada semua pihak apabila dalam agenda KRP III masih mempersoalkan masalah Pepera maka hal ini perlu disikapi oleh seluruh komponen anak bangsa untuk mengelar apel siaga Generasi Muda Trikora juga meminta pihak TNI / Polri menindak tegas kepada penyelenggara KRP III dimaksud.

Ketiga, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia mempertanyakan Kongres Adat dimaksud diselenggarakan oleh siapa dan kenapa sengaja mengakomodir kelompok tertentu saja sebagai peserta KRP III, sementara jelas – jelas dalam pernyataan Ketua Dewan Adat Papua dalam acara salah satu media di jayapura mendukung salah satu Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua yang jelas jelas sampai saat ini belum diakuinya Anak Papua Asli atau tak lewat Konsolidasi Adat dan penetapan Perdasus menyangkut orang asli Papua inikah yang disebut pembohongan publik.

Keempat, menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan kekerabatan serta menjaga keharmonisan diantara sesama suku – suku Asli Papua biar tak terkontaminasi / terprofokasi dengan informasi yang sengaja di hembuskan dengan menjanjikan hal – hal yang kurang bertanggungjawab.

Kelima, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia menghimbau kepada seluruh Generasi Muda Adat Papua agar segera satukan barisan dan mengawal pembangunan nasional yang diawali saat ini di seluruh Tanah Papua dengan mempersipakan masyarakat secara menyeluruh menuju pesta demokrasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2011 – 2016.

Keenam, menyeruhkan kepada seluruh masyarakat diseluruh Tanah Papua agar memberikan kepercayaan kepada Pemerintah, TNI / Polri agar bertindak tepat cepat guna mengatasi dan mengantisipasi setiap pergerakan yang jelas – jelas mengacaukan stabilitas dan keutuhan NKRI di Tanah Papua, dimana secara de jure dan de facto Papua ( dulu adalah bagian ) mutlak dari pada NKRI yang tidak dapat dipisahkan oleh siapapun.

Terpisah, Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai S.IP menegaskan, pihaknya menghimbau agar sebelum menggelar KRP III, Panitia mesti menyiapkan sejumlah anggaran untuk akomodasi dan transportasi para peserta. Pasalnya, apabila masalah ini tak dipersiapkan secara baik dikhawatirkan timbul masalah baru di Tanah Papua.

“Pada saat KRP II mantan Presiden Almarhum Gus Dur membantu panitia Rp 1 Miliar. Tapi untuk KRP III ini ada anggaran atau tidak. Ini harus dibicarakan baik baik bukan asal bicara,” katanya.

Selanjutnya, kata dia, KRP III perlu mendapatkan izin dari pemerintah serta melakukan koordinasi bersama pihak keamanan agar kegiatan ini berjalan terkoordinir dan aman. “Jangan sampai terjadi seperti di Timika yang merengut nyawa manusia,” ujarnya.

Terkait pernyataan Panitia KRP III bahwa pemerinta pusat telah menyetujui dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan membuka KRP III, menurut Anggota Komisi A DPR Papua dr. Yohanes Sumarto, Panitia KRP III ketika bertemu Deputi I Kemenpolhukam dianggap telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Padahal kenyataannya sesuai penjelasan dari Menkopolhukam Djoko Suyatno yang untuk klarifikasi kebenaran adanya kesediaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka dan bertindak sebagai keynote speaker KRP III 16-19 Oktober 2011 di Jayapura sebagaimana rilis yang disampaikan Panitia KRP III Selpius Bobii ke pelbagai media massa di Jayapura mengklaim bahwa KRP telah mendapat respon dan dukungan dari pemerintah pusat melalui Deputi I Politik Dalam Negeri Kemenpolhukam KRP III sekaligus akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga bertindak sebagai keynote speaker. Bila berhalangan Presiden akan menugaskan seorang Menteri tak benar seperti apa yang mereka klaim itu.

Menteri mengatakan, tentang KRP III nggak ada perintah Presiden untuk Menteri membuka KRP III. Presiden juga tak menugaskan Menteri. “Mereka itu diterima saja. Nggak ada janji – janji dari Staf saya. Staf nggak bisa memutuskan gitu lho,” kata DJoko Suyatno. (mdc/don/l03)

120 Repatrian PNG Ditelantarkan

JAYAPURA [PAPOS]- Kurang lebih 120 repatrian PNG mengeluhkan kondisi yang dialami mereka selama dua tahun hidup di kota Jayapura. Sanak keluarga di kota Jayapura mengabaikan keberadaan repatrian PNG ini. Program pemerintah melalui dana Otsus bagi mereka hanya sebagai gula-gula. Karena merasa diabaikan, tiga repatrian mendatangi Kantor Walikota Jayapura, Jumat [9/9] kemarin. Kehadiran mereka untuk menyampaikan permasalahan yang dialamai selama ini hidup di kota Jayapura.

Usai pertemua yang dilakukan secara tertutup di ruang kerja Walikota Jayapura. Salah satu repatrian PNG, Cosmos Pakay mengaku sangat…sangat kecewa sekali dengan program Pemerintahan Otonomi Khusus. Rasa kecewa ini bukan tidak beralasan, ketika tahun 2006 saat Gubernur Papua, Barnabas Suebu, SH mengunjungi repatrian di PNG. Barnabas mengatakan seluruh anak-anak Papua sudah tidak dibebani biaya uang sekolah.

Namun kenyataannya kata dia, sudah dua tahun hidup di Kota Jayapura, anak-anak mereka wajib bayar uang sekolah sebesar Rp.2 juta. ‘’Jadi sampai saat ini anak-anak kami belum menikmati dana BOS. Padahal mereka sudah bersekolah selama 2 tahun di Kota Jayapura,’’ ujar Cosmos lirih kepada wartawan usai bertemu dengan wartawan, kemarin.

Parahnya, tandasnya, tempat tinggal para repatrian ini tidak menentu. Lantaran hampir semua kerabat yang tinggal di kota Jayapura tidak mau menerima keberadaan mereka. “Sering timbul ketidak cocokan, bahkan anak-anak kami sering sekali bertengkar hanya masalah kecil entah itu makan dan kebutuhan lainya,” katanya.

Hal senada pula dikatakan, Fery Tan selama mereka hidup di kota Jayapura hidup mereka tidak menentu. Untuk itu, pihaknya mengharapkan Pemerintah dapat memperhatian masalah ini sebab repatrian merupakan warga masyarakat NKRI. ‘’Kita berharap ada perhatian pihak Pemerintah kota maupun Perintah Provinsi,’’ imbuhnya.

Permasalahan ini menurut dia, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Justru jika dibiarkan terus menerus maka dampaknya kurang baik bagi anak dan cucu. “Masalah kami minta segera sidikapi pemerintah. Jika tidak akan menimbulkan kecemburan dan kriminalitas dikalangan masyarakat luas karena tidak ada perhatian dari Pemerintah,”tukasnya.

Terketuk Hati

Ketua Kerukunan Masyarakat Jawa Mandura Jayapura H. Serminato mengatakan dirinya merasa terpanggil atas nasib yang dilamai oleh para repatrian ini. Mereka terlantar tidak ada perhatian dari pemerintah. Karena terpanggilsehingga ia mempertemukan mereka dengan Walikota Jayapura Drs Benhur Tommy Mano MM.

Ia pun mengaku sangat bersyukur karena Walikota Jayapura mau meluangkan waktu untuk bertemu dengan mereka. Dalam pertemua ini Walikota menyampaikan, ia akan berusaha memberikan membantu demi masyarakat. “Walikota akan berupaya semaksimal mungkin untuk kordinasi dengan Pemerintah Provinsi dalam menangani permasalahan ini,”katanya.

Walikota Jayapura Drs Benhur Tommy Mano MM mengatakan bahwa dirinya baru menerima keluhan yang dilamai saudara-saudara kita yang sebelumnya hidup di PNG. “Saya baru saja menerima laporan bahwa repatrian hidup terombang-ambing di kota Jayapura. Untuk itu, kami dari Pemkot tetap akan mempelajari permasalahan ini secara mendalam,”ujarnya.

‘’Secara jujur saya prihatin. Sebagai bentuk keprihatinan, Pemkot akan kordinasi dengan pihak Pemerintah Provinsi. Ini sebagai pembelajaran bagi kita semua,’’ tambahnya. [dhany]

Written by Dhany/Papos Saturday, 10 September 2011 05:34

JDP Segera Gagas Konsultasi Publik Orang Pendatang di Papua

JAYAPURA- Koordinator Jaringan Damai Papua( JDP),Pastor Neles Tebay mengungkapkan, untuk segera mewujudkan Papua Tanah Damai, dibutuhkan keterlibatan bersama antara semua aktor di masyarakat Papua, eksekutif, legislatif hingga aktor TPN- OPM. Bahkan Orang Papua di luar Negeri, meski dimintai juga pendapatnya tentang bagaimana mewujudkan Papua Tanah Damai. Selain itu, keterlibatan 9 aktor diantaranya, Polisi, TNI dan media merupakan aktor yang dianggap mesti dilibatkan dalam mewujudkan Papua Tanah Damai. Dengan demikian 9 aktor ini setelah dilibatkan, akan memberikan sumbangan yang khas, spesifik, khusus.” Saya pikir untuk mewujudkan Papua Tanah Damai, “kita perlu perjuangkan”,” ujar Neles.

Keterangan Neles Tebay itu disampaikannya kepada Wartawan dalam sebuah Diskusi tentang upaya upaya mengatasi kekerasan oleh Aparat Kepolisian Polda Papua dan Kodam XVII/ Cenderawasih, yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, pekan kemarin.

Neles Tebay mengungkapkan, Jaringan Damai Papua ( JDP)akan membuat konsultasi publik untuk kelompok kedua, yakni warga negara Indonesia di Tanah Papua. “Ini yang akan kami dorong kedepan, dan kami akan mendekati 10 aktor untuk memberikan pikiran mereka terkait indikator membangun Damai di Papua lintas sektor, Politik, Hukum dan HAM, ekonomi serta sektor strategis lainya, termasuk masalah lingkungan,” ungkapnya.

Kehadiran 9 aktor ditambah media sebagai aktor kesepuluh, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pikirannya dalam mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam Konsultasi Publik, khusus orang Indonesia di Papua atau para pendatang di Tanah Papua, setelah konferensi pertama yang menghimpun semua orang asli Papua digelar, maka konsultasi dengan para Pendatang di Papua merupakan konsultasi publik kedua yang akan segera digelar pula.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Wahyono mengungkapkan, untuk membangun Damai di Papua, kita sangat membutuhkan media, sebab media akan membantu menginformasikan segala hal termasuk suasana keamanan, Kedamaian diPapua.

Wahyono mengigatkan agar media tidak selalu mengekpos masalah kekerasan melulu, apalagi kondisi berdarah darah, sebab hal itu akan terpatri di pikiran masyarakat. Maka yang dicari masyarakat kekerasan saja
“ Kalau boleh jangan kekerasanlah, jangan yang mengerikanlah”, ujarnya kepada Wartawan di Hotel Aston Sabtu,(27/8)pekan kemarin. Dirinya mencontohkan, penanyangan media luar negeri yang tak pernah menayangkan kondisi kekerasan fisik dengan leher terpotong misalnya, diluar negeri hal seperti itu, tidak ada, katanya. Kedepan funsi media sangat penting sekali dalam mewujudkan suasana Damai. Ia menambahkan, “ kita yang katanya bangsa beradab, kok yang disuguhkan kepada masyarakat yang berdarah darah, saya rasa hal itu kurang sempurna, untuk itu dirinya berharap kedepan media begitu penting, pesannya. Dirinya juga mengungkapkan bahwa sistim Keamanan Lingkungan seperti Pos Kambling perlu diaktifkan kembali di Kota Jayapura sebab Pos Kambling sangat membantu masyarakat untuk menjaga Keamanan dan masayarakat juga terlibat didalam menjaga kemanan tersebut.

Hal itu diungkapkannya sehubungan dengan kondisi Keamanan di Kota Jayapura. Menanggapi perlunya Pos Kamling, Kombes Pol Wahyono memastikan pembicaan kearah itu akan dilakukan Pihak Polda melalui Bina Mitra dengan Wali Kota Jayapura.( Ven/don/l03)

BitangPapua.com, Jumat, 02 September 2011 17:10

Konsultasi Publik Langkah Awal Konferensi Damai Papua

JUBI — Konferensi Perdamaian Tanah Papua (KPTP) akan diawali dengan adanya konsultasi publik kepada masyarakat asli Papua dan masyarakat Indonesia yang ada di Papua serta melibatkan kesepuluh (10) aktor yang ada, seperti TNI, Polisi, TPN/OPM, investor atau pengusaha, pemerintah pusat serta pers atau media.

Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor Neles Tebay
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor Neles Tebay

“Sebelum adanya konferensi perdamaian Tanah Papua, maka langkah awal dilakukan konsultasi publik, dan semua aktor akan dilibatkan untuk bisa mencapai hasil yang lebih baik dalam penyelesaian masalah-masalah di Papua,” ujar Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Pastor Neles Tebay, kepada wartawan di Jayapura, Sabtu (27/8).

Pastor Neles yang juga tampil sebagai pembicara dalam diskusi panel yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura pada Sabtu (27/8) mala kemarin, mengakui bahwa rencana pelaksanaan KPTP bagi warga Papua lebih condong membahas dan mencari indikator – indikator dari lima bidang yakni politik, ekonomi, sosial budaya – lingkungan, keamanan serta Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Posisi JDP dalam konfrensi perdamian itu hanya sebagai fasilitator, yang mengedepankan perjuangan bagaimana menciptakan Papua sebagai Tanah yang damai bagi semua orang, terutama Orang Asli Papua (OAP). Selain konsultasi publik rencananya KPTP akan digelar setelah hasil KPTP pada awal bulan Juli 2011 lalu dibagikan hasilnya kepada peserta.

“Perjuangan JDP adalah bagaimana mewujudkan Papua sebagai Tanah Damai, sehingga penting bagi masing-masing aktor memberikan sumbangan yang khas untuk mewujudkan cita-cita tersebut dengan indikator dan identifikasi persoalan yang ada dengan penyelesaiannya,” tandasnya. (J/O5)

Monday, 29 August 2011 08:30 administrator Hits: 15

Rakyat Papua Tidak Memperjuangkan Pemekaran Wilayah

Jubi — Komentar ketua panitia pemekaran provinsi Papua Tengah, Andreas Agalibek beberapa waktu lalu, yang mengatakan rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan pemekaran provinsi Papua, sehingga pemerintah harus menjawab pengorbanan rakyat dengan memberikan provinsi Papua tengah itu dibantah oleh aktivis dan intelektual muda pengunungan tengah Papua, Dominikus Surabut.

[stickyleft]Akibatnya rakyat Papua Menjadi Korban, NKRI tertipu, atau kena tipu atau memang membiarkan tertipu asal pendudukannya di Tanah Papua paling tidak diperpanjang.
Perilaku tidak jujur kepada diri sendiri merupakan perbuatan manusia sampah, manusia bermental budak, manusia tidak berjatidiri, manusia yang tidak dipakai rakyat Papua, manusia sampah, yang dipungut NKRI dan dipakainya.[/stickyleft]Kepada tabloidjubi.com, melalui pesan singkat (25/08), Dominikus mengatakan pelangaran HAM yang terjadi terhadap orang Papua bukan karena memperjuangkan pemekaran. Dommy mengatakan rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan agenda hak-hak rakyat Papua sebagai manusia. Rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan kehidupan yang aman dan damai melalui dialog atau refrendum. Dommy meragukan bila pergorbanan itu akibat memperjuangkan pemekaran provinsi.

“Kekerasan akhir-akhir ini justru menolak pemekaran, minta dialog atau referendum. Dua agenda itu yang menjadi perjuangan rakyat Papua. Rakyat Papua tidak pernah memperjaungkan pemekaran. Perjuangan pemekaran itu hanyalah perjuangan kelompok elite politik yang gila dengan kedudukan dan kekayaan pribadi dan kelompoknya. Rakyat Papua tidak berkepentingan sama sekali dengan pemekaran.” tegas Dominikus.

Menurut Domi, pemekaran itu terjadi karena ada persaingan kepentingan antara elite politik tertentu dengan kaum pemodal domestik dan asing. Elite politik yang kalah bersaing lah yang memperjuangkan pemekaran agar bisa menjadi penguasa lagi. Perjuangan elite politik itu tidaklah sendiri. Di belakang pemekaran itu, menurut Dommy ada sejumlah pemodal yang berkepentingan di Papua. Pemodal yang berkepentingan itu mendorong pemekaran agar kemudian bisa masuk mengekplorasi alam Papua.

Aktivis muda yang berasal dari wilayah pengunungan ini menegaskan bahwa pemekaran tidak berasal dari niat murni Jakarta untuk membangun Papua. Pemekaran hanyalah bagian dari usaha menyukseskan kepentingan politik Jakarta di atas tanah Papua.
“Pemekaran tidak ada niat hukum tetapi semata-mata kepentingan politik Jakarta. Pemerintah memperlihatkan kepetingan melalui pemekaran-pemerkaran yang ada bertentangan dengan UU otonomi khusus.” kata Domi.

Domi menjelaskan, UU Otonomi khusus hanya mengamanatkan satu provinsi, kalaupun ada harus melalui persetujuan MRP. Namun semua ini tidak pernah jalan. Pemerintah malah mengandalkan keputusannya daripada amanat UU otonomi khusus. Menurut Dommy, sikap itulah yang menjadi masalah di Papua maupun Papua Barat. Masalah yang ada belum selesai, pemerintah mulai lagi mau mekarkan Papua tengah. Sikap ini yang akan membuat konflik Papua akan berkepanjangan. Lebih baik pemerintah berhenti lalu memikirkan solusi yang baik, ujar Dommy. (J/17)

THURSDAY, 25 AUGUST 2011 20:40 ADMINISTRATOR

Pemimpin Papua Hanya Mampu Menyukseskan Kebijakan Jakarta

Tanah Papua Dipotong-Potong Segelintir Elut Papua-Indonesia, Penghianat, Lalu Rakyat dan Bangsa ini Mau Dikemanakan???
Tanah Papua Dipotong-Potong Segelintir Elut Papua-Indonesia, Penghianat, Lalu Rakyat dan Bangsa ini Mau Dikemanakan???
Jubi — Pastor Yulianus Bidau Mote Pr, Vikaris Judicial (Wakil Uskup Jayapura yang membidangi hukum gereja) mengatakan belum ada pemimpin pemerintah di tanah Papua yang mampu menterjemahkan kebijakan pemerintah Jakarta sesuai dengan kebutuhan orang asli Papua. Sekarang ini, orang asli Papua memiliki pemerintah yang hanya mampu menyukseskan seluruh kebijakan Jakarta di Papua. Semua kebijakan yang tidak terkontrol dan merugikan rakyat Papua.

[stickyright]Yang mengurus Pemekaran itu bukan pemimpin Papua, mereka boneka NKRI di Tanah Papua. Pemimpin Papua saat ini ada di DAP, TRWP, OPM, AMWP, DeMMAK.
Pemimpin Papua tidak pernah dipilih lewat Pilkada/Pemilukada, itu yang dipilih ialah wakil NKRI untuk Tanah Papua, jadi memang pantas, malahan harus mereka urus kepentingan Jakarta.[/stickyright]Hal ini dikatakan oleh Pastor Yulianus Bidau Mote Pr kepada tabloidjubi.com (25/08) untuk menegaskan ketidakmampuan pemerintah Papua selama ini. Salah satunya adalah pemekaran wilayah yang merajalela di Papua.

“Kita lihat isu pemekaran provinsi Papua Tegah mulai mencuat ke permukaan dengan alasan kebijakan pemerintah provinsi Papua yang tidak berpihak kepada masyarakat di wilayah pegunungan tengah Papua. Rasa kecewa itu mendorong elite politik disana berjuang untuk pemekaran Papua Tengah. Perjuangan ini kelihatnya untuk menjawab kebutuhan rakyat namunitu hanyalah usaha terselubung pemerintah Jakarta dan elit politik di Papua.” kata Pastor Yulianus Bidau Mote Pr.

Menurut Pastor Yulianus Bidau Mote Pr, pemekaran itu tidak akan membawa perubahan atau menjawab kebutuhan rakyat. Perubahan itu akan terwujud atau tidak tergantung pemimpinnya nanti.

“Tidak ada pemimpin yang mampu menterjemahkan kepentingan orang Papua sesuai dengan kata-kata dan tindakan yang tepat.” tegas Mote. Lanjutnya, para pemimpin sekarang hanya mampu menerapkan kebijakan Jakarta demi kepentingannya di Papua. Sikap ini akan membahayakan orang papua ke depan.

Pastor Hakim Ketua pengadilan gereja Katolik keuskupan Jayapura ini menambahkan rakyat Papua agak sulit memiliki pemimpin yang mampu menjawab kebutuhannya. Kita akan mendapatkan pemimpin yang mampu bila pemimpin itu merasa terpanggil untuk melayani orang Papua.

Menurut Mote, pemimpin Papua, misalnya Pater Neles yang berusaha menterjemahkan kebutuhan rakyat Papua dengan kata-kata yang tepat. “Kata-kata Pater Neles untuk menyelesaikan masalah itu sebenarnya kata yang tepat. Kita bicara dialog bukan untuk otonomi dan merdeka. Kita bicara untuk menciptakan kehidupan yang dikehendaki orang Papua,” ujar pastor yang menyelesaikan master hukum gereja di Roma dua tahun lalu ini. (J/17)

THURSDAY, 25 AUGUST 2011 20:31 ADMINISTRATOR HITS: 189

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny