Timor Leste Menempati Peringkat ke-87 Negara Terkaya di Dunia

Jakarta, Aktual.com — Majalah Global Finance baru-baru ini menerbitkan sebuah analisis negara terkaya dan termiskin di Dunia. Hasil ini dipakai sebagai metode yang paling umum untuk menentukan kekayaan negara dan membandingkan dalam standar hidup secara keseluruhan antar bangsa. Perbandingan ini menggunakan PDB per kapita atas dasar disparitas daya beli dalam satuan mata uang dolar saat ini.

PDB (PPP) per kapita digunakan untuk membandingkan perbedaan umum dalam standar kehidupan karena PPP memperhitungkan biaya hidup dan tingkat inflasi negara.

Seperti dilansir dari laman pemerintah Timor Leste, Selasa (28/7) disebutkan bahwa Majalah Global Finance sering digunakan untuk menggambarkan ketersediaan cadangan keuangan yang akan dijadikan database Dana Moneter Internasional (IMF) World Economic Outlook untuk April 2013 berdasarkan GDP per kapita.

Menurut Indeks, Timor-Leste menempati urutan ke-87 dari 184 negara dalam dengan per-kapita PDB (PPP) dari USD10.783. Selain Singapura (3), Brunei (5), Malaysia (ke-55) dan Thailand (ke-85), Timor-Leste menjadi Negara Terkaya Dunia di wilayah Asia Tenggara

Indeks menunjukkan bahwa pada tahun 2013, Negara kaya sangat terkonsentrasi di beberapa negara Teluk, Eropa dan Amerika Utara, sedangkan kemiskinan tetap tersebar luas di seluruh dunia, khususnya di Asia Selatan dan Afrika. Qatar adalah negara terkaya di Dunia pada 2013, dengan per-kapita PDB (PPP) dari lebih dari USD105 ribu, sedangkan Republik Demokratik Kongo adalah negara tersmiskin dengan PPP kurang dari USD400.
(Ismed)

Laporan PBB: ISIS Lakukan Genosida pada Yazidi

Penulis: Sabar Subekti 15:26 WIB | Jumat, 17 Juni 2016

SATUHARAPAN.COM – Sebuah laporan PBB mengungkapkan bahwa kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS) melakukan genosida terhadap kelompok minoritas Yazidi di Suriah dan Irak. Mereka melanggar hukum kemanusiaan dan hukum perang.

Hal itu diungkapkan oleh peneliti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang disampaikan hari Kamis (16/6). Laporan itu menyebutkan ISIS menghancurkan komunitas agama itu dengan membunuh, melakukan perbudakan seks dan kejahatan lain terhadap sekitar 400.000 orang Yazidi.

Disebutkan bahwa militan ISIS (atau Daesh dalam bahasa Arab) secara sistematis mengumpulkan Yazidi di Irak dan Suriah sejak Agustus 2014. Mereka berusaha “menghapus identitas mereka” dalam serangan mereka dan hal itu memenuhi definisi tentang kejahatan genosida sebagaimana disebutkan dalam Konvensi Genosida 1948.

“Genosida terhadap Yazidi sedang berlangsung,” kata laporan setebal 40 halaman yang berjudul “Mereka Datang untuk Menghancurkan: Kejahatan ISIS terhadap Yazidi.” Laporan itu didasarkan pada wawancara dengan korban, pemimpin agama, penyelundup, aktivis, pengacara, tenaga medis, dan wartawan, serta bahan dokumen yang luas.

Berniat Memusnahkan Yazidi

“ISIS telah menangkap perempuan, anak-anak atau pria Yazidi dengan cara yang paling mengerikan dari kekejaman,” kata Paulo Pinheiro, Ktua Komisi Penyelidikan, pada keterangan pers yang dikeluarkan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).

Analisis mereka menetapkan bahwa ISIS berniat, dan bertindak dengan perilaku yang bertujuan untuk memusnahkan kelompok berbahasa Kurdi itu, yang oleh militan dari kelompok Muslim Arab Sunni itu dilihat sebagai kafir dan “penyembah setan”.

The Yazidi adalah sekte keagamaan yang keyakinannya menggabungkan unsur-unsur dari beberapa agama Timur Tengah kuno. ISIS menganggap Yazidi kafir yang harus ditolak oleh Muslim. ISIS juga menyatakan bahwa perempuan Yazidi boleh diperbudak sebagai rampasan perang.

Tersedia Data Pelaku

“Temuan genosida harus memicu tindakan lebih tegas pada tingkat politik, termasuk di Dewan Keamanan (PBB),” kata Paulo Pinheiro. Laporan itu menyebutkan terkumpul informasi dan dokumen sebagai niat dan tanggung jawab pidana pada komandan militer ISIS, para jihadis, pemimpin agama dan ideologi, di mana pun mereka berada.

Anggota Komisi lainnya, Vitit Muntarbhorn, mengatakan telah memberikan informasi rinci tentang tempat, pelanggaran dan nama-nama pelaku, dan mulai berbagi informasi dengan beberapa otoritas nasional berusaha untuk mengadili para jihadis itu.

Keempat komisaris independen dalam penelitian itu mendesak negara-negara besar untuk menyelamatkan setidaknya 3.200 perempuan dan anak-anak masih ditahan ISIS dan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“ISIS tidak menutup-nutupi dan merahasiakan niatnya menghancurkan Yazidi dari Sinjar, dan itu adalah salah satu unsur yang memungkinkan kita untuk menyimpulkan tindakan mereka dalam skala genosida,” kata penyidik ​​lain, Carla del Ponte.

“Tentu saja, kami menganggap itu sebagai peta jalan untuk penuntutan, untuk penuntutan masa depan. Saya berharap bahwa Dewan Keamanan akan melakukannya, karena sekarang waktunya untuk memulai mendapatkan keadilan bagi para korban,”

kata del Ponte yang juga mantan penuntut kejahatan perang untuk PBB.

Bocah Yazidi yang muka dan rambutnya penuh debu setelah perjalanan dari melarikan diri dari ISIS edi Suriah hingga masuk ke Irak di Peshkhabour, Dohuk. (Foto: dari un.org)

30 Kuburan Massal

ISIS menyatakan sebagai khalifah, negara teokratis berdasarkan Islam Sunni menurut interpretasi mereka yang radikal. Mereka menyatakan kekhalifahan itu untuk daerah Irak dan Suriah. Daesh diketahui melakukan pembunuhan secara sistematis, menangkap dan memperbudak ribuan Yazidi, terutama perempuan dijadikan budak seks. Itu terutama dilakukan ketika mereka menyerbu kota Sinjar di Irak utara pada Agustus 2014.

Setidaknya ada 30 kuburan massal para korban ISIS yang telah ditemukan, kata laporan itu, dan menyerukan penyelidikan lebih lanjut.

Cara ISSI menghapus identitas Yazidi adalah dengan memaksa mereka memilih antara konversi (pindah agama) ke Islam dan akan dihukum mati. ISIS juga memperkosa gadis-gadis, bahkan anak berusia sembilan tahun, menjual perempuan di pasar budak, dan menyuruh anak laki-laki untuk berperang, kata laporan PBB itu.

Dijual di Pasar Budak

Laporan juga menyebutkan bahwa perempuan Yazidi diperlakukan sebagai “budak” dan dijual di pasar budak di Raqqa, Homs dan lokasi lainnya. Beberapa di antara mereka dijual kembali ke keluarga dengan tuntutan tebusan antara 10.000 dolas AS sampai 40.000 dolar AS, setelah mereka ditawan dan beberapa perkosaan.

ISIS juga membuka “lelang budak secara online,” menggunakan aplikasi Telegraph terenkripsi yang memuat foto perempuan dan anak perempuan Yazidi yang ditahan, bahkan lengkap “dengan rincian usia mereka, status perkawinan, lokasi saat ini dan harganya.”

“Korban yang melarikan diri dari ISIS di Suriah menggambarkan bagaimana mereka diperkosa secara brutal, sering dialami setiap hari, dan dihukum jika mereka mencoba melarikan diri dengan dipukul keras, dan kadang-kadang pemerkosaan dilakukan oleh kelompok,”

kata Komisaris Vitit Muntarbhorn.

“Tidak ada kelompok agama lain di daerah yang dikuasai ISIS di Suriah dan Irak yang telah mengalami kehancuran berat, terutama kaum Yazidi yang paling menderita,” kata laporan itu.

Pinheiro menekankan bahwa tidak boleh ada impunitas atas kejahatan ini, mengingat kewajiban Negara berdasarkan Konvensi Genosida untuk mencegah dan menghukum pelaku genosida.

Komisi itu juga mendesak pengakuan internasional tentang genosida oleh ISIS, dan mengatakan perlunya perlindungan lebih bagi minoritas agama Yazidi di Timur Tengah.

Parlemen Eropa Dukung Internasionalisasi Aceh dan Papua lewat Isu Keadilan dan Hak Penentuan Nasib Sendiri

Juni 15, 2016 7:17 pm

Jakarta, Aktual.com. Kalangan pro kemerdekaan di Aceh dan Papua kekuatan politik dan militernya saat ini sebenarnya sudah tidak terlalu mengkhawatirkan. Namun gerakan dan kiprahnya di fora internasional untuk meng-internasionalisasikan Aceh dan Papua melalui jalur-jalur diplomasi nampaknya perlu dicermati oleh para pemangku kepentingan politik-keamanan di Jakarta.

Pada 14 Juni 2016 di Brussels-Belgia, Parlemen Eropa telah menggelar sebuah konferensi internasional membahas Hak-Hak Minoritas dan Kerjasama Regional di Asia Tenggara.
Nampaknya, pagelaran yang diselenggarakan oleh Parlemen Eropa itu disambut oleh beberapa kalangan pro kemerdekaan Aceh sebagai momentum yang bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan terus gerakan meng-internasionalisasikan Aceh Merdeka. Ketua Presidium Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF), Ariffadhillah masuk dalam jajaran peserta konferensi.

Menurut keterangan yang berhasil kami himpun, Arif yang bermukim di Jerman itu, tercatat sebagai analis kimia di Eisenach, Jerman. Selain dirinya, dalam delegasi ASNLF yang dipimpinnya juga akan ikut bergabung perwakilan ASNLF dari Swedia dan Belanda. Tak pelak hal ini menggambarkan bahwa jaringan ASNLF setidaknya cukup terorganisasi di Eropa. Melalui kehadiran Arif dan kawan-kawannya di konferensi tersebut, ASNLF membahas dan membeberkan pelanggaran HAM beserta kekebalan hukum militer yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Arif pada awal Juni lalu.

Ada satu aspek penting yang perlu jadi catatan dari konferensi internasional tersebut. Fakta bahwa acara tersebut terselenggara berkat kerja sama Organisasi Bangsa dan Rakyat yang tak Terwakili (UNPO), Taiwan Foundation for Democracy (TFD), Haella Foundation dan lobi politikus asal Estonia, Urmas Paet yang juga tercatat sebagai anggota parlemen Uni Eropa.

Namun yang patut dicermati adalah bahwa melalui penyelenggaraan konferensi internasional itu, Parlemen Eropa nampak jelas sangat memfasilitasi acara tersebut. Konferensi tersebut berlangsung di ruang PHS7C050 gedung parlemen Uni Eropa.
Bagi kita di Indonesia kiranya sudah sepatutnya membaca tren ini berpotensi untuk tetap menghidupkan terus gerakan separatisme di Aceh.

Apalagi melalui konferensi ini, akan dijadikan forum untuk mempresentasikan sebuah tinjauan umum mengenai keadaan minoritas di Asia Tenggara. Sehingga dalam kerangka tema besar tersebut, gerakan pro kemerdekaan Aceh akan memasukkan agenda kemerdekaan Aceh dengan menggunakan isu pelanggaran hak-hak asasi manusia di Aceh sebagai alasan pembenaran untuk menghidupkan terus gerakan meng-internasionalisasikan gerakan pro kemerdekaan Aceh di forum internasional. Dan Parlemen Eropa terkesan sangat mendukung sekali gerakan-gerakan separatisme di beberapa negara di Asia Tenggara yang disamarkan melalui tema Hak-Hak Minoritas dan Kerjasama Regional di Asia Tenggara.

Apalagi ketika Ketua Presidium ASNLF berencana mempresentasikan makalah tentang lemahnya penyelesaian HAM melalui perjanjian MoU Helsinki yang tidak ada hasilnya sama sekali meskipun sudah satu dekade lamanya. Untuk alternatifnya, ketua presidium ASNLF itu akan memberikan solusi dengan menyerukan komunitas internasional untuk menghormati tuntutan rakyat Aceh untuk keadilan dan penentuan nasib sendiri.

Jika ini benar, berarti gerakan ASNLF meng-internasionalisasikan isu Aceh merdeka memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah dengan menggunakan isu keadilan dan hak penentuan nasib sendiri, atau the right to self determination sebagai pintu masuk.

Maka itu keputusan Parlemen Eropa untuk membolehkan keikutsertaan pihak ASLNF maupun Organisasi Papua Merdeka(OPM) pada konferensi internasional Parlemen Eropa di Belgia jelas telah mempertunjukkan itikad yang tidak baik terhadap pemerintah Indonesia sebagai pihak yang sepenuhnya berdaulat atas Aceh maupun Papua hingga sekarang.

Apalagi fakta mempertunjukkan bahwa baik ASLNF maupun OPM adalah organisasi ilegal yang dilarang di Indonesia, sehingga upaya parlemen Eropa mengundang mereka sama dengan upaya merusak hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Bahkan ditinjau dari sudut pandang MoU Helsinki sekalipun, manuver ASNLF tetap dipandang sebagai upaya untuk menggagalkan perdamaian di Aceh. Sebab dengan telah ditandatanganinya Mou Helsinki, permasalahan konflik atau perselisihan antara Indonesia dengan GAM sudah dianggap final atau kedua belah pihak sudah menyatakan islah.

Manuver ASNLF justru bisa dinilai untuk mementahkan kembali kesepakatan Helsinki.
Karena itu pemerintah Indonesia, khususnya KBRI di Jerman dan Belgia, secara khusus perlu memonitor secara intensif Organisasi Bangsa dan Rakyat yang tak Terwakili (UNPO), Taiwan Foundation for Democracy (TFD), Haella Foundation dan lobi politikus asal Estonia, Urmas Paet, karena keempat unsur tersebut jelas-jelas mempunyai itikad yang tidak baik kepada Indonesia.
(Hendrajit)

Setelah Papua, Corbyn juga Dukung Kemerdekaan Bangsa Tamil

Penulis: Eben E. Siadari 17:45 WIB | Selasa, 24 Mei 2016

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Setelah belum lama ini menyatakan dukungannya kepada Papua untuk menentukan nasib sendiri, pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn, juga menyatakan dukungan serupa kepada bangsa Tamil di Sri Lanka.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis untuk menandai ulang tahun ketujuh sejak pembantaian di Mullivaikkal, Corbyn mengungkapkan solidaritasnya kepada rakyat Tamil dan menegaskan seruan akan keadilan dan penentuan nasib sendiri.

“Saya menawarkan simpati terdalam saya kepada keluarga, teman dan orang-orang terkasih dari mereka yang meninggal selama hari-hari dan minggu-minggu terakhir konflik bersenjata Sri Lanka,” kata pemimpin Partai Buruh Inggris itu, seperti diberitakan oleh tamilguardian.com.

“Pikiran saya saat ini juga bersama dengan masyarakat Tamil yang lebih luas yang telah memikul ketidakadilan selama puluhan tahun dan tetap teguh dalam tekad mereka untuk mendapatkan keadilan,” kata dia.

“Kami akan berdiri dengan Anda dalam mencari kebenaran, keadilan, akuntabilitas, rekonsiliasi dan penentuan nasib sendiri di Sri Lanka,” kata dia.

Corbyn juga menegaskan komitmen partainya akan “perlunya keadilan bagi rakyat Tamil dan kami tetap setia mendukung pelaksanaannya, secara penuh, resolusi  Dewan Hak Asasi Manusia PBB terhadap Sri Lanka”.

“Hanya dengan perhitungan yang benar dengan masa lalu Sri Lanka dapat mewujudkan perdamaian abadi,” kata dia.

Editor : Eben E. Siadari

Azhari Cage: Pemerintah Pusat Masih Menaruh Curiga Terhadap Aceh

KLIKKABAR.COM, BANDA ACEH – Anggota Komisi I DPR Aceh, Azhari Cage menyesalkan sikap pemerintah pusat yang hingga saat ini belum menyetujui Bendera Aceh. Menurut Azhari, jika dilihat sesuai dengan prosedur hukum, bendera Aceh sudah sah untuk dikibarkan.

“Jika kita lihat sesuai dengan prosedur hukum baik yang ada dalam UUPA maupun yang ada dalam Qanun Nomor 3 tahun 2013 Bendera Aceh sudah sah,” kata Azhari Cage dalam keterangan pers di ruang kerjanya, Rabu, 27 April 2016.

Azhari mengaku heran terhadap pemerintah pusat yang masih menaruh curiga terhadap Aceh. “Pusat masih menganggap jika Bendera Aceh dinaikkan akan ada negara di dalam negara, padahal bukan demikian,” terang Azhari.

Oleh karenanya, Azhari mengaku sangat kecewa dengan kondisi saat ini yang belum memiliki kejelasan, padahal Bendera Aceh tersebut lahir karena pertumpahan darah masyarakat Aceh pada masa lalu.

“Bendera ini lahir dari kesepakatan damai antara RI dengan Aceh, sangat banyak pertumpahan darah, sangat banyak anak yatim hilang bapaknya dan istri hilang suaminya, siapa yang bertanggung jawab?,” kesal Azhari.

Selain itu, lanjut Azhari, kesepakatan damai tersebut terwujud karena ada perjanjian berupa butir-butir MoU yang telah disepakati di Helsinki pada 2005 silam.

“Kalau hari ini tidak bisa lagi dikaitkan dengan GAM, setelah 2005 tidak ada lagi yang nama GAM, semoga tidak ada dusta antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat,” tandas politisi Partai Aceh ini.

REPORTER: MUHAMMAD FADHIL

Turki dan Swedia Sudah Berkomitemen Mendukung Kemerdekaan Aceh

Acheh Media – Turki dan Swedia sudah berkomitemen mendukung Kemerdekaan Aceh. Komitmen ini terkait jasa Aceh (cq. ZN ABD) membantu Konflik Swedia­Turki. Turki mendukung kemerdekaan Aceh juga terkait romantisme Kejayaan negara Islam masa lalu, Turki dan Aceh, yang mesra akan diwujudkan Kembali.

Cina bahkan sudah sepakat akan mendapat konsesi sebagai kontraktor utama Eksplorasi Migas di Seumelu, Aceh, yang cadangannya diperkiarakan mencapai 358 miliar barel, terbesar di Dunia. Kemerdekaan Papua akan diikuti oleh Kemerdekaan Aceh.

Rencana ini sudah disepakati Gubernur Aceh – PM Australia di Canberra medio 2014 lalu. NKRI bisa bubar..! Bubarnya NKRI dan munculnya 5­6 negara baru di eks RI sesuai dengan tujuan “Clinton Programm’ 1998 lalu. Ingat selama Partai Demokrat berkuasa, RI akan diobok­obok oleh AS. Negara ASEAN juga menerapkan Standar Ganda. Di satu pihak secara resmi menolak diinsintergasi RI tapi dibelakang mereka setuju dengan rencana itu.

Hal ini biasa dalam dunia diplomatik. RI yang besar dan kuat akan menjadi ancaman bagi negara­negara ASEAN lain. Mereka ingin RI dalam kondisi lemah dan terpecah­belah. Namun jangan sampai terjadi Gejolak Kawasan. Memecah Indonesia menjadi 5­6 Negara Merdeka tanpa gejolak adalah PR terbesar RRC, AS, Eropa, Australia, Israel dan ASEAN. Apakah berhasil..?

Apakah konspirasi global berhasil memecah RI menjadi 5­6 negara baru yang berdaulat tanpa terjerumus dalam gejolak politik dan militer yang berdarah-­darah? Atau bisa jadi RI akan terpecah­belah meniru nasib negara-­negara Balkan dengan gejolak politik­ militer yang memakan korban jiwa hampir satu juta Jiwa mati sia-­sia?

Satu­satunya pilar kekuatan RI yang masih Solid adalah TNI. Pilar Utama Indonesia yang lain adalah Islam. Tapi Islam sudah dihancurkan, berantakan. Tak Solid lagi. Sementara Rakyat RI sudah tak jelas jiwa patriotisme dan nasionalismenya. Mati bersama Ideologi Pancasila akibat Reformasi Kebablasan & Media Fitnah. Karakter Bangsa Indonesia kini acak kadut. Menuhankan materialisme, hedonisme dan liberalisme.

Seruan Kalimantan-Borneo Merdeka

Saudara-saudaraku rakyat Kalimantan Borneo***

Seruan Borneo Merdeka
Seruan Borneo Merdeka

Kemerdekaan Kalimantan Borneo dari penjajahan jawa merupakan suatu yang pasti. Ada banyak cara kita untuk mewujudkan kemerdekaan kita, antara lain lewat halaman Kalimantan Borneo Liberation Front ini. Begitu pula dengan persepsi kita tentang kemerdekaan Kalimantan Borneo.

Persepsi kita selama ini berbeda-beda, karena itulah mari kita samakan persepsi kita agar kita menghasilkan daya juang yang hebat, yang mana akan membuat para penjajah gentar karena kita bersatu. Persatuan merupakan kunci utama untuk mencapai kemerdekaan yang kita impikan dan semua itu tak akan terjadi jika kita tidak mempunyai persepsi yang sama tentang kemerdekaan Kalimantan Borneo.

Pertama-tama untuk menyamakan persepsi kita, maka kita harus mengetahui mengapa kita harus berjuang untuk meraih kemerdekaan dari penjajah, entah yang datang dari jawa atau pun dari semenanjung melayu.

Warisan leluhur kita, kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki tanah air kita yang tercinta ini, sejak kita dijajah, terus menerus dirampok oleh penjajah itu dan dibawa keluar sehingga pribumi asli Kalimantan mengalami ketidakmakmuran akibat hal itu. Karena itu kita perlu untuk mencapai kemerdekaan, agar perampokan itu berhenti dan kita dapat memanfaatkan kekayaan alam itu untuk membangun tanah air kita dan meningkatkan taraf kesejahteraan pribumi asli Kalimantan.

Penjajahan budaya merupakan hal penting yang mendorong kita untuk merdeka. Sejak penjajah itu datang ke tanah air kita, mereka membawa budaya mereka. Sebenarnya baik jika mereka membawa budaya mereka.

Akan tetapi budaya yang masuk itu diikuti pula dengan penghapusan budaya asli, sehingga pribumi asli Kalimantan mengalami krisis kebudayaan yang hebat. Penjajahan budaya merupakan sesuatu yang keji dan membunuh harga diri pribumi asli sendiri. Karena itu solusi menghentikannya ialah teriakkan kemerdekaan dan jagalah budaya asli kita.

Bertambahnya koloni-koloni penduduk penjajah di tanah air kita. Para kolonialis inilah yang merampok tanah kita, dengan alasan transmigrasi.

Transmigrasi ialah suatu kejahatan terselubung yang harus segera kita hentikan karena akan menambah kuat gurita kekuasaan penjajah diseluruh tanah air kita. Dengan adanya para kolonialis ini, penduduk asli akan berkurang jumlahnya dan akan menjadi minoritas. Padahal kita adalah mayoritas di tanah air kita. Jangan sampai kita menjadi minoritas di tanah air sendiri. Marilah kita teriakkan merdeka karena hal ini.

Terakhir ialah pengerusakan moral pribumi asli dengan penyebaran kegiatan maksiat seperti lokalisasi pelacur-pelacur jawa dan penyebaran narkoba oleh penjahat-penjahat jawa di seluruh tanah air kita. Kegiatan maksiat ini harus segera kita hentikan agar kita dan generasi penerus kita tidak mengalami kerusakan. Solusi terbaiknya ialah kemerdekaan Kalimantan Borneo.

Selain itu pula, jika kita ingin merdeka, maka sebenarnya kita didukung oleh hukum tertinggi yang berlaku di negara penjajah. Pembukaan UUD 1945 mengatakan: “kemerdekaan ialah hak segala bangsa” dan “penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Apalagi kemerdekaan kita juga dijamin oleh hukum-hukum internasional yang juga diratifikasi oleh negara penjajah itu. Intinya perjuangan kemerdekaan kita sendiri dijamin oleh dunia internasional. Maka jangan takut untuk berteriak MERDEKA!

Kemerdekaan Kalimantan Borneo ialah suatu hal yang pasti dan akan terjadi. Tugas kita sebagai pribumi asli Kalimantan untuk mewujudkannya. Ingat negara yang kita dirikan nanti berasal dari kita, dijalankan oleh kita dan untuk kepentingan kita semua. Apapun jalannya, tapi alasan kita sama dan tujuan akhir kita ialah KEMERDEKAAN KALIMANTAN BORNEO DARI PENJAJAHAN DAN KEMAKMURAN BAGI SELURUH RAKYAT KALIMANTAN, DIMANA SEMUA SAMA TINGGI DAN SAMA RENDAH SEHINGGA KESEJAHTERAAN YANG SUDAH BERLANGSUNG SEJAK ZAMAN LELUHUR KITA BISA KITA NIKMATI KEMBALI.

Setelah kita menyamakan persepsi kita tentang kemerdekaan marilah kita membahas apa saja yang bisa kita lakukan untuk mencapai kemerdekaan kita. Berikut ini adalah beberapa yang bisa kita lakukan, tergantung kemampuan kita, antara lain:
– Jika kalian mampu mengangkat senjata, siapkanlah dirimu untuk membela kemerdekaan Kalimantan Borneo dengan darah, jiwa dan ragamu.
– Jika kalian orang kaya, berusahalah dengan keras, jangan merusak alam Kalimantan dan sumbangkanlah penghasilan kalian untuk perjuangan kemerdekaan Kalimantan Borneo.
– Jika kalian ahli pidato atau ahli mempengaruhi opini masyarakat, pengaruhilah pribumi Kalimantan agar mendukung kemerdekaan Kalimantan Borneo dengan sepenuh hatinya.

Ada banyak hal lain lagi yang bisa kita lakukan untuk mencapai kemerdekaan Kalimantan Borneo. Ingat kita walaupun berbeda-beda tapi kita satu dan tujuan kita satu yaitu KEMERDEKAAN KALIMANTAN BORNEO.

KOBARKAN SEMANGAT KALIAN HAI RAKYAT KALIMANTAN, KEMERDEKAAN KITA ADA DIDEPAN MATA KITA, KITA MULAI SEKARANG ATAU KITA TAK AKAN PERNAH MERDEKA SELAMANYA. PERJUANGAN KITA INI IALAH PERJUANGAN RAKYAT, DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT DAN UNTUK RAKYAT PRIBUMI ASLI KALIMANTAN!

SALAM 1 BORNEO!
MERDEKA!

Sumber:http://maruahraja.blogspot.dk/2013/11/kalimantan-borneo-liberation-front.html?m=1

Written By SUARA KRITING on Jumat, 08 November 2013 | 03.25

MELAYU RIAU Menggugat: OTSUS Perjuangan ATAU Kepentingan

MELAYU RIAU Menggugat: OTSUS Perjuangan ATAU Kepentingan.

Saya tergelitik untuk ambil bagian dalam diskusi terkait dengan perjuangan Otonomi Khusus (OTSUS) khususnya pencoretan anggaran perjuangan Otsus oleh Menteri Dalam Negeri yang didedahkan oleh bang drh. H. Chaidir, MM Ketua DPRD Riau dikolom Opini Riau Pos 19 Maret 2007.

Mengapa dana perjuangan Otsus harus diambil dari APBD? Sebuah pertanyaan yang menggelitik hati saya pada saat mendengar perdebatan panjang terhadap masalah ini. Sepertinya perjuangan ini kurang bermakna, terasa tidak totalitas, tidak segenap jiwa, tidak menggelora, tidak heroik dan memancing timbulnya keraguan dan pertanyaan. Mengapa kembali kita harus memakan hak-hak rakyat atas nama perjuangan yang katanya untuk rakyat. Bermilyar-milyar uang rakyat yang dititip Tuhan di APBD tersangkut ditempat yang tidak ada rakyatnya, sehingga tidak menyentuh dan tidak tepat sasaran dan akhirnya memancing kerusuhan. Contoh pengalokasian uang 2 milyar yang memicu seteru di Laskar Melayu? Ataupun rencana pengalokasian dana PON, Otsus, FFI dan banyak lagi.

Sebagai anak jati Riau saya malu dan ingin mengajak tokoh Riau belajar dengan Sumatra Barat. Disana tokoh-tokohnya berjuang untuk memajukan negerinya dengan berusaha menghindari ataupun mengorek kantong APBD, mereka bersatu padu dari lembaran-lembaran uang seribu rupiah dengan “Gebu Minang” membuat kampungnya menjadi terpandang. Ini dibuktikan lagi pada saat Istana Pagaruyung dilapan sijago merah, kembali semangat perjuangan itu dibuktikan dengan nilai-nilai heroik dan penuh pengorbanan.

Mungkin kita juga perlu belajar dengan Sumatra Utara. Kalau tokoh-tokoh Riau membangun SMU Plus dengan hanya bergotong royong semangat tapi sebagian besar uang-nya dari APBD dan sumbangan pengusaha yang katanya merampok SDA Riau. Disisi lain sekolah unggul tumbuh bagaikan jamur diberbagai pelosok tanah Batak dan perkampungan Tapanuli Selatan. Setiap tokohnya pulang kampung membangun negeri dengan modal sendiri. Sehingga hak-hak rakyat yang sudah jelas di APBD tidak perlu dikurangi ataupun disunat untuk kegiatan-kegiatan yang belum tentu manfaatnya dan dapat dirasakan langsung oleh rakyat.

Andaikan kita serius berjuang memajukan Riau, pasti sudah lama kemiskinan, kebodahan dan ketertinggalan wilayah kaya ini teratasi. Sebab masing-masing tokoh kita pernah dipuncak kejayaan yang bisa memberikan makna bagi daerah. Ada tokoh kita pernah dan katanya sedang jadi menteri, putra terbaik kita sudah 2 jadi gubernur, seluruh bupati dan walikota putra daerahnya sendiri, ada tokoh kita dijajaran puncak perusahaan raksasa di Riau maupun di Jakarta, ada tokoh kita yang namanya sudah mendunia dan tidak sedikit Riau melahirkan pengusaha kaya karena usahanya dibumi Lancang kuning ini.

Tapi mengapa Riau masih terus merengek-rengek seperti anak manja yang belum pernah dewasa. Lalu mengamuk dan merajuk dan mengumbar-umbar “Amuk” yang hampir tidak pernah nyata. Riau ibarat anak bujang yang mau kawin dan pisah rumah dengan orang tuanya. Sebagai anak yang mau kawain dan merasa dewasa menuntut agar diberikan hak mandiri (Otsus), tapi sudah sombong disisi lain merengek-rengek minta uang (Dana Perjuangan Otsus) kepada orang tua karena harta orang tua juga terkandung hak anak (APBD). Pasti orang tua, tetangga dan teman sianak ketawa, melihat tingkah anak manja yang sok dewasa, ingin mandiri tetapi sesungguhnya penakut dan tidak punya keberanian. Semua orang akan bangga jika anak itu kawin dan pindah rumah dengan keringat sendiri dan menolak pada saat orangtuanya memberikan bantuan pindah dan sewa rumah. Kalau anak bisa membuktikan diri sebagai prioa dewasa, mandiri, bermarwah dan berharga diri, siapa orang tua yang tidak akan bangga dan memberikan anaknya modal usaha ataupun warisan berlipat ganda.

Kembali ke Otsus, gerakan ini harus diuji apakah benar-benar menyuarakan aspirasi, harapan dan keinginan masyarakat Riau. Jika benar, bangun gerakan bersama sehingga segenap potensi yang ada dikerahkan untuk merebutnya termasuk bagaimana menggalang dana dari masyarakat. Tentunya dimulai dari tokoh-tokoh yang menggerakkan ini, pejabat yang pasti memiliki kekuasaan, kekayaan dan kemampuan. Kalau pemikiran minta saja ke dosen diperguruan tinggi, kalau semangat serahkan saja ke adik-adik mahasiswa, kalau massa serahkan kepada pemuda yang memang lagi banyak menganggur dan tidak ada kerja.

Keberadaan tokoh-tokoh yang masih berkuasa & pernah berkuasa, tokoh-tokoh lintas suku dan agama dalam gerakan ini seharusnya mampu berkalaborasi sehingga menjadi sebuah gerakan yang besar, kuat, dihormati, disegani dan berharga diri. Saya yakin Tim Pejuang Kita mampu sebab disana ada orang Melayu yang selalu ragu-ragu tapi punya semangat menggebu dan mudah dipanasi, ada masyarakat Batak Riau yang kompak dan berani, ada masyarakat Minang Riau yang tepat dalam membuat perhitungan, ada Jawa Riau yang ulet dan tentunya bisa meyakinkan saudaranya yang ada di Jakarta dan berbagai potensi yang seharusnya bisa diberdayakan.

Ini perlu kita renungkan bersama sebab kita tentu tidak ingin dijengkal orang, sebab penghamburan uang untuk perhelatan besar bernama Kongres Rakyat Riau (KRR) II yang katanya mensepakati opsi merdeka, yang mana tokoh-tokoh yang hadir di KRR II sebagian juga tampil kembali di deklarasi Otsus ternyata mencerminkan kesia-siaan kalau pada akhirnya kita tidak menghormatinya dan ketakutan dengan konsekuensinya jika diteruskan.

Katanya marwah dan harga diri bagi Riau diatas segalanya, katanya Riau sangat menjunjung tinggi dan menghormati demokrasi, katanya mulut adalah cermin diri, katanya orang munafik harus dijauhi, katanya nilai adat dan norma agama yang dijunjung tinggi? Untuk apa kita menghabiskan uang rakyat untuk KRR, Deklarasi, Seminar dan Diskusi kalau pada akhirnya diingkari.

Saya yakin dan percaya bahwa gerakan yang sebagian besar dimotori oleh tokoh politik ini bukan untuk kepentingan kampanye, mencari massa ataupun menyonsong pilkada dan pemilu. Sudah saatnya Riau dihormati sudah saatnya Melayu dijunjung tinggi, tidak lagi dipakai sebagai hiasan, alasan dan alat mencari kekayaan dan kekuasaan. Sudah saatnya kita berjuang bersama tanpa memandang suku, adat, ras dan agama menyatukan segenap potensi, berkalaborasi dan berjuang benar-benar untuk Riau tercinta ini.
Diposkan oleh AZIZON NURZA, SPi, MM di 00.28

PBB Masukkan Polinesia Prancis ke Daftar Dekolonisasi

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memasukkan wilayah Polinesia Prancis di Pasifik ke dalam daftar dekolonisasi badan dunia itu, dalam sidang yang diboikot oleh Prancis.

Rakyat Polinesia Prancis di Pasifik terkenal dengan tarian-tarian seronoknya dan menurut Prancis mereka puas dengan status selama ini (Credit: ABC)

Resolusi tersebut disahkan secara aklamasi dalam majelis beranggotakan 193 negara itu.

Yang menyerukan aksi tersebut adalah Kepulauan Solomon serta negara-negara pulau lainnya di Pasifik yang mendukung partai-partai pro kemerdekaan di wilayah itu.

Dengan demikian, wilayah Polinesia Prancis kini menyertai 16 wilayah lainnya di seluruh dunia yang masuk dalam daftar dekolonisasi PBB.

Resolusi PBB tersebut “mengukuhkan hak rakyat Polinesia Prancis untuk menentukan  nasib mereka sendiri dan untuk merdeka.”

Meski pun resolusi itu dikatakan hanya simbolis semata, namun Inggris, Amerika dan Jerman tidak merestui hasil pemungutan suara itu.

Sebelumnya Prancis telah menyurati negara-negara anggota PBB lainnya untuk menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan ikut dalam sidang itu karena “hak untuk menentukan nasib sendiri tidak dapat dilaksanakan apabila berlawanan dengan kemauan rakyat yang bersangkutan.”

Terbit 18 May 2013, 10:40 AEST, Radio Australia

RATUSAN warga dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Minta Suaka di Malaysia

[Assalamu’alaikum]
RATUSAN warga dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dikabarkan melarikan diri ke negara tetangga, Malaysia. Mereka –katanya– meminta suaka kepada pemerintah setempat, karena merasa takut atas digelarnya operasi terpadu dengan diberlakukannya Darurat Militer sejak 19 Mei lalu.

Menyimak berita tersebut terasa ada yang menarik dan ganjil. Menarik, karena kabar itu baru muncul sekarang. Padahal operasi terpadu di Provinsi NAD sudah digelar oleh pemerintah sejak beberapa bulan lalu. Jika mereka memang melarikan diri, kapan dan dari mana mereka meninggalkan Aceh. Jumlah sekitar 300 atau 400 orang bukanlah hitungan yang kecil. Jika mereka berangkat sekaligus ataupun berangsur-angsur, aparat keamanan di NAD pasti sudah mendeteksinya.

Ganjil, sebab situasi dan kondisi keamanan di hampir seluruh Provinsi NAD kini sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Hal itu bisa dibuktikan dengan digelarnya berbagai kegiatan menyambut peringatan HUT ke-58 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa hari belakangan ini.

Selain itu, para “pengungsi” tersebut berusaha mencari suaka di Kantor Badan Urusan PBB (UNHCR) di Kuala Lumpur, Malaysia. Dari cara dan langkah yang mereka lakukan, terlihat di sini bahwa para “pengungsi” berupaya menarik masalah itu menjadi sesuatu yang harus “ditangani” oleh PBB. Warga yang mengaku masyarakat Aceh itu juga –terlihat– berusaha mempolitisasi masalah tersebut agar menarik perhatian internasional.

Padahal, kita semua tahu bahwa pemerintah menggelar operasi terpadu, justru dimaksudkan untuk memberikan perlindungan secara menyeluruh kepada masyarakat NAD dari tangan-tangan pemberontak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Gerakan Separatis Aceh (GSA). Dengan digelarnya operasi terpadu itu, seharusnya masyarakat merasa bersyukur, merasa aman, tenteram, dan bukan malah melarikan diri ke luar negeri.

Tapi semua itu sudah terjadi. Untuk itu, seyogyanya pemerintah segera melakukan langkah-langkah yang terbaik untuk mengatasi masalah “larinya” ratusan warga Aceh itu ke Malaysia. Pemerintah harus cepat tanggap melakukan penelitian –jika rumor itu benar– dengan melakukan kerja sama dengan aparat terkait di Malaysia. Dari hasil penelitian itu dapat diketahui secara persis siapa sebenarnya para peminta suaka itu.

Pemerintah Malaysia pun pasti akan terbuka menerima permintaan bantuan atau kerja sama dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penelitian terhadap warga Aceh yang dikabarkan meminta suaka tersebut. Jika Pemerintah Malaysia menemukan indikasi negatif dari mereka yang “melarikan diri” itu, diharapkan segera ada tindakan konkret. Selama ini, pemerintahan dari negara tetangga itu terkenal cukup tegas terhadap para “pendatang haram.” Mereka yang terbukti memasuki Malaysia secara ilegal, pasti dideportasinya.

Kasus minta suakanya para warga NAD itu –sekali lagi jika benar– harus pula menjadi pelajaran semua pihak, baik di Pusat dan di Daerah. Antisipasi dini haruslah dilakukan, agar masalah-masalah seperti itu tidak terulang kembali dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang sengaja menunggu kesempatan untuk menyudutkan Indonesia.***

Sumber: Harian Umum Pelita, 6 April 2013

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages