Leut. Gen. Amunggut Tabi: “Dialogue NKRI – West Papua?”

Menanggapi berbagai isu dan fenomena yang berkembang di tanah Papua terkait “Dialogue” antara NKRI dan West Papua yang dimotori Jaringan Damai Papua dan simpatisannya, PMNews menyisihkan waktu sedikit bertanya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) tentang isu dan fenomena dimaksud.

Menurut Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi bahwa “dialogue” terjadi karena ada masalah, dan masalah yang di-dialogue-kan harus jelas dan tegas, kita bukan bangun para-para honai adat untuk bicara apa saja yang kita mau omong seperti diajukan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan promotor Muridan dan Neles Tebay”, kata Tabi.

Berikut petikan wawancara per telepon seluler:

Papua Merdeka News (PMNEWS): Selamat pagi, Jenderal, kami dari Papua Merdeka News ada perlu tanya satu hal, menyangkut “dialogue NKRI – West Papua”

Tentera Revolusi West Papua – Leut. Gen. Amunggu Tabi (TRWP): Selamat pagi juga, Salam hormat, “Merdeka Harga Mati!”, silahkan, kami siap.

PMNews: Indonesia sekarang sudah mencari dukungan atas kedaulatannya atas tanah Papua dan sekarang ini melancarkan kampanye untuk merangkul semua pihak dalam sebuah dialogue inclusive, lewat sebuah wadah baru yang dibentuk menggantikan UU Otsus 2001 bernama UP4B, bagaimana pendapat TRWP?

TRWP: Adoo, jangan tanya tentang satu orang tanya kepada orang lain tentang dia punya diri sendiri. Misalnya, “Muka saya bagus ka?”. “Saya punya muka ganteng atau cantik ka?” begitu. Jangan tanya orang lain tentang diri kita sendiiri, karena yang tahu diri kita sendiri ialah diri kita sendiri. Pertanyaan tadi tentang NKRI tanya kepada negara asing jadi. Itu pertanyaan orang tidak tau diri, makanya dia harus tanya orang lain tentang diri dia sendiri.

PMNews: Ya, A.S. menolak Papua Merdeka, Australia tolak Papua Merdeka, Inggris tolak Papua Merdeka, itu yang dibilang media di Indoneisa tentang perjuangan Papua Merdeka.

TRWP: Media yang menyiarkan berita itu harus tanya kepada orang Papua: “Apakah kamu maru merdeka atau bergabung ke dalam NKRI?” Itu suara demokrasi, karena demokrasi artinya pemerintahan dari rakyat untuk rakyat. Jadi, bukan tanya kepada negara lain. tentang kemauan rakyat lain.

Kalau saya sebagai pejuang Papua Merdeka tanya kepada orang-orang yang ditanya sama Menlu dan Presiden NKRI, maka saya akan dilarang oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi saya. Alasannya jelas, yang mau merdeka bukan orang atau rakyat Amerika Serikat atau orang Aborigine atau orang Nasionalis Inggirs, tetapi yang mau merdeka itu orang Papua, jadi pertanyaannya ditujukan kepada orang Papua bukan kepada orang asing.

PMNews: Kami masih tetap kembali kepada pengakuan dan pengukuhan dari dunia luar. Bagaimana?

TRWP: Pengakuan dan pengukuhan dunia luar itu nomor dua, nomor satu ialah apakah orang Papua mau merdeka atau tidak? Yang harus diakui itu kan suara rakyat, bukan kemauan politik. Demokrasi menyatakan suara rakyat, jadi, rakyat mau apa itu yang dikonsultasikan, bukan kemauan negara lain terhadap negara lain.

PMNews: Tetapi selama ini semua pihak, baik NKRI maupun TRWP dan OPM hanya menggunakan angka-angka tidak pasti, tidak jelas dan tidak pernah dibuktikan secara ilmiah tentang berapa orang mau merdeka atau tidak?

TRWP: Kasih tahu NKRI, mereka mau jajak pendapat atau tidak? Itu kuncinya, kalau tidak, semua pihak pasti berspekulasi.

PMNews: Kalau banyak negara asing tidak mendukung Papua Merdeka?

TRWP: Biarkan mereka mendukung atau tidak mendukung. Itu hak mereka, kita tidak punya kuasa mengontrol mereka. Kita tidak tahu apakah mereka bicara mewakili opini rakyat mereka atau sebaliknya. Menurut prinsip demorkasi universal, suara rakat ialah suara Tuhan, dan suara Tuhan bukan suara politisi, tetapi suara rakyat jelata, yang terhina dan terjajah. Sekarang suara rakyat Papua ingin melepaskan diri dari NKRI, tetapi NKRI sendiri tidak mau memberikan peluang kepada bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri, jadi persoalannya bukan kepada orang asing mendukung atau menolak, tetapi kepada bangsa Papua sendiri yang tidak diberikan peluang untuk menentukan nasibnya sendiri.

PMNews: Ada orang Papua yang menerima Otsus sebagai solusi final.

TRWP: Itu bukan orang Papua, tetapi mereka kita sebut kaum Papindo, bangsa baru tercipta dalam hubungan NKRI-West Papua, yaitu orang Papua berhati Indonesia, atau orang Papua takut Indonesia, yang dalam jiwanya tidak punya percaya diri, yang dirinya tidak bermartabat, yang dipenuhi oleh rasa takut mati dan tidak tahu apa yang harus dia perbuat untuk bertahan hidup.

Orang Papua menerima Otsus bukan karena mau, tetapi karena terpaksa. Tanya kepada Fransalbert Joku dan Nicolaas Jouwe. Mereka tahu mengapa orang Papua terima Otsus atau membiarkan Otsus diberkalukan. Itu bukan karena orang Papua setuju dengan pendudukan NKRI, tetapi karena orang Papua mengharapkan ada peluang yang tercipta di dalam Otsus untuk akhirnya mencapai kemerdekaannya. Dengar apa kata-kata mereka, apa yang mereka ucapkan, dalam Pilkada Bupati ataupun dalam pernyataan pers, mereka masuk ke Tanah Papua karena ini tanah leluhur mereka, ini tanah yang mereka bela dan karena itu mereka harus pulang. Mereka bukan datang menyerah ke NKRI, tetapi datang ke kampung untuk membangun cara-cara di dalam Otsus untuk terus memuluskan jalan ke Papua Merdeka. Itu pasti!

PMNews: Dengan demikian Anda menyatakan Fransalbert Joku dan Nicolaas Jouwe bukannya menyerah, tetapi merubah strategi perjuangan Papua Merdeka?

TRWP: Tanya kepada mereka, dengar apa yang mereka katakan dalam berbagai kesempatan.

PMNews: Kita kembali ke soal dialogue, “Apakah orang Papua yang minta dialogue dengan NKRI sekarang termasuk ke dalam orang-orang yang tidak percaya diri?”

TRWP: Mereka itulah tidak percaya diri bahwa mereka sanggup merdeka dan berdaulat seperti NKRI. Tetapi soal pengusung dialogue Jakarta-NKRI kelihatannya  terlalu banyak membaca buku dan belajar, sehingga tidak paham atau lebih tepat tidak mau terima real-politik dari perjuangan Papua Merdeka. Mereka tidak salah, tetapi mereka terlalu jauh dari kenyataan lapangan. Ilmu yang ada dalam studi resolusi konflik harus disesuaikan dengan realitas konfilk, bukan sebaliknya kita paksakan konflik yang ada ke dalam ilmu resolusi konflik.

PMNews: Anda sudah menyurus ke “Dialogue NKRI – West Papua?”

TRWP: Ya, betul. Tetapi masalahnya “Dialogue NKRI – West Papua” punya sejumlah kekurangan. Pertama, dialogue ini didorong tanpa “Road-Map” yang jelas. saya tahu Muridan S. Widjojo melakukan beberapa pertemuan dan diskusi dengan pemuda dan tokoh dari West Papua lalu membuat kesimpulan-kesimpulan bahwa perlu ada sejumlah hal dibereskan dalam dialgoue Papua – NKRI, tetapi apakah kedudukan Muridan sebagai seorang akademisi LIPI murni ataukah ia bias sebagai seorang manusia Indonesia? Ini pertanyaan. Lalu Neles Tebay, ia seorang akademisi, calon Uskup Jayapura, tetapi dari ilmu resolusi konflik yang dia pelajari di Roma, Italia tidak diterapkan secara kontekstual dengan realitas dan dinamika politik NKRI-West Papua sehingga ia ngotot menuntut teori dia dipenuhi oleh orang Papua dan NKRI tanpa memperhatikan dimamika politik dan sosial yang ada di lapangan.

Dari “Road-Map” yang ada terlihat jelas, apa yang dibicarakan ialah apa saja yang dianggap sebagai penghalang dan penghambat. Ini sebuah pandangan “naif”, karena perancang sendiri sudah tahu apa penghalang dan penghambatnya. “Apakah NKRI percaya bahwa Neles Tebay berbicara jujur sebagai seorang manusia untuk berdialogue?” Pasti mereka percaya Neles Tebay bermaksud memuluskan jalan ke Papua Merdeka. “Apakah mereka percaya Muridan S. Widjojo itu seorang nasionalis Indonesia yang membela NKRI?” Ini juga menjadi pertanyaan kedua belah pihak yang hendak diajak berdialogue.

PMNews: Maksudnya dialogue yang diusung Jaringan Damai Papua percuma?

TRWP: Tidak percuma, tetapi tidak sesuai dengan reaalitas sosial-politik NKRI-West Papua.

PMNews: Lalu apa yang tepat?

TRWP: Yang tepat ialah Jaringan Damai Paupa (JDP) tidak membuka pintu kosong, tetapi pintu yang jelas, apakah JDP ingin NKRI membereskan sejarah aneksasi West Papua ke dalam NKRI ataukah JDP ingin berbicara tentang uneg-uneg kehidupan di dalam NKRI.

JDP harus mencaritahu dan memberitahukan secara gambang dan manusiawi tentang apa yang menyebabkan ada “dead-lock” dan apa yang dapat menjembatani “dead-lock” dimaksud. JDP tidak bisa melempar batu sembunyi tangan dengan mengatakan, “Apa yang terjadi dalam dialogue kita serahkan kepada mekanisme yang ada selanjuntnya”, karena semua pihak yang terlibat akan bertanya, “Apa untungnya buat saya terlibat?”

PMNews: Kalau begitu menurut TRWP, apakah dialogue NKRI-West Papua realistis?

TRWP: Tidak realistis karena road-map yang dibuat tidak jelas, dan peluang kemungkinan yang disediakan menurut road-map yang ada menurut Tebay dan Murindan S. Widjojo tidak tegas. Kita harus bertanya, “Apakah dialogue ini untuk memuluskan jalan kepada Papua Merdeka ataukah memuluskan jalan bagi NKRI untuk terus menjajah tanah dan bangsa Papua?”

PMNews: Maksudnya dalogue ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang berarti buat Papua?

TRWP: Tidak! Sekali lagi TIDAK! Sebab yang pertama sudah disebutkan. Sebab kedua, karena pihak-pihak yang mau berdialogue sendiri sudah dihabisi NKRI. Simak saja berita penangkapan dan penyisiran di Tanah Papua. Itu bukti bahwa NKRI sedang menghabisi pihak dan organisasi yang dapat berdialogue dengan NKRI. Kedua karena NKRI sendiri tidak jelas dalam sikapnya, apakah mau berdialogue atau mau melakukan komunikasi konstruktiv.

TRWP tidak ada dalam kelompok itu. TRWP ialah sayap militer perjuangan Papua Merdeka, yang bekerjasama dengan OPM, yang sebentar lagi akan diumumkan Kantor Pusatnya dan fungionarisnya.

TRWP tidak pernah diajak, tidak pernah didekati. Apalgi TRWP tidak diakui oleh NKRI. Jadi biarlah NKRI berdialogue dengan orang-orang yang mereka akui dan mereka dekati, dan akan kita lihat apa hasilnya.

PMNews; Apakah Anda menolak berbagaiu paya tentang TPN/OPM menyerah dan mau berdialogue dengan NKRI?

TRWP: TPN/OPM itu buatan NKRI. Buatan orang Papua ialah OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan sayap militer yang waktu silam terbagi dalam faksi PEMKA (Pembela Keadilan) versi Jacob Prai dan faksi Victoria dibawah komando Seth. J. Roemkorem kini telah tergabung menjadi Tentara Revolusi West apua.

Kedua basis telah disatukan ke dalam komando TPN/OPM GEN. TPN PB Mathias Wenda, yang kini membentuk sayap militer dengan nama TRWP dan sayap politik OPM. Oleh karena, itu, semua pihak agar tidak hilang jejak dalam Jalan Menuju Papua Merdeka.

“Dialogue” terjadi karena ada masalah, dan masalah yang di-dialogue-kan harus jelas dan tegas, kita bukan bangun para-para honai adat untuk bicara apa saja yang kita mau omong seperti diajukan Jaringan Damai Papua (JDP) dengan promotor Muridan dan Neles Tebay”

PMNews: Berarti sebenarnya Anda menolak Dialogue NKRI – West Papua yang digagas Jaringan Damai Papua?

TRWP: Kami tidak menolak dan kami tidak menerima. Yang harus menentukan sikap ialah Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang pada saat ini belum terbentuk fungsionaris dan organisasinya, yang sementara dalam proses persiapan.

PMNews:Berarti OPM tidak siap berdialogue?

TRWP: OPM siap berdialogue dengan setan ataupun malaikat, apalagi manusia. Yang penting dalam seuah dialogue ialah agenda dan antisipasi konsenkuensinya. Dan itu tidak ditunukkan dengan jelas oleh Jaringan Damai Papua.

Oleh karena itu Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dari Markas pusat Pertanahan di bawah Komando Gen. TRWP Mathias Wenda MENOLAK DENGAN TEGAS segala upaya perdamaian NKRI-West Papua dalam rangka memuluskan Otsus NKRI bagi tanah Papua.

TRWP tidak bertugas mengurus politik. TRWP mengurus perlawanan bersenjata. Yang bicara dialogue itu organisasi politik, namanya OPM.

PMNews: Dialgue bukan jalan demkratis?

TRWP: Dialogue antara siapa dengan siapa? Demokrasi artinya apa? Kita harus bangun sebuah format dan peluang yang memperlakukan orang Pupua dan orang Indonesia sebagai manusia menyampaikan pendapatnya, bukan sebagai pelaku dan korban. Keduanya harus berbicara sebagai sesama manusia, tanpa embel-embel politk NKRI ataupun West Papua Merdeka. Dan itu yang tidak jelas dalam tawaran Jaringan Damai Papua.

PMNews: Kalau begitu TRWP menolak Jaringan Damai Papua dan segala upayanya?

TRWP: Jelas, itu pasti, dan jangan sampai Neles Tebay dan Muridan S. Widjojo tidak paham.

 

Catatan PMnews:

Dari pembicaraan dan wawancara ini kami tidak temukan titik temu, maka kami akhiri wawancara ini. Demikian dan harap maklum. Kami akan teruskan kali berikut kalau ada waktu dan kesempiatan.

Leut. Gen. Amunggut Tabi: Dany Kogoya Ditembak di Kantor Otonomi, Kotaraja, Port Numbay

Berdasarkan laporan khusus dari jaringan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) yang ada di dalam negeri, Dany Kogoya tidak dilumpuhkan dengan cara seperti diberikatan dalam media NKRI, tetapi dia ditembak/ dilumpuhkan di Kantor Otonomi Papua, Kotaraja, Port Numbay.

Waktu itu Dany Kogoya hadir dengan motor Ojeck bersama anggota pasukannya memenuhi undangan salah satu orang anggota DPR Mamberamo Tengah yang menjanjikan memberikan dana kepada Dany Kogoya. Identitas Lengkap dari anggota DPR dimaksud telah diketahui secara lengkap oleh Tentara Revolusi West Papua dan akan ditindak-lanjuti dengan mewawancarai anggota DPR dimaksud, yang sukunya dan keluarganya telah diketahui oleh Tentara Revolusi West Papua.

Selain itu, menurut keluarga, yaitu pribadi Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi, bahwa adiknya Dany Kogoya dipotong kakinya (diamputasi) tanpa seizin keluarga dengan tujuan untuk melumpuhkan Dany Kogoya selama-lamanya. Sebagai Kakak, Leut. Gen. Amunggut Tabi menyatakan “Adik saya dilumpuhkan, kakak tetap lanjut dengan agenda orang tua. Saya bangga dengan adik saya yang berani dan patriotis dalam perjuangan Papua Merdeka.”

Lewat PMNews Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi menyerukan kepada adik-adkinya (secara darah) yang masih ada di rimba Papua dan di kampung serta kota untuk mengikuti langkah yng diambil Tentara Revolusi West Papua karena ini sesuai dengan garis komando gerakan dan perjuangan Papua Merdeka yang telah diturunkan dari waktu ke waktu.

Menurut Amunggut Tabi. sesuai surat yang diterima redaksi PMNews, kita berada dalam barisan yang benar dan kita pasi menang, karena KEBENARAN ialah KEBENARAN, dan KEBENARAN tidak pernah terkalahkan, kapanpun, di manapun, oleh siapapun, dan bagaimanapun juga.”

Leut. Gen. Amunggut Tabi: NKRI Silahkan Berdialogue, tetapi “Papua Merdeka” Harus Harga Mati

PMNews VANIMO – Menanggapi upaya NKRI untuk membungkam aspirasi dan perjuangan bangsa Papua meluruskan KEBENARAN, maka dengan ini dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, panglima terginggi Komando Revolusi lewat kantor Sekretariat-Jenderal dengan ini menyatakan bahwa;

1. Otsus NKRI untuk West Papua telah gagal total;
2. Rakyat Papua telah berulang-kali mengembalikan Paket Otsus dalam keadaan Mayat, jadi tidak perlu diutak-atik barang yang sudah menjadi Mayat tanpa rasa malu;
3. Bagi Jaringan Damai Papua dan jaringan pemuas hati pencari makan di Tanah Papua silahkan terus saja dengan kampaney “Papua Zona Damai” alias “Papua Kalian Terima Hasil Sejarah entah Manis atau Pahit”;
4. Utusan NKRI silahkan berdialogue dengan TPN PB dan TPN/OPM, tetapi kelihatannya kalian terlambat, lambat dalam mendayung ikut arus zaman ini, perjuangan Papua Merdeka kini dalam komando Panglima Tertinggi Koamndo Revolusi Gen. Mathias Wenda telah mengambil langkah strategis sejak tahun 2000, dan melakukan restrukturisasi dan reorganisasi semua lembaga perjuangan Papua Merdeka, dan memisahkan organisasi sayap politikd ari sayap militer sehingga saat ini tidak ada TPN/OPM, tetapi yang ada ialah OPM dan TRWP. Kalau ada oknum yang saat ini masih menggunakan kartu TPN/OPM atau TPN PB berarti jelas itu kaki-tangan NKRI dan patut diwaspadai oleh bangsa Papua;
5. General TRWP Mathias Wenda dan Leut. Gen. TRWP Amunggut Tabi bukan orang baru di lapangan perjuangan Papua Merdeka, tetapi tidak berarti semua orang Paua harus ikut mereka. Semua orang Paua harus dan patut membaca permainan NKRI dan sekutunya dalam menentang perjuangan Papua Merdeka.
6. Jaringan Damai Papua dan Papua Zona Damai ialah gagasan Gereja Katolik di Tanah Papua yang bertujuan MEMBNGKAM dan MEMATIKAN aspirasi Paua Merdeka. Dr. Neels Tebay secara khusus disekolahkan di Roma dengan tujuan Gereja Katolik untuk membungkam perjuangan Papua Merdeka, bertolak belakang dengan peran gereja Katolik di TImor Leste yang mendukung kemerdekaan orang Melanesia di sana;
7. Gereja Katolik di Tanah Papua TIDAK ETIS dan TIDAK SOPAN kalau berpura-pura alim dan mengurus Tuhan, sementara tanggannya KOTOR dan KEJI di ranah politik NKRI dengan mendukung Papua Zona Damai dan upaya Pastor Neles Tebay yang sejauh ini mendapat dukungan banyak dari kalangan NKRi karena tujuannya jelas memuluskan jalan bagii NKRI di Tanah Papua;
8. Gereja Baptis di Tanah Papua, Gereja Kemah Injil di Tanah Papua dan Gereja Injili di Indonesia telah memiliki sikap yang jelas tentang nasib bangsa Papua di Tanah Papua, tetapi Gereja Katolik secara khusus memainkan politik Kotor ala NKRI, oleh karena itu semua orang Papua patut mewaspadai permainan para Uskup dan Uskup Agung serta para Pastor yang ada di dalam Gereja Katolik di Tanah Papua, yang notabene ialah Kaki-Tangan NKRI, bukan Kaki-Tangan Tuhan Yesus Kristus karena YESUS KRISTUS bukan NKRI tetapi Dia datang untuk membebaskan semua bangsa yang tertindas dan terbelenggu, terutama oleh kuasan Iblis. Oleh karena itu, bagi yang menggunakan Gereja Katolik sebagai titik-tolak kegiatan untuk mendamaikan NKRI dengan bangsa Papu aialah sebuah perbuatan terkutuk dan tidak sejalan dengan misi Pembebasan Tokoh Revolusioner Seunia Spanjang Masa: Yesus Kristus. Yesus sebagai Raja Damai melakukan Revolusi, tidak berdamai dengan kejahatan dan tipu-muslihat, tidak membela tipu-daya dan gelagat membunuh manusia lain. Otoritas Yesus sebagai Raja Damai dibatasi dalam pendamaian antara Allah dengan manusia, sementara otoritas Yesus sebagai tokoh Revolusioner satu-satunya sepanjang masa di dunia ialah membela “Kebenaran” menentang serta memusuhi “tipu-daua” seperti yang telah terjadi di saat Pepera 1969.

Demikian catatan peringatan dan pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk diketahui NKRI dan atnek-anteknya yang berjubah hitam dan berjubh putih.

Dikeluarkan di: Secretariat-General Markas Pusat Pertahanan TRWP
Pada Tanggal: 10 September 2012

Atas Nama markas Pusat Pertahanan,

Amunggut Tabi, Leut. Gen TRWP
BRN: A.001076

Berdukacita Sedalam-Dalamnya – Bangkitkan Semangat Juang, Terus Maju

Posted on June 6, 2012 by admin

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP-TRWP), atas nama Panglima Tertinggi Komando Revolusi Gen. TRWP Mathias Wenda, kami dari Kantor Secretariat-General bersama segenap pejuang kemerdekaan bangsa dan Tanah Papua menyampaikan

BERDUKACITA SEDALAM-DALAMNYA

atas tewasnya pemuda pejuang Hak-Hak Dasar Bangsa Papua di tangan aparat penjajah NKRI yang telah lama dan terus-menerus membunuh banyak anggota masyarakat Papua yang berteriak menuntut hak-haknya yang telah diperkosa, berawal dari peristiwa penyerahan wilayah West Irian dari penjajah Kerajaan Belanda kepada UNTEA, yang kemudian mengantar kepada pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang kita kenal dan tentang karena penuh dengan pelanggaran HAM, cacat secara hukum dan praktek demokrasi universal.

Para Almarhum pemuda pejuang bangsa telah meninggalkan kita dan bergabung bersama para pahlawan yang telah tiada, demi hargadiri, harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa dan tanah leluhur kita, bukan sekedar untuk kedamaian, keamanan, kesejahteraan, kemabukan, yang bermuara kepada kedagingan dalam rangka melayani ego dan kerakusan belaka, bertujuan jangka pendek dan keuntungan pribadi belaka, seperti pandangan dan perbuatan kaum pendukung NKRI. Kita berjuang bukan untuk sesenduk atau sepiring nasi, bukan meminta belas kasihan, bukan juga meminta perhatian. Karena itu kita tidak menuntut pengusutan atas pembunuhannya kepada penjajah yang datang bukan untuk menghargai dan mengakui, tetapi untuk merampok, menjarah, memperkosa dan membunuh.

Jangan Takut! Jangan ragu dan bimbang! Jangan menyerah! Karena sejarah perjuangan telah mengajar kita dan kita telah belajar dari kesalahan untuk berbenah dan maju. Kita telah ada dalam rel perjuangan yang benar. Dan kita pasti akan mencapai cita-cita kita yang mulia, karena harga telah dibayar oleh para pahlawan kita.

 

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan
Pada Tanggal: 06 Juni 2012

Secretary-General,

 

 

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
BRN: A.DF 018676

Kekosongan Ketua Dewan Adat Papua Harus Dipikirkan Rakyat Papua Saat Ini Juga

Menyusul tertangkapnya Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut yang kini telah didaulat peserta KRP III, 2011 sebagai Presiden Republik Federasi Papua Barat, maka dari rimba Papua, General TRWP Mathias Wenda melalui Sec-Gen-nya dengan Surat No. 401/A/SECGEN-TRWP/SEU/X/2011 mendesak segera dipikirkan sebuah pertemuan khusus untuk mengupayakan pengisian kekosongan yang ditinggalkan Yaboisembut mengingat tugas-tugas mengurus Adat Masyarakat Papua telah lama diabaikan.

Berikut isi pernyataan dimaksud (hasil ringkasan oleh PMNews):
1. Mengingat telah terjadi kekosongan posisi Ketua Dewan Adat Papua (DAP) terutama karena ketua DAP yang lama telah mengingkari tugasnya sebagai Ketua Dewan Adat;
2. Mengingat Ketua Dewan ADat Papua (DAP) telah melibatkan diri terlalu jauh ke dalam pentas politik dengan meremehkan serta meninggalkan dan menyalahgunakan tanggungjawab yang ada di pundaknya untuk mengurus adat orang Papua;
3. Mengingat kepercayaan yang diberikan peserta Kongres Rakyat Papua III, 2011 sebagai Presiden Repbulik Federasi Papua Barat dengan tidak menghiraukan kedudukan Bapak Forkorus Yaboisembut sebagai Ketua DAP;

maka dengan ini, berdasarkan masukan dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi dan sebagai salah satu Kepala Suku dari Pegunungan Tengah Papua, mengajukan permintaan kepada seluruh para Kepala Suku dari suku-suku di Tanah Papua untuk segera memikirkan sebuah pertemuan/ Rapat untuk membahas dan memilih pengganti Ketua DAP agar tugas-tugas dalam membela Hak Masyarakat Adat Papua terus berlanjut.

Selanjutnya kami berikan masukan untuk tugas pokok kepemimpinan DAP yang akan datang ialah:
1. Mendokumentasikan dan Menyusun Hukum Adat Papua sebagai Hukum Dasar yang melindungi hak-hak Masyarakat Adat Papua; agar pijakan Masyarakat Adat Papua tidak lagi kepada Hukum buatan penjajah Indonesia;
2. Mensosialisasikan Hukum-Hukum Adat Papua dimaksud ke masyarakat Adat Papua secara keseluruhan dan masyarakat suku-suku lain dari Inodnesia yang ada di Tanah Papua;
3. Melaporkan produk Hukum Adat Papua dimaksud ke Pemda Provinsi dan pemerintah pusat penjajah NKRI dan Lembaga-Lembaga Internasional seperti Forum Permanen PBB untuk Masyarakat Adat di New York supaya membantu mereka memperhatikan dan melindungi hak asasi Masyaarakat Adat Papua;
4. Menyerahkan Produk Hukum Adat Papua dimaksud kepada MRP dan DPRP untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hak dan eksistensi Masyarakat Adat Papua di tanah air peninggalan leluhurnya, Bumi Cenderawasih.

Untuk itu diserukan kepada seluruh komponen rakyat dan khususnya para Kepala Suku dan Ketua Dewan Adat di daerah masing-masing supaya tidak membiarkan kekosongan ini berlangsung begitu lama mengingat tugas dan tanggungjawab Dewan Adat Papua yang selama ini diabaikan perlu dibenahi demi perlindungan Hak Asasi Manusia Papua di tanah airnya sendiri. Mengharapkan Hukum Penjajah membantu mensejahterakan dan melindungi hak asasi kaum terjajah adalah sebuah pengharapan kosong, impian yang tidak pernah terwujud di seluruh wilayah jajahan di seluruh dunia.”

Demikian pesan ini disampaikan untuk diketahui dan ditindaklanjuti demi kepentingan mempertahankan hak hidup dan identitas kaum tertindas dan terjajah di tanah leluhur Bumi Cenderawasih.

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Komando Revolusi Wst Papua
Pada tanggal: 24 Oktober 2011
Hormat kami,

ttd.

———————————
A. Tabi
Sec-General
***
[EM@IL: TRWP@WESTPAPUA.NET]
[WEBSITE: HTTP://TRWP.MELANESIANEWS.ORG]
PHONE: [+675-71243437] • FAX: [-]

KRP III, 2011 Dibubarkan Aparat Neo-Kolonial Indonesia

Menanggapi peristiwa penembakan, pengejaran dan penangkapan yang terjadi seusai Penyelenggaraan apa yang kong-kalingkong DAP-WPNA sebut “Kongres Rakyat Papua III, 2011, maka Leut. Gen. A. Tabi, Sec-Gen. Tentara Revolusi West Papua, sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyatakan ” Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya.” Katanya lagi, “Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya..”

Berikut petikan wawancara dengan PMNews:

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat pagi. KRP III, 2011 dibubarkan paksa oleh aparat neo-kolonial Indonesia. Presiden yang diangkat KRP dimaksud Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menterinya Edison Waromi ditangkap bersama 300 orang lainnya. Sementara itu Lambert Pekikir dari salah seorang pemimpin gerilyawan di Perbatasan West Papua – PNG menuntut keduanya bertanggungjawab dan menolak hasil KRP III, 2011. Apa tanggapan TRWP?

A. Tabi (TRWP): Selamat pagi. Sabar dulu, ini ada beberapa hal yang ditanyakan, jadi saya jawab satu-per-satu, supaya saya tidak salah paham maksud pertanyaannya.

Pertama, mengenai pembubaran Kongres. Itu hal yang wajar, karena tanah air kita sedang diduduki oleh kekuasaan asing, yaitu neokolonial Indonesia sehingga memang mereka punya tugas mengamankan daerah jajahan mereka. Itu bukan hanya terjadi di tanah air kita. Lihat saja di Pulau Jawa juga banyak gerakan yang dianggap bertujuan atau mengarah kepada pemisahan diri dari NKRI, maka pasti mereka ditangani, dan kalau ada rapat atau kongres, pasti mereka dibubarkan. Itu konsekuensi logis, jadi kita tidak perlu merasa heran atau memarahi aparat NKRI. Memang itu tugas mereka. Memang untuk itulah mereka mulanya datang ke tanah air.

Kedua, mengenai apa yang KRP III sebut Presiden dan Perdana Menteri, yaitu satunya Ketua Dewan Adat Papua dan lainnya Ketua atau mereka sebut Presiden West Papua National Authority. Kedua lembaga ini sendiri punya cerita masing-masing. Seperti dinyatakan Panglima saya sebelumnya DAP semestinya mengurus adat. Artinya DAP harus paham “Apa artinya hak-hak dasar?”

Hak-hak dasar itu pertama dan terutama ialah hak untuk hidup. Disusul hak untuk hidup bebas (free from…), artinya bebas dari penindasan, bebas dari pengekangan, bebas dari intimidasi dan teror, bebas dari penyiksanaan, dan bebas dari penjajahan. Kebebasan ini juga dimaknai sebagai “free to…” artinya bebas untuk, jadi bebas untuk berkumpul, bebas untuk berpendapat, bebas untuk menyampaikan pendapat dan sebagainya, tetapi pada saat kebebasan ini bertabrakan dengan “hukum NKRI”, maka ada pemaksaan untuk membatasi kebebasan itu.

Anda perlu perhatikan, yang menjadi masalah di sini “hukum” yang mengatur: yaitu memajukan kebebasan, yang melindungi dan yang membatasi kebebasan itu. Memang siapa saja berhak untuk menyatakan diri sebagai presiden dan perdana menteri apa saja, tetapi saat ia bertabrakan dengan presiden dan perdana menteri lain yang sudah ada, maka jelas ada tindakan yang diambil oleh mereka yang sudah menjadi presiden dan perdana menteri di situ mendahului mereka.

Hukum-hukum itu tidak pernah diatur oleh Dewan Adat Papua. Bagaimana mungkin DAP berpatokan kepada UU Otsus No. 21/2001 yang adalah produk hukum penjajah? Bagaimana mungkin hukum penjajah dijadikan dasar untuk membentuk negara baru? DAP sebagai Dewan dari Adat Papua seharusnya menghasilkan produk-produk HUKUM ADAT PAPUA, yang kemudian dapat dijaikan sebagai patokan bagi berbagai pihak dan komponen bangsa Papua sebagai dasar dan pijakan dari berbagai kegiatan yang dilakukan, termasuk sebagai dasar penyelenggaraan KRP III ini.

Dewan Adat Papua bertugas mengawasi pelaksanaan dari Hukum Adat Papua yang dihasilkannya dan seterusnya. Yang terjadi sekarang justru Dewan Adat Papua itu berubah sekejap menjadi Dewan Eksekutiv bangsa Papua, yaitu Presiden. Apakah ini sebuah kepandaian dan kelihaian orang Papua atau sebalinya?

Sampai di sini sudah jelas?

PMNews: Kami sedang ikuti dan paham.

TRWP: OK, saya lanjutkan.

Terkait dengan hukum, perlu dicermati bahwa kalau benar ini KRP III, maka KRP I, 1961 dan KRP II, 2000 haruslah menjadi pijakan agar sejarahnya berlanjut. Jangan kita memotong-motong sejarah perjuangan sebuah bangsa menjadi sesuatu yang sulit dipahami alur ceritanya karena ia terpotong-potong, dengan tema cerita yang beraneka ragam, dengan pemain yang bergonta-ganti, dengan nama yang berlainan pula. Bangsa ini sedang memainkan drama yang sangat kacau dan tidak sesuai aturan main. Sebuah drama yang tidak pantas ditonton.

Yang terjadi hari ini justru merupakan kelanjutan dari sejarah Bintang-14, yaitu tiba-tiba tokoh Papua Dr. Thom W. Wainggai tiba_tiba saja muncul dalam pentas politik Tanah Papua dan tiba-tiba saja memproklamirkan Melanesia Raya Merdeka tanggal 14 Desember 1988, waktu itu saya sendiri masih di bangku sekolah. Saya juga pernah dipanggil ke salah satu gereja dekat Kampus Uncen Abepura dan kami berdoa semalam-suntuk untuk peristiwa dimaksud. Kami yang lain pulang karena gagasan-gagasan yang dikeluarkan waktu itu kebanyakan masih di alam mimpi, dan juga karena sejarahnya tidak bersambung dengan sejarah bangsa dan Tanah Papua yang sudah lama kami tahu sampai saat ini. Kami lihat dengan jelas apa yang terjadi waktu itu sangat mendadak, tidak berdasar, tidak berakar, tidak terencana baik, orang-orangnya tidak dipasang dan diatur dengan baik, dan akhirnya hanya merupakan sebuah impian yang muluk-muluk dan mencelakakan. Kelihatannya cerita yang berulang saat ini, walaupun orangnya berbeda, dengan menggunakan nama organisasi yang berbeda, dengan mengibarkan bendera yang berbeda, dari perilaku dan mimpi-mimpinya nampak jelas, ini sebuah kelanjutan cerita tahun 1988.

Cermati saja, yang menyelenggarakan KRP I dan II itu berbendera bintang Berapa? Hubungkan saja dengan KRP III mengibarkan Bendera apa? Ya benar bendera yang sama, tetapi perlu diingat, yang dikibarkan di mata rakyat itu bendera yang dikenal bangsa Papua, yang dikibarkan di Luar Negeri dan di dalam hati itu dengan jumlah bintang yang berbeda sama sekali. Kalau Dr. Thom W. Wainggai sebagai tokoh mereka sudah tahu Bintang Kejora begitu lama, kenapa dia harus bikin bendera baru, beri nama negara baru, mengangkat dirinya sebagai tokoh utama? Bukankah sejarahnya berulang?

PMNews: Permisi, sebelum berlanjut, kami potong di situ dulu supaya jelas.

TRWP: Silahkan

PMNews: Pemimpin gerilyawan di wilayah Perbatasan Lambert Pekikir menolak KRP III ini dengan alasan yang berbeda dari alasan yang Anda sampaikan?

TRWP: Alasannya sama saja, persis sama. Cuma kata-kata yang dipakai dan cara menyampaikannya yang berbeda. Perlu dilihat bahwa beliau seorang gerilyawan tetapi nampak sekali sangat tahu bahasa politik. Memang kebanyakan gerilyawan di Tanah Papua ialah diplomat, mereka tahu berdiplomasi ketika berhadapan dengan pihak luar (entah itu wartawan atau masyarakat umumnya, apalagi dengan aparat NKRI). Kalau tidak begitu, banyak gerilyawan yang ditangkap dan tidak ada  hari ini.

Saya kira ini hal ketiga yang perlu saya sampaikan tadi. Yaitu bahwa Semua gerilyawan di hutan Pulau New Guinea itu semuanya bicara satu hal dan hal yang sama. Dunia luar memang melihat seperti kami terpecah-pecah, tetapi mereka tidak tahu kami terpecah-pecah dalam hal apa, karena apa, dan untuk apa, dan mereka tidak tahu apa manfaat dari padanya. Yang mereka tahu hanya apa kerugian dari perbedaan-perbedaan yang ada. Jadi, prinsipnya General Yogi, Lambert Pekikir, Col. Nggoliar Tabuni, General Titus Murib semuanya mengatakan hal yang sama persis, cuman cara penyampaian dan penggunaan kata-katanya berbeda. Untuk membantu mengkoordinir, sekali lagi mengkoordinir dan mengakomodir bukan untuk mengatur perbedaan itulah maka General TRWP Mathias Wenda sebagai Panglima paling Senior dari sisi usia dan dari sisi pengalaman gerilya saat ini telah membentuk Tentara Revolusi West Papua dengan sistem administrasi dan menejemen yang modern dan profesional.

Semua perubahan ini dilakukan berdasarkan Hukum Revolusi (Undang-Undang Revolusi West Papua) yang telah disusun secara lengkap dan dilakukan dengan Surat-Surat Keputusan yang resmi, tidak seperti generasi pendahulu yang hampir tidak pernah meninggalkan bekas atau catatan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk tindak-lanjutnya.

PMNews: Apakah TRWP juga memayungi gerilyawan dari Bintang-14?

TRWP: Tidak! Bintang-14 punya sayap militer bernama TPN PB dengan Ketua Dewan Militer General Jouweni dan Jubir Dewan Militernya Jonah Wenda. TPN PB itu sayap militernya sedangkan sayap politiknya ialah WPNA. Nah kini WPNA dan DAP yang menyelenggarakan Kongres.

PMNews: Kalau begitu, di mana TPN PB dan apa tindakan mereka sebagai tindak-lanjut kegiatan ini?

TRWP: Semua susunan dan tatanan organisasi TPN PB belum jelas, sama tidak jelasnya dengan organisasi politiknya WPNA. Mereka menggunakan nama WPNA tetapi mengibarkan Bintang Kejora. Sama dengan itu TPN PB itu bentukan Bintang-14, tetapi mengkleim dirinya murni TPN. Jadi, semuanya menjadi serba kacau.

PMNews: Kami perlu paham, apa bedanya TPN/OPM dengan TPN PB? dan Apa hubungannya dengan TRWP dan OPM?

TRWP: Kita perlu sosialisasi sejarah perjuangan ini dengan baik. Banyak informasi pernah tersedia di http://www.westpapua.net tetapi sekarang sudah tidak ada, tidak tahu kenapa. Tapi secara singkat begini:

[stickyleft]Perlu diingat makna dan arti dari setiap istilah dan kata-kata yang dipakai dalam memberikan nama-nama kepada setiap organisasi yang mengkelim memperjuangkan hak bangsa Papua. Jangan terfokus kepada isu-isu yang mereka bawa saja. Itu bisa mencelakakan diri sendiri.[/stickyleft]1. TPN PB itu bentukan kelompok bintang-14 yang mengkleim dirinya sebagai TPN murni, tetapi dia menambah kata PB, sama dengan nama negara yang mereka umumkan yaitu Republik Demokratik Papua Barat.

2. TPN/OPM itu sebuah nama pemberian NKRI, dengan maksud dan tujuan akhir mematikan perjuangan Papua Merdeka. dengan menjadikan TPN dan OPM menjadi satu, maka lama-kelamaan apa yang dibuat OPM menjadi perbuatan TPN, apa yang dibuat TPN menjadi dosa OPM. Jadi, kita dikacaukan oleh wacana penjajah, seolah-olah dua organisasi induk sayap militer dan sayap politik itu satu dan sama saja. SEBENARNYA BUKAN BEGITU! Keduanya bukan satu dan bukan sama. Keduanya berbeda dan terpisah. Lihat saja catatan sejarah, tidak pernah ada orang Papua muncul pertama kali menggunakan nama TPN/OPM, yang ada OPM dengan TPN bukan TPN dan OPM. Pemberian posisi OPM yang mendahului atau TPN yang mendahului itu saja sudah menentukan pembedaan dan perbedaan arti dan maknanya. Yangterjadi selama ini berakibat pembodohan dalam pendidikan poiltik Papua Merdeka.

[stickyleft]PMNews kan sudah lama memuat dua aliran politik bangsa Papua, yaitu politik buru-pungut dan politik tanam-pungut. Keduanya milik bangsa Papua, tetapi keduanya harus dimanfaatkan kapan dan di era mana itu harus diperhatikan. Kedua penganut politik harus belajar satu sama lain.[/stickyleft]3. Oleh karena banyak kekacauan dan pembodohan inilah maka Gen Wenda melakukan reorganisasi organisasi perjuangan Papua Merdeka dengan membedah sayap militer dengan tetap mempertahankan dan mempersiapkan OPM sebagai organisasi induk perjuangan Papua Merdeka. Apa yang dipersiapkan dalam OPM? Yang dipersiapkan itu manusianya dan menejemen organisasinya. Supaya OPM menjadi organisasi induk kegiatan politik di dalam dan di luar negeri, bukan PDP, bukan DAP, bukan WPNA, bukan Republik Demokratik West Papua. Itu maksudnya.

Jadi, General Wenda ialah Panglima Tertinggi Komando Revolusi, bukan Panglima Tertinggi TPN/OPM. Lihat nama dan kata-kata dalam nama itu, keduanya berbeda. Menurut Wenda, pemimpin OPM sedang dipersiapkan, jadi akan muncul, dan saat itu, bukan pemimpin TPN/OPM lagi, tetapi pemimpin TRWP dan pemimpin OPM. Cuma akan ada variasi dalam organiasi TRWP.

Nah, sekarang mengenai pelaksana dan penanggungjawab Kongres ini. Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya. Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya.

PMNews: Kami kembali kepada penyelenggaraan kongres. Apa tanggapan akhir dan saran kepada bangsa Papua?

TRWP: Kami menyarankan agar semua pihak tidak dibodohi dan tdiak membodohi diri sendiri. Kita bukan orang-orang Papua zaman Jouwe, Messet dan Joku lagi, ini era baru, era generasi muda memimpin dan mengarahkan perjuangan ini. Kita jangan dikaburkan dengan gelak dan gelagat oportunis. Kita lupakan cara orang lain bikin panggung, lalu kita melompat naik dan manggung tanpa malu. Kita tinggalkan politik ala NKRI, yang tidak tahu malu dan yang tidak pernah meminta maaf. Kita harus berpedoman kepada sejarah, sejarah perjuangan bangsa Papua, sejarah tokoh perjuangan Papua Merdeka, sejarah Organiasi Perjuangan Papua Merdeka, sejarah tipu muslihat dan gelagat penjajah. Kita sudah terlalu lama dibodohi orang lain dan membodohi diri sendiri. Kapan bangsa ini mau menjadi pandai? Pandai membaca sejarah, pandai mengenal tokohnya, pandai mengelola kekuatan dan kelemahannya, pandai mengenal batas-batas kewenangan dan organisasinya, pandai memanfaatkan moment dan peluang?

Kongres ini Bukan untuk Bicara Papua Merdeka dan Tidak Membantu Kampanye Papua Merdeka


Terkait polemik dalam politik Papua Merdeka yang berkembang belakangan ini sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua III, 2011, menyusul tanggapan dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda, maka kini giliran Sec-Gen. TRP Leut. Col. Amunggut Tabi menanggapinya dengan nada jelas dan tegas, lebih tegas lagi dari penegasan General Wenda bahwa KRP III, 2001 itu pasti dan jelas bertujuan Menggantikan Peran dan Status Organisasi Politik bangsa Papua untuk kemerdekaannya bernama “OPM” digantikan oleh organisasi bentukan kelompok Bintang-14 bernama West Papua National Authority (WPNA), didukung oleh elemen kekuatan yang ada di berbagai tempat, yang tujuan akhirnya untuk mendorong agar Otsus Jilid berikut segera diluncurkan.

Berikut petikan wawancara per telepon sebanyak tiga kali.

PMNews: Salam Merdeka! Permisi, kami mau bertanya sedikit saja tentang Kongres Rakyat Papua III, 2011 yang rencananya segera diselenggarakan. General Wenda sudah menolak, lalu orang-orang di dalam negeri yang mewakili OPM menolaknya, tetapi bagaimana penegasan kembali dari TRWP?

TRWP: Kebijakan umum organisasi kami sudah jelas disampaikan oleh Panglima saya, bahwa TRWP tidak mendukung pelaksanaan kongres itu. Alasannya juga sudah jelas di situ, PMNews sendiri yang mewawancarai.

PMNews: Kami membaca belakangan ini, khususnya tokoh OPM yang ada di dalam negeri, selalu menanggapi rencana ini dikaitkan dengan proses yang sedang berlangsung khususnya di Inggris dengan KTT ILWP I, 2 Agustus lalu. Apakah TRWP punya jalan pemikiran yang sama?

TRWP: Kami tidak mengembangkan pemikiran ke sana. Yang kami fokuskan di sini ialah, “Yang bikin Kongres itu siapa, siapa yang membiayai dan tujuannya apa?” Itu tiga pertanyaan pokok, kita jangan mengembara dalam pikiran dan harapan di luar dari tiga pokok pikiran ini. Jadi, kalau ada pertanyaan mengenai KRP ini ya bagus, tetapi kalau pertanyaan mengenai tanggapan-tanggapan terhadapnya, mungkin bukan saatnya sekarang.

PMNews: Ok, mohon maaf, kalau begitu kami kembali kepada pertanyaan ke tiga pokok tadi. Kira-kira dari TRWP, siapa penyelenggara Kongres ini?

TRWP: Kalau pertanyaan itu jawabannya jelas, penyelenggara ialah “Dewan Adat Papua”. Itumotornya. Motor ini dibelikan bensin oleh pihak lain yang tidak punya motor. Lalu lantaran dia sudah beli bensin, dia mentang-mentang bilang, “Saya beli bensin jadi saya pake dulu kendaraan ini.” Kira-kra begitu. Tidak tahu apakah mereka beli bensin itu di pompa bensin atau di tempat lain. yang jelas mereka itu yang punya bensin.

Mereka sementara mau beli motor sendiri, tetapi pemilik motor tidak mau jual kepada mereka, karena penjual itu tahu dia tidak punya uang. Nah, karena itu mereka sudah pinjam motor orang lain, sementara pakai baru mereka bilang itu mereka beli. Tetapi tidak ada orang akui bahwa itu motor mereka. Mereka dianggap mencuri motor itu. Makanya mereka mau ke kampung untuk minta supaya lapor ke polisi bilang itu benar-benar motor mereka. Untuk tujuan itu mereka harus diantar ke tempat di mana mereka dapat pengakuan, makanya mereka pinjam motor orang lain untuk tujuan mereka.

PMNews: Minta maaf sekali lagi. Kami tanya sekali lagi dan mohon jawaban yang tegas dan jelas, “Siapa penyelenggara yang sebenarnya, kalau bukan DAP?”

TRWP: Ah, sudah tahu. Sudah jelas itu. yang jelas, ini orang-orang berbintang lebih dari satu, alias orang-orang bukan Brig.Gend, dan juga bukan General, juga bukan orang Bintang Besar seperti Suharto (red: berbintang lima), ini berpangkat lebih dari itu.

PMNews: Apakah bisa konfirmasi secara jelas benar bahwa orang-orang berbintang yang menyelenggarakan ini?

TRWP: Makanya, Anda harus tanya, Surat Kabar Bintang Papua itu berbintang berapa? Anda sendiri berbintang berapa? Jenderal Besar Suharto berbintang berapa? Lalu yang tadi berbintang berapa? Lalu tanya lagi, “Bintang-bintang ini artinya apa?” Satu artinya apa, dua artinya apa, tiga artinya apa, dan seterusnya. Jangan kita bangun ideologi di atas fondasi orang lain. Masing-masing suku-bangsa di muka bumi membangun ideologinya atas dasar budayanya sendiri. Kita tidak membangun Papua dengan ideologi asing. Apalagi memperjuangkan kemerdekaannya dengan ideologi dan ajaran luar?

[news]Ideologi Bintang Satu itu sudah jelas, tanya kepada teman-teman dari pesisir pantai, “Apa artinya bintang Satu, Bintang Fajar itu saat mereka melaut?” Jangan masukkan kitab-kitab lain mengartikan bintang! Itu ajaran sesat! Ideologi pembodohan! Ideologi pemandulan sebuah bangsa. Ideologi tanpa akar. Makanya dia mau bikin kongres untuk coba-coba berakar ke bawah setelah dia bertumbuh. Entah tidak tahu dia bertumbuh di atas tanah mana atau di udara mungkin? Ini ilmu alam ajaib yang orang Papua sedang mainkan, tanaman bertumbuh di udara, lalu kemudian mencari tanah untuk berakar. Logikanya bagaimana dia sudah tumbuh padahal tanpa tanah? Tentu saja menurut logika itu dia ditanam di tanah lain, dia berakar di sana, tetapi sekarang mau dicangkokkan ke dalam Tanah Papua, bukan?[/news]

Secara Teori, Ideologi Satu Bintang dengan Ideologi Bintang Satu jangan disamakan. Jangan-jangan kita sudah salah jalan, alias tersesat!

PMNews: Sekarang semakin jelas, maksudnya kelompok Anti-Bintang Satu yang menyelenggarakan kongres ini?

TRWP: Terserah Anda mau katakan mereka anti atau tidak. Itu bukan jalan pikiran yang saya kembangkan tadi. Lihat masalah ini lebih luas dari apa yang terjadi di tanah air. Apa yang terjadi itu hanyalah setitik cahaya dari sejumlah persoalan politik Papua Merdeka. Ingat motor tadi. Kenapa Dewan Adat Papua yang katanya mengurus Adat Papua sudah masuk dipakai oleh orang yang tidak punya motor ini? Kenapa semua barang kita jadikan alat politik. Barang untuk urus adat, ya dia urus adat, barang untuk urus perang, ya dia urus perang, barang untuk urus politik ya begitu juga. Kita tidak pernah belajar dari pengalaman orang tua. Kita selalu mencampur-aduk semua urusan, jadi orang menilai kita tidak tahu berpolitik di abad ini. Kita pantas disebut Masyarakat Adat, tetapi jangan kita disebut masyarakat adat zaman batu yang ada saat ini. Kita masyarakat adat modern, jadi kita tahu main politik. Itu maksudnya.

Kita harus punya prinsip, ideologi, garis kebijakan, ruang lingkup kegiatan, yang jelas dan tegas. Kalau kita gunakan Dewan Adat Papua, Majels Rakyat Papua semuanya untuk politik Papua Merdeka, lalu orang bilang kita apa? Apakah itu kelihaian kita? Bukan, justru sebaliknya. Jangan pakai motor orang lain untuk tujuan orang lain. Itu kira-kira maksudnya.

PMNews: Semakin kami tanya, semakin meluas jalan pemikiran kami, tetapi kami tetap kembali ke pokok awal. Kalau orang lain meminjam motor tadi, “apa tujuannya?”

TRWP: Tujuan sudah bilang tadi. Supaya dia punya tujuan mau beli motor itu bisa jadi. Dia sendiri mau miliki kendaraan, tetapi dia tidak mendapatkan kepercayaan, makanya dia pake kendaraan orang lain untuk tujuannya. Tetapi masalahnya kendaraan yang dia pinjam itu yang jadi masalah, karena masalahnya tidak semakin terselesaikan, tetapi semakin memperumit secara strategis jangka panjang.

Yang jelas dalam kacamata NKRI Dewan Adat Papua itu sudah termasuk organisasi politik Papua Merdeka, jadi jangan menyangkal realitas yang diciptakannya sendiri. Lalu siapa yang harus urus Adat Papua?

Kalau mau bikin kongres, silahkan saja, tetapi jangan dengan cara merusak barang yang sudah ada. Kita justru harus memelihara semua perangkat sosial, politik dan kemasyarakatan yang ada supaya semuanya berfungsi menurut ruang-lingkupnya.

PMNews: Tujuannya belum dijawab?

TRWP: Sudah dijawab tadi, tujuannya sudah jelas.

PMNews: Tujuan terkait dengan Papua Merdeka?

TRWP: Jangan bawa-bawa isu itu ke dalam. Dewan Adat Papua urus apa? Dia mengurus Hak-Hak Dasar bangsa Papua, kapanpun, di manapun, di dalam NKRI ataupun di luar NKRI. Itu tugas yang diembannya. Dari Surat Edaran yang disebarkan oleh sponsor tadi, kelihatannya memang mereka mau menyelenggarakan Kongres untuk Hak-Hak Dasar bangsa Papua, jadi memang sesuai dengan ruang kerja DAP

Tetapi tujuan di luar dari yang ada di atas kertas itu yang membahayakan DAP sendiri. DAP saat ini sudah masuk jeratnya orang-orang berbintang tadi, sekarang dia tinggal hitung bintang. Ini cara main orang politik hukum rimba, yang satu dimatikan untuk menghidupkan yang lain, ini sangat menyakitkan.

PMNews: Jadi sebenarnya pada prinsipnya Anda tidak menolak penyelenggaraan KRP III, 2011?

TRWP: Semua orang Papua, setiap organisasi kemasyarakatan di Tanah Papua berhak menyelenggarakan Kongres, entah itu sampai ke berapa ratus terserah. Itu bukan masalah. Tetapi jangan bawa-bawa masalah Papua Merdeka ke dalamnya. Ini kongres kan untuk “Hak-Hak Dasar orang Papua”, yang bisa diperjuangkan di dalam NKRI maupun di luar NKRI, hak-hak dasar tidak tergantung kepada negara. Jadi, tidak dilarang.

Yang dilarang itu jangan bawa masuk isu-isu yang tidak masuk dalam ruang-lingkup kegiatan organisasi. Bukannya karena itu salah, tetapi karena kita akan ditertawakan dan dianggap tidak tahu apa yang kita buat. “Apa yang terjadi kalau Boaz Solossa tiba-tiba tidak main di depan lawan, tetapi setiap menit dia berdiri dekat penjaga gawangnya terus? Dia sebagai striker bukan tempatnya di situ dong” Orang disuruh jaga adat, malahan urus politik, ini yang jadi masalah, bukan masalah kongresnya.

PMNews: Kami prediksi kelihatannya tujuannya dua. Pertama, orang yang mau pakai motor tadi untuk miliki motor sendiri. Dan kedua, akhirnya Otsus Jilid berikut akan diguliarkan.

TRWP: [warning]Kami tambahkan tujuan ketiga, “Mematikan Dewan Adat Papua”[/warning] Itu juga merupakan tujuannya. Jadi dengan penyelenggaraan Kongres ini, Dewan Adat Papua bukan lagi Dewan Adat tetapi Dewan Politik Papua (DPP), dan kalau dia DPP, maka bukan lagi bicara hak-hak dasar, tetapi hak-hak politik bangsa Papua. Ini politik apa yang kita sedang mainkan?

PMNews: Anda memandang ini juga salah langkah DAP?

TRWP: Tidak tahu persis. Mungkin ini usaha DAP, yang berarti DAP sekarang sudah menghianati amanat rakyat Papua. Mungkin juga DAP dijebak oleh pihak musuh, maka itu merupakan kekalahan telak bagi bangsa ini. Bisa juga baik DAP maupun si peminjam tadi dua-duanya tidak tahu main, jadi akibatnya mengorbankan salah satunya. Maka ini yang tadi saya sebut dasar orang Papua tidak tahu main.

PMNews: Sejak pertama tadi banyak sekali wacana yang perlu digali, tetapi kami tetap mengarahkan pembaca kepada tiga pokok tadi, siapa penyelenggara, siapa sponsor dan apa tujuannya. Apakah bisa tegaskan kembali?

TRWP: Pertama, sponsornya ialah yang mau pakai motor Dewan Adat Papua tadi. Penyelenggaranya ialah Dewan Adat Papua. Tujuannya ialah Hak-Hak Dasar orang Papua. Itu menurut saya.

PMNews: Apakah Hak-Hak Dasar Orang Papua itu termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri, yaitu Papua Merdeka?

TRWP: Kita harus bedakan Hak-Hak Dasar dari Hak Politik. Apakah Hak Politik merupakan bagian dari atau salah satu dari Hak-Hak Dasar? Kemudian orang Papua sendiri harus memahami untuk diri sendiri Apakah Hak-Hak Dasar itu sama dengan Hak Asasi? Apa bedanya Hak Asasi dengan Hak Dasar? Wacana Hak Asasi Manusia juga tidak jelas kita kembangkan “Apa bedanya Hak-Hak Dasar”, “Hak-Hak Asasi”, “Hak-Hak Fundamental” ini semua masih kabur bagi kita. Dalam kondisi kabur ini, semua pihak bisa saja memainkannya untuk kepentingan dia.

PMNews: Mungkin yang terakhir, “Apakah organisasi Anda mendukung KRP III, 2011 ini?”

TRWP: Saya bicara bukan atas nama pribadi, tetapi ini kebijakan organisasi, menurut Hukum Revolusi, bahwa:
1. Pertama, kalau DAP berbicara tentang Hak-Hak Dasar orang Papua, maka memang itu tugasnya. Tetapi kalau DAP dipakai oleh pihak lain, maka di situlah riwayatmu. Kalau begini sebaiknya Masyarakat Adat Papua perlu angkat Pengurus Dewan Adat Papua yang bisa membela Adat orang Papua, bukan yang bermain politik praktis seperti ini.
3. Kedua, untuk semua organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua, supaya kita tidak bermain politik ala generasi tua. Kita haruslah menjadi politisi Papua Merdeka yang maju dalam ilmunya dan maju dalam taktiknya. Jangan mengambil langkah yang dampaknya justru membuat banyak jiwa melayang atau yang menyebabkan organisasi yang sudah ada di dalam negeri yang sudah mendapat posisi tepat untuk membela Hak Dasar orang Papua itu menjadi hancur. Jangan kita lakukan praktek aborsi politik.
4. Terakhir, saat ini kita tidak mencari legitimasi. OPM sudah punya legitimasi sejak 40 tahun lebih. Siapapun yang meremehkannya, atau menganggapnya tidak mampu atau OPM tidak mampu lalu mau menggantikannya, maka jelas Anda berhadapan dengan nenek-moyang, jiwa-raga, nyawa tulang-belulang dan segenap kekuatan dari Tanah Papua.

Yang paling tepat ialah benahi Bintang yang satu ini dulu sebelum menambah bintang baru, entah sebanyak yang di pantai Base-G pun terserah. Kalau tidak sanggup membenahi yang satu ini, kenapa berani tambah-tambah? Kalau tidak mau OPM, kenapa tidak menolaknya saja secara terbuka dan mengkleim diri sebagai pengganti OPM? Kenapa kita bermain politik kucing-kucingan dalam memperjuangkan sebuah bangsa yangluas  wilayahnya sebesar tiga kali pulau Jawa ini seremeh begitu, yang begitu penting dalam politik global dalam dekade mendatang? Kenapa orang Papua selalu memainkan politik “buruh-pungut”, tanpa tahu menanam, menyiang, memagari dan memanen?

PMNews: Apakah mendukung?

TRWP: Terserah! Silahkan artikan tanggapan-tanggapan tadi. Nanti ketik baru akan dapat jawabannya. Yang Pasti, Dewan Adat Papua sudah masuk jerat, tinggal hitung bintang sekarang. Siapa yang salah? Ya, pengurusnya!

Yang jelas dan pasti, [stickyright]”Kongres ini bukan untuk bicara tentang Papua Merdeka dan tidak bertujuan untuk membantu perjuangan Papua Merdeka”, tetapi justru sebaliknya. Itu yang harus diketahui orang Papua semuanya.[/stickyright]

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny