Presiden Sementara: Indonesia Memberlakukan Undang-Undang No Choice Kedua dengan RUU ‘Otonomi Khusus’

14 juli 2021| Dalam Pernyataan

Kami telah menerima informasi penting dari dalam Papua Barat: mahasiswa yang berdemonstrasi secara damai menentang pengenaan undang-undang ‘Otonomi Khusus’ kedua di Indonesia telah dilecehkan, dipukuli dan ditangkap oleh polisi di Universitas Cendrawasih di Jayapura hari ini.

Kekerasan brutal ini terjadi ketika Jakarta mencoba untuk memaksakan periode ‘Otonomi Khusus’ lainnya kepada rakyat Papua Barat, di luar kehendak mereka. Majelis Rakyat Papua (MRP), yang dibentuk untuk menjadi bagian dari lengan panjang Jakarta di Papua Barat, bahkan telah menolak upaya pemerintah Indonesia untuk memaksakan era baru secara paksa.

Orang-orang Papua Barat telah bersatu dalam menolak apa yang disebut Otonomi Khusus. MRP, Dewan Adat Papua (DAP), ULMWP, sayap militer Papua Barat, Petisi Rakyat Papua (terdiri dari lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil), dan 1,8 juta yang menandatangani Petisi Rakyat Papua Barat pada tahun 2017, semuanya telah menyatakan langsung penolakan pendudukan Indonesia yang tidak sah dan upaya memperbaharui ‘Otonomi Khusus’.’Otonomi Khusus’ sudah mati.

Kami menyaksikan Act of No Choice kedua. Pada 1960-an, Indonesia menginvasi negara kita dengan ribuan tentara, melecehkan, mengintimidasi, dan membunuh setiap orang Papua Barat yang berbicara untuk kemerdekaan. apa yang terjadi hari ini, dengan lebih dari 21.000 tentara baru dikerahkan, operasi militer besar-besaran di Intan Jaya, Nduga dan Puncak, dan penindasan polisi terhadap semua perlawanan, adalah sama dengan apa yang terjadi pada kita pada tahun 1969. ‘Otonomi Khusus’ 2.0 adalah pemaksaan kolonial .
Indonesia harus segera menghentikan
RUU ‘Otsus’ kedua. Rakyat Papua Barat sudah memberikan mandat penuh kepada Pemerintahan Sementara ULMWP. Kami memiliki konstitusi kami, kabinet kami dan departemen kami dan berjalan. kami tidak membutuhkan tipu daya dan kebohongan skema Jakarta. Kami sudah merebut kembali kedaulatan kami, dan menolak semua hukum Indonesia yang dikenakan kepada kami.

Saya menyerukan kepada Uni Eropa, Pemerintah Inggris, Amerika Serikat, Australia, OACPS, MSG, PIF, Bank Dunia, dan semua organisasi internasional untuk menolak pemerintahan dengan todongan senjata ini. Tidak ada pendanaan, dukungan atau pelatihan internasional untuk paket ‘Otonomi Khusus’ Indonesia. Presiden Indonesia harus duduk bersama saya, sebagai Presiden Sementara Pemerintahan Sementara ULMWP, untuk mencari solusi bagi rakyat saya berdasarkan penentuan nasib sendiri, keadilan dan perdamaian.

Untuk semua orang Papua Barat, di mana pun Anda berada di dunia – baik di pengasingan, bekerja di pemerintah Indonesia, atau di kota-kota dan desa – untuk pendukung solidaritas kami, inilah saatnya untuk bersatu dan mengakui Pemerintahan Sementara dan Konstitusi kami . kami siap untuk menjalankan urusan kami sendiri.
Benny Wenda

Presiden Sementara
Pemerintah Sementara ULMWP
https://www.ulmwp.org/interim-president-indonesia

Pastor Alan Nafuki berpulang, ucapan duka cita mengalir dari Papua

Nabire, Jubi – Direktur Eksekutif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Markus Haluk menyampaikan rasa duka citanya atas berpulangnya Pastor Alan Nafuki pada Senin (14/6/2021). Pastor Alan Nafuki adalah Ketua Vanuatu West Papua Unification and Association Committee atau VWPUAC yang selalu konsisten menyuarakan dukungan bagi gerakan Papua merdeka.

“Ia adalah seorang Bapa, Gembala, saudara, dan seorang pejuang kemerdekaan Vanuatu. Sejak studi pada awal 1970-an di Meden, Papua Nugini, ia jatuh hati dengan manusia dan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Selama 40 tahun lebih ia berjuang dan bersuara bagi kemerdekaan Papua di Vanuatu. Kami sedih dan berduka,” kata Haluk saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Senin (14/6/2021).

Haluk mengatakan Pastor Alan merupakan salah satu tiang gerakan Papua merdeka di Vanuatu. “Rakyat dan bangsa Papua akan selalu mengenangnya selalu memimpin aksi, lobi Papua merdeka di berbagai forum di Vanuatu, Melanesia, dan Pacifik,” kata Haluk.

Ia berharap semangat mendiang Pastor Alan Nafuki akan menggugah hati para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG). “Supaya pada pertemuan MSG pada 15-17 Juni 2021 [nanti] forum MSG dapat menerima ULMWP sebagai anggota penuh,” kata Haluk.

Haluk menyatakan Ketua ULMWP, Benny Wenda, telah mengumumkan masa berkabung selama sepekan, untuk menghormati berpulangnya Pastor Alan Nafuki. “Itu duka bersama rakyat, para pemimpin Vanuatu dan Melanesia. Wakil ULMWP akan hadir dalam acara duka di Vanuatu,” kata Haluk.

Aktivis Hak Asasi Manusia, Daniel Randongkir juga menyampaikan rasa bela sungkawanya atas berpulangnya Pastor Alan Nafuki. “Terlalu besar jasa-jasamu untuk Tanah Papua. Kami akan mengenang jasa besar yang kau abdikan untuk perjuangan Tanah Papua. Jangan lupa mendoakan kami dan perjuangan kami,” kata Randongkir.

Randongkir mengatakan rakyat Vanuatu maupun rakyat Papua berduka atas berpulangnya Pastor Alan Nafuki. “Kami orang West Papua juga berduka yang amat mendalam atas kepulangan Pastor Alan Nafuki,” katanya.

Kabar berpulangnya Pastor Alan Nafuki menyebar luas di Papua. Salah satu warga di Papua, Melvin Yobe turut menyampaikan rasa duka citanya. “Kami rakyat Papua korban penjajahan Indonesia merasa kehilangan [atas berpulangnya] pejuang kemerdekaan Papua di Vanuatu. Tuhan Allah bangsa Papua menyebutmu di surga,” kata Yobe. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Presiden Sementara: Akses internet diblokir saat penangkapan para pemimpin pembebasan dimulai

Press Release, 2 Juni 2021

Indonesia telah memutuskan akses internet di West Papua untuk menyembunyikan tindakan kerasnya terhadap gerakan pembebasan damai. Erik Walela, sekretaris Departemen Politik ULMWP, bersembunyi, dan dua kerabatnya Abi (32) dan Anno (31) ditangkap oleh polisi kolonial Indonesia pada 1 Juni.

Victor Yeimo, juru bicara KNPB, sudah ditangkap . Saya prihatin bahwa semua pemimpin dan departemen ULMWP di West Papua sekarang dalam bahaya setelah Indonesia mencoba menstigmatisasi kami sebagai ‘teroris’ . Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menyatakan bahwa mereka menganggap seluruh gerakan pembebasan , termasuk siapa pun yang terkait dengan saya, sebagai teroris.

Siapa pun yang menentang ketidakadilan di West Papua sekarang dalam bahaya. Indonesia memutuskan internet untuk menyembunyikan tindakan keras dan operasi militernya, melanjutkan tradisi lama menyembunyikan informasi dari dunia dengan melarang jurnalis internasional dan menyebarkan propaganda. Satu-satunya cara siapa pun saat ini dapat mengakses internet di dalam adalah dengan berdiri [join] di dekat markas militer, polisi, atau pemerintah .

Mereka mencoba melabeli kami ‘separatis’, ‘kelompok kriminal bersenjata’, dan pada 2019 menyebut kami ‘monyet’. Sekarang mereka mencap kami ‘teroris’. Ini tidak lain adalah diskriminasi terhadap seluruh rakyat West Papua dan perjuangan kami untuk menegakkan hak dasar kami untuk menentukan nasib sendiri. Saya ingin mengingatkan para pemimpin PBB, Pasifik dan Melanesia bahwa Indonesia menyalahgunakan isu terorisme untuk menghancurkan perjuangan fundamental kami untuk pembebasan tanah kami dari pendudukan dan penjajahan ilegal.

Lebih dari 21.000 tentara telah dikerahkan dalam waktu kurang dari tiga tahun, termasuk bulan lalu ‘pasukan setan’ yang terlibat dalam genosida di Timor Timur. Densus 88, dilatih oleh Barat , juga menggunakan keterampilan mereka melawan rakyat saya. Operasi ini dilakukan atas perintah langsung Presiden dan ketua MPR . Rakyat saya trauma, takut pergi ke kebun, berburu atau memancing. Ke mana pun mereka berbelok, ada pos dan pangkalan militer. Berapa lama dunia akan mengabaikan seruan saya? Berapa lama dunia bisa melihat apa yang terjadi pada orang-orang saya dan berdiri?

Benny Wenda
Interim Presiden
Pemerintah Sementara ULMWP
(https://www.ulmwp.org/interim-president-internet-access…)

ULMWP #WestPapua #FreeWestPapua #Referendum #TNIPolri #IndonesiaMilitary #Militerism #InternetAccess

Presiden Sementara: Pemungutan suara di PBB Indonesia memperlihatkan kemunafikannya atas West Papua

Statement | 25 Mei 2021

Pemerintah Indonesia berbicara tentang Myanmar dan Palestina sambil memberikan suara untuk mengabaikan genosida dan pembersihan etnis di PBB. Kami bersyukur para pemimpin Indonesia menunjukkan solidaritasPenderitaan rakyat Palestina dan Myanmar, tetapi Indonesia berusaha mati-matian untuk menutupi kejahatannya sendiri terhadap kemanusiaan di West Papua.

Pada Sidang Umum PBB minggu lalu, Indonesia menentang mayoritas komunitas internasional dan bergabung dengan Korea Utara, Rusia dan China dalam menolak resolusi tentang ‘pencegahan genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan’. Sementara Menteri Luar Negeri Indonesia mengklaim ‘berjuang untuk kemanusiaan’, kenyataannya sebaliknya: mereka melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di West Papua dan mencoba untuk memastikan impunitas abadi mereka diPBB.

Para pemimpin Indonesia sering berbicara tentang hak untuk menentukan nasib sendiri dan hak asasi manusia, dan pembukaan konstitusi Indonesia menyerukan ‘segala bentuk pendudukan asing’ ‘harus dihapus dari muka bumi’. Tapi di West Papua, pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran yang diklaim ditentangnya. Penolakan mereka untuk menerima resolusi PBB jelas merupakan konsekuensi dari ‘pertanyaan Papua’, seperti yang dikatakan oleh Jakarta Post.

Bukti sekarang berlimpah bahwa Indonesia telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kolonialisme, pembersihan etnis dan genosida di West Papua. Pada minggu yang sama dengan pemungutan suara PBB, militer Indonesia – termasuk ‘pasukan Setan’ yang terlibat dalam genosida di Timor Leste – menyerang desa-desa di Papua, membunuh perempuan dan anak-anak yang tidak bersenjata dan menambah lebih dari 50.000 orang terlantar sejak Desember 2018. Tujuan yang disebutkan dari operasinya adalah untuk ‘menghapus’ semua perlawanan terhadap kolonialisme Indonesia. Saat Anda menggusur penduduk desa, mereka kehilangan tempat berburu, rumah, dan milik mereka

Seluruh cara hidup. Ini adalah pembersihan etnis sistematis, bagian dari strategi jangka panjang pendudukan Jakarta untuk mengambil alih tanah kami dan mengisinya dengan pemukim Indonesia dan perusahaan multi-nasional. Inilah maksudnya, dan kita membutuhkan tindakan sebelum terlambat.

Setelah mendeklarasikan perlawanan terhadap ‘terorisme’ pendudukan ilegal, Indonesia meluncurkan celah besar-besaranTurun. Victor Yeimo, salah satu pemimpin perlawanan damai kami yang paling populer, telah ditangkap. Frans Wasini, anggota Departemen Politik ULMWP, juga ditangkap pekan lalu. Di kota, mahasiswa Universitas Cenderawasih diseret keluar dari asramanya [Rusunawa Uncen] oleh polisi dan militer dan dijadikan tuna wisma. Siapapun yang berbicara tentang West Papua, pelanggaran hak asasi manusia dan genosida, sekarang berisiko ditangkap, disiksa atau dibunuh. Victor Yeimo, Frans Wasini, dan semua yang ditangkap oleh rezim kolonial Indonesia harus segera dibebaskan.

Mengirim lebih dari 21.000 tentara, membunuh para pemimpin agama, menduduki sekolah, menembak mati anak-anak – iniAdalah terorisme negara, kejahatan terhadap rakyat West Papua. Pemimpin Indonesia tahu apa yang mereka lakukan. Mereka telah mengirim TNI, polisi, unit ‘kontra-terorisme’, ‘pasukan Setan’, dan dinas intelijen ke West Papua. Unit-unit ini bersaing satu sama lain untuk melihat siapa yang dapat membunuh rakyat saya dengan lebih efisien, siapa yang dapat mencuri tanah kami dengan lebih aktif. Mereka yang paling mampu memusnahkan populasi kita akan mendapat keuntunganDalam peringkat. Orang-orang saya telah diubah menjadi objek permainan kerajaan Jakarta.

Perkembangan ini menunjukkan dengan lebih jelas perlunya Indonesia berhenti menghalangi kunjungan Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB. Delapan puluh empat negara telah menyerukan kunjungan tersebut. Tidak ada lagi penundaan.

Pasukan harus ditarik, dan PBB diizinkan masuk sebelum bencana melanda.

Benny Wenda
Interim Presiden
Pemerintahan Sementara ULMWP
(https://www.ulmwp.org/interim-president-indonesias-un…)

ULMWP #WestPapua #UNGA #HumanRight #UNHCR #FreeWestPapua #Referendum #FreeVictorYeimo #FreeFransWasini #ReferendumYes

West Papua ‘provisional government’ announces full cabinet amid escalating violence in Indonesian region

Separatist leaders in West Papua have announced the formation of a full cabinet as part of a provisional government, set up to undermine Indonesia’s rule over the troubled region. 

The United Liberation Movement for West Papua, which is a coalition of independence groups, set up its own provisional government in December.

It’s led by Benny Wenda, a separatist leader living in exile in Britain and has now appointed a ministerial cabinet and 12 departments including Foreign Affairs and Defence.

Mr Wenda says the departments are working underground to undermine Indonesia’s rule from within the province.

“We are moving towards forming a new state inside West Papua based on the principle of human rights and environmental protection,” Benny Wenda told Pacific Beat.

The rights of all beings will be at the heart of our new cabinet agenda. Our number one priority is ensuring the survival of our people and our culture and our environment”.

“Enough is enough and the world must support alternative authority within West Papua,” he said.

The move comes amid escalating violence between separatist groups and Indonesian security forces, after Indonesia’s chief security minister declared Papuan separatists as terrorists.  

“We need to convince the world, particularly our brothers and sisters in the Pacific.

We successfully lobbied in the Pacific Islands recognise our struggle,” Mr Wenda said.Duration: 7min 39secBroadcast: Mon 3 May 2021, 6:00am

Source: https://www.abc.net.au/

Delegasi ULMWP yang sempat di hambat oleh Indonesia melalui New Zealand dan Australia

Image may contain: 4 people, people smiling, people standing
Foto: Ruang registrasi peserta pertemuan PIF 2019 di Tuvalu.

Delegasi ULMWP (West Papua) yang sempat di hambat oleh Indonesia melalui New Zealand dan Australia dalam perjalanan telah berhasil tiba di Funafuti, Tuvalu. Delegasi West Papua dipimpin oleh; Benny Wenda ketua ULMWP, bersama juru bicara Jacob Rumbiak. Mereka didampingi oleh Lora Lini, utusan Vanuatu untuk urusan dekolonisasi West Papua di PBB.

Lora Lini adalah anak dari Bapa bangsa Melanesia di Vanuatu, Father Walter Lin̄i.

 

Image may contain: 4 people, people smiling, people standing

Foto: Ruang registrasi peserta pertemuan PIF 2019 di Tuvalu.

#PIF2019 #Tuvalu #LetWestPapuaVote — in Funafuti.

Benny Wenda: TRWP, TPNPB, TPN OPM Sudah Bersatu!

Tujuan kita hanya satu “Papua Merdeka, lepas dari NKRI”, Ya, benar.

ULMWP merupakan hasil dari perjuangan kita selama 50 tahun lebih, dan inilah ujung tombak West Papua yang sudah kami siapkan untuk membawa bangsa Papua keluar dari “neraka NKRI”.

Sebuah pertanyaan:

– Apakah kami orang asli Papua ini punya masa depan “hidup” dalam 50-100 tahun ke depan atau Tidak?

Kita harus sadar bahwa, jangka waktu hidup kita terbatas (limited). Ketika ajal menjemput hidup ini mungkin 1, 2 atau 10 tahun ke depan, kita sudah tidak hidup lagi dan tak bisa berbuat apa-apa untuk memastikan nasib generasi ke depan.

Selagi saat ini kami masih bisa berpikir untuk menata hidup ini, kita punya tanggung jawab besar untuk memastikan masa depan bangsa ini.

Doa dengan sekedar harapan tak akan menentukan masa depan kita. Harus ada langkah maju dan berpikir keluar dalam upaya untuk menyelamatkan bangsa ini.

#Papua_Merdeka merupakan “strategi” untuk “kepastian” masa depan hidup, khususnya bagi kami bangsa Papua di West Papia ini. Dan itu ada di dalam ULMWP atau United Liberation Movement for West Papua.

ULMWP merupakan “ujung tombak West Papua”. Bersama ULMWP kami akan menentukan nasib masa depan Papua.

Setiap kita entah secara pribadi perjuang Papua Merdeka maupun kelompok Papua Merdeka, kami berkewajiban penuh untuk kawal “ujung tombak West Papua, ULMWP” menuju menentuan masa depan kehidupan Orang asli Papua sebagai pemilik “ahli waris Tanah dan Kehidupan” di Papua.

#INGAT, Khusus bagi orang asli Papua

“Jika kita tidak berpikir Papua Merdeka, maka kehidupan kita saat ini #percuma, karena kita tidak akan lagi punya masa depan diluar Papua Merdeka”
___________
Peryataan Ketua ULMWP, pemimpin kemerdekaan West Papua ini penting untuk kita simak bersama.

WaSalam…!!

#LetWestPapuaVote
#InternationallySupervisedVoteForWestPapua
#ReferendumForWestPapua

Tolak dialog, ULMWP anggap Pjs Gubernur tak paham soal Papua

Benny Wenda - Dok. Jubi
Benny Wenda – Dok. Jubi

Jayapura, Jubi – United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan tegas menolak ajakan dialog yang disampaikan oleh Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur Papua, Soedarmo.

“Justru penjabat gubernur (Papua) itu dan pemerintah Indonesia yang mengganggu stabilitas bangsa dan rakyat Papua. Bangsa Papua tidak pernah meminta Indonesia dan militernya datang ke Papua. Indonesia tidak menyadari telah merampas kenyamanan rakyat dan bangsa Papua,” ujar Benny Wenda, menolak klaim Pjs Gubernur yang menyebutkan ULMWP sebagai kelompok yang mengganggu stabilitas politik, ekonomi dan keamanan di Tanah Papua.

Wenda melalui sambungan telepon, Jumat (Sabtu, 5/5/2018) menegaskan, ULMWP bukan berjuang untuk berdialog dengan petinggi pemerintah sekelas penjabat sementar gubernur. Seorang Pjs bisa berdialog dengan tokoh gereja, Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

“Gereja, MRP, DPRP dan LSM bisa berdialog dan menyampaikan persoalan yang terjadi di Papua. Kami ULMWP berjuang untuk referendum bangsa Papua, itu tujuan kami,” lanjut Wenda.

Lanjut Wenda, orang Papua bukan menuntut pembangunan namun menuntut pembebasan secara politik dari Indonesia.

“Pjs gubernur ini, tidak paham akar masalah Papua, sangat disayangkan,” ungkap Wenda.

Sebelumnya, Pjs Gubernur Papua mengaku siap membuka diri berdialog dengan ULMWP dan Komite Nasional Papua Barat maupun kelompok lain yang masih menyuarakan perjuangan Papua merdeka.

“Saya selaku penjabat gubernur siap berdialog. Tapi dialog atas dasar di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bagaimana kita membangunan Papua ke depan,” kata Soedarmo dalam siaran persnya.

Soedarmo menyatakan dialog yang ditawarkan tak harus dilakukan secara formal.  “Itu saya apresiasi. Dialog di cafe pun saya siap tidak perlu di kantor,” kata Soedarmo menambahkan. (*)

Mari Bergumul: ULMWP, OPM, OPM Asli dan Pemilihan Ketua ULMWP

Sejak ULMWP dijabat oleh Tuan Benny Wenda beberapa bulan lalu, ada sejumlah hal telah terjadi. Kejadian pertama yang paling menonjol ialah perlawanan dari pihak-pihak yang mengkleim diri sebgai “OPM Asli”, dan mengatakan beberapa hal. Pertama bahwa ULMWP tidak representatifif karena hanya didirikan dan diwakili oleh WPNCL, NRFPB dan PNWP, sedangkan organisasi lain tidak masuk ke dalamnya. NRFPB-pun tidak seutuhnya di dalam ULMWP, karena Presiden NRFPB, Forkorus Yaboisembut dengan tegas menempatkan ULMWP sebagai sebuah LSM,, sedangkan NRFPB sebagai sebuah negara dengan pemerintahan, yang layak dan pantas berjuang untuk Papua Merdeka menentang negara dan pemerintah Indonesia.

Alasan kedua dan ini alasan yang paling kuat, yaitu kleim bahwa pemilihan kepengurusan baru ULMWP dilakukan secara tidak demoratis. Bawah sebelum penggantian telah terjadi kriminalisasi terhadap Ketua ULMWP yang lama, dan pemilihan ketua yang baru tidak demokratis.

PMNews melihat dua alasan ini paling mengemua.

Selain menyalahkan proses pemilihan dan keterwakilan ULMWP, PMNews menilai memang ada aspek-aspek sentimen individual, yang selalu disebut dalam artikel PMNews sebagai “ego pribadi” sangat kental mewarnai pertikaian antar kubu di dalam tubuh pejuang Papua Merdeka.

Ya, benar, konflik sekarang bukan terjadi antara organisasi seperti telah kita alami selama hampir satu abad. Persoalan saat ini terjadi karena masing-masing individu, khususnya Ketua ULMWP lama dan Ketua ULMWP baru tidak sanggup, atau lebih tegas gagal menguasai diri, gagal menempatkan kepentingan bangsa Papua, pengorbanan bangsa Papua daripada kepentingan dan sentimen pribadi.

Seperti selalu disinggung dalam situs ini, kegagalan utama dan pertama-tama, hambatan utama dan pertama-tama dari perjuangan Papua Merdeka ialah karena “egoisme” pribadi, yang memupuk “egoisme kelompok” tidak dapat kita kendalikan dan manfaatkan untuk perjuangan kemerdekaan West Papua. Malahan kita cenderung dan sangat mencintai, merasa nikmat kalau mengelola, membahas, merenungkan, mempromosikan perbedaan dan egoisme itu secara terus-menerus, baik secara pribadi maupun secara kelompok.

Egoisme pribadi yang tidak sanggup dikalahkan itu terbukti dengan cara-cara mengirimkan surat-surat, email-email, pesan-pesan ke Facebook, WhatrsApp, SMS, telepon dan lama-lama menghabiskan waktu membicarakan kekurangan orang lain, perkataan sesama pejuang.

***

PMNews melakukan sedikit penelitian terkait dengan Konstitusi ULMWP yang menjelaskan tentang proses pemilihan dan pengangkatan pengurus ULMWP. Dalam ByLaws dengan jelas mengatakan bahwa pemilihan Ketua ULMWP pertama-tama dilakukan oleh para Ketua Organisasi di dalam ULMWP, yang mereka sebut dengan nama Organisasi Pilar ULMWP. Dan menurut Konstitusi ULMWP dikatakan dengan jelas bahwa pemilihan pertama dilakukan oleh para Ketua dari Ketiga Organisasi Pilar, dan selanjutnya kepemimpinan ULMWP dijabat secara bergilir oleh para wakil Organisasi Pilar yang ditugaskan. Jadi, tidak ada pencalonan terbuka, tidak ada proses pemilihan terbuka di dalam sidang, tidak ada pemungutan suara sepertii yang kita kenal dalam sistem demokrasi modern. Yang terjadi justru sama persis dengan yang pernah terjadi dalam DPR/MPR di Negara Kolonial Indonesia di era Orde Baru. yaitu para perwakilan rakyat yang memilih pemimpin.

Para Ketua Organiasi Pilar yang memilih Ketua ULMWP secara bergilir. Itu berarti, setelah Mote menjabat Ketua ULMWP mewakili NRFPB poaa periode pertama, maka secara otomatis, periode kedua dijabat oleh perwakilan dari PNWP, yaitu Tuan Benny Wenda. Kemudian setelah tiga tahun kemudian, Ketua ULMWP akan dijabat oleh calon yang diberikan oleh WPNCL.

Sebagai sebuah Konstitusi organisasi, pasal mengenai pemilihan ketua sudah jelas. Oleh karena itu, isu tentang proses pemilihan yang tidak demokratis dapat diperdebatkan dan hasil debatnya jelas, yaitu semua pihak, tak terkecuali, harus tunduk kepada aturan main di dalam organisasi, matikan egoisme dan ambisi pribadi dan kelompok, karena perjuangan ini bukan perjuangan pribadi lepas pribadi, bukan kelompok lepas kelompok, tetapi adalah perjangan luhur “One People – One Soul” demi negara West Papua yang merdeka dan berdaulat di luar NKRI.

***

Peprangan hari ini secara terbuka terjadi antara kubu Ketua ULMWP saat ini dan Ketua ULMWP yang lama, dengan dua alasan utama di atas. Akan tetapi alasan pertama termentahkan dengan sendirinya karena apa yang terjadi adalah sesuai Konstitusi ULMWP.

Panah kedua yang dikeluarkan sebagai perlawanan terhadap kepemimpinan Benny Wenda ialah bahwa Organisasi ULWP tidak representatif, dan oleh karena itu, kita harus kembali kepada OPM. Kelompok ini menyebut dirinya “OPM Asli”.

Banyak hal dilakukan untuk mementahkan kembali kleim bahwa ULMWP tidak representatif dan ULMWP tidak mewakili OPM, apalagi menggantikan OPM.

Konflik terbuka terjadi setelah Jacob Hendrik Prai dari Swedia memberikan mandat penuh kepada ULMWP untuk melanjutkan perjuangan OPM, dan mempercayakan Benny Wenda untuk memimpin lembaga ULMWP.

Surat ini memicu cek-cok panjang. Orang Papua “OPM Asli” mengkleim Surat ini palsu, dan memaksa Tuan Prai membatalkan surat dimaksud.

Ada peperangan sengit Ketua ULMWP lama dan Ketua ULMWP baru, ada juga peperangan antara OPM Asli dan OPM “palsu”.

Ada juga sudah mulai secara blak-blakan saling menuding dan saling menyalahkan, menyebut nama dan identitas secara buka-bukaan.

Dengan kleim diri sendiri sebagai pejuang murni, dan yang lain sebagai pejuang palsu, pecundang dan penipu, para pejuang sudah menjadi gila: Gila Hormat, Gila Kedudukan, Gila Pikiran, Gila Permainan.

Kita sudah ada pada tahapan yang paling mencemaskan karena para pejuang sudah saling menuding dan saling menuduh, saling menyalahkan dan saling menunjuk jari.

  • Apa yang sedang terjadi?
  • Apa yang kita perjuangkan?
  • Siapa musuh kita?

***

Sudah saatnya generasi muda bangsa Papua hari ini merenungkan dan berpikir kembali

  • “Apa arti dan makna dari kata OPM?”
  • Apakah OPM itu sebuah ideologi?
  • Ataukah itu sebuah organisasi?
  • Apakah OPM itu sebuah “spirit” untuk merdeka dan berdaulat di luar NKRI, ataukah sebuah kumpulan orang dari agama, suku, daerah, kesamaan tertentu?

Selanjutnya kita juga harus berani membedah dan mempertanyakan kepada diri sendiri,

  • “Apa yang saya maksudkan, apa yang muncul di dalma benak saya, pada saat saya menyebut OPM?”

Kemudian, kita juga harus tanyakan

  • “Apa artinya OPM palsu?” dan “Siapa OPM palsu?”
  • Selanjutnya “Apa bukti karakteristik, indikator OPM Asli dan OPM palsu?

Kita juga harus bertanya kepada diri sendiri, bukan kepada orang lain,

  • “Apa yang saya maksud dengan OPM Asli, dan OPM palsu?
  • Apa tujuan saya membedakan menggunakan kata “asli” dan “palsu”?

[to be continued…]

 

 

OPM / ULMWP Final Declaration

“I as the founder of the Free West Papua Movement or Organisasi Papua Merdeka (OPM) want to acknowledge and support the United Liberation Movement of West Papua that it is a political organisation that carries the spirit of OPM that will continue the struggle and fulfill its final mission, which is establishing the full independence and sovereign Republic of West Papua.”

Faces of West Papua struggle from left to right: Andy Ayamiseba, Benny Wenda, Barak Sope, Rex Rumakiek, and Paula Makabory pose with final declarations
Faces of West Papua struggle from left to right: Andy Ayamiseba, Benny Wenda, Barak Sope, Rex Rumakiek, and Paula Makabory pose with final declarations

The statement has been sent by Jacob (Yakob) Prai from his home away from home in Sweden on December 28 of 2017, after meeting the Chairman of ULMWP, Benny Wenda.

The statement under official OPM letterhead states, “Therefore, in the name of God, this holy struggle, the ancestors of Papua, all our fallen heroes, the tears and suffering of the people of West Papua that continue to struggle from the jungles of New Guinea, mountains, valleys, islands, prisons, refugee camps as well as all those who live in exile in many parts of the world, that I as the leader of OPM and the founder of the struggle of free Papua, fully support and give full mandate to Mr. Benny Wenda as the leader of ULMWP and the political wing of OPM, to carry out the task as the leader of the nation of Papua.

“I thank the leaders and the people of West Papua, I hope that this recognition serves as a guideline to free the nation of Papua from Indonesian colonialism.”

His statement has received unanimous endorsement by the ULMWP Executive in the lobby of the Grand Hotel in Port Vila.

In a separate statement to support Jacob Prai’s historic confirmation of support for ULMWP, Executive members Andy Ayamiseba (for Legal CounseL) and Rex Rumakiek (for National Liberation Army of WP) declare, “We, the undersigned senior members of the independence movement of West Papua, the OPM recognise the importance of national unity in our struggle for independence.

“We also recognise the role undertaken by respected leaders of Vanuatu to bring about unity in the West Papuan struggle.

“Two national leaders in particular need commendation.

“They are the current Deputy Prime Minister, Honourable Joe Natuman and former Prime Minister Barak Maautamate Sope.”

The statement reminds the world about how West Papua’s first application to join MSG was deferred on the grounds that the movement lacked broad based support.

Deputy Prime Minister Natuman requested the formation of a West Papua Unification Committe that brought together West Papua leaders to Vanuatu where the Saralana Declaration of Unity was signed by all representatives of West Papua factions present.

Another historical leader, Barak Maautamate Sope has a long history of uniting different factions of the West Papua independence movement. In 1985 he invited two key leaders of OPM, Jacob Prai and (now deceased) Brigedier General Seth Rumkorem led by (now deceased) Theys Elluay, to Vanuatu where they signed a memorandum of understanding to work together. In 2000 he (then Prime Minister Barak Sope) included the two groups in his delegation to the United Nations Millennium Summit in New York. The Vanuatu Mission at the UN also facilitated an audience with the Decolonization Committee of 24.

The signing ceremony of the Port Vila Declaration was also witnessed by Andy Ayamiseba and Rex Rumakiek, who also signed the ‘Statement in support of Mr. Jacob Prai on his recognition and support for the United Liberation Movement for West Papua’.

Barak Sope also graced the signing ceremony at the Grand Hotel.

Asked to update the readers on what it was that prompted him and the late Father Walter Lini and other leaders of the Independence Struggle to take the stand that they took, he said the colonial history of all Pacific Islands were similar – cruel. “This is why Father Lini and all of us declared that Vanuatu would not be completely free until West Papua was free because today it is still colonised by Indonesia,” Sope says.

He criticizes Australia and Indonesia for alleged human rights abuse on West Papuans. “East Timor was the same and Vanuatu stood firmly for the freedom of the Timorese. Last year my wife and I were invited to Dili by the President of East Timor who awarded me the Order of East Timor for Vanuatu’s stand with its people for their freedom,” he says,

In addition he says Portugual had colonised East Timor and later Indonesia annexed it until under international outcry, it gave in to its freedom. Now Indonesia is doing exactly the same thing to West Papua.

When Sope was secretary general of the Vanua’aku Pati and Secretary of Foreign Affairs, he was mandated by Father Lini to unify FLNKS of New Caledonia and West Papua. “Now FLNKS is a member of MSG and yet, all the processes were done even before MSG was born. To get Prai and Rumkorem to come together, I had to travel to Europe to invite them to come to Vanuatu along with Brother Andy and Brother Rex,” he recalls.

He says Prai and Rumkorem were afraid of each other but at the end of it all, they agreed to unite and the Port Vila Declaration was signed at his family home on Ifira in 1985. “So today I am proud to know that Jacob Prai and the miltary arm of West Papua have agreed to become one with ULMWP,” Sope concludes.

ULMWP leaders say its endorsement signals their final declaration ending approximately 50 years of independence struggle as they prepare to attend the Melanesian Spearhead Group Meeting in Port Moresby next week, to hear the outcome of their application for full membership to join MSG. In fact they have already left and VCC representative Job Dalesa confirms the Chairman of ULMWP, Benny Wenda and Octavianus Mote have been allowed to attend the MSG meeting next week.

Meanwhile Minister of Foreign Affairs and International Cooperation, Ralph Regenvanu says as far as he was aware on Tuesday this week, West Papua was not on the MSG proposed agenda.

He has since written to the relevant authorities to make sure that West Papua is included, and promised to follow up on the issue with a phone call to his Papua New Guinea counterpart yesterday afternoon.

The Minister says after three o’clock yesterday afternoon that he was not able to get through to his PNG counterpart on the phone but that he has written to the MSG hosts to remind them to make sure that West Papua is on the agenda. “I am leaving for PNG tomorrow (today) and I will make sure that West Papua is included on the agenda”, he concludes.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny