Selamat HUT Kemerdekaan West Papua 1 Juli 2016

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua, dengan ini mengucapkan

SELAMAT HUT KEMERDEKAAN WEST PAPUA YANG KE-45
Tanggal 1 Juli 2016

 

 

 

 

 

 

Dengan usia kemerdekaan yang terus bertambah, kita bangsa Papua semakin bertambah dewasa, semakin bersatu dan semakin giat dalam memperjuangkan kemerdekaan ini, sampai akhirnya penjajah NKRI keluar dari Tanah leluhur bangsa Papua, Negara West Papua.

 

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua

Pada Tanggal 29 Juni 2016

Panglima Tertinggi Komando Revolusi,

 

 

 

 Mathias Wenda (Gen. TRWP)      Amunggut Tabi (Lt. Gen. TRWP)

NBP: A.001076                                             BRN: A.DF 018676

 

Mengetahui:

 

 

Benny Wenda
Jurubicara ULMWP

Wawancara Khusus Benny Wenda: Kami akan Bawa Papua ke PBB

Penulis: Eben E. Siadari 22:16 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

SYDNEY, SATUHARAPAN.COM – Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, menilai tidak ada keseriusan pemerintah Indonesia untuk berdialog dengan rakyat Papua. Oleh karena itu, ia mengatakan pihaknya akan memfokuskan perjuangan membawa masalah Papua ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Tujuan akhir adalah terselenggaranya referendum penentuan nasib sendiri di bawah pengawasan lembaga antarbangsa itu.

Hal itu ia ungkapkan dalam wawancara dengan satuharapan.com hari ini (25/5) lewat sambungan telepon. Benny Wenda saat ini tengah berada di Sydney, Australia, dan berharap dapat mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Moresby, Papua Nugini. KTT itu dijadwalkan mulai 30 Mei hingga 3 Juni 2016, namun belum dipastikan.

Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974, oleh Indonesia digolongkan sebagai tokoh separatis. Ia kini bermukim di Inggris setelah mendapat suaka pada tahun 2013.

Benny Wenda mengklaim dirinya sebagai salah seorang keturunan pemimpin suku terbesar di Papua dan kedua orang tuanya beserta sebagian keluarga besarnya, merupakan korban pembunuhan militer Indonesia. Ia selalu menyuarakan perlunya rakyat Papua diberi hak menentukan nasib sendiri karena integrasi Papua ke dalam RI lewat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 penuh rekayasa.

Setelah Orde Baru jatuh, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bangkit. Benny Wenda, sebagaimana dicatat oleh Wikipedia, melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.

Dia pernah dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura, dituduh atas berbagai macam kasus, di antaranya melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.

Pada 27 Oktober 2002 Benny Wenda berhasil kabur dari penjara dibantu oleh para aktivis, diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris. Di sana lah ia mendapat suaka politik.

Ke arah mana pergerakan ULMWP dalam memperjuangkan rakyat Papua, dan sejauh mana kemungkinan adanya titik temu dengan pemerintah RI, berikut ini selengkapnya wawancara dengan Benny Wenda.

Satuharapan.com: Pada akhir bulan ini akan ada pertemuan MSG di Port Moresby. Apa yang Anda harapkan dari pertemuan tersebut?

Benny Wenda: Kami harapkan bahwa pertemuan ini sangat penting, special summit, kami harap dalam pertemuan ini akan membahas ULMWP menjadi anggota dengan keanggotaan penuh (full membership). Itu harapan kami.

Apakah Indonesia akan hadir pada KTT itu?

Pasti. Karena mereka juga associate member.

Apakah kemungkinan ada dialog dengan Indonesia di MSG  dalam kaitan dengan yang diperjuangkan ULMWP selama ini?

Dialog melalui permintaan dari ketua MSG sudah disampaikan kepada pemerintah Indonesia. Tetapi ternyata tidak jadi. Ditolak. Dan kedua, ketua MSG sendiri mengusulkan bertemu dengan presiden RI tetapi tidak ada respon. Dan juga rekomendasi Pacific Islands Forum (PIF) untuk diadakannya fact finding misson ke Papua, tidak ada follow up dari pemerintah Indonesia. Sehingga kami menganggap Indonesia tidak ada niat melakukan dialog. Jadi saya pikir tidak mungkin.

Jadi ULMWP lebih fokus menjadi anggota penuh MSG?

Itu kami target.

Jika sudah menjadi full member, apa langkah selanjutnya?

Langkah selanjutnya, akan dibicarakan oleh pemimpin ULMWP dalam diskusi internal. Namun agenda kami yang kami targetkan adalah internationally supervised vote for independence seperti yang sudah dideklarasikan oleh International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London pada 3 Mei kemarin. Jadi kami akan fokus ke sana. Pemerintah Indonesia tidak serius dalam dialog dan kami pikir kami sudahi sampai di situ. Kami harus kembali ke United Nations (UN). Membawanya ke UN.

LIPI sudah memberikan rekomendasi agar ada dialog antara Jakarta dan Papua. Apa pendapat Anda? Format dialog seperti apa yang diinginkan oleh ULMWP?

Saya pikir, dialog nasional yang dirumuskan LIPI lebih ke arah dialog internal antara orang Papua dan Jakarta. Lebih menekankan sisi pembangunan dan kesejahteraan. Tetapi kami mengharapkan masalah ini akan kembali ke UN, itu yang akan jadi fokus kami. Sebelumnya kami akan fokus dulu ke full membership bagi ULMWP di MSG, setelah itu baru kami membicarakan bagaimana berhadapan dengan Indonesia.

Apakah Anda akan berangkat ke Port Moresby?

Pasti, saya akan berusaha pergi. Untuk sementara ini saya tidak bisa masuk, tetapi karena kami (ULMWP) sudah menjadi anggota MSG, pasti saya akan ke sana. (Catatan: Benny Wenda pernah tidak diizinkan masuk ke Papua Nugini, red).

Anda sudah pergi ke berbagai negara untuk mendapatkan dukungan, termasuk ke Ghana dan beberapa negara Afrika. Apa saja dukungan yang Anda terima?

Saya pikir negara-negara ini memiliki sentimen yang sama karena mereka juga lepas dari neokolonialisme. Jadi mereka support kami. Mereka memiliki sentimen yang sama. Mereka simpati pada bangsa Papua. Dan bangsa Papua merupakan bagsa yang ditindas dalam hal ini, dan mereka melihat Papua sebagai koloni, sehingga mereka memberikan dukungan.

Belakangan ini Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menemui Tokoh Gereja Inggris, Lord Harries di London yang selama ini mendukung kemerdekaan Papua. Apa pendapat Anda?

Saya pikir itu tidak apa-apa. Wajar saja jika demi kepentingan negara Indonesia, ia mewakili bangsa, ia bisa pergi kemana saja.

Editor : Eben E. Siadari

West Papua gets international support

Image: Andrew West with West Papuan independence leader Benny Wenda and Joe Collins from the Australia West Papua Association, (Nadyat El Gawley)
Image: Andrew West with West Papuan independence leader Benny Wenda and Joe Collins from the Australia West Papua Association, (Nadyat El Gawley)

ABC.net-A few weeks ago, we heard from Catholic nun Susan Connelly who helped lead a church fact-finding mission to the Indonesian province of West Papua. Her report included allegations of widespread torture and harassment by Indonesian police and troops and even a “slow-motion genocide” of indigenous West Papuans.

The West Papuan independence leader Benny Wenda has been in Australia this week meeting supporters and a handful of politicians. Benny Wenda had an almost action-movie style escape from an Indonesian jail and he now lives in exile in Britain.
So why should the churches in particular, care about the fate of his people?

Supporting Information

Subscribe to The Religion and Ethics Report on iTunes, ABC Radio or your favourite podcasting app.

Satukan Kekuatan Dana, Waktu, Tenaga: Mari Lihat Jauh Ke Depan

Jangan Berlama-Lama Lihat ke Belakang, karena Kita Sudah Berada di Era yang SaNGAT Menentukan

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda mengeluarkan sebuah seruan kepada semua pihak di manapun Anda berada dengan judul pesan, “Satukan Kekuatan Dana, Waktu, Tenaga Lihat Ke Depan, Jangan Lama-Lama Lihat ke Belakang

General TRWP Wenda dari MPP dengan ini mengingatkan kepada segenap organiasi perjuangan, pemimpin dan aktivis Papua Merdeka bahwa:

  1. Pembentukan ULMWP telah terbentuk sebagai hasil dari upaya-upaya penyatuan yang memakan waktu, tenaga dan bahkan mengorbankan nyawa selama puluhan tahun. Ini kemenangan terbesar yang telah kita raih sebagai sebuah bangsa dan sebagai sebuah perjuangan menentang penjajahan.
  2. Dengan pembentukan ULMWP, maka telah disusul oleh menguatnya dukungan resmi dari hampir semua negara Melanesia;
  3. Sebagai sambutan dari perkembangan politik kawasan ini, maka telah diperkuat oleh peluncuran Kampanye Papua Merdeka menuntut Referendum baru-baru ini di ibukota Negara Inggris, London,
  4. Sebagai sambuta pula, negara-negara Afrika, komunitas LSM dan pemerhati kemanusiaan di seluruh dunia sudah memberikan dukungan doa, moril dan tenaga kapda perjuangan Papua Merdeka.

Atas perkembangan ini kita semua sudah sepatutnya menaikkan syukur kepada Tuhan, Bapa Pencipta, Pelindung dan Penolong bangsa Papua.

Dari bulan Mei 2016 ke depan, kita sudah berada di era perjuangan Papua Merdeka yang baru, yaitu era melihat ke depan, era memandang ke depan, bukan era melihat ke belakang, bukan menengok kepada sejarah lagi.

Gen. TRWP Mathias Wenda menyerukan

  1. Mari, kita mulai melayangkan pandangan jauh ke depan, ke masa West Papua tanpa NKRI, West Papua yang merdeka dan berdaulat, West Papua yang bertetangga dengan NKRI di bagian barat dan Papua New Guinea di sebelah Timur, West Papua yang NOL intimidasi, NOL teror, NOL marginalisasi, NOL pembunuhan atas bangsa Papua ras Melanesia;
  2. Mari kita gambarkan masa depan itu sejelas-jelasnya, segamblang-gamblangnya, seluas-luasnya, semampu-mampu kita.
  3. Beritakan kepada sekalian bangsa di seluruh Asia, terutama kepada warga negara Indonesia dan NKRI bahwa kemerdekaan West Papua adalah mutlak, penting karena kemerdekaan West Papua akan secara strategis memperkuat posisi tawar NKRI di kawasan, akan lebih mendekatkan Indonesia kepada pencapaian cita-cita kemerdekaan Indonesia: Masyarakat Adil dan Makmur karena West Papua akan memberikan sumbangan yang besar kepada NKRI sebagai negara tetangga terdekat daripada tetap mempertahankan West Papua tetapi kekayaan alam Papua dirampok asing dan meninggalkan Indonesia tetap tinggal sebagai macan ompong yang tidak dapat berkata, apalagi berbuat apa-apa;
  4. Maklumkan kepada umat manusia di muka Bumi bahwa kemerdekaan West Papua itu mutlak dan penting karena bermanfaat bagi umat manusia sedunia, bagi peradaban manusia, bagi keragaman budaya dan habitat planet Bumi, dan di atas semuanya, bagi keberlangsunngan kehidupan di planet Bumi.
  5. Tunjukkan kepada sesama Masyarakat Melanesia, bahwa kemerdekaan West Papua ialah kemerdekaan Melanesia dalam artian yang seutuhnya dan sebenarnya, dan bahwa sebuah kawasan Pasifik Selatan akan lebih bijak dikndalikan oleh kekuatan negara-negara Melanesia demi kelangsungan hidup manusia dan kehidupan di planet Bumi.

Sampaikan gagasan, tunjukkan teori dan pemikiran tentang West Papua sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat di tengah negara-negara bangsa lain di muka Bumi. Alm. Dortheys Hiyo Eluay sudah pernah sampaikan kepada salah satu wartawan di Indonesia tentang apa program pertama setelah Papua Merdeka. Theys Eluay katakan

Saya akan berkampanye ke seluruh dunia, mengusulkan agenda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, membangun aliansi ke seluruh dunia untuk menutup semua pabrik-pabrik senjata dan diganti dengan pabrik makanan

Sekarang tertinggal pertanyaan buat generas muda Papua, “Apa gunanya Papua Merdeka bagi orang Papua, orang Melanesia, orang Indonesia, manusia, hewan, tumbuhan, planet Bumi?”

General TRWP Mathias Wenda menutup himbauannya dengan mengundang ULMWP, fungsionaris OPM dan para tokoh serta aktivis Papua Merdeka,

Kita baru saja telah berhasil dengan tuntas menyatukan perjuangan kita, selanjutnya kita harus satukan (1) doa kita (2) tenaga kita, (3) dana kita, dan setelah itu kita kaan satukan (4) cerita kita, sehingga dunia memperoleh informasi yang jelas tentang manfaat dan pentingnya kemerdekaan West Papua.

Mari kita lanjutkan pemberitaan tentang kabar-kabar buruk dari Tanah Papua dengan Kabar Baik dari Bumi Cenderawasih bahwa kemerdekaan West Papua mutlak dan penting bagi sekalian umat manusia, bagi peradaban pascamodern ini, dan bagi planet Bumi.

Hampir 2.000 Orang Ditangkap, LBH : Rakyat Papua Tidak Sendirian

MAY 3, 2016/ VICTOR MAMBO

Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras penangkapan 1.724 aktivis dalam demonstrasi damai yang dilaksanakan serempak di Jayapura, Sorong, Merauke, Fakfak, Wamena, Semarang dan Makassar. Beberapa hari sebelumnya, 52 orang juga sudah ditangkap menjelang aksi hari ini.

Aksi hari ini dilakukan dalam rangka mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) masuk menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah forum diplomatik di Pasifik Selatan. Selain itu, juga untuk protes memperingati 1 Mei 1963 di mana hari bergabungnya Papua ke Indonesia. Aksi ini juga dilakukan untuk mendukung pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) yang akan dilakukan di London besok, 3 Mei 2016, yang akan membahas tentang referendum untuk Papua.

“Ada dua orang yang ditangkap di Merauke ketika menyerahkan surat pemberitahuan aksi ke kantor polisi. Ini pasal macam apa yang bisa dipakai untuk menangkap orang yang sedang menyerahkan surat pemberitahuan aksi? 41 orang yang ditangkap di Jayapura hanya karena menyebarkan selebaran ajakan aksi. Jelas ini perbuatan semena-mena yang inkonstitusional,” kecam Veronica Koman, pengacara publik LBH Jakarta.

Berikut adalah data jumlah orang yang ditangkap hari ini di masing-masing wilayah yang berhasil LBH Jakarta kumpulkan dari narasumber kami di Papua: 1449 orang di Jayapura, 118 orang di Merauke, 45 orang di Semarang, 42 orang di Makassar, 29 orang di Fakfak, 27 orang di Sorong, 14 orang di Wamena. Total yang ditangkap hari ini ada 1.724 orang. Sebagian besar sudah dilepas, namun masih ada belasan yang ditahan di Merauke, Fakfak dan Wamena.

Sedangkan pada 25 April 2016 ada juga dua orang ditangkap di Merauke, tanggal 30 April 41 orang ditangkap di Jayapura. 1 Mei ada empat orang di Wamena dan 5 orang di Merauke yang ditangkap.

“Total ada 1.839 orang Papua yang ditangkap sejak April 2016 hingga hari ini. Percuma saja Jokowi sering ke Papua kalau di Papua kerjanya hanya seremonial. Pendekatan pembangunan bukanlah yang dicari oleh rakyat Papua, Jokowi harus lebih jeli mendengarkan tuntutan mereka,” tambah Veronica.

Perbuatan kepolisian tersebut melanggar konstitusi Indonesia pasal 28 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Sekalipun tuntutannya adalah untuk referendum, selama orang Papua masih warga negara Indonesia, hak konstitusional mereka untuk berpendapat harus selalu dijaga. Gelarlah dialog, bukan merepresi aspirasi mereka,” tegas Alghiffari Aqsa, direktur LBH Jakarta.

Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Jokowi untuk menindak Kapolri, Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat yang telah mencoreng hak konstitusional rakyat Papua, serta segera melepaskan mereka yang masih ditahan. .

“Kami serukan bahwa Rabat Papua tidal Sendirian. Teruskanlah aspirasi kalian!” tutup Alghiffari. (*)

Ketua Partai Buruh Inggris Dukung Isu Papua Dibawa ke PBB

Jeremy Corbyn, MP
Jeremy Corbyn, MP

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin Oposisi Inggris,Jeremy Corbyn, hadir dalam pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di gedung parlemen Inggris, yang berlangsung mulai 3 Mei 2016. Pada forum itu, ia berbicara tentang penderitaan rakyat Papua  dan mendukung didorongnya reformasi demokrasi di salah satu propinsi RI itu.

Media Australia, abc.net.au, melaporkan Corbyn mengatakan sudah saatnya rakyat Papua mampu membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan politik mereka.

“Ini tentang strategi politik untuk membawa penderitaan rakyat Papua diketahui oleh dunia, untuk menjadikannya agenda politik, membawanya ke PBB, dan akhirnya memungkinkan rakyat Papua Barat untuk membuat pilihan tentang jenis pemerintah yang mereka inginkan dan jenis masyarakat yang ingin mereka hidupi, “kata dia dalam pertemuan itu.

Corbyn mengatakan forum itu merupakan sebuah pertemuan bersejarah. Para pembicara dalam forum  datang dari berbagai belahan dunia, termasuk anggota parlemen dan politisi dari negara-negara seperti Inggris, Tonga, Banuatu, Papua Nugini dan Solomon Islands. Di antara tokoh yang hadir, adalah Perdana Menteri Tonga, Samuela ‘Akilisi Pohiva; Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone; Utusan Khusus (Special Envoy) Solomon Islands untuk West Papua di MSG, Rex Horoi; Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu; Gubernur Provinsi Oro, PNG, Gary Jufa; Tuan Harries dari Pentregarth, Kerajaan Inggris, house of lords, RT. Hon Jeremy Corbyn MP, pemimpin oposisi Inggris yang juga pemimpin Partai Buruh di Inggris; Benny Wenda, juru bicara internasional dari United Liberation Movement for West Papua (ULWMP), Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, dan beberapa lainnya anggota parlemen Inggris.

Dalam pidatonya, Corbyn juga mendukung laporan yang diterbitkan oleh University of Warwick yang menyerukan pemulihan hak-hak LSM di Papua, pembebasan tahanan politik, dan diizinkannya delegasi parlemen dunia ke wilayah tersebut. Dalam laporan yang dilansir oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, kemarin, disebutkan bahwa terjadi pelecehan dan kekerasan terhadap lembaga-lembaga kemanusiaan di Papua. Mereka bahkan ada yang diusir karena membela HAM di wilayah tempat mereka bekerja di Papua.

Bagi gerakan rakyat Papua yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri, terutama yang dimotori oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kehadiran Corbyn menambah bobot pertemuan itu. Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda, dalam pertemuan itu mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus membuat resolusi bagi dilakukannya penentuan pendapat rakyat yang diawasi secara internasional. Sebagaimana dikutip oleh The Guardian, Benny Wenda mengatakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB pada 1969 adalah penghianatan karena ketimbang sebagai act of free choiche, itu adalah act of no choice.

“PBB melakukan kesalahan ketika itu, mereka melanggar peraturan mereka sendiri. Itu sebabnya PBB harus mengoreksinya sekarang,” kata Benny Wenda.

Namun, Peneliti LIPI, Adriana Elisabeth, mengatakan, jika rakyat Papua  menuntut merdeka, pemerintah Indonesia tidak akan mengabulkannya. Namun hal itu bukan menutup adanya dialog. Dalam Road Map yang disusun oleh LIPI, penyelesaian konflik di Papua yang dianggap ideal adalah dialog nasional antara Jakarta dengan para pemangku kepentingan di Papua, termasuk ULMWP. Oleh karena itu, Adriana menyarankan agar pemerintah RI mengakui keberadaan ULMWP.

Adriana Elisabeth mengatakan dialog itu mungkin akan memakan waktu lama, bahkan dapat menyita waktu lebih dari satu dekade. Namun itu adalah merupakan salah satu alternatif terbaik.

Editor : Eben E. Siadari

Big Mountain Akan Konser Dukung Perjuangan Papua Merdeka

Big Mountain, Group Band Reggae asal Amerika Serikat berencana untuk melakukan konser musik dalam rangka membangun penyadaran tentang Gerakan Pembebasan Papua Barat kepada publik Amerika Serikat. Konser musik ini akan dihelat pada 15 Mei 2015. Group Big Mountain bekerja sama dengan Blue King Brown, artis musik reggae asal Australia dan AK Rockefeller, sebuah lembaga kemanusiaan yang berbasis di Amerika Serikat.

Benny Wenda, tokoh gerakan kemerdekaan Papua Barat akan diundang hadir dan memberikan pidato dalam acara tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dirilis situs facebook, West Papua National Coalition for Liberation, vokalis utama Big Band, Joaquin Quino McWhinney mengatakan, konser tersebut sebagai amal dukungan perjuangan Papua Merdeka. Informasi lengkapnya bisa klik https://www.youtube.com/watch?v=M6mA63NUDuE&feature=youtu.be.

Sekedar diketahui, Big Mountain adalah Band Amerika yang sangat terkenal setelah merilis ulang lagu Baby, I Love Your Way milik Peter Frampton. Lagu ini menjadi top Hits di Amerika pada tahun 1994, dan menduduki posisi keenam di Billboard Hot 100 Inggirs tak lama setelah itu.

Dibentuk pertengahan 1990-an di San Diego dengan Nama Rainbow Warriors, personil awalnya adalah Chin, Davis, Quino (vokal yang lahir dengan nama James Mc Whinney), Billy Stoll (keyboard) dan Lynn Copland (bass).

Album pertama yang mereka Rilis bertajuk Wake Up (1992) dengan mengangkat single berjudul Touch My Heart. Sukses mengantar mereka tampil dalam suatu acara Festival Reggae yang bertema Reggae on The River Festival pada tahun 1993.

Banner Konser Papua Merdeka di AS
Banner Konser Papua Merdeka di AS

Di tahun berikutnya formasi band itu berubah, namun beberapa personil diantaranya Chin, Quino, Copland, Davis, dan Stoll tetap bertahan. Mengusung nama baru BIG MOUNTAIN, mereka kembali merilis single Baby, I love Your Way untuk Sountrack film Rality Bites. Single ini juga di rilis dalam album, yang bertajuk UNITY pada tahun 1994.

Baby, I love Your Way oleh Big Mountain disebut sebagai Greatest / Air Play yang dapat melompat dari tangga lagu No. 78 sampai 59 dan terus naik ke posisi No. 1 hingga berminggu minggu lamanya.

Meskipun keberhasilan Big Mountain ditangga lagu Pop komersial, sebagian komunitas Reggae tetap setia, dibuktikan dengan menjadi headline dalam media media International saat tampil untuk dua konser berturut turut, pada Sunsplash Reggae (1994 – 1995) di Jamaika.

Band ini merilis lagu lagu yang berisi perlawanan pada tahun 1995 (Album Resistance) dan pada tahun 1997 (album Free Up). Beberapa single lainnya yang masuk di tangga lagu Amerika dan Inggris adalah Touch My Light (1992), Reggae Inna Summertime (1993), I would find A Way (1994), Baby Te Quiero A Ti (1994), Sweet Sensual love (1994), Get Together (1995), All Kings Of People (1997). Tak urung musisi kelas dunia Sheryl Crow, ikut tertarik meramu karya karya mereka dalam album-albumnya. (*)

IPWP: PBB Harus Awasi Referendum di Papua

Jayapura, Jubi – PBB harus membuat resolusi pemungutan suara dibawah pengawasan internasional untuk kemerdekaan Papua, demikian dinyatakan anggota parlemen internasional dan pengacara pro kemerdekaan Papua.

Dalam pertemuan di London Selasa, (3/5/2016), pemimpin pro kemerdekaan Papua, Benny Wenda, bersama anggota-anggota parlemen, pengacara dan para aktivis kemanusiaan dari Inggris dan wilayah Pasifik menuntut PBB membuat resolusi untuk referendum independen, dalam rangka memperbaiki “kesalahan”nya mengizinkan Indonesia mengambil kontrol selama hampir 50 tahun lalu

Indonesia memegang kontrol sementara atas wilayah Papua dari penjajahan Belanda atas persetujuan PBB di tahun 1963.

Pada tahun 1969 Indonesia berkuasa penuh melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang disepakati PBB, namun tidak kredibel karena hanya diikuti 1000 orang perwakilan pemimpin Papua, yang memilih dibawah ancaman kekerasan.

Menurut Wenda, Pepera tersebut, yang dianggap “tindakan pilihan bebas”,  adalah pengkhianatan kepada rakyat Papua dan sekaranglah saatnya bagi PBB untuk memperbaiki kesalahan itu.

“Rakyat Papua menyebutnya sebagai tindakan tanpa pilihan,” ujar Wenda kepada Guardian, Rabu (3/5) yang dipantau Jubi Kamis pagi (4/5/2016). “PBB sudah membuat kesalahan, mereka melanggar aturan mereka sendiri. Itulah sebabnya mereka mesti memperbaikinya sekarang.”

Gerakan Free West Papua berharap PBB akan mengeluarkan resolusi ini dalam dua tahun serta mengirimkan penjaga keamanan internasional untuk melindungi rakyat Papua ketika pemungutan suara untuk kemerdekaan berlangsung.

“Selama 50 tahun Indonesia melakukan pembantaian terhadap rakyat kami, 500.000 orang. Kami membutuhkan pasukan penjaha perdamaian internasional di Papua,” ujarnya.

“Mungkin dalam 10 atau 20 atau 50 tahun yang akan datang saya piker rakyat saya akan menjadi minoritas. Kami membutuhkan ini segera.”

Hadir bersama Wenda Akilisi Pōhiva, Perdana Menteri Tonga dan kepala pemerintahan dalam pertemuan Free West Papua, gubernur Papua New Guinea Powes Parkop dan Garry Juffa, serta Menteri Pertanahan dan Sumber Daya Alam Vanuatu, Ralph Regenvanu.

Regenvanu kepada Guardian mengatakan bangsanya selalu mendukung kemerdekaan Papua.

Ia menyerukan wilayah-wilayah lain di kawasan itu, khususnya Australia dan New Zealand, yang saat ini mendukung kedaulatan Indonesia, agar bergabung ikut mendukungnya.

“Mereka harus melangkah maju dan mengakui apa yang sedang terjadi di depan pintu rumah mereka sendiri,” ujarnya pada Guardian. “Saya pikir sikap pemerintah New Zealand dan Australia memalukan terkait Papua.”

Pengacara HAM, Jennifer Robinson, mencatat kedua bangsa juga mendukung kedaulatan Indonesia terhadap Timor Leste hingga “detik-detik terakhir”.

“Penting sekali kita terus membangun kampanye masyarakat sipil yang kuat di Australia dan New Zealand untuk menekan pemerintah melakukan hal yang benar,” kata Robinson.

“Adalah pelanggaran atas nama hukum internasional karena membiarkan situasi yang melanggar hukum, dan pendudukan Indonesia atas Papua adalah pelanggaran hukum karena mereka tidak menghormati hukum internasional dalam proses integrasi Papua,” ujarnya lagi.

Inilah puncak tuntutan dari puluhan tahun kampanye, dan dorongan yang makin menguat dari akar rumput belakangan ini terhadap gerakan Free West Papua, serta peningkatan keanggotaan dalam International Parliamentarians for West Papua (IPWP), dimana pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn menjadi pendirinya.

“Konferensi ini menyambut baik dukungan internasional yang terus bertumbuh, khususnya di Pasifik, bagi rakyat Papua agar diakui hak penentuan nasibnya sendiri yang telah lama diabaikan,” kata Andrew Smith, anggota Parlemen Oxford East, Ketua dan pendiri IPWP.

“Pengabaian ini adalah noda dalam sejarah PBB, yang harus terus kita kampanyekan agar komunitas internasional memperbaikinya.”

Lord Harries of Pentregarth, mantan Uskup Oxford, juga pendiri IPWP, menggambarkan Papua sebagai  “salah satu skandal pembiaran terbesar abad ini”

“Setidaknya parlemen di beberapa negara di dunia semakin terbuka matanya pada persoalan ini, dan kunjungan pimpinan politik dari Pasifik adalah langkah baik menuju pengakuan PBB atas perjuangan orang Papua dan kehendak mereka atas penentuan nasib sendiri.”

Meskipun secara verbal tampak melunak terkait otonomi dan kebebasan di Papua, Presiden Jokowi secara umum masih gagal menindaklanjuti perkembangan ini. Dibawah kepempimpinannya, pelanggaran dan kekerasan oleh militer dan polisi, termasuk penangkapan massal dan represi terhadap protes-protes damai, terus berlanjut.

“Inilah kenyataan hidup sehari-hari di Papua. Secara fisik, mental, intimidasi terjadi terus,” ujar Wenda.

“Rakyat saya yang akan putuskan siapa yang mereka inginkan untuk memimpin perjuangan kemerdekaan, tetapi kewajiban saya sekarang adalah membebaskan Papua,” ujarnya.(*)

Deklarasi London Seruan Kepada Internasional Awasi Penentuan Nasib Sendiri di Papua Barat

Jayapura, Jubi – Sejumlah anggota parlemen dari beberapa negara Pasifik dan Inggris telah membuat deklarasi di London yang menyerukan kepada dunia internasional untuk mengawasi pemilihan pada kemerdekaan Papua Barat.

Kelompok Parlemen Internasional untuk Papua Barat (International Parliamentarians for West Papua) menyelenggarakan pertemuannya di Gedung Parlemen di London untuk membahas masa depan masyarakat dan Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) yang sedang berada dibawah pemerintahan Indonesia.

Menurut kelompok Pembebasan Papua Barat, pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn, yang kembali memberikan dukungannya untuk perjuangan Papua Barat untuk pembebasan dan mengatakan bahwa ia ingin menuliskannya menjadi bagian dari kebijakan Partai Buruh, seperti dikutip dari Radio New Zealand, Rabu (4/5/2016).

Deklarasi tersebut mengatakan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua Barat tidak dapat diterima. Deklarasi itu memperingatkan bahwa tanpa ada tindakan dari dunia internasional (situasi ini) mempertaruhkan kepunahan masyarakat Papua dan menegaskan kembali untuk hak masyarakat asli untuk menentukan nasib sendiri.

Deklarasi tersebut juga mengatakan ‘Act of Free Choice’ 1969, sanksi-referendum PBB yang memasukan Belanda Papua (Dutch New Guinea) ke Indonesia, adalah pelanggaran berat dari prinsip itu.

Deklarasi ini menyerukan kepada dunia internasional untuk mengawasi penentuan nasib sendiri sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB.

Pertemuan tersebut turut dihadiri Menteri Luar Negeri Vanuatu Bruno Leingkone, Utusan MSG Khusus Papua Barat, Rex Horoi, Menteri Pertanahan dan Sumber Daya Alam Vanuatu Ralph Regenvanu, Gubernur Oro District PNG, Gary Juffa, Lord Harries dari Pentregarth dari Inggris House of Lords dan Benny Wenda dari Gerakan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Staf Khusus Presiden soal Papua ‘Tidak Tahu’ Pertemuan Bahas Papua Merdeka

Staf khusus presiden soal Papua, Lenis Kogoya, mengaku tidak tahu soal pertemuan internasional tentang kemerdekaan Papua yang diselenggarakan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) di London, Selasa (3/5/2016).

“Aku baru tahu informasi hari ini jadi berkomentar juga tidak tahu nanti malah saya disalahin. Lebih baik nanti dulu,” kata Lenis seperti dikutip dari BBC Indonesia, di Jakarta.

Dalam sebuah pernyataan, beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa kampanye yang diadakan di luar negeri untuk memisahkan Papua dari Indonesia bukan langkah berarti. “Kadang-kadang apa yang mereka lakukan misalnya seperti sesuatu yang sangat besar, tapi sebenarnya tidak,” katanya.

IPWP didirikan aktivis Papua Merdeka dan beberapa anggota parlemen dari Vanuatu, Inggris dan Papua Nugini pada 2008. Kelompok ini terinspirasi oleh keberhasilan Parlemen Internasional untuk Timor Timur.

Pertemuan IPWP kembali mengangkat persoalan hak warga Papua untuk menentukan nasib sendiri ke dunia internasional.

Catherine Delahunty, Anggota Parlemen dari Green Party NZ (kedua dari kiri) saat melakukan protes kecil terkait West Papua di luar parlemen Selandia Baru, Selasa – RNZI / Johnny Blades

Papua Barat masih dalam ‘jajahan’ Belanda ketika Republik Indonesia benar-benar merdeka pada 1949. Pada akhir 1961, Papua Barat mengadakan kongres yang menyatakaan kemerdekaan Papua Barat dan mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Tak lama kemudian, tentara Indonesia menginvasi Papua Barat. Terjadi konflik antara pemerintah Belanda, Indonesia, dan penduduk asli Papua tentang siapa yang berhak memerintah wilayah itu. Pada 1962, Amerika Serikat mensponsori perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang memberikan Papua Barat kepada pemerintah Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia diwajibkan mengadakan pemilihan umum yang diawasi PBB mengenai hak warga Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri pada 1969.

Alih-alih menyelenggarakan pemilu yang terbuka bagi seluruh warga Papua, pemerintah Indonesia memilih 1022 ‘perwakilan’ dari populasi sekitar 800.000. Mereka memilih dengan suara bulat untuk bergabung ke NKRI, kendati telegram dari kedutaan besar AS di Indonesia ke Gedung Putih menunjukkan bahwa hasil pemilihan tersebut telah ditetapkan sebelumnya.

“The Act of Free Choice (AFC) di Irian Barat bagaikan tragedi Yunani, akhirnya sudah ditentukan. Protagonis utama, Pemerintah Indonesia, tidak bisa dan tidak akan mengizinkan penyelesaian selain keberlanjutan penyertaan Papua Barat ke Indonesia. Aktivitas pemberontakan amat mungkin meningkat tapi angkatan bersenjata Indonesia akan dapat menahannya, dan kalau perlu, menindasnya,” tercantum dalam dokumen rahasia yang dibuka ke publik pada tahun 2004.

Meski demikian, PBB merestui pemilihan tersebut dan Papua Barat berada dalam pemerintahan Indonesia sejak saat itu. The Act of Free Choice sering dikritik sebagai “Act of No Choice”.

Kekerasan Aparat

Mahasiswa Papua yanga tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua Semarang ketika menggelar demo dan dikawal personil polisi Polrestabes Semarang, Senin (2/5/2016) – Jubi/IST

Sementara itu di Papua, pada Selasa tidak ada aksi yang menyuarakan dukungan untuk pertemuan IPWP; setelah lebih dari 1.000 aktivis yang menggelar aksi demikian pada Senin 2 Mei diangkat dan ditahan Polda Papua sampai Senin (2/5/2016) malam. Sedikitnya tujuh orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat pukulan popor senapan dan tendangan sepatu aparat. Begitu juga awak media yang dihalangi untuk meliput penahanan tersebut.

Salah seorang pengunjuk rasa, Leah, kepada BBC Indonesia mengaku menerima pelecehan dari aparat polisi.

“Di saat kami di TKP, mereka tarik dan berusaha lepas pakaian yang saya pakai sehingga Sali (pakaian tradisional Papua) yang saya pakai itu sudah terputus-putus… Dan saya ditarik sehingga saya tergores di bagian kaki karena kena aspal,” kata Leah kepada BBC Indonesia.

Selain pelecehan, Leah juga mengaku ditendang dengan sepatu laras di bahu kanannya ketika diangkut dengan mobil Brimob.

Penahanan aparat terhadap aktivis yang berunjuk rasa sering terjadi di Papua. Pada 13 April 2016, demonstrasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyuarakan kemerdekaan Papua Barat dilaporkan terhenti karena karena dihadang barikade anggota TNI/Polri. Juru bicara KNPB, Bazoka Logo mengatakan bahwa aparat menangkap 31 pengunjuk rasa.

Secara terpisah, mantan tahanan politik Papua, Filep Karma, menyebut penahanan itu sebagai intimidasi aparat Indonesia.

“Itu yang selama ini terjadi di tanah Papua… Jadi dengan kemarin mereka mempertontonkan kekerasan, kekuasaan, dan apapun yang mereka buat, itu menjadi tontonan internasional – bahwa itulah yang selama ini dipraktekkan di atas tanah Papua sejak ’63 sampai dengan hari ini,” ujarnya. (Yuliana Lantipo)

Partai Buruh Inggris Tegaskan Pembebasan Papua Barat Bagian dari Kebijakannya

Jayapura, Jubi – Jeremy Bernard Corbyn mengatakan sudah saatnya rakyat Papua Barat membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan politik mereka.

Dikutip ABC, Corbyn berbicara tentang penderitaan rakyat Papua Barat dan mendukung dilaksanakannya reformasi demokrasi di Papua, Indonesia. Ia menyampaikan hal ini dalam pertemuan International Parliamentarian for West Papua (IPWP) di London, Inggris, Selasa 3 Mei 2016.

Corbyn adalah politikus Inggris Pemimpin Partai Buruh dan Pemimpin Oposisi. Dia telah menjadi anggota parlemen untuk Islington Utara sejak tahun 1983 dan terpilih sebagai Pemimpin Partai Buruh pada tahun 2015.

Jeremy Corbyn menegaskan dukungannya bagi perjuangan pembebasan Papua Barat. Ia mengatakan ini menjadi bagian dari kebijakan Partai Buruh.

“Ini tentang strategi politik yang membawa penderitaan rakyat Papua Barat kepada pengakuan dunia, memaksanya ke agenda politik, sehingga harus dibawa ke PBB, dan akhirnya memungkinkan rakyat Papua Barat untuk membuat pilihan tentang pemerintah yang mereka inginkan dan masyarakat seperti apa di mana mereka ingin hidup,”

katanya dalam pertemuan.

Pemimpin Partai Buruh ini mengakui bahwa pertemuan kali ini adalah pertemuan yang bersejarah.

Deklarasi London IPWP

Dalam pertemuan ini, anggota parlemen dari beberapa negara Pasifik dan Inggris menyetujui deklarasi di London yang menyerukan pemungutan suara yang diawasi oleh komunitas internasional pada isu kemerdekaan Papua Barat.

Benny Wenda, Menteri Luar Negeri Vanuatu Bruno Leingkone, Perdana Menteri Tonga Akilisi Pohiva dan Menteri Pertanahan Vanuatu Ralph Regenvanu dan beberapa anggota parlemen Pasifik dan Ingggris lainnya adalah penandatangan deklarasi tersebut.

Kelompok ini bertemu di Gedung Parlemen Inggris untuk membahas masa depan provinsi di bagian paling timur Indonesia.

Deklarasi tersebut mengatakan pelanggaran hak asasi manusia masih terus terjadi di Papua Barat yang tidak dapat diterima. Disampaikan oleh Benny Wenda, deklarasi ini memperingatkan dunia bahwa tanpa tindakan internasional masyarakat Papua mempertaruhkan kepunahannya dan menegaskan hak masyarakat asli Papua untuk menentukan nasib sendiri.

Deklarasi tersebut juga menegaskan ‘Act of Free Choice’pada tahun 1969 yang dikenal sebagai Pepera, dilakukan melalui proses yang melanggar prinsip-prinsip kebebasan memilih. (*)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny