Meninggalnya Tokoh OPM Jangan Dipolitisir

Marinus Yaung, Pengamat Politik Universitas Cenderawasih
Marinus Yaung, Pengamat Politik Universitas Cenderawasih

JAYAPURA – Pengamat Politik, Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, meminta kepada semua pihak agar tidak mempolitisir kematian Dany Kogoya salah satu tokoh OPM pada Desember tahun 2013 lalu di rumah sakit umum Vanimo, Provinsi Sandaun, Papua New Guinea (PNG).

“Jadi isu kematian salah satu tokoh OPM yang kita hormati ini jangan dipolitisir untuk memprovokasi situasi di Papua. Gerakan perlawanan OPM tidak akan pernah hilang dari Papua dengan perginya Dany Kogoya,” terangnya kepada Bintang Papua, Jumat (3/1) .

Dikatakan, isu kematian tokoh OPM Dany Kogoya di rumah sakit umum Vanimo, pada pertengahan bulan Desember 2013 dan sekarang menjadi bahan pembicaraan, tidak akan mengganggu hubungan kerjasama bilateral RI-PNG yang pada bulan Juni tahun 2013 kemarin, telah ditingkat pada level yang lebih tinggi lagi.

“Yakni hubungan kerjasama komprehensif partnership. Hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling menghormati dalam segala bidang. Sehingga kalau ada yang mempolitisir bahwa kematian Dany Kogoya akan membuat pemerintah PNG meninjau kembali kesepakatan kerjasama komprehensif partnership,menurut hemat saya pemerintah PNG tidak akan melakukan hal itu, karena almarhum bukan warga negara PNG, tetapi warga negara Indonesia yang kebetulan berada di PNG dan mengalami sakit serta dirawat di rumah sakit umum Vanimo tapi akhirnya tidak tertolong,”

ujarya.

Bahkan menurutnya, kalaupun kematian Dany Kogoya yang diisukan meninggal karena adanya kesalahan penanganan di rumah sakit Vanimo dan saat ini tengah didalami, dan masih perlu pembuktian melalui otopsi, apapun hasilnya nanti tidak akan sampai berpengaruh buruk terhadap hubungan kerjasama RI-PNG.

“Karena justru yang sebenarnya terjadi adalah kedua negara,dalam hal ini pemerintah provinsi Sandaun dan konsul jenderal RI di Vanimo, PNG sedang bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat laporan lengkap riwayat kesehatan Dany Kogoya sampai pada hari kematiannya pertengahan Desember tahun kemarin dan kantor perwakilan konsulat jenderal RI secara intensif berkoordinasi dengan pihak rumah sakit untuk terus memastikan jasad almarhum akan dikebumikan dimana,”

kata dia.

Ia menambahkan, sesuai kebiasaan perwakilan pemerintah Indonesia di luar negeri, biasanya pihak konjen RI siap mendatangkan keluarga untuk menghadiri pemakaman yang bersangkutan. Untuk itu, ia meminta agar kematian tokoh OPM ini jangan dipolitisir untuk memprovokasi massa.
“Sebab gerakan perlawanan ini akan tetap ada di Papua selama ketidak adilan kebijakan dan pembangunan masih saja dilakukan pemerintah terhadap orang Papua, dan belum adanya penghormatan dan penegakan HAM yang adil di Papua,” tandasnya.(art/don/l03)

Sabtu, 04 Januari 2014 06:39, BinPa

Enhanced by Zemanta

Mengapa Konsulat RI di Vanimo Menghalangi Otopsi Jenazah Danny Kogoya?

Dokumen Vanimo Court Case yang menyatakan bahwa kematian Danny Kogoya adalah kasus pembunuhan (Dok. Jubi)
Dokumen Vanimo Court Case yang menyatakan bahwa kematian Danny Kogoya adalah kasus pembunuhan (Dok. Jubi)

Jayapura, 24/12 (Jubi) – Dihari yang sama dengan dikeluarkannya perintah Vanimo Court House Vanimo untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Danny Kogoya, empat orang datang menemui Manajemen Rumah Sakit Vanimo dan meminta untuk membatalkan otopsi. Dua dari empat orang ini diidentifikasi sebagai staf Konsulat Indonesia di Vanimo.

Danny Kogoya, yang disebut-sebut sebagai komandan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) menyeberang ke PNG setelah dibebaskan dari LP Abepura karena tidak ada surat pemanjangan penahanannya. Pada bulan November, Danny Kogoya melakukan pemeriksaan kakinya yang diamputasi akibat ditembak oleh polisi Indonesia, di Rumah Sakit Vanimo. Selain perawatan medis untuk kakinya, para dokter di Vanimo juga mencoba untuk mengidentifikasi penyebab dari pembengkakan di beberapa bagian tubuh Danny. Dia menjalani pemeriksaan darah sebanyak empat kali di Rumah Sakit Vanimo. Para dokter di RS Vanimo kemudian mengklaim hasil pemeriksaan darah Danny ini merupakan sesuatu yang “rumit”.

Pihak keluarga Danny Kogoya mendapatkan laporan medis selama dirawat di RS Vanimo pada tanggal 15 Desember 2013. Kemudian, tanggal 17 Desember tahun 2013, keluarga Danny meminta Vanimo Court House untuk memberikan izin untuk membawa tubuh Danny kembali ke Indonesia sehingga ia bisa dimakamkan di Jayapura. Pihak keluarga menyertakan laporan medis Danny yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Vanimo. Setelah melihat dokumen medis itu, Mahkamah di Vanimo Court House menyimpulkan bahwa kematian Danny adalah kasus pembunuhan. Laporan medis menyatakan bahwa Danny menderita Liver Cirrhosis (Sirosis Hati) yang menyebabkan hati manusia gagal menjalankan fungsinya. Banyak penyebab sirosis termasuk bahan kimia (seperti alkohol, lemak, dan obat-obatan tertentu), virus, logam beracun (seperti besi dan tembaga yang menumpuk di hati sebagai akibat dari penyakit genetik) dan penyakit hati autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang hati.

Bonn Amos, petugas Koroner di Vanimo Court House yang membuat laporan kematian Danny Kogoya, saat dihubungi Jubi (23/12), mengatakan pengadilan Vanimo mengeluarkan perintah otopsi pada hari itu juga, Selasa (17/12).

“Jam 13.00 waktu Vanimo, tanggal 17 Desember 2013, pengadilan mengeluarkan perintah untuk melakukan autopsi terhadap jenazah Danny setelah saya membuat laporan koronernya.” jelas Bonn Amos.

Mengenai apa penyebab kematian Danny sehingga pengadilan Vanimo menyimpulkannya sebagai kasus pembunuhan, Bonn Amos mengatakan dari catatan medis rumah sakit diketahui ada bahan kimia yang tidak biasa dalam tubuh Danny.

“Kematian Dany kemungkinan besar disebabkan oleh adanya bahan kimia yang tidak biasa di dalam tubuhnya. Seorang dokter di Rumah Sakit Umum Vanimo diduga telah memasukkan zat kimia tertentu yang ditempatkan dalam tubuh Danny ketika ia dirawat di Rumah Sakit Umum Vanimo.”

tambah Bonn Amos.

Saat otopsi akan dilakukan jam 15.00 sore di hari yang sama, setelah pihak keluarga Danny datang membawa seorang dokter spesialis, empat orang bertemu dengan manajemen rumah sakit dan mencegah dilakukannya otopsi. Dua dari empat orang ini diidentifikasi sebagai staf Konsulat Indonesia di Vanimo, salah satunya dikenal oleh warga Vanimo sebagai Bapak Hari. Sedangkan dua lainnya tidak diketahui identitas mereka dan apa kapasitas mereka hadir di Rumah Sakit Vanimo saat itu.

“Staf Konsulat tidak memberikan alasan apa-apa saat membatalkan otopsi. Kami hanya diberitahu bahwa hal itu dilakukan, biar sama -sama enak dari pihak kalian (keluarga Dany-red) dan pihak kami (konsulat-red).” kata Jefrey P kepada Jubi, Selasa (24/12).

Tanggal 19 Desember 2013, Konsulat Jenderal Republik Indonesia mengadakan pertemuan dengan Gubernur Provinsi Saundaun, Papua New Guinea. Tidak diketahui apa topik pertemuan tersebut. Tanggal 22 Desember 2013 diadakan pertemuan antara pihak keluarga Dany, staf konsulat Indonesia di Vanimo dan pemerintah daerah Sandaun dan Vanimo. Dalam pertemuan tersebut, Konsulat Indonesia akhirnya sepakat untuk melakukan otopsi, namun menekankan bahwa hal itu harus dilakukan selambat-lambatnya Senin, 23 Desember, 2013. Namun otopsi ini belum bisa dilakukan hingga hari ini, Selasa (24/12).

Setuju Melakukan Otopsi Setelah Tahun Baru

Setelah otopsi tak bisa dilakukan hingga tanggal 23 Desember, akhirnya Pemerintah Papua New Guinea (PNG), pihak keluarga dan Konsulat RI di Vanimo setuju untuk melakukan otopsi terhadap jenazah Danny Kogoya di awal tahun baru.

Matius Murib yang dihubungi Jubi mengakui telah dilakukan beberapa pertemuan antara Pemerintah kota Vanimo, Pemerintah PNG, Konsul RI di Vanimo dan pihak keluarga Danny Kogoya.

‘Masing-masing pihak sudah setuju untuk melakukan otopsi jenazah Danny Kogoya setelah tahun baru, untuk menghargai perayaan Natal dan Tahun baru.”

kata Matius Murib yang bertindak sebagai mediator dalam usaha pemulangan jenazah Danny Kogoya ke Jayapura, Selasa (24/12).

Menurut Matius, selama beberapa hari terakhir telah dilakukan pertemuan secara terpisah dan secara bersama-sama antara Pemerintah kota Vanimo, Pemerintah PNG, Konsul RI di Vanimo dan pihak keluarga Danny Kogoya untuk mencari solusi terhadap jenazah Dany Kogoya yang sampai saat ini masih berada di RS Vanimo.

“Kordinasi terus berjalan, sudah sekitar 80 persen lah untuk kasus ini.”

kata Matius Murib.

Pihak Keluarga Danny Kogoya, Jefrey P saat dihubungi Jubi (24/12) membenarkan hal ini. Jefrey mengakui bahwa pihak keluarga juga sudah bertemu dengan Pemerintah PNG, Konsulat RI di Vanimo untuk membicarakan hal ini.

“Pada awalnya Konsul Indonesia di Vanimo tidak setuju dilakukan otopsi. Mereka maunya, jenazah Danny dikirim secepatnya ke Jayapura. Biar sama-sama enak, kata mereka saat itu. Tapi setelah otoritas PNG yang diwakili Moses Pei dari bagian luar negeri pemerintahan PNG datang ke Vanimo untuk membahas ini, mereka akhirnya setuju. Kami, pihak keluarga bertemu Jahar Gultom, Kepala Konsulat RI di Vanimo, kemarin, Senin (23/12 -red). Sebelumnya, kami telah bertemu dengan Moses Pei dari bagian luar negeri pemerintah PNG. Kami sudah sepakat, untuk menghargai Natal dan Tahun Baru, jenazah Danny akan diotopsi setelah tahun baru.”

kata Jefrey.

Menghalangi Penyelidikan Kematian Adalah Pelanggaran Konstitusi RI maupun PNG

Kedua konstitusi Indonesia dan Papua Nugini menjamin hak untuk hidup untuk semua orang. Menurut hukum internasional, hak untuk hidup memerlukan kewajiban negara tidak hanya untuk menahan diri dari kesewenang-wenangan mengambil kehidupan individu, tetapi juga untuk melakukan penyelidikan terhadap kematian tidak wajar individu. Dengan menghalangi penyelidikan kematian Danny Kogoya, Indonesia telah melanggar konstitusi sendiri dan kewajiban hak asasi manusia internasional

Ditambah dengan adanya zat kimia yang tidak biasa dalam tubuh Danny Kogoya dan pernyataan dokter Vanimo bahwa ada zat kimia tertentu di tubuh Dany, tindakan Konsulat Indonesia yang membatalkan otopsi Dany Kogoya, telah menimbulkan tuduhan bahwa Danny Kogoya telah diracuni sampai mati secara perlahan oleh otoritas Indonesia. Sebelumnya, Badan Intelijen Indonesia (Badan Intelijen Negara , BIN) terlibat dalam pembunuhan Munir Said Thalib, seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia, yang diracun dengan arsenik dalam penerbangan ke Amsterdam pada tahun 2004. (Jubi/Victor Mambor)

Victor Mambor on December 24, 2013 at 10:46:33 WP, Jubi

Enhanced by Zemanta

Komandan Perang Organisasi Papua Merdeka Meninggal di PNG

VIVAnews – Komandan regional Organisasi Papua Merdeka (OPM), Danny Kogoya, dilaporkan meninggal dunia pada Minggu, 15 Desember 2013 lalu. Namun, hingga kini penyebab kematiannya masih belum diketahui.

Stasiun berita ABC News, Kamis 19 Desember 2013, melansir bahwa Kogoya meninggal di kota Vanimo, tempat di mana selama ini dia berlindung agar tidak ditahan kembali oleh otoritas Indonesia. Kogoya sudah menjadi buronan pihak Kepolisian RI sejak Mei lalu.

Laporan awal menyebut infeksi kaki sebelah kanan paska diamputasi paksa oleh polisilah yang dianggap menjadi penyebab kematian Kogoya. Namun, seorang dokter di RS General Vanimo mengatakan Kogoya pernah dirawat akibat menderita gagal hati.

Sementara juru bicara keluarga Kogoya, Jeffrey Bomanak, menuduh pihak Konsulat Jenderal Indonesia turut campur dalam rencana RS Vanimo untuk mengautopsi jasad Kogoya. Bomanak menuduh Konsuljen Vanimo meminta pihak RS agar tidak melakukan autopsi terhadap jenazah Kogoya.

Pihak keluarga sendiri menginginkan agar jasad Kogoya dibawa kembali ke Jayapura,  di mana kakinya yang diamputasi dikuburkan. “Separuh dari kakinya telah dikubur di sana. Jadi, tidak mungkin kami memakamkan jasadnya di sini. Itu merupakan tindakan yang keliru,” kata Bomanak.

Namun, hingga kini belum diketahui dengan pasti, kapan jasad Kogoya akan dimakamkan.

Kogoya ditangkap oleh Polisi karena terlibat dalam aksi penembakkan dan pembacokan di Nafri yang menewaskan empat orang pada tahun 2011-2012 silam. Dia tertangkap saat dilakukan penggrebekan di Hotel Dany, Entrop pada 2 September 2012.

Ketika hendak melarikan diri, polisi berhasil menembak kaki kanannya. Oleh sebab itu, kaki kanannya harus diamputasi saat dia dibui, karena timah panas yang dimuntahkan memecahkan tulang kering.

Kepada ABC News yang pernah mewawancarainya, Kogoya mengaku proses amputasi kakinya dilakukan secara paksa, karena sebenarnya dia tidak menginginkan hal itu. “Kaki ini diamputasi demi OPM. Saya meminta kemerdekaan dan menuntut agar Papua Barat keluar dari Republik Indonesia,” ungkap Kogoya saat itu.

Menurut data ABC News, pada Juli lalu, Kogoya memimpin tentara OPM sekitar tujuh ribu orang. Sebanyak 200 orang di antaranya merupakan pejuang aktif.

© VIVA.co.id

Berharap Jenazah Dani Kogoya Dipulangkan dari PNG

JAYAPURA – Ketua Parlemen Jalanan (Parjal) Yusak Pakage mengatakan, atas nama Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) menyampaikan kepada seluruh masyarakat Papua baik itu orang asli Papua (OAP) maupun orang Non Papua (pendatang) bahwa pada pekan ini dari Keluarga Besar TPN-OPM sedang dalam suasana berduka atas meninggalnya Jenderal Panglima TPN-OPM Dani Kogoya.

Demikian diungkapkan ketika menggelar jumpa pers di Kantor Pos Abepura dalam rangka menyikapi meninggalnya’ Jenderal Panglima TPN-OPM Dani Kogoya di PNG, Rabu (18/12) kemarin pagi sekitar pukul 10.00 WIT.

“Jadi, kami sampaikan kepada pihak aparat keamanan dalam hal ini Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih untuk tidak khawatir terkait dengan keamanan di Tanah Papua pada umumnya dan di Jayapura pada khususnya,”

ucap Yusak Pakage.

Yusak demikian sapaan akrabnya menyatakan, bahwa pihak keluarga juga berharap agar jenazah Dani Kogoya bisa dibawa pulang untuk dimakamkan di Distrik Abepura, Kota Jayapura. Namun setelah berkoordinasi dengan pihak keamanan merasa khawatir jika keamanan akan terganggu.

Lanjut Yusak, bahwa hingga saat ini keluarga masih menunggu kedatangan jenazah Alm. Dani Kogoya. Dimana, pihak keluarga juga belum mengetahui atas meninggalnya Alm. Dani Kogoya itu karena apa?.

“Maka itu kami sangat mengharapkan supaya proses pengiriman jenazah dapat diijinkan dan melalui proses damai, sehingga disini (Abepura) pihak keluarga juga menjamin soal keamanan saat jenazah hendak dipulangkan,”

tukasnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bintang Papua dari sumber terpercaya bahwa Dani Kogoya meninggal karena menderita penyakit infeksi kanker hati.
Sekedar diketahui, polisi menembak Dani Kogoya pada beberapa waktu lalu dalam sebuah operasi penggerebekan di Hotel Danny, Kelurahan Entrop, Distrik Jayapura Selatan (Japsel). Dan, selain itu juga polisi menangkap empat rekannya.

Dimana, mereka diduga terlibat dalam aksi kekerasan yang terjadi di Kota Jayapura. Dani Kogoya dikenal sebagai salah satu tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan pangkat Jenderal Panglima TPN-OPM.

Dani Kogoya juga diduga terkait aksi penembakan terhadap WN Jerman Pieter Dietmer di pantai Base-G, 29 Mei 2012 lalu. Dia juga diduga terlibat dalam penembakan dan pembakaran mobil di kawasan tempat pemakaman umum (TPU) Waena, Kota Jayapura.

Dani Kogoya sempat mendekam beberapa waktu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Jayapura, namun dibebaskan karena surat perpanjangan penahanannya terlambat dikirim ke Lapas Klas II A Jayapura atau lebih dikenal dengan Lapas Abe. (Mir/don/l03)

Kamis, 19 Desember 2013 02:09, BinPa

Enhanced by Zemanta

Berdukacita Sedalam-dalamnya atas Meninggalnya Dani Kogoya, Pimpinan Gerilyawan Papua Merdeka di Markas Victoria

Setelah manusia di dunia dan khususnya di Tanah Papua menundukkan kepala dan berdukacita atas meninggalkan tokoh hitam Afrika, Nelson Mandela yang menutup usianya dan beristirahat untuk selamanya, kini tanah dan bangsa Papua ditimpa duka kembali dengan meninggalnya salah satu tokoh gerilyawan Papua Merdeka; Dani Kogoya.

Atas berita duka ini, kami segenap perwira dan pasukan Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua mengucapkan

BERDUKA SEDALAM-DALAMNYA

Dani Kogoya ketika di Rimba New Guinea
Dani Kogoya ketika di Rimba New Guinea

atas kepergian salah satu tokoh Papua Merdeka
Dani Kogoya

Perjuangan yang ditinggalkannya akan kami lanjutkan, kami sebagai sesama gerilyawa, sebangsa dan setanah air, anak, cucu, orang tua, anak muda, lelaki, perempuan, sampai titik darah penghabisan, sampai Papua Merdeka.

Disampaikan pada tanggal: 17 Desember 2013
Disampaikan dari: Markas Pusat Pertahan

Markas Pusat Pertahanan,
Sekretariat-General

 

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
BRN: A.001076

Sumber Berita: TabloidJubi.com

Selamat Jalan Nelson Mandela dari Rakyat Papua

Belasungkawa Papua untuk Nelson Mandela
Belasungkawa Papua untuk Nelson Mandela di Kedubes Afsel Jakarta

JAYAPURA [PAPOSMahasiswa dan aktivis Papua Barat se-Jakarta dan Bogor menghantarkan krans bunga tanda turut beduka cita ke kantor Dubes Afrika Selatan.] – Masyarakat di seluruh dunia, termasuk rakyat Papua Barat berkabung atas kepergian Nelson Madiba Mandela. Dia dihormati atas kesetian dan kerelaan dalam perjuangan melawan politik apartheid di Afrika Selatan.

Dia juga sebagai simbol perlawanan rakyat Afrika Selatan, bahkan menjadi tokoh kemanusiaan di abad-21 ini. Untuk mengenang Mandela, mahasiswa dan aktivis Papua Barat di Jakarta dan Bogor menghantarkan krans bunga tanda turut beduka cita dari seluruh rakyat Papua.

Belasan mahasiswa dan akvitis Papua Barat, Minggu (08/12), sekitarpukul 11.30 Wib,mewakili rakyat dan Bangsa Papua Barat menyampaikan ungkapan berdukacita dan menyerahkan krans bunga kepada perwakilan pemerintah Afrika Selatan di Kedutaan Besar Afrika Selatan untuk Indonesia di Jakarta.

Perwakilan rakyat dan Bangsa Papua Barat diterima oleh sekretaris satu (first Secretary) atase politik Kedutaan Besar Afrika Selatan untuk Indonesia, Mr. Moses Phahlane, di Kantor Kedutaan Besar Afrika Selatan, Suite 705, 7th floor 7, Wisma GKIB, Jln. JendSudirman No.28, Jakarta 10210.

“Kami atas nama rakyat dan Bangsa Papua Barat menyampaikan turut berdukacita atas kepulangan Nelson Mandela, tokoh perjuangan pembebasan bagi Afrika Selatan juga bagi dunia,” ucap aktivis Papua Elias Petege dalam rilis yang dikirim ke dapur Papua Pos.

“Dia adalah bapak bagi rakyat tertindas di berbagai bangsa di dunia, termasuk bagi rakyat Papua. Dia juga tokoh inspirasi bagi kami,”

ungkap Darmince Nawipa, salah satu perwakilan mahasiswa Papua dari Bogor.

“Kami tentu terinspirasi dari perjuangan rakyat Afrika Selatan, termasuk dari bapak Nelson Mandela,”

ujar Darmince.

Pages: 1 2

Nelson Mandela Wafat

Jakarta – Ucapan belasungkawa terus mengalir dari berbagai petinggi negara. Selain dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama, giliran Perdana Menteri Inggris David Cameron memberikan ucapan belasungkawa. Cameron menilai sosok pemimpin kulit hitam pertama Afrika Selatan ini sebagai legendaris dan pahlawan global.

“Nelson Mandela adalah sebuah legenda dalam hidup dan kini dalam kematian, sosok pahlawan pahlawan global sejati,”

ucap Cameron seperti dilansir AFP, Jumat (6/12/2013).

“Sebuah cahaya besar telah pergi meninggalkan dunia,”

imbuhnya.

Dia menilai, seluruh dunia akan berkabung mengenang kepergian tokoh perjuangan segregasi rasialis di Afrika Selatan.

“Di seluruh negara yang dicintainya mereka akan berkabung terhadap seorang pria yang merupakan perwujudan dari kasih karunia,”

kenangnya.

Nelson Mandela meninggal, Jumat (6/12/2013) hari ini, karena penyakit infeksi paru-paru yang diidapnya. Nelson Mandela terus berjuang mesti dalam kondisi kritis. Putri Mandela menyebut ayahnya masih memiliki semangat berjuang, meski secara kasat mata terlihat tak berdaya di ranjang.

Mandela terus menjalani perawatan medis di kediamannya di Johannesburg selama penyakit yang diidapnya menyerang dirinya. Sebelum dirawat di rumah, Mandela menghabiskan waktu selama 3 bulan dirawat intensif di rumah sakit.

(ahy/kha)

Jumat, 06/12/2013 05:54 WIB, Andri Haryanto – detikNews

PM Abbot: Mandela Lebih Dikenang Sebagai Pemimpin Moral

Jakarta – Sosok perjuangan Nelson Mandela melawan segregasi rasialis di Afrika Selatan mengilhami banyak kalangan dan negarawan di belahan dunia lain. Perdana Menteri Australia Tony Abbott menilai Mandela adalah tokoh besar abad terakhir.

“Nelson Mandela adalah salah satu tokoh besar Afrika, bisa dibilang salah satu tokoh besar dari abad terakhir, “

kata Abbott dalam pernyataannya di Radio Fairfax, dan dilansir AFP, Jumat (6/12/2013).

“Dia adalah seorang pria yang benar-benar hebat. Selamanya akan dikenang sebagai lebih dari seorang pemimpin politik, dia adalah seorang pemimpin moral,”

kata Abbott.

Menurut Abbott, sebagian hidup Mandela diisi demi perjuangan melawan pemisahan kelompok rasial di Afrika Selatan. Perjuangan tersebut tak ayal berujung dijebloskannya Mandela ke penjara selama 27 tahun.

“Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya berdiri melawan ketidakadilan apartheid,”

kenang Abbott.

Perlawanan Mandela terhadap ketidakadilan serta kehidupannya yang sederhana tentu patut menjadi teladan para pemimpin di belahan negara manapun.

Mantan perdana menteri Australia Malcolm Fraser , antara tokoh-tokoh internasional pertama yang mengunjungi Mandela di penjara sebagai ketua Commonwealth Kelompok Eminent Persons pada tahun 1986 , mengatakan kematiannya adalah kerugian bagi dunia .

“Kita bisa belajar dari teladannya. Dia meninggalkan warisan yang semua pemimpin berikutnya harus berusaha untuk meniru,” kata Mantan PM Australia Malcolm Frasher.

(ahy/kha)

Jumat, 06/12/2013 06:15 WIB, Andri Haryanto – detikNews

Berduka-Cita Sedalam-Dalamnya atas Wafatnya Nelson Mandela pada 05 Desember 2013 di Johannesburg, Afrika Selatan

TENTARA REVOLUSI WEST PAPUA (West Papua Revoutionary Army)
MARKAS PUSAT PERTAHANAN
koteka@papuapost.com; info@freewestpapua.org
=======================================================

Nelson Mandela
Nelson Mandela

 

Perihal: Ucapan Turut Berduka Cita
Disampaikan Kepada:
1. Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma
2. Rakyat Afrika Selatani
3. Keluarga dan anak curu yang ditinggalkan
4. Bangsa Kulit hitam di seluruh dunia
5. Bangsa kulit putih di seluruh dunia

Dengan menundukkan kepada ke Bumi, menggangkat hati ke langit, kami segenap perwira dan pasukan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dari Rimba Raya New Guinea dengan ini menyatakan

BERDUKA CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas wafatnya Bapak Moralitas kemanusiaan manusia semesta: Nelson Mandela pada tadi larut malam (dinihari) 05 Desember 2013 di tempat kediaman, Johannesburg, Republik Afrika Selatan.

Teladan perjuangannya menentang diskriminasi berdasarkan warna kulit (apartheid) di Afrika Selatan secara konsisten dan tanpa kompromi yang dirayakan dengan kompromi besar-besaran dan tanpa ampun setelah memperoleh dukungan umat manusia di dunia dan kemenangan atas perjuannya merupakan pelajaran terbesar yang telah dicatatnya dalam riwayat peradaban umat manusia semesta.

Biarlah pelajaran hidupnya menjadi bagian dari perjuangan dan revolusi yang kita lakukan, di mana masih ada penjajahan, diskriminasi dan tindakan-tindakan yang melecehkan, meremehkan, merendahkan dan meniadakan nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas di muka Bumi.

 

 

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan
Pada Tanggal: 06 Desember 2013
————————————-

Panglima Tertinggi Komando Revolusi,

Mathias Wenda, Gen. TRWP
NBP:A.001076

OPM Kutuk Pembunuhan Hubert Mabel

JAYAPURA – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat melalui Kepala Staf Umum, ‘Mayjen’ Terryanus Satto, menyampaikan duka yang mendalam atas tewasnya salah satu pejuang Papua Merdeka, Hubert Mabel beberapa hari lalu akibat terkena tembakan aparat Kepolisian Republik Indonesia.

“Seruan langsung disampaikan oleh Panglima Tinggi, Jenderal Goliath Tabuni melalui saya selaku Kepala Staf Umum, isi seruan adalah mengumumkan duka nasional atas tertembaknya Pejuang Papua Merdeka atas nama Hubert Mabel,”

tegas Terryanus Satto kepada Bintang Papua melalui ponsel, Senin (17/12) lalu.

Dijelaskan Terry, himbauan tersebut disampaikan untuk mengenang jasa baik dan kerja keras serta perjuangannya dalam ikut mensukseskan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Markas TPN Perwomi, Biak pada Mei 2012 lalu dan Rakernas,”Kami juga mengutuk tindakan aparat yang mengakibatkan tewasnya Hubert Mabel,” tandas Terry Satto.

“Atas tindakan aparat tersebut, Panglima Tinggi Jenderal Goliath Tabuni meminta kepada Pemerintah Indonesia, TNI, dan Polri untuk segera angkat kaki dari tanah Papua, kekerasan dan pembantaian terus dilakukan kepada Orang Asli Papua, ini membuktikan bahwa Indonesia memang tidak mempunyai rasa memiliki terhadap Papua, untuk apa berada disini, segera angkat kaki,”

ujarnya.
Diingatkan oleh Terryanus Sato, bahwa pada saat dilantik sebagai Panglim Tinggi beberapa waktu lalu, Goliath Tabuni selaku penanggung jawab status politik dan keamanan, dalam pidatonya juga menyampaikan bahwa, baik Indonesia, Amerika Serikat, dan PBB harus mengakui kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah di proklamasikan pada 1 Mei secara de facto dan de jure,”.

Disampaikan juga oleh Jenderal Goliat Tabuni,

”Untuk itu segera dilakukan peralihan kekuasaan dari Indonesia ke negara baru yang telah sah berdiri yakni Negara Papua Barat, dan untuk itu juga segera dibebaskan semua tahanan politik, juga Darius Kogoya yang ditahan untuk segera dibebaskan,”

tegasnya. (bom/don/l03)

Rabu, 19 Desember 2012 09:54, Binpa

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny