Tiga Hal Yang Menentukan Referendum Kanaky 4 November 2018 Bisa Terlaksana

Sebagai pelengkap dari tulisan Ibrahim Peyon tentang 6 hal yang membuat referendum Kanaky dimenangkan oleh pihak penentang kemerdekaan Kanaky tanggal 4 November 2018, sebagaimana telah kami publikasikan dalam situs ini, dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) mencatat beberapa hal tentang Rererendum di Kanaky tahun 2018 dan referendum di Bougainville Juni 2019 nanti.

Hal pertama dan utama adalah kesiapan FLNKS (Kanak and Socialist National Liberation Front) untuk bermain politik di pentas politik dunia. Kesiapan itu tunjukkan dengan penyatuan organisasi perjuangan kemerdekaan orang Kanaky dengan membentuk FLNKS, kemudian disusul mendapatkan dukungan penuh dari Vanuatu, dan kemudian disahkan kseabgai anggota dari Melanesian Spearhead Group (MSG).

Bangsa Papua telah melakukan hal ini dengan sukses. ULMWP telah terbentuk, dan telah menjadi anggota MSG. Kita sudah siap memasuki pertandingan ke babak berikutnya.

Yang kedua, begitu didukung oleh negara-negara Melanesia, maka kelompok pro kemerdekaan Kanaky terus melancarkan diplomasi mereka di kawasan Melanesia dan di dalam negeri. Mereka berkampanye secara terbuka di dalam negeri dan secara terbuka di seluruh kawasan Melanesia.

ULMWP melakukan hal yang sama di dalam negeri, dengan membentuk kantor koordinasi ULMWP di dalam negeri. Akan tetapi ULMWP lumpuh dalam mempertahankan dukungan-dukungan politik yang telah diraihnya. Bahkan keanggotaannya di MSG juga terancam kandas. Hal ini disebabkan oleh strategi kerja ULMWP yang Euro-sentris dan sangat kebarat-baratan. Mengharapkan berkat datang dari barat, menganggap saudara sendiri tidak dapat berbuat apa-apa.

Yang ketiga, adalah hal yang selama ini ditolak dengan tegas oleh bangsa Papua, yaitu “berdialog” dengan NKRI itu sendiri. Logikanya sederhana, kalau ada pertandingan sepak bola antara Persipura vs. Persija, maka aturannya kedua kesebelasan harus masuk lapangan, berhadap-hadapan dan bersedia bertanding. Dalam kasus ULMWP – NKRI, sampai hari ini ULWMP menolak untuk berbicara dua arah.

Demikian juga dari sisi NKRI, Indonesia juga menolak berdialog dengan ULMWP. Malahan NKRI mendorong Neles Tebay dkk. dibawah binaan BIN (Badan Intelijen Negara) dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)  bekerjasama mendorong Dialog rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia dalam bingkai NKRI, dengan nama dialog kebangsaan. Kerangka dialgoue ialah antara pemerintah Indonesia dengan rakyat Indonesia di Tanah Papua.

Pertanyaan kita sekarang, “Apa yang membuat Perancis akhirnya bersedia berdialg engan FLNKS dan akhirnya melahirkan Neumea Accord 1998?”

Yang pertama dan yang jelas ialah keuatan, biaik kekuatan militer maupun kekuatan politik yang dimiliki masyarakat Kanak, yaitu penduduk asli New Caledonia.

Menurut Gen. TRWP Mathias Wenda,

Kalau tidak ada alat paksa, bagaimana mau paksa Indonesia duduk bicaa? Bicara masalah apa dulu? Masalah sejarah? Masalah HAM? Masalah pembangunan? Kalau HAM Indonesia sudah bikin pengadilan HAM. Kenapa Melanesia tidak bikin Peradilan HAM sendiri? Kenapa takut? Atau tidak tahu? Masalah sejarah? Semua orang sudah tahu sejarah salah! Jadi, siapa yang pegang perkara ini? Ajukan kasus ini ke Pengadilan Internasional di Den Haag, ulas kasus ini. Jangan ke Jenewa ka New York sana. Itu tunggu dulu. Kalau masalah pembangunan, Jokowi sudah tutup malu, dan dunia sudah bilang Indonesia sudah tutup malu jadi kasih tinggal sudah.

Memperkuat argumennya, Gen. Wenda kembali menegaskan bahwa perjuangan bangsa Papua tidak cukup kuat untuk memaksa NKRI duduk bicara.

Kita banyak punya mental budak, pengemis politik banyak. Kita harus paksa NKRi duduk bicara. Bukan minta, bukan harap, bukan mengeluh.

Kalau dalam politik, mental pengemis tidak usah terlibat, mental mengadu jangan ikut. Mental menyampaikan kekecewaan jangan. Yang harus ikut dalam perjaungan ini ialah orang-orang mental menuntut hak, memaksa pelanggar hak untuk mendengarkan dan menanggapi.

Bagaimana caranya menuntut? Bukan mengeluh, bukan mengemis?

Cara yang jelas dengan membangun kekuatan politik di dalam dan di luar negeri, mengolah organisasi ULMWP menjadi lembaga modern yang profesional menangani perjuangan kemerdekaan West Papua, dengan infra-struktur dan supra-struktur politik yang jelas dan ditata dalam sebuah konstitusi yang jelas pula.Fungsi dan peran infra-struktur dan supra-struktur politik Papua Merdeka harus ditata sedemikian rupa sehingga masyarakat dunia yang modern ini memahami siapa kita dan apa yang kita lakukan, dan di atas itu, supaya mereka yakin kita benar-benar mau merdeka dan berdaulat sebagai Negara Republik West Papua di luar NKRI.

Konstitusi West Papua tidak hanya menyangkut cara-cara mengusir NKRI keluar dari Tanah Papua, tetapi lebih-lebih tentang Tanah Papua dan rakyat West Papua, terkait kehdupan sehari-hari, pemerintahan: administrasi dan birokrasi, hukum negara, investasi, perdagangan, dan sebagainya, sebagaimana sebuah negara.

ULMWP harus muncul sebagai sebuah lembaga modern, “government-in-waiting” yang tidak bermain-main dengan mengeluh dan mengemis. Ia siap menjalankan sebuah pemerintahan negara Republik West Papua.

Wenda katakan

Itu kalau mau pendekatan politik. Nah, kalau mau pendekatan militer, ya serahkan kepada kami di sini. Pendekatan militer itu semua orang sudah tahu.Tetapi untuk itu ULMWP yang harus mempersilahkan dan mempersiapkan. Kalau tidak, kita akan berputar-putar di tempat yang sama, dari generasi ke generasi.

Amunggut Tabi: Yang Mau Panglima Gerilyawan Bersatu ialah BIN/NKRI

Menanggapi analisis Papua Merdeka News (PMNews) dalam artikel sebelumya, yang diusulkan sebelumnya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) beberapa hari lalu, ini tanggapan dari TRWP kepada PMNews.

Dalam artikel Anda ditulis:

Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

Analisis ini sangat benar. Yang NKRI mau ialah Panglima Perang di hutan menjadi satu dalam komando, supaya mereka bisa main bayar, mereka bisa main sogok, mereka juga bisa main bunuh, dan dengan demikian masalah perjuangan ini berhenti total.

Mereka kan sudah lama kejar Bapak Gen. TRWP Mathias Wenda, sudah lama kejar Bapak Gen. Bernardus Mawen, Bapak Gen. Kelly Kwalik, akhirnya mereka sudah bunuh yang lain dengan sukes. Mereka gagal total mendekati para panglima yang berdiri sungguh-sungguh di atas kebenaran.

NKRI/BIN tahu bahwa mereka tidak akan sanggup mempersatukan para gerilyawan dalam satu komando, oleh karena itu mereka masuk ke dalam ULMWP lewat anak mantu mereka, informan mereka, so-called pejuang Papua Merdeka yang ignorant dan memanfaatkan mereka sebagai pemberi informasi.

ULMWP harus tahu, siapa saja, dari hutan, dari kota, dari dalam negeri dari luar negeri, siapa saja yang bicaranya seperti memaksa, bicara seperti mendesak dan sampai mengancam ULMWP atau tokoh Papua Merdeka atas nama gerilyawan atau atas nama Papua Merdeka atau atas nama OPM, maka dipastikan bahwa mereka itulah kaki-tangan lawan politik Papua Merdeka.

Kami dari TRWP sangat heran membaca laporan dari Republik Vanuatu, di mana salah satu hasil rapat mengatakan bahwa ULMWP menginginkan para panglima di hutan New Guinea supaya bersatu dalam satu komando.

Pertanyaan kami,

“ULMWP itu statusnya apa sehingga bisa memerintahkan para panglima gerilyawan yang sudah puluhan tahun berada di hutan mempertaruhkan nyawa untuk Papua Merdeka?”

ULMWP harus menunjukkan kepemimpinannya, harus menunjukkan diri sebagai organisasi modern dan profesional, yang dapat dipercaya oleh dunia internasional untuk mewakili Negara West Papua sebagai sebuah “government-in-waiting”, baru bisa bicara tentang organisasi yang sudah melahirkan ULMWP itu sendiri.

Ini anak baru lahir, sudah berani suruh induknya ganti celana? Tidak tahu malu. Sangat tidak sopan.

Kalau belum “behave” dan “show up” sebagai sebuah lembaga persiapan pemerintahan negara, maka jangan cepat-cepat memerintahkan organisasi yang sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk Papua Merdeka.

Yang harus dipersatukan ialah organisasi politik dan representasi sosial-budaya West Papua, yaitu:

  1. PDP (Presidium Dewan Papua)
  2. DAP (Dewan Adat Papua)
  3. DeMMAK (Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka)
  4. WPIA (West Papua Indigenous Association)
  5. WPNA (West Papua National Authority
  6. WPNCL (West Papua National Coalition for West Papua)
  7. NRFPB (Negara Republik Federal West Papua)

Kemudian semua lembaga ini harus menerima PNWP (Parlemen Nasional West Papua) sebagai lembaga parlemen West Papua dan ULWMP (United Liberation Movement for West Papua) sebagai lembaga pemerintahan untuk Negara Republik West Papua.

ULMWP Stop Sibuk yang Lain: Harus Mempersatukan Program dan Langkah-Langkah

Ada sejumlah hal berkembang di kalangan aktivis Papua Merdeka, menyebarkan berita dan email secara terbuka dan tertutup, berisi berbagai isu dan hasil diskusi yang dilakukan ULMWP selama ini. Dari PIS (Papua Intelligence Service) didapati pesan-pesan bahwa BIN/ NKRI sudah aktiv bekerja, dan kini bergerilya dengan bebas di dalam ULMWP.

Berikut beberapa indikatornya:

Indikator pertama ialah memerintahkan ULMWP untuk segera mempersatukan para panglima dan komandan gerilyawan di rimba New Guinea.

Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

Apakah Oktovianus Motte dan Benny Wenda tahu hal ini? Tentu saja tidak. Dari segala hal yang mereka lakukan belakangan ini menunjukkan, mereka justru melangkah ke arah skenario NKRI.

Indikator kedua, para pejabat ULMWP lebih sibuk bicara tentang siapa SekJend, Siapa Jubir, siapa Dubes, siapa Kepala Kantor dan sebagainya. Tidak ada satu-pun dari personnel inti ULMWP yang menyampaikan visi/ misi dan program yang jelas dan gamplang, profesional dan tertulis jelas kepada bangsa Papua dan kepada para negara Melanesia yang mendukung Papua Merdeka.

Kita menjadikan perjungan Papua Merdeka sama dengan nuansa “kedatangan Yesus untuk kedua kalinya”, semuanya serba rahasia, semuanya serba tidak pasti, semuanya serba raba-raba. Semua orang tahu Yesus akan datang, semua orang tahu dunia akan kiamat, tetapi siapa tahu kapan itu akan terjadi? Semua orang West Papua diberitahu, semua orang Melanesia diberitahu West Papua mau merdeka, tetapi kapan, bagaimana? Tidak jelas.

Masing-masing pimpinan ULMWP merasa curiga, merasa tidak percaya, merasa tidak bisa kerjasama. Belum dilakukan usaha-usaha kerjasama, ktai sudah punya kesimpulan bahwa kita tidak bisa kerjasama. Dan oleh karena itu kita beranggapan pemimpin yan gada harus diganti.

  • Wahai bangsa Papua, ini namanya Politik devite et impera, politik adu-domba ajaran Belanda yang digunakan NKRi saat ini.
  • Wahai pimpinan ULMWP, siapapun yang mengajak engkau untuk mengatur pergantian pengurus, hendak-lah kau hardik dan katakan, “Enyahlan engkau wahai iblis, karena saya pemimpin bangsa Papua, tunduk kepada aturan kebersamaan dengan prinsip “Ap Panggok“. (Ap panggok adalah filosofi perjuangan Koteka, yang artinya perjuangan saya sukses karena perjuangan-mu, bukan karena perjuanganku semata).

Indikator ketiga, ULMWP masih bermental budak, tidak sama dengan para pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Indikator utama mental budak ULMWP ialah “lebih percaya kepada kulit putih dan negara-negara barat daripada percaya kepada diri sendiri dan ras dan bangsa sendiri!’

Kalau orang barat bilang, “Kita ke Geneva, bicara HAM, maka ULMWP ke sana, ramai-ramai ke sana.” Kalau dunia barat perintahkan, “Jangan pakai kata revolusi dalam organisasi atau undang-undang West Papua“, maka mereka berikan komentar seolah-olah mereka paham atas apa yang dimaksudkan sang majukannya.

Mental budak yang lain ialah selalu melihat NKRI dan sekutunya ialah penentu kemerdekaan West Papua, penghambat kemerdekaan West Papua, penyebab penderitaan bangsa Papua. Budak tidak punya kemerdekaan, ia bertugas bekerja untuk majikannya. Ia tidak punya pilihan. Sama saja. ULMWP menjadi tak punya kemerdekaan pada dirinya sendiri. Ia berdiri untuk menyalahkan NKRI dan sekutunya.

 

ULMWP Harus Medeka Dulu untuk Memerdekakan Bangsa Papua

Untuk merombak nasib ULMWP seperti ini, sudah saatnya pertama-tama, ULMWP tampil sebagai sebuah organisasi yang profesional. Ciri-ciri organisasi modern, atau profesional ialah

Pertama, ULMWP harus punya aturan main yang jelas. Dalam hal ini ULMWP tidak tepat memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), karena ULMWP adalah sebuah lembaga perwakilan dari sebuah bangsa dan negara dalam penantian, bukan sebuah LSM. Oleh karena itu, ULWMP harus memiliki sebuah Undang-Undang Republik West Papua, entah itu mau dikatakan “Sementara” karena takut menggunakan “Revolusi” atau nama apa saja tidak menjadi masalah.

Yang penting ULMWP harus memiliki Undang-Undang, bukan AD/ART.

Dalam Undang-Undang inilah ditentukan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan West Papua, termasuk masa jabatan, syarat-syarat pejabat dan pemimpin, pejabat negara, dan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan Republik West Papua.

Dengan demikian ULMWP tidak perlu kita bermentalitas Melayo-Indos yang tiap bari berpikir dan bergerak untuk merebut jabatan, tetapi tidak pernah berpikir murni untu membangun NKRI. Waktu dan tenaga kita akan habis untuk memperebutkan jabatan, bukan untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

Kedua, ULMWP harus membuka pendaftaran bagi atau mengundang untuk bergabung kepada organisasi orang Papua lain di mana-pun mereka berada untuk mendaftarkan diri. Pertama-tama, ULMWP harus mengundang Presidium Dewan Papua (PDP) dan memberikan posisi yang layak. Kedua ULMWP harus memberikan undangan dan status yang jelas kepada Dewan Adat Papua (DAP), dan Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK). ULMWP juga harus memberikan status yang jelas terhadap West Papua Indigneous Peoples Association (WPIA) dan West Papua National Authority (WPNA).

Selama ini kita berjuang sangat memboroskan tenaga. Kita sendiri bangun sebuah organiasi perjuangan baru, lalu besoknya kita sendiri bunuh mati organisasi kita. West Papua bukan hanya terkenal dengan panggilan “tukang makan orang”, tetapi kita juga seharusnya dikenal dunia sebagai “tukang makan organisasi sendiri”. Kita kanibal politik (political cannibalist) murni sedunia.

Ketiga, ULMWP harus menulis sebuah “Scientific Paper”, karya ilmiah tentang perjuangan kemerdekaan West Papua.  Di dalam karya ilmiah ini, tercantum garis besar kebijakan, wajah negara West Papua, pemerintahan Negara West Papua, Kantor Pusat Koordinasi perjuangan Papua Merdeka, Profile dan Kontak Resmi Sekretariat ULMWP.

Alm. Dr. OPM John Otto Ondowame dan Prof. Glen Ottow Rumaseuw, MWS serta tulisan Alm. Sem Karoba telah memberikan gambaran ilmiah sebagai pijakan untuk dipakai dalam membangun “Negara West Papua”, yang dikemas dan dipresentasikan oleh ULMWP sebagai “pemerintahan bayangan dari “Negara Republik West Papua”.

Waspada! Kaki-Tangan BIN Sudah Ada di Kota Jayapura dari Port Vila, POM, Vanimo

Pesan dari Komandan Pusat Papua Intelligence Service (PIS) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) di Markas Pusat Pertahanan (MPP) mengatakan ada tiga orang yang mengatas-namakan “pejuang Papua Merdeka”, ada yang menyatakan diri “berasal dari MPP TRWP”, yang lainnya menyebutkan nama gerilyawan Papua Merdeka lain dan melakukan lobi-lobi siang-malam, sangat sibuk di mana-mana, mereka berkomunikasi dengan saudara-saudara pejuang Murni Papua Merdeka di dalam negeri, di bawah organisasi seperti KNPB, DAP, LMA dan sebagainya mengatas-namakan TRWP dan gerilyawan lain, membangun opini, dan menyebarkan isu-isu pembusukan dalam perjuangan Papua Merdeka.

Tujuan mereka berbasis di Vanimo, POM (Port Moresby) dan Port Vila adalah mencari dan membunuh orang-orang Papua yang memperjuangkan Papua Merdeka secara murni dan konsekuen, sehingga perjuangan kita hanya menjadi basa-basi sambil menghabiskan masa hidup, dengan dipenuhi sensasi dan euphoria Papua Merdeka tetapi sebenarnya tujuannya untuk menghambur-hamburkan uang, tenaga dan waktu yang ada sehingga pada waktunya mereka menjadi tua dan mati.

Mereka intensif memberikan masukan dengan tekanan-tekanan fisik kepada ULMWP, terutama kepada Sekjen ULMWP dan Jurubicara ULMWP, untuk menguras pikiran, dana waktu dan tenaga yang ada sehingga dihabiskan di hal-hal yang bersifat aktivisme Papua Merdeka, tidak menyentuh intisari dari perjuangan kita, yaitu memperhatikan dan mendanai, mendukung dan menjadi pengawal pribadi dari para pemimpin MSG yang kini telah terbuka dan blak-blakan membela Papua Merdeka, yang jelas-jelas mempertaruhkan nyawa, karir politik dan nasib mereka secara pribadi dan negara mereka secara keseluruhan.

Tokoh ULMWP didorong untuk hanya bergerak sebagai pendukung MSG, anggota MSG, tidak mengambil langkah proaktif dan mereka didorong agar tidak bersikap mengawal perjuangan para Perdana Menteri pendukung Papua Merdeka.

Saat ini para agen BIN ada di Jayapura, sudah diperkirakan sebagian sudah ada di Jakarta, akan ke Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan berkeliling di beberapa kota di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Mereka berbicara atas nama para Panglima dan pejuang Papua Merdeka, mereka manamakan diri sebagai pejuang Papua Merdeka. Mereka entah sadar atau tidak bekerja untuk menguntungkan kepentingan penjajah atas tanah dan bangsa Papua.

Dari MPP TRWP, lewat PIS disampaikan agar orang Papua, organisasi perjuangan bangsa Papua waspadai beberapa hal berikut:

  1. Dari TRWP belum pernah mengutus siapapun ke dalam negeri untuk berbicara mewakili TRWP melakukan kegiatan apapun;
  2. Organisai dan aktivis Papua Merdeka di manapun Anda berada, harus waspada dan ingat apa yang dikatakan Tua Adat Amungme, Thom Beanal, “Musuh terbesar bangsa Papua ialah bangsa Papua sendiri!”. Kelly Kwalik, sesama tua adat Amungme dibunuh oleh orang Papua, Yustinus Murib dibunuh oleh orang Papua, Musa Tabuni dibunuh oleh orang Papua, Hans Bomay dibunuh oleh orang Papua, Mecky Solossa dibunuh oleh orang Papua, Prawar dibunuh oleh orang Papua, Arnold Ap dibunuh oleh orang Papua, …. dan banyak lagi dan banyak lagi. Jadi waspadalah kepada orang Papua mengatasnamakan gerilyawan dan TRWP.
  3. Semua pejabat NKRI dari Gubernur sampai Bupati, Ketua-Ketua DPR dan Anggota DPR yang sering bersuara untuk HAM dan harga diri bangsa Papua, waspadalah, racun-racun untuk membunuh kalian sudah disiapkan, orang-orang untuk membunuh kalian sudah ditunjukk, operasi sudah berjalan, tinggal kita tunggu waktu, kapan berita itu kami dengar.

Para kolaborator BIN mengatasnamakan pejuang Papua Merdeka sudah ada di depan pintu Anda, waspadalah! Waspadalah!

Benny Wenda Tolak Bekerja Sama dengan BIN

Amanda Puspita Sari, CNN Indonesia Minggu, 03/01/2016 19:11 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Benny Wenda, pemimpin Gerakan Pembebasan Papua Barat yang dituding Kapolri menjadi dalang penyerangan Polsek Sinak, menolak bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara Republik Indonesia yang berencana melakukan “pendekatan lunak” terhadapnya, seperti juga yang dilakukan terhadap mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka Din Minimi.

Benny juga mengkritik perkataan Kepala BIN Sutiyoso yang menyebut jika dia menolak bekerja sama, BIN akan menyiapkan “pendekatan lain” yang hingga kini masih rahasia dan tidak dapat diungkapkan. Benny menganggap ucapan itu sebagai ancaman.

“Saya tahu bahwa ancaman ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti saya, tetapi saya menolak untuk diintimidasi oleh pihak berwenang Indonesia yang menempati negara saya, membunuh warga, dan kemudian mencoba memaksa saya untuk ‘bekerja sama’ dengan skema mereka,” ujar Benny dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (3/1).

Benny menyatakan, dia sekarang tinggal di pengasingan setelah kabur usai ditangkap dan disiksa di Papua Barat karena memimpin aksi kemerdekaan yang damai. Benny tinggal di Inggris setelah diberi suaka politik oleh negara itu pada tahun 2003.

Kini Benny mempertanyakan metode apa yang akan coba diterapkan kepadanya agar dia mau bekerja sama dengan otoritas Indonesia.

“Apakah pemerintah Indonesia mengancam dengan melanggar hukum Inggris dan menuntut saya dengan tuduhan palsu sekali lagi? Atau apakah ‘metode lainnya’ itu akan melibatkan pengiriman tentara Indonesia untuk datang dan membunuh saya di Inggris?”

ujar Benny.

“Jika BIN ingin saya ‘bekerja sama’, maka mereka harus membiarkan rakyat Papua Barat untuk menggunakan hak dasar kami untuk menentukan nasib sendiri melalui referendum kemerdekaan yang damai seperti dijanjikan kepada kami pada 1962,”

ujar Benny.

Benny, pada tahun 2002, ditangkap polisi atas sangkaan terlibat dalam peristiwa penyerangan ke kantor polisi di Abepura, Jayapura, setahun sebelumnya. Ia kemudian melarikan diri dari Lapas Abepura, dan menjadi eksil di Inggris hingga kini.

Sejak saat itu, Benny terus mengampanyekan referendum bagi masyarakat Papua. Dia meminta pemerintah RI mengizinkan warga Papua untuk memutuskan akan memisahkan diri dari Indonesia atau tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Kepala BIN Sutiyoso berharap Benny Wenda dapat bersikap kooperatif dengan pemerintah RI seperti Din Minimi.

“(Pendekatan lunak) sudah kebijakan pemerintah, tapi bukan satu-satunya. Kalau dia tidak mau, tentu ada cara lain,” kata mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus itu.

Singgung Jokowi

Selain soal BIN, kunjungan Presiden Jokowi pekan ini ke Papua Barat juga disinggung Benny. Ia menuding kunjungan itu sebagai upaya untuk melegitimasi “pendudukan militer” Indonesia di Papua Barat.

“Baik dia (Jokowi) dan polisi atau militer Indonesia tidak diterima di Papua Barat. Kunjungan itu hanya untuk terus menindas kami dan  mengeksploitasi sumber daya alam kami,” kata Benny, melemparkan tuduhan.

Benny berpendapat pemerintah Indonesia tengah berupaya mengalihkan isu pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat.

Dalam kunjungannya ke Papua yang bertepatan dengan pergantian tahun, Jokowi meninjau langsung sejumlah pembangunan infrastruktur di provinsi paling timur Indonesia itu, mulai bandara, jalan, sampai rel kereta.

Jokowi juga menyambangi Kenyam di Kabupaten Nduga yang masuk kategori zona merah, yakni wilayah dengan keamanan rawan. Di kota itu, Jokowi meninjau pembangunan ruas jalan Kenyam-Batas Batu sepanjang 39,9 kilometer. Jalan itu dibangun untuk mempercepat pembangunan Papua dan untuk menurunkan harga sandang pangan yang mahal.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny