Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua

Dengan alasan mau pilih gubernur, bupati, apalagi Presiden, anggota DPRD, DPRP/DPRPB, apalagi anggota DPR RI, kalau ada Orang Asli Papua (OAP) yang ikut Pemilu maupun Pemilukada, itu sebenarnya memberitahukan secara terbuka kepada dunia, kepada alam semesta dan kepada Tuhan, bahwa sebenarnya OAP mau NKRI tetap menduduki tanah Papua dan menjajah bangsa Papua.

Demikian disampaikan oleh Gen. TRWP Amunggut Tabi dalam sambutan kepada pasukan Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

Gen. Tabi melanjutkan bahwa manusia di seluruh dunia sebenarnya sedang bindung dan terus-menerus bertanya kepada kita OAP sendiri, mulai dari rakyat di kampung-kampung sampai Gubernur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,

  • Kalian OAP benar-benar mau merdeka dan berdaulat di luar NKRI, atau hanya tipu-tipu minta porsi jatah makanan lebih besar dari NKRI?
  • Kalau benar-benar mau keluar dari NKRI, mengapa masih ikut memberikan suara dalam pemilihan-pemilihan umum NKRI?

Apakah kalian tidak tahu bahwa suara kalian sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diserahkan kepada NKRI, dan oleh karena itu, kalian OAP menjadi tidak punya hak untuk minta yang lain di luar itu? Dan kalian minta merdeka tetapi masih ikut Pemilu NKRI membuatr orang di dunia menjadi bingun? Apakah kalian tahu ini?

Dalam demokrasi dikenal “Suara Rakyat – Suara Tuhan”, dan sekarang rakyat West Papua memberikan suara kepada Joko Widodo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, Lukas Enembe untuk menjadi Gubernur Provinsi Papua dan Mandatjan untuk menjad Gubernur Papua Barat, lalu “Suara Rakyat – Suara Tuhan” yang sama lagi minta Papua Merdeka, maka kita secara jelas-jelas menciptakan persoalan bagi kita sendiri.

Dengan alasan itulah, Gen. TRWP Tabi menganjurkan kepada pasukan TRWP baik yang ada di MPP maupun di Markas-Markas Pertahanan Daerah untuk tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemilihan umum dari pihak penjajah.

Dikatakan selanjutnya bahwa Gen. TRWP Mathias Wenda akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) kolonial NKRI 2019, dan juga akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua.

Oleh karena itu disampaikan kepada seluruh masyarakat OAP maupun kaum pendatang (Amberi) untuk menghargai pendapat dan hak asasi OAP untuk TIDAK MEMILIH dan memilih menjadi Golput dalam Pemilu 2019.

Dikatakan Gen. TRWP Tabi bahwa

Semua OAP yang mengikuti Pemilu setiap ada kegiatan demokrasi di Indonesia seharusnya mengaku terus-terang bahwa mereka itu adalah penghianat bangsa Papua dan penghianat negara West Papua. Hak mereka yang melekat mutlak kepada mereka di-sundal-kan dengan memberikan hak itu kepada pejabat NKRI dengan memilih penjabat NKRI, kemudian mengaku diri sebagai OAP yang cinta tanah air dan negara West Papua adalah sebuah perbuatan tercela dan tidak disukai oleh nenek-moyang dan anak-cucu bangsa Papua

Disayangkan Gen. Tabi bahwa sampai hari ini OAP sebenarnya tidak tahu berdemokrasi, tidak mengerti apa maksudnya memilih Presiden, memilih anggota DPRD, DPRP/DPRPB dan DPR RI.

OAP yang memilih mereka, lalu OAP yang mengeluh NKRI salah, NKRI bunuh kami, NKRI keluar dari Tanah Papua. Lalu siapa yang sebenarnya pilih mereka untuk menjajah mereka? OAP sendiri, toh?

 

 

 

AMP Komite Kota Yogyakarta Tolak Pemilu 2014 di Papua

Logo AMP
Logo AMP

Keberadaan Indonesia diatas tanah Papua merupakan aktivitas ilegal dan asing bagi rakyat Papua. Papua yang melingkupi Numbai sampai ke Merauke, dari Raja Ampat sampai ke Baliem (Pegunungan Bintang) dan dari Biak sampai ke Pulau Adi adalah sebuah wilayah koloni baru dari Indonesia, yang keabsahannya belum final dibawah hukum internasional.

Demokrasi (prosedural) ala neo-kolonialisme Indonesia hanya mampu menghipnotis rakyat Papua dalam setiap Pemilihan Umum (Pemilu), tetapi tidak berhasil menjamin kebebasan politik rakyat Papua dalam menentukan nasibnya sendiri. Jargon Pesta Demokrasi Indonesia di Papua, sangat jelas bertujuan untuk: (a) Melahirkan agen-agen kolonialisme; (b) Memperkokoh sistem kolonialisme Indonesia; (c) dan hegemoni neo-kolonialisme Indonesia.

Sistem demokrasi yang demikian telah menciptakan tatanan hidup rakyat Papua yang tercerai-berai, tata kehidupan yang diskriminatif, gaya hidup yang konsumeristik, Kesehatan dan Pendidikan yang materialistik, Sosial yang individualistik, Budaya yang hedonistik, Politik yang oportunistik, Ekonomi yang liberalistik, Agama yang eksploitatif.

Dalam kondisi yang tidak menentu itu, rakyat Papua digiring dalam perspektif demokrasi yang menghendaki -dan praktis membuat rakyat Papua sebagian, khususnya para elit politik partai menjadi budak yang tunduk menerima praktek partainya. Mereka hanya menjadi dan dijadikan boneka yang tidak berdaya dan pasrah menerima semua paket politisasi kebijakan Jakarta.

Kita sedang menyaksikan Otonomi Khusus (Otsus) yang dipaksakan sebagai solusi, lalu dibenturkan dan digagalkan Jakarta dengan kebijakan lain, lalu saat ini mencoba ditambal sulam lagi dengan Otsus Plus (Pemerintahan Papua). Pada saat yang sama, harga diri orang Papua dipermainkan ketika MRP, DPRP, dan Gubernur di Papua tidak memiliki kewenangan apapun, tidak berdaya, tidak dihiraukan, atau kasarnya hanya dijadikan boneka penguasa yang tunduk pada perintah Jakarta.

Mental nurut dan mental budak tidak ada dalam sejarah dan budaya orang Papua. Itu hanya ada dalam sejarah Indonesia vs Belanda dan kini praktek kolonialisme ini diterapkan di Papua. Pemerintahan sipil di Papua hanya menjadi boneka Jakarta dan tata kendali diambil oleh pemerintahan militer Indonesia di Papua.

Pemilu 2014 akan menjadi ajang perburuan neo-kolonialisme dan kapitalisme di Papua. Kepentingan neo-koloalisme akan menempatkan agen-agen penguasa lokal dan nasional dalam mengamankan kepentingannya. Yang tersisa dari agenda kolonial hanya konflik berdarah demi keutuhan NKRI dan kapitalisme. Rakyat hanya puas dengan janji utopis dari para kandidat Caleg dan Capres. Selanjutnya penjajahan berlanjut, penindasan berlanjut, pemusnahan berlanjut.

Indonesia tidak akan peduli pada hak berdemokrasi, yaitu hak memilih dan dipilih. Sebab, cara-cara represif, rekayasa dan manipulasi hak suara sudah pernah dimulai sejak pelaksanaan PEPERA 1969 di Papua, dan praktek berdemokrasi yang bobrok itulah yang masih terus diterapkan. Oligarki kekuasaan menjadi nyata tatkala rezim Indonesia dipegang oleh para Jendral militer yang punya record pelanggaran HAM di Papua nanti.

Hak politik bangsa Papua dalam Pemilu Indonesia tidak berarti untuk melegitimasi Penguasa Indonesia diatas tanah Papua. Keterlibatan rakyat dalam Pemilu bukan merupakan kesadaran kolektif rakyat Papua. Tetapi secara real, merupakan manifestasi dari hegemoni Jakarta yang memaksa rakyat Papua untuk, mau tidak mau, suka tidak suka, ikut meramaikan dalam ketidakpastian harapan.

Cita-cita rakyat Papua harus diuji dalam suatu proses demokrasi yang umum dan tuntas, khusus terhadap rakyat Papua lewat hak menentukan nasib sendiri. Hal itu untuk menguji ideologi dan nasionalisme kebangsaan Papua dan Indonesia. Sebab legitimasi politik tanpa dilandasi nilai nasionalisme dan ideologi pada hakekatnya mubazir alias tiada arti. Artinya, orang Papua yang ikut Pemilu tetapi tidak berlandaskan pada cita-cita ideologi dan nasionalisme Indonesia itu percuma. Itu justru merupakan simbolisme demokrasi.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia dan para elit lokal Papua yang sedang bergeming dalam Pemilu Indonesia harus berhenti memberikan harapan utopis, karena tidak mungkin penjajah dan yang terjajah hidup sejahtera. Yang terjajah harus diberikan ruang dan hak untuk memilih nasibnya sendiri. Praktek demokrasi dalam negara-bangsa yang merdeka akan bermakna bila rakyat bangkit menentukan pilihan berlandaskan ideologi dan nasionalismenya sendiri.

Dengan kenyataan seperti ini, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta, sesuai dengan sikap penolakan AMP Pusat, menyatakan dengan tegas, menolak Pemilu 2014 di tanah Papua.

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta.

Telius Yikwa
(Sekertaris)

Penulis : Admin MS | Senin, 31 Maret 2014 19:12,MS

KNPB & Rakyat Tidak Kompromi Dalam Pemilu & Pilkada Indonesia”

Aksi demo KNPB (Dok. Jubi)
Aksi demo KNPB (Dok. Jubi)

HIMBAUAN DAN SERUAN UMUM

Kami menyampaikan kepada rakyat West Papua dan seluruh anggota dan pengurus KNPB dimana saja berada, bahwa menghadapi Pemilihan Umum Indonesia, Pemilihan Gubernur Indonesia, Bupati Indonesia atau DPR Indonesia  diatas tanah Papua, KNPB telah menyatakan sikap tegas bahwa:

1. Keberadaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia dan semua agenda kolonial Indonesia diatas tanah Papua, termasuk pemilihan-pemilihan kepala daerah (Gubernur, Bupati atau DPRD/P) adalah sesuatu yang illegal dan merupakan bagian dari praktek penjajahan itu sendiri.

2. Hak politik rakyat West Papua belum sah dan berlaku dalam pemilihan jabatan politik kolonial Indonesia diatas tanah Papua, sebab status politik wilayah Papua Barat dalam NKRI belum final, dimana hak politik orang Papua dalam Pepera 1969 dimanipulasi, digadai, dan dicederai dalam rekaya pelaksanaan prinsip one man one vote.

3. Praktek berdemokrasi Indonesia dalam Pemilu, Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati atau DPRP/P yang sangat sarat dengan nafsu atau ambisi kedudukan, kehormatan dan uang adalah suatu  pembodohan dan penghancuran terhadap tatanan nilai-nilai adat dan budaya melanesia. Malpraktek penyelenggaraan Pemilu Indonesia di West Papua telah berdampak pada hancurnya rasa nasionalisme, persatuan dan kesatuan serta solidaritas bangsa Papua dalam hidup dan perjuangannya.

4. Apapun kebijakan Indonesia di West Papua, dan sebagus apapun visi dan misi  dari antek-antek kolonial yang menjadi kandidat Gubernur, Bupati atau DPRP/D yakinlah bahwa itu hanyalah  retorika, itu hanyalah utopis atau sesuatu yang mustahil terwujud. Sebab, ada nubuat: “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi,dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Pdt. Izaac Samuel Kijne, Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925).

5. Setiap orang Papua yang ikut aktif dalam segala kebijakan kolonial Indonesia (termasuk Pilkada), bagi Indonesia dan di mata dunia adalah bukti loyalitas bangsa Papua terhadap kolonial Indonesia. Hal tersebut, tanpa disadari, akan mematikan semangat perjuangan dan simpati internasional terhadap perjuangan banga Papua Barat untuk bebas dari kungkungan negara kolonial Indonesia.

Berdasar pada alasan-alasan tersebut diatas, dan demi kehormatan identitas, martabat dan harga diri bangsa Papua Barat, dan demi perjuangan yang mulia, kami menyatakan dengan tegas kepada rakyat dan anggota KNPB bahwa:

1. Rakyat West Papua, dan seluruh anggota KNPB  tidak terlibat untuk memilih dan ikut menyukseskan Pemilihan Gubernur Indonesia, Bupati Indonesia atau DPR Indonesia diatas tanah Papua.

2. Rakyat West Papua, anggota KNPB dan para antek-antek kolonial yang menjadi calon Pilkada agar berhenti menjadikan perjuangan Papua Merdeka atau organisasi KNPB atau organisasi perjuangan lain sebagai alat tawar menawar atau bahan jualan untuk kepentingan pribadi, kelompok dan atau untuk mendulang suara rakyat yang sedang tertindas.

3. Bila ada anggota atau pengurus KNPB yang terlibat dan melakukan hal-hal tersebut diatas, maka pengurus Pusat KNPB akan memperlakukan sikap tegas sesuai prinsip-prinsip organisasi yang berlaku.

Demikian surat himbauan dan seruan ini dibuat sebagai perhatian bersama demi mempertahankan nilai dan harga diri perjuangan bangsa Papua.

“Kita Harus Mengakhiri

Port Numbay, 13 Januari 2013

Hormat kami,

Victor F. Yeimo

Ketua Umum KNPB

Ones Suhuniap

Sekretaris Umum

 Tembusan Yth:

1. Ketua Parlemen Nasional West Papua [PNWP], di Penjara Kolonial Indonesia Abepura

2. Panglima-Panglima Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [TPN.PB] di Setiap Markas

3. Benny Wenda, Koordinator Diplomat Internasional di London, Inggris

4. Pengurus-pengurus Wilayah KNPB di Wilayah

January 13, 2013, KNPB

Tapol Papua, Filep Karma, dkk Menyerukan Rakyat Papua Boikot Pilgub

Jayapura – Tahapan Politik Papua, Filep KarmaBuctar Tabuni, Jafray Murib, Forkorus Yaboisembut, Selfius Bobii, Edison Waromi, Agus Krarr, Dani Kogoya, Yusak Pakage, Darius Kogoya, Timur Wakerkwa dan kawan-kawan  menyuruhkan kepada seluruh rakyat  Papua untuk memboikot Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Papua yang dijadwalkan 29 Januari 2013 mendatang.

Seruan yang disampaikan kepada majalahselangkah.com, Sabtu, (21/12)  itu berisi empat poin. Poin pertama seruan berbunyi,

“Jangan ikut memperpanjang penjajahan, penderitaan dan pembunuhan di atas tanah Papua dengan mengikuti pemilihan gubernur/wakil gubernur provinsi Papua”.

Pada poin kedua mereka mengatakan,  jika pemilihan gubernur/wakil gagal, maka kita akan minta referendum.

Selanjutnya, pada poin ketiga mereka sampaikan ucapakan terima kasih kepada rakyat Papua.

“Terimakasih atas dukungannya. Tuhan pencipta alam raya memberkati kitong semua,”

kata mereka.

Seruan yang poin empat ditutup dengan pernyataan singkat, ‘Bangsa Papua merdeka!’ itu disampaikan kepada semua orang  yang tinggal di hidup di Papua.

“Kepada semua sodara kami yang non Papua, semua sodara kami yang asli Papua serta semua sodara kami yang darah campuran, yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan dan  sungguh mencintai rakyat bangsa Papua – tanah Papua,”

tulis mereka.

Dikethui, Philip Karma adalah pegawai di Kantor Gubernur Papua dan Yusak adalah mahasiswa Universitas Cenderawasih, Jayapura. Mereka diajukan ke pengadilan karena memobilisasi massa untuk menaikkan bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, 1 Desember 2004. Pengibaran ini dilakukan untuk memperingati HUT ke-43 Organisasi Papua Merdeka.

Sementara,  Yoboisembut, Edison Waromi, Dominikus Sorabut, Agust Kraar, dan Selpius Bobbi dianggap terbukti bersalah mendirikan negara dalam negara, saat kongres Papua III di lapangan Zakeus, Abepura, 16-19 Oktober 2011 lalu.  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura, beranggotakan lima orang yang diketuai Jack Oktavianus, Jumat (16/3), akhirnya menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada lima orang tersebut.

Lalu, Ketua Parlemen Nasional Papua Barat, Buchtar Tabuni divonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Klas IA Kota Jayapura, Selasa (25/9) lalu. Buchtar dinyatakan bersalah terlibat perusakan kantor Lembaga Pemasyarakatan Abepura, 3 Desember 2010.

Buchtar Tabuni juga pernah dipenjarakan selama 3 tahun karena ia dianggap tokoh yang mengkoordinir puluhan ribu orang Papua pada berbagai aksi untuk menuntut referendum. Puncaknya ia ditangkap pada aksi demonstrasi damai di Jayapura untuk mendukung peluncuranInternational Parlementarians for West Papua ( IPWP)(MS)

Sat, 22-12-2012 21:32:15 , MS

Jayawijaya: FKPL Menolak tegas hasil Rekapan Suara

PERNYATAAN SIKAP – FORUM KORBAN PEMILU LEGISLATIF 2009 KABUPATEN JAYAWI JAYA PAPUA
(FKPL-2009)

Terkait proses pelaksanaan PEMILU tanggal 9 April 2009

Kabupaten Jayawi Jaya dan Kabupaten Pemekaran eks Jayawi Jaya Pegunungan Tengah Papua. Maka Forum Korban Pemilu Legislatif 2009, (FBKPL-2009), menolak tegas karena :

Rakyat tidak memilih DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD secara serentak pada tanggal 9 April 2009 sesuai jadwal KPU tapi sebaliknya rakyat hanya memilih wakil DPRD Kabupaten/ Kota.

Rekapan Berita Acara yang dibawa ke KPU Kabupaten Jayawi Jaya untuk DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD sepenuhnya rekaya oknum pelaksana KPPS, PPD dibawah tekanan dan ancaman di pecat kalau tidak memenangkan partai dan Caleg tertentu sesuai pesanan penguasa (Bupati, Camat dan Desa).Rekapan Berita Acara PPD terkait Caleg DPR Propinsi, DPR RI pusat dan DPD tiap Distrik bukan hasil rekapan dari TPS, tapi sepenuhnya rekayasa oknun PPD didalam kamar tertutup.

Rekapan Suara Berita Acara adalah kesepakan yang dibuat di tempat lain yang tidak disaksikan oleh saksi Parpol peserta Pemilu 2009. Rekapan Suara Berita Acara oleh PPD yang di bawa ke KPU adalah sepenuhnya bukan aspirasi rakyat langsung, umum, adil, jujur dan rahasia tapi di lakukan secara sembunyi sesuai pesanan dan tekanan penguasa (Bupati, Camat dan Desa).

Maka Forum Korban Pemilu Legislatif 2009, (FKPL-2009) menyatakan sikap :

Menolak tegas hasil Rekapan Suara Berita Acara yang dibuat oleh PPD semua Distrik Kabupaten Jayawi Jaya. Rekapan

Suara Berita Acara di bawa ke KPU Jayawi jaya adalah tidak sahMengutuk keras penyelenggara pemilu dari tingkat Desa sampai Distrik/Kecamatan dan Bupati Kabupaten Jayawi Jaya yang melakukan, manupulasi suara rakyat dan sarat nuansa money politic, sehingga pelaksanaan pemilu untuk DPR Propinsi, DPR RI dan DPD menjadi tidak sah dan cacat hukum.

Demikian surat pernyataan sikap penolakan hasil pemilu 2009 Kabupaten Jayawi Jaya dan Eks Kabupaten Jayawi Jaya dilapiri kronologis pelanggaran.

FORUM
BERSAMA KORBAN PEMILU LEGISLATIF 2009
(FBKPL-2009)

Wamena Papua 20 April 2009

Ketua
Umum
ISMAN ASSO

Sekretaris

THAHA MUDE ASSO

Tembusan :

PANWAS
1. Kabupaten Jayawi JayaKPU
2. Kabupaten Jayawi JayaKapolres
3. Kabupaten Jayawi JayaBupati
4. Kabupaten Jayawi Jaya dan eks Kabupaten Jayawi JayaMasing-masing
5. Parpol peserta Pemilu 2009 Kabupaten Jayawi Jaya

Menolak Calon legislative Pemilu tahun 2009, bukan orang Papua Asli

KOALISI NASIONAL PEDULI PAPUA

(KNPP)

Akar persoalan

Papua adalah ketidakadilan social politik oleh hegemoni kekuasaan pemerintah Indonesia. UU Otsus Papua Nomor 21 tahun 2002, dan UU Nomor 25 tahun 2001 tentang Pemerintahan sendiri dan Perimbangan Keuangan harus dilaksanakan secara konsisiten. Jabatan politik,
BUMN dan birokrasi pemerintahan hanya milik orang Papua, kecuali militer, moneter, agama, dan hubungan luar negeri. Maka perebutan kekuasaan dan pengangkutan kekayaan alam secara gila dan keras kepala harus dihentikan, karena mengakibatkan ketidakadilan social, politik, ekonomi, bagi rakyat Papua.

Maka KOMITE NASIONAL PEDULI PAPUA (KNPP), menyatakan sikap :

Menolak Calon legislative Pemilu tahun 2009, bukan orang Papua Asli Calon legilative Pemilu tahun 2009 harus orang Papua Asli Mendesak Gubernur, DPRP dan MRP segera buat PERDASI dan PERDASUS sebagai payung hukum bagi perlindungan hak politik Rakyat Papua

KOMITE NASIONAL PEDULI PAPUA
(KNPP)

Jayapura 27 April 2009

Ketua Umum
Ismail Asso

Sekretaris

Silas Wetipo

Bupati Pegubin Sumbang Dana Rp. 1 M

JAYAPURA (PAPOS)-Selain mengutuk tindakan brutal sekelompok yang tidak dikenal atas pembakaran gedung Rektorat Universitas Cenderawasih (Uncen), bupati Pegunungan Bintang Drs. Welington Wenda, MSi, memprakarsai pembangunan kembali gedung itu dengan memberikan bantuan dana sebesar Rp.1 M.

Menurut Welinton, dana sebesar itu, tidak ada artinya jika dibandingankan dengan kerugian sumberdaya manusia yang akan terjadi sebagai akibat dari pembakaran tersebut.

Boikot Hukum Penjajah NKRI di Tanah Papua

Kepada semua pejuang HAM Papua,

Semua hukum Indonesia tidak berlaku di tanah Papua karena itu hukum
penjajah yang dikeluarkan untuk menguntungkan kaum elit Jawa dan untuk
terus menerus memberantaskan dan menindis masyarakat pribumi.

Karena itu maka masyarakat pribumi harus boikot semua hukum-hukum NKRI
yang di pakai oleh TNI ataupun POLRI serta badan-badan administratif
pemerintahan penjajah, karena keberadaan mereka di tanah Papua sama
sekali tidak di restui oleh masyarakat asli.

Mulai dari hari ini, boikot hukum-hukum yang di pakai dan dikeluarkan
oleh NKRI. Hukum yang sah di tanah Papua adalah hukum adat yang telah
turun temurun di pakai oleh setiap suku untuk masing masing mengurus
diri dan menghormati alam tanah Papua.

Django Raitnaw
Coordinator Papua
International Action for West Papua (IAWP)
Wamena
West Papua
http://www.koteka.net

TPS-TPS di Distrik Tinggineri Akan Dipindahkan – Untuk Cegah Gangguan TPN/OPM

PUNCAK JAYA – Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe, SIP mengatakan, setelah dilakukan koordinasi dengan pihak keamanan yaitu TNI/Polri yang bertugas di Kabupaten Puncak Jaya bahkan KPUD dan semua pimpinan partai politik (parpol) serta panwaslu untuk menyepakati setiap TPS di daerah Distrik Tingginambut, khususnya di daerah Tinggineri, tempat keberadaan TPN/OPM maka TPS-TPSnya akan dipindahkan di sepanjang jalur darat Wamena menuju Mulia dimana ada pos-pos TNI/Polri.

Hal ini dikatakan Bupati Enembe kepada Cenderawasih Pos usai menyampaikan orasi politiknya saat kampanye di Distrik Abenaho, Kabupaten Yalimo, Kamis (2/4).

Ia menjelaskan, pihaknya telah memanggil Danki Brimod untuk memperbaiki jembatan di Gurage yang diputuskan oleh TPN/OPM dan bahkan sudah dilaporkan bahwa jembatan tersbut sudah bagus dan sudah bisa dilalui kendaraan roda empat maupun roda dua. Dengan demikian, Bupati Enembe melihat kendaraan sudah kembali normal mulai kemarin lalu bahkan Bupati perintahkan kepada pos yang ada di Distrik Ilu supaya mengawal kendaraan yang masuk ke Kota Mulia dan begitu juga sebaliknya dari Mulia menuju Wamena.

“Saya berencana akan melakukan perjalanan darat dari Ilu ke Kota Mulia untuk melihat apakah jembatan tersebut sudah bisa dilalui oleh kendaraan sehingga dalam kondisi apapun pemilu di Kabupaten Puncak Jaya khususnya di Tingginambut tetap akan dilakukan,”ungkapnya.

Menurut Bupati Lukas, tidak ada masalah untuk Tinginambut sebab TPS yang ada di tingkat kampung dan desa sudah pindahkan disepanjang jalur Wamena menuju Mulia dan dimana ada pos TNI/Polri karena itu merupakan kesepakatan bersama untuk pemindahan lokasi tersebut. Pelaksanaan pemilu akan tetap dilaksanakan karena ini merupakan agenda nasional yang tidak bisa dibatalkan sebab ada 30 lebih TPS yang akan dipindahkan sehingga jangan sampai gangguan dari pihak TPN/OPM mengacaukan pemilu. (nal)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny