Publikasi Dokumen Rahasia A.S. dan Langkah Perjuangan Kemerdekaan West Papua

Publikasi dokumen rahasia Amerika Serikat oleh tiga lembaga resmi negara Paman Sam beberapa hari lalu mendapatkan berbagai macam tanggapan dari sejumlah pihak, baik di Tanah Papua maupun di Indonesia. Tanggapan curiga, tidak ada apa-apa, dan tanggapan menentang muncul dari Indonesia. Dari Tanah Papua, ada kesan seolah-olah kita dapat memanfaatkan dokumen rahasia dimaksud untuk mengkampanyekan Papua Merdeka. Semua fakta dan data yang tersedia bermanfaat, tergantung siapa, kapan dan di mana fakta dan data tersebut dimanfaatkan.

Bagi bangsa Papua, telah terbuka diketahui dunia sekarang bahwa memang ada rekayasa, ada campur-tangan asing, ada kepentingan di luar aspirasi bangsa Papua yang mendorong dan melindungi, membela dan megizinkan invasi militer, operasi militer, pendudukan dan penjajahan NKRI di atas wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua yang berhasil disiapkan tanggal 1 Desember 1961 dan diproklamirkan 10 tahun kemudian: 1 Juli 1971.

Dalam kondisi bangsa Papua berada di tengah dukungan politik kawasan paling sukses dan dukungan politik internasional yang sudah memasuki tahap awal, maka kita semua harus menyadari bahwa kita tidak larut dalam sejarah masa-lalu, berlama-lama dalam menyesali, memarahi, merenungkan dan mengungkit-ungkit masa lalu yang jelas-jelas sudah berlalu. Kita harus belajar untuk menengok ke belakang dalam waktu sekejap dan dengan dasar itu merancang dan menatap masa depan secara bijak.

Masa depan perjuangan Papua Merdeka sudah memasuki tahapan yang sangat menentukan, di mana lembaga eksekutif dan legislatif dalam perjuangan Papua Merdeka sudah mengerucut. Kini Tanah Papua memiliki lembaga perjuangan seperti Presidium Deawn Papua (PDP), West Papua National Authoriry (WPNA), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK), Dewan Adat Papua (DAP) dan organisasi pemuda serta angkatan bersenjata yang menyebar di seluruh Tanah Papua.

Di saat yang sama, kita telah memiliki United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai calon lembaga pemerintahan, eksekutif yang menjalankan fungsi pemerintahan Negara West Papua. Sejajar dengan itu, kita punya Pemerintahan Negara Federal Republik Papua Barat (NRFPB) dengan Presiden Forkorus Jaboisembut. Kita juga sudah punya PNWP dan Dewan Parlemen Nasional yang berfungsi sebagai legislatif dalam organisasi pemerintahan berdasarkan prinsip Trias Politica.

Kita akan memiliki pilar Judicative, kepolisian dan tentara nasional di waktu tidak lama lagi.

Yang terjadi di kawasan Pasifik Selatan begitu menarik. Negara-Negara Pasifik Selatan telah siap dan matang untuk menerima negara dan pemerintahan baru dari Tanah Paupa, bernama Negara Republik West Papua, dengan pemerintahan West Papua, berdasarkan Undang-Undang Negara West Papua.

Dipimpin oleh pemerintahan Republik Vanuatu dan Solomon Islands telah terbangun solidaritas tidak hanya di dalam kawasan Melanesia, tetapi telah menyebar ke seluruh Pasifik Selatan dan sudah merintis kerjasama dukungan di kawasan Melanesia – Afrika dan Melanesia – Eropa.

Para pemimpin negara-negara kepulauan Pasifik Selatan telah dengan nyata dan terbuka menyampaikan dukungan mereka atas kemerdekaan West Papua di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kalau kita masuk kelas-kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, membaca syarat pendirian sebuah negara, maka kita harus terus-terang, sebagian besar syarat pendirian sebuah negara sudah didapatkan, sudah diraih, sudah ada di tangah.

Yang belum diwujudkan saat ini ada dua: Negara West Papua tidak memiliki pemerintahan, dan kedua, untuk menjalankan pemerintahan itu, Negara West Papua belum memiliki Undang-Undang yang menunjukkan bangunan negara West Papua sebagai cara masyarakat modern mengorganisir diri dalam lembaga bernama “negara-bangsa”.

Oleh karena itu, apa yang harus kita katakan bilamana ada oknum, ada lembaga, ada kelompok, ada pihak yang beranggapan, berusaha menghalang-halangi, dan menunda-nunda proses pembuatan Undang-Undang Negara West Papua dan pembentukan pemerintahan Pemerintahan Semantara Republik West Papua?

Bukankah mereka itu mush aspirasi bangsa Papua?

Bukankah mereka menjalankan tugas, fungsi dan misi NKRI?

Ingat, Papua Merdeka tidak harus berarti marga Papua, kulit hitam, rambut keriting! Dia lebih dari itu! Karena politik Papua Merdeka, nasionalisme Papua BUKAN etno-nasionalisme, tetapi sebuah nasionalisme berdasarkan filsafat, teori dan prinsip demokrasi modern yang menyelamatkan planet Bumi dari kepunahan.

Amunggut Tabi: ULMWP Akan Dikecilkan NKRI Sebagai Sekelompok Orang Papua di Luar Negeri Saja

Menanggapi perkembangan politik regional belakangan ini, dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyampaikan pesan singkat kepada Papua Merdeka News (PMNews) bahwa ada peluang NKRI akan mengecilkan posisi representasi ULMWP bagi bangsa Papua.

Catatannya berbunyi,

Tolong dikasih tahu, bahwa isu dari PIS (Papua Intelligence Service) mengatakan PNG sudah setuju dengan NKRI bahwa ULMWP tidak mewakili semua komponen bangsa Papua di West Papua. ULMWP harus ambil langkah-langkah melibatkan semua komponen di dalam negeri. Sekian!

PMNews mengajukan pertanyaan balik kepada MPP TRWP mempertanyakan apa yang harus dilakukan oleh ULMWP saat ini, dan dibalas dengan singkat,

Sudah kasih tahu mereka banyak kali, sudah lama kita bicara to, jadi mau bicara apa lagi? Pakai bahasa apa lagi? Dalam kondisi apa lagi ktia harus bicara? Semua sudah dimuat di PMNews, to? Atau ada pesan kami yang tidak pernah dimuat di situ?

PMNews membalasnya bahwa belakangan ini sebenarnya PMNews banyak berkeberatan menyiarkan banyak informasi dari PIS, tetapi karena diperintahkan oleh MPP TRWP, maka terpaksa disiarkan.

Dibalas dari MPP TRWP bahwa pesan-pesan yang dikirim ke PMNews itu pesan untuk konsumsi publik, bukan bersifat rahasia. Kita jangan jadikan perjuangan Papua Merdeka sama dengan janji kedatangan Yesus kedua kali yang tidak tahu tanggal dan bulan berapa, selalu dijadikan barang keramat dan barang sulit disebut, dijamah, diramal. Papua Merdeka harus dibawa keluar, ke ruang publik, ke diskusi publik, ke pengetahuan publik, ke debat publik, bukan hanya di blog dan facebook.com tetapi di semua kampung, di hutan, di kantor, di mobil, di perahu, …

PMNews tidak bisa menahan pertanyaan sehingga, dalam rangka mengakhiri pesan ini, PMNews tanyakan “Kira-kira bisa disebutkan satu saja langkah terpenting sekarang?” Maka jawaban yang disampaikan adalah sbb.:

Satu? Pertama-tama ULMWP harus membuka pendaftaran keanggotaans supaya PDP, LMA, DAP, DeMMAK, AMP, MRP, KNPB, dan lain-lain semua mendaftarkan diri menjadi anggota ULMWP. Itu dulu. Kalau minta satu saja itu dulu. Begitu baru bicara “saya mewakili West Papua”. Kalau tidak, dasarnya apa? Ini bukan panggung sulap! Ini panggung politik real.

 

ULMWP Stop Sibuk yang Lain: Harus Mempersatukan Program dan Langkah-Langkah

Ada sejumlah hal berkembang di kalangan aktivis Papua Merdeka, menyebarkan berita dan email secara terbuka dan tertutup, berisi berbagai isu dan hasil diskusi yang dilakukan ULMWP selama ini. Dari PIS (Papua Intelligence Service) didapati pesan-pesan bahwa BIN/ NKRI sudah aktiv bekerja, dan kini bergerilya dengan bebas di dalam ULMWP.

Berikut beberapa indikatornya:

Indikator pertama ialah memerintahkan ULMWP untuk segera mempersatukan para panglima dan komandan gerilyawan di rimba New Guinea.

Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

Apakah Oktovianus Motte dan Benny Wenda tahu hal ini? Tentu saja tidak. Dari segala hal yang mereka lakukan belakangan ini menunjukkan, mereka justru melangkah ke arah skenario NKRI.

Indikator kedua, para pejabat ULMWP lebih sibuk bicara tentang siapa SekJend, Siapa Jubir, siapa Dubes, siapa Kepala Kantor dan sebagainya. Tidak ada satu-pun dari personnel inti ULMWP yang menyampaikan visi/ misi dan program yang jelas dan gamplang, profesional dan tertulis jelas kepada bangsa Papua dan kepada para negara Melanesia yang mendukung Papua Merdeka.

Kita menjadikan perjungan Papua Merdeka sama dengan nuansa “kedatangan Yesus untuk kedua kalinya”, semuanya serba rahasia, semuanya serba tidak pasti, semuanya serba raba-raba. Semua orang tahu Yesus akan datang, semua orang tahu dunia akan kiamat, tetapi siapa tahu kapan itu akan terjadi? Semua orang West Papua diberitahu, semua orang Melanesia diberitahu West Papua mau merdeka, tetapi kapan, bagaimana? Tidak jelas.

Masing-masing pimpinan ULMWP merasa curiga, merasa tidak percaya, merasa tidak bisa kerjasama. Belum dilakukan usaha-usaha kerjasama, ktai sudah punya kesimpulan bahwa kita tidak bisa kerjasama. Dan oleh karena itu kita beranggapan pemimpin yan gada harus diganti.

  • Wahai bangsa Papua, ini namanya Politik devite et impera, politik adu-domba ajaran Belanda yang digunakan NKRi saat ini.
  • Wahai pimpinan ULMWP, siapapun yang mengajak engkau untuk mengatur pergantian pengurus, hendak-lah kau hardik dan katakan, “Enyahlan engkau wahai iblis, karena saya pemimpin bangsa Papua, tunduk kepada aturan kebersamaan dengan prinsip “Ap Panggok“. (Ap panggok adalah filosofi perjuangan Koteka, yang artinya perjuangan saya sukses karena perjuangan-mu, bukan karena perjuanganku semata).

Indikator ketiga, ULMWP masih bermental budak, tidak sama dengan para pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Indikator utama mental budak ULMWP ialah “lebih percaya kepada kulit putih dan negara-negara barat daripada percaya kepada diri sendiri dan ras dan bangsa sendiri!’

Kalau orang barat bilang, “Kita ke Geneva, bicara HAM, maka ULMWP ke sana, ramai-ramai ke sana.” Kalau dunia barat perintahkan, “Jangan pakai kata revolusi dalam organisasi atau undang-undang West Papua“, maka mereka berikan komentar seolah-olah mereka paham atas apa yang dimaksudkan sang majukannya.

Mental budak yang lain ialah selalu melihat NKRI dan sekutunya ialah penentu kemerdekaan West Papua, penghambat kemerdekaan West Papua, penyebab penderitaan bangsa Papua. Budak tidak punya kemerdekaan, ia bertugas bekerja untuk majikannya. Ia tidak punya pilihan. Sama saja. ULMWP menjadi tak punya kemerdekaan pada dirinya sendiri. Ia berdiri untuk menyalahkan NKRI dan sekutunya.

 

ULMWP Harus Medeka Dulu untuk Memerdekakan Bangsa Papua

Untuk merombak nasib ULMWP seperti ini, sudah saatnya pertama-tama, ULMWP tampil sebagai sebuah organisasi yang profesional. Ciri-ciri organisasi modern, atau profesional ialah

Pertama, ULMWP harus punya aturan main yang jelas. Dalam hal ini ULMWP tidak tepat memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), karena ULMWP adalah sebuah lembaga perwakilan dari sebuah bangsa dan negara dalam penantian, bukan sebuah LSM. Oleh karena itu, ULWMP harus memiliki sebuah Undang-Undang Republik West Papua, entah itu mau dikatakan “Sementara” karena takut menggunakan “Revolusi” atau nama apa saja tidak menjadi masalah.

Yang penting ULMWP harus memiliki Undang-Undang, bukan AD/ART.

Dalam Undang-Undang inilah ditentukan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan West Papua, termasuk masa jabatan, syarat-syarat pejabat dan pemimpin, pejabat negara, dan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan Republik West Papua.

Dengan demikian ULMWP tidak perlu kita bermentalitas Melayo-Indos yang tiap bari berpikir dan bergerak untuk merebut jabatan, tetapi tidak pernah berpikir murni untu membangun NKRI. Waktu dan tenaga kita akan habis untuk memperebutkan jabatan, bukan untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

Kedua, ULMWP harus membuka pendaftaran bagi atau mengundang untuk bergabung kepada organisasi orang Papua lain di mana-pun mereka berada untuk mendaftarkan diri. Pertama-tama, ULMWP harus mengundang Presidium Dewan Papua (PDP) dan memberikan posisi yang layak. Kedua ULMWP harus memberikan undangan dan status yang jelas kepada Dewan Adat Papua (DAP), dan Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK). ULMWP juga harus memberikan status yang jelas terhadap West Papua Indigneous Peoples Association (WPIA) dan West Papua National Authority (WPNA).

Selama ini kita berjuang sangat memboroskan tenaga. Kita sendiri bangun sebuah organiasi perjuangan baru, lalu besoknya kita sendiri bunuh mati organisasi kita. West Papua bukan hanya terkenal dengan panggilan “tukang makan orang”, tetapi kita juga seharusnya dikenal dunia sebagai “tukang makan organisasi sendiri”. Kita kanibal politik (political cannibalist) murni sedunia.

Ketiga, ULMWP harus menulis sebuah “Scientific Paper”, karya ilmiah tentang perjuangan kemerdekaan West Papua.  Di dalam karya ilmiah ini, tercantum garis besar kebijakan, wajah negara West Papua, pemerintahan Negara West Papua, Kantor Pusat Koordinasi perjuangan Papua Merdeka, Profile dan Kontak Resmi Sekretariat ULMWP.

Alm. Dr. OPM John Otto Ondowame dan Prof. Glen Ottow Rumaseuw, MWS serta tulisan Alm. Sem Karoba telah memberikan gambaran ilmiah sebagai pijakan untuk dipakai dalam membangun “Negara West Papua”, yang dikemas dan dipresentasikan oleh ULMWP sebagai “pemerintahan bayangan dari “Negara Republik West Papua”.

Dari MPP TRWP, Amunggut Tabi Serukan Dukung Filep Karma tur keliling Jawa

Filep Jacob Semuel Karma, TAPOL/NAPOL Papua Merdeka, kini berada di pulau Jawa, berkeliling memobilisasi dukungan dari masyarakat Indonesia untuk penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Membaca pemberitaan yang disampaikan TabloidJubi.com maka kami dengan bangga mendukung langkah-langkah yang dilakukan Filep Karma saat ini.

Sekretariat-Jenderal TRWP menyerukan agar mahasiswa Papua yang berada di perantauan, terutama di Pulau Jawa dan Bali, dan Sulawesi agar mendukung dengan berbagai cara, lewat doa, tenaga, dana dan airmata, atas apa yang dilakukan salah satu tokoh Papua Merdeka hari ini.

Sepeningganan Theys Eluay, Willy Mandowen, Thom Beanal (peinsiun), Nicolaas Jowe (peinsiun), Nick Messet (peinsiun), Fransalbert Joku (peinsiun), Alex Derey (peinsiun), Jams Nyaro (alm.), Jacob Prai (peinsiun), Otto Ondawame (alm)., Andy Ayamiseba (peinsiun), dan banyak tokoh lainnya, maka kita punya tokoh Papua Merdeka yang sudah tampil ke depan, mengorbankan semua-muanya, berjuang murni untuk Papua Merdeka, antara lain

  • Benny Wenda,
  • Filep Karma
  • Buktar Tabuni
  • Oktovianus Mottee
  • Jacob Rumbiak
  • Markus Haluk
  • Forkorus Yaboisembut
  • Edison Waromi

dan banyak lagi yang tidak dapat kami sebutkan, yang sudah nyata tidak dapat diragukan lagi, lewat organisasi seperti

  • ULMWP
  • PNWP
  • KNPB
  • WPNA
  • NRFPB
  • DAP
  • PDP
  • DeMMAK
  • IPWP
  • FWPC
  • WPNCL
  • WPPRO
  • ILWP

dan banyak lainnya yang tujuan pendiriannya ialah memperjuangkan kemerdekaan West Papua harus bergabung bersama, dan mendayung dalam satu irama.

Mari kita bersatu dalam kata dan langkah.

Untuk saat ini, kami mengundang mari kita dukung kegiatan Filep Jacob Semuel Karma di pulau Jawa saat ini. Mari kita bangun kebersamaan, samakan irama dan nada, karena kita sudah punya lagu perjuangan yang sama.

Ribuan rakyat Papua hadiri pengucapan syukur atas capaian ULMWP

Wamena, Jubi – Ribuan rakyat Papua hadir dalam acara pengucapan syukur atas hasil yang dicapai rakyat Papua dalam upaya pembebasan bangsa Papua secara damai.

Pengucapan syukur ini dilakukan di Kantor Dewan Adat Lapago, Wamena, Kamis (6/10/2016).

“Ribuan orang yang hadir. Lebih banyak dari mereka yang datang saat pembukaan kantor ULMWP dan kantor DAP Lapago,” kata Dominikus Surabut, panitia pengucapan syukur ini.

Menurutnya, ibadah pengucapan syukur ini selain dihadiri oleh rakyat Papua, dihadiri juga oleh komponen pendiri United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yaitu Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), Parlemen Nasional West Papua dan West (PNWP) Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).

“Sebagai umat Tuhan, bangsa dan rakyat Papua harus mensyukuri apa yang digumuli selama bertahun-tahun ini. Tanggal 22-26 September lalu, suara bangsa dan rakyat Papua bisa didengar kembali oleh 173 negara anggota PBB. Ini hasil yang harus disyukuri,” kata Dominikus Surabut.

Markus Haluk, tim kerja ULMWP kepada Jubi mengatakan dalam pengucapan syukur ini, Sekjen ULMWP, Octovianus Mote menyampaikan pidatonya secara langsung melalui sambungan telepon.

“Sekjen ULMWP sampaikan ucapan terima kasih kepada rakyat yang sudah lakukan doa syukur. ULMWP, kata Sekjen terus akan berjuang hingga hak penentuan nasib sendiri terjadi bagi bangsa dan rakyat Papua,” kata Markus Haluk.

Pada sidang Majelis Umum PBB yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat, dari 13 hingga 26 September, 7 pimpinan negara-negara Pasifik mendesak Indonesia agar melakukan dialog konstruktif, serta PBB agar ikut turun tangan terkait pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat.

Ketujuh negara yang angkat bicara tersebut adalah Republik Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Republik Vanuatu, Republik Nauru, Tonga, dan Palau, pada 23 September.

Kepulauan Solomon yang merupakan ketua Melanesia Spearhead Groups (MSG) dan Pacific Islands Development Forum (PIDF) dalam sidang tersebut mengatakan masalah Hak Asasi Manusia dan penentuan nasib sendiri ibarat dua sisi koin, tak bisa dipisahkan dan sudah seharusnya berlaku juga untuk bangsa dan rakyat Papua. (*)

DAP Baliem Sambut Hibah Hellman/Hammett

Lemok Mabel, Ketua DAP Lembah Baliem(Jubi/ist)
Lemok Mabel, Ketua DAP Lembah Baliem(Jubi/ist)

Jayapura — Dewan Adat Papua wilayah Balim menyambut pemberian Hibah Helman/Hammett kepada Domminikus Surabut salah satu tokoh adat dari Papua. Dewan menyambut hangat dengan alasan hibbah ini mengingatkan semua pihak penegakan Hak Asasi Manusia itu sangat penting dan terus menjadi perhatian semua pihak.

Penghargaan ini membuka mata masyarakat bahwa penegakan HAM dan  perlindungan terhadap Sumber Daya Alam(SD) sangat  perlu,”

kata Lemok Mawel, ketua Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Balim, kepada tabloidjubi.com, Kamis (27/12).

Dia menambahkan, hibah ini bukanlah  suatu pencapaian hasil melainkan awal dari suatu perjuangan. Ini merupakan awal motivasi bagi pekerja HAM untuk lebih bersemangat lagi.

“Semangat kerja itu lebih penting dan  bukan hasil akhir,”

katanya.

Karena ini sebagai motivasi awal, kata dia, pihak dewan adat menyambut baik pemberian hibah ini.

“Kami DAP sangat menghargai itu karena ini dapat mendorong teman-teman aktivis untuk bekerja lebih serius lagi,”

katanya.

Dengan penghargaan ini, lanjut  Lemok, pihak DAP sangat berharap, para pekerja harus lebih aktif lagi melakukan adovokasi-advokasi.

“Advokasi-advokasi terhadap masalah kemanusian sangat penting yang sering kita lupakan,”

katanya.

Sementara itu, kantor Sekretariat Dewan Adat Balim mengadakan perayaan natal sekaligus syukuran atas penerimaan hibah Helmman/Hammett pada hari ini. “Kami syukuran sekaligus natal bersama di atas puing-puing kebakaran kantor dewan adat,” kata Engel Surabut, Staf Dewan adat Balim kepada tabloidjubi.com.

Sekedar diketahui bahwa kantor Dewan Adat Balim diduga telah dibakar oleh pihak kepolisian Resort Jayawijaya, pada 16 Desember malam. (Jubi/Mawel)

Thursday, December 27th, 2012 | 17:22:43, TJ

Kapankah Konflik di Atas Tanah Papua Berakhir

elluay
Theys Hiyo Elluay (3 November 1937-10 November 2001)(Jubi/ist)

Jayapura“Kami berjuang bukan untuk mendirikan negara Papua Merdeka, tapi kemerdekaan Papua Barat yang sudah ada supaya dikembalikan. Ingat kami rakyat Papua Barat tidak mendirikan negara di atas negara. Tapi pihak lain yang  mendirikan negara di dalam negara Papua Barat. Jadi pihak lain yang mendirikan negara di dalam negara Papua Barat.  Hak inilah yang harus diluruskan.

Begitulah kutipan wawancara dengan mendiang Theys Hiyo Elluay dalam buku berjudul, Babak Baru Perlawanan Orang Papua yang ditulis mantan Pemimpin Redaksi (Pemred) Tabloid Jubi, Mohammad Kholifan.

Elluay lebih mendorong perjuangan meluruskan sejarah Bangsa Papua dan memilih jalan damai lewat politik sopan santun. Bahkan salah satu pentolan Presidium Dewan Papua(PDP) lebih mengutamakan perjuangan harus melalui beberapa tahap.

Pertama, dialog terbuka antara masyarakat Papua Barat di Jakarta dengan masyarakat Papua di Provinsi Irian Jaya. Kedua dialog nasional antara masyarakat Papua Barat dengan Presiden BJ Habibie. Hasilnya tim seratus menghadap Presiden BJ Habibie.

” Pulang dan renungkan,”

pesan mantan Presiden BJ Habibie kepada tim seratus dari Provinsi Irian Jaya.

Ketiga, dialog, internasional antara Pemerintah Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat.

“Jadi kalau sudah merdeka perjuangan Papua Merdeka selesai,”

kata  almarhum Theys Hiyo Elluay. Sayangnya Elluay harus tewas sebelum menyelesaikan semua agenda dan cita-citanya untuk  mengembalikan hak merdeka orang Papua.

Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin dalam bukunya berjudul,  Integrasi Politik di Indonesia, menulis  jika dikaji dalam perpekstif sejarah, maka  puncak permasalahan integrasi politik Irian Jaya bermula pada perbedaan pendapat antara pihak Indonesia dan Belanda di dalam Konfrensi Meja Bundar(KMB) pada akhir 1949. Akibatnya kedua belah pihak bertekad untuk memperkuat posisi masing-masing.

Seiring dengan meningkatnya tekanan-tekanan  militer Indonesia, pada April 1961 Belanda mendirikan Dewan Nieuw Guinea atau  Nederlands Niueuw Guinea Raad. Pemerintah Belanda di Nederland Nieuw Guinea juga mendirikan pendidikan bagi calon Pamong Praja, mendirikan Polisi Papua dan Batalion Papua.

Melangkah lebih jauh lagi tulis Prof Dr Nazaruddin Sjamsudin, Belanda membentuk pula Komite Nasional Papua yang menggantikan Dewan Nieuw Guinea. Komite ini bertugas untuk merencanakan pembentukan sebuah negara Papua yang merdeka.

Perkembangan Komite Nasional Papua dan penaikan bendera Bintang  Kejora bersanding dengan Bendera Belanda di Kota Hollandia (Jayapura sekarang)  pada 1 Desember 1961. Momen inilah yang membuat Presiden Sukarno pada 19 Desember 1961 mengomandokan Trikora( Tiga Komando Rakyat) di alun-alun  Jogyakarta antara lain memerintahkan penggagalan pembentukan pembentukan negara Papua.

Pemerintah Indonesia dan Belanda sama-sama berpacu dengan waktu untuk mempersiapkan pilihan bagi rakyat Papua. Indonesia dengan tekadnya mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedangkan Belanda berusaha mendorong  Nenderlands Nieuw Guinea   menjadi negara merdeka melalui proses dekolonisasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI),  Muridan Wijoyo  menjelaskan Pepera itu digelar untuk menjalankan perintah dari perjanjian New York pada 1962, yang menyebutkan untukmemastikan apakah Papua bagian dari NKRI atau bukan harus dilakukan Pepera. Pepera 1969 dihadiri  sebanyak 1025 anggota Dewan Musyawrah Pepera(DMP) termasuk alm Theys Hiyo Elluay yang juga ikut sebagai perwakilan rakyat Papua. Berbeda dengan Muridan Wjoyo, penelitian ilmiah Prof. Dr. Droglever dari negeri Belanda  telah menyimpulkan kalau Penentuan Pendapat Rakyat Pepera), 1969 tidak demokratis, cacat hukum dan moral(Jubi/Dominggus A Mampioper)

Monday, December 17th, 2012 | 20:22:04, TJ

DAP: Kami Terus Dibunuh, Apa Salah Kami?

Wamena — Dewan Adat Papua wilayah Baliem, Pegunungan Tengah, Papua mempertanyakan keberadaan warga Papua yang diselimuti ketidakadilan, penderitaan, dan sebagai korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Ketua Dewan Adat Suku Hubulu, mengatakan, mereka justru menderita di atas tanah yang mereka tempati.

“Apa salah kami kepada pengusaha sehingga kami terus dibunuh, Tuhan apa salah kami? Kalau kami diperlakukan seperti ini di negeri leluhur kami, kami tidak pecaya lagi pada pemerintah,”

kata  Ketua DAP Baliem kepada wartawan di Honai DAP, Wamena, Papua, Senin (10/12) malam.

Selain itu, masyarakat adat mempertanyakan hak asasi manusia  sesungguhnya.  Mereka mempertanyakan, pelanggaran HAM di Papua dinilai sebagai tameng untuk menyembunyikan kepentingan penguasa di Indonesia.

“Kami rakyat Papua tidak lagi percaya dengan pemerintah dan adanya Komnas HAM,”

kata Ketua DAP Baliem lagi.

Anggota DNP Pegunungan Tengah, Alpius Wetipo melanjutkan, warga Pegunungan Tengah bingung dengan kehadiran aparat keamanan, sebab, kehadiran aparat keamanan justru menakutkan warga Papua, bukan membawa kedamaian.

“Aparat keamanan tidak menghargai kami rakyat Papua, mereka memperlakukan kami seperti sampah,”

kata Alpius Wetipo.

Kepala Kepolisian Negara Bagian Papua Barat wilayah Lapago, Pegunungan Tengah, Amos Wetipo mengatakan, jika rakyat Papua berteriak menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan, aparat justru menjadikan momen tersebut sebagai lahan untuk mengintimidasi dan membunuh rakyat Papua.

Karena menurut dia, sebaikanya masalah Papua diselesaikan dengan cara dialog Jakarta-Papua, sebelum adanya pemekaran, Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Papua.

Hal senada dikatakan Ketua Dewan Adat Suku Yali, Ismail Omaldoman. Ismail mengatakan, hendaknya dihentikan tindakan kekerasan terhadap orang Papua.

Senin pagi dan siang, masyarakat adat Jayawijaya berdoa dan merefleksikan hari HAM se-dunia. Bahwa masih terjadi pelanggaran HAM di Papua. (Jubi/Timo Marten)

Tuesday, December 11th, 2012 | 12:07:26, TJ

DAP Balim: Kasus Pirime Kepentingan Elit Birokrasi

Jayapura,  (29/11)—Ketua Dewan Adat Papua Balim (DAPB), Lemok Mabel menilai perlawanan fisik dan simbol elit birokrasi mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka(OPM)  menjelang hari-hari bersejarah dan keagamaan selalu ada di Papua setiap tahun. Perlawanan simbol dengan pengibaran bendera Bintang Fajar di sudut-sudut kota,  penyerangan pos TNI/Polri  atau penyerangan warga mulai terjadi tahun ini.

Perlawanan itu, menurut Lemok, bernuansa politis birokrasi pemerintah.

 “Berdasarkan kebiasan, menjelang hari-hari bersejarah dan hari-hari gerejani Papua terus terjadi aksi-aksi yang bermuatan politik  oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab demi kepentingan para elit di birokrasi dan kelompok yang tidak suka Papua damai,”

kata lemok lewat releasenya kepada www.tabloidjubi.com, Kamis (29/11). Kelompok yang tidak suka Papua damai itu, menurut Lemok, sudah mulai melakukan aksi penyerangan pos polisi dan anggota Polisi diPirime.

 Sekitar 50 orang dari kelompok bersenjata melakukan penembakan dan pembakaran terhadap Markas Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya, Papua, Selasa (27/11/2012). Tiga orang polisi tewas, termasuk Kapolsek Iptu Rofli Takubesi. Sementara dua anggotanya yang tewas ialah Briptu Daniel Makuker dan Briptu Jefri Rumkorem.

 Maka itu, DAP Balim menghibau. Pertama, kejadian di Pirime diselesaikan  dengan baik melalui aparat yang berwenang sesuai pendekatan hukum yang baik.

Kedua, Pada satu Desember, DAP BAlim menghimbau masyarakat tidak mengibarkan  bendera Bintang Fajar. Ketiga, masyarakat dihimbau jaga di setiap sudut kota dan yang mengibarkan bendera ditangkap dan diserahkan  ke pihak berwenang. (Jubi/Mawel)

Thursday, November 29th, 2012 | 20:03:03, www.tabloidjubi.com

 

Forkorus Kesal, AS dan Australia Dukung NKRI

Jumat, 07 September 2012 21:15, http://bintangpapua.com

JAYAPURA – Ketua Dewan Adat Papua( DAP) Forkorus Yoboisembut yang menyatakan dirinya sebagai Presiden Federasi Republik Papua Barat menyatakan penyesalan mendalamnya terhadap pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Ny. Hilari Clinton yang menyatakan bahwa Papua Barat bagian integral dari NKRI.

Pernyataan Menlu AS ini terungkap saat melakukan kunjungan ke Indonesia dan menemui Menteri Luar Negeri Indonesia, Mr. Natalegawa dan Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono 3 September 2012 lalu.

Pernyataan Hilary Clinton bahwa Papua Barat bagian integral Indonesia telah diberitakan juga oleh Voice Of Amerika pada 4 September 2012.

Forkorus Yoboisembut menyatakan penyesalannya juga kepada Perdana Menteri Australia Mr. Bob Carr yang juga menolak kemerdekaan Bangsa Papua Barat di Negeri Papua Barat. Menurut dia selama ini Pemerintah Australia dinilai kritis terhadap penegakan hak asasi manusia di Papua bahkan Perdana Menteri Australia menyatakan Australia tidak akan mendukung ide Papua sebagai sebuah negara berdaulat seperti dinyatakan Perdana Menteri Carr di Sidney, Minggu, 2 September 2012 sesuai pemberitaan TV Sky News dan pemberitaan Bintang Papua pada 3 september 2012.

Carr menyebutkan, dukungan atas kemerdekaan Papua akan benar benar menghancurkan hubungan Australia- Indonesia. Carr juga mengakui, Papua tak akan mampu berdiri sendiri sebagai negara merdeka dan akan kembali mempersulit posisi Australia yang dipastikan akan terkena dampak bila Papua Merdeka. Pernyataan Forkorus Yoboisembut ini disampaikanya dalam jumpa pers oleh Markus Haluk, Jumat( 7/9) di Perumnas I Waena Jayapura.

Pernyataan Forkorus yang disampaikan kembali Markus Haluk dalam jumpa pers dengan wartawan, menyatakan pernyataan Mr. Bob Carr sangat berlebihan. Carr dianggap lupa bahwa bangsa Papua sejak leluhur mereka telah mampu bertahan hidup dengan memelihara alam Papua secara tradisional sampai dengan pihak luar negeri mendatangi pulau Papua dan menjadikannya tanah jajahan.

Dalam pernyataan penyesalannya yang dibacakan Markus Haluk, dia menilai, pertama, pernyataan itu sangat merendahkan martabat harga diri rakyat Bangsa Papua Barat. Kedua, pernyataan seperti itu telah memberikan garansi atau jaminan kepada Pemerintah Indonesia untuk terus melakukan operasi militer di seluruh tanah air Papua Barat, dalam mempertahankan aneksasi tanah air Papua Barat, akibatnya akan terus terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam berbagai jenis dan bentuk seperti yan terjadi sejak 1962 hingga kini. Hal itu berarti tak sadar dan tak langsung Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat telah ikut melakukan perbuatan atau tindakan pelanggaran HAM diatas tanah air bangsa Papua Barat.

Ketiga, pernyataan itu telah membuat kami bangsa Papua Barat tak merasa aman, nyaman, damai sejahtera lahir dan batin, sebab pernyataan itu mengancam HAM manusia Papua dimasa lalu, kini dan mendatang. Keempat pernyataan itu menunjukkan adanya suatu sistim perserikatan penjajahan yang tak nampak di dunia( The Fact of the invisible union of colonial in the world).antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Amerika Serikat diatas tanah air dan bangsa Papua di negeri Papua bagian barat.

Kelima, Pernyataan seperti itu mem perlihatkan pemaksaan kehendak dengan mengedepankan kekuatan kekeuasaan secara diktator, berarti Pemerintah Indonesia, Australia dan Amerika Serikat telah berperilaku diskriminatif terhadap azas azas demokrasi dan nilai nilai hak asasi manusia bangsa Papua, serta mengabaikan prinsip prinsip hukum publik internasional hingga bangsa Papua dipaksakan menjadi bangsa Indonesia, hal ini dianggap sebagai akar permasalahan di atas tanah Papua bagian barat.

Namun demikian, bangsa Papua akan tetap terus berjuang secara damai dan demokratis serta menjunjung tinggi nilai nilai Hak Asasi Manusia dan hukum publik internasional untuk mempertahankan kemerdekaan negara bangsa Papua Barat, sebelum kami bangsa Papua menjadi termarjinal, minoritas dan punah diatas ngeri kami Papua Barat dari tindakan kejahatan aneksasi oleh pemerintah Indonesia. Ditengah rasa penyesalanya Forkorus juga menyampaikan sedikit rasa gembira tentang tekanan Hak Asasi Manusia dan dialog antara Bangsa Papua dan Bangsa Indonesia.

Akan tetapi Dialog bagi Bangsa Papua seperti dimaksudkan Forkorus adalah tentang Deklarasi Pemulihan Kemerdekaan Kedaulatan Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada tanggal 19 Oktober 2011. Markus Haluk yang membacakan langsung pernyataan Forkorus dihadapan wartawan siang kemarin, didampingi Sekertaris III Dewan Adat Papua Wilem Rumaseb dan Imanuel M. Koyari dari Dewan Nasional Papua Barat yang juga ketua Komisi bidang Politik, hubungan luar negeri, kebangsaan dan Pemerintahan Negara Federasi Papua Barat.( Ven/don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny