Empat Pernyataan Politik KNPB Untuk PIF

Aksi demo damai yang dilakukan KNPB, GempaR dan simpatisannya dalam pernyataan sikapnya yang mendukung PIF di Port Moresby, Papua Nugini – Jubi/Munir

Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Papua Barat (KNPB), Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat (GempaR) bersama beberapa mahasiswa dan simpatisan KNPB, Senin (7/9/2015), menggelar demo di Gapura Universitas Cenderawasih (Uncen), Perumnas III Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura Papua.

Demo berlangsung damai dan diwarani orasi dari beberapa simpatisan KNPB, GempaR, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang mendukung Pasific Island Forum, di Port Moresby, Papua Nugini.

Empat pernyataan politik KNPB disampaikan dalam orasi demo. Pertama, bebaskan Papua Barat untuk menyelamatkan masyarakat Pasifik dari kolonialisme dan kapitalisme. Kedua, bebaskan Papua Barat untuk menyelamatkan masyarakat Pasifik dari pemanasan global. Ketiga, rakyat Papua Barat butuh bantuan rakyat Pasifik dari ancaman genosida. Keempat, mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirimkan tim khusus untuk menyelidiki status politik Papua dan Papua Barat.

“Kami sangat mendukung Pasifik Island Forum dapat menerima West Papua melalui United Liberation Movement for West Papua sebagai obsever agar dapat berperan aktif dalam membicarakan dan menyelesaikan masalah-masalah di kawasan ini secara bersama-sama,”

kata Victor Yeimo, Ketua Umum BPP-KNPB.

Di tempat yang sama, Kompol Heru Hidayanto, Kepala Bagian Operasional (Kabag-Ops) Polres Jayapura Kota, mengungkapkan aksi demo tersebut berjalan aman tanpa ada gangguan keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas).

“Walaupun sebelumnya ada rencana long march, namun hal tersebut tidak terjadi dan mereka hanya melakukan aksi di tempat,”

kata Kompol Heru.

Personil Kepolisian yang disiagakan merupakan aparat gabungan Dalmas Polresta Jayapura dan Mapolda Papua, serta Brimob Polda Papua.

“Untuk pengamanan kita turunkan dari Dalmas Polresta Jayapura, 60 orang, Brimob 30 orang, dan Dalmas Polda Papua 60 orang. Harapan kami dengan banyaknya personil yang berjaga, mereka bisa melakukan aksi dengan tertib, karena sesungguhnya kami aparat kepolisian tidak menginginkan terjadinya benturan,”

katanya. (Munir)

September 7, 2015 at 18:35:19 WP,TJ

KNPB : Tuduhan Polisi Tak Benar, Polisi Yang Serang dan Bubarkan Aksi KNPB Secara Brutal

Logo KNPB - IST
Logo KNPB – IST

Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Yahukimo, Papua mengatakan belum tahu soal tiga warga sipil dan satu anggota polisi yang dianiaya oleh massa aksi KNPB dan senjata api laras pendek milik Ipda Budi yang hilang saat dikeroyok massa KNPB, karenanya KNPB mengatakan, tanya saja langsung kepada aparat kepolisian.

“Kemarin itu aparat secara brutal melakukan pembubaran paksa aksi massa KNPB yang melakukan penggalangan dana untuk mendukung diplomasi ULMWP. Jadi, KNPB tidak tahu dan belum bisa pastikan hingga saat ini tentang pelakunya, apakah anggota KNPB atau bukan. Karena yang mengacaukan situasi itu aparat sendiri yang memulai,”

ujar Serius Suhuniap, ketua KNPB Yahukimo kepada Jubi dari Yahukimo, Jumat (20/3/2015)

Lanjut Suhuniap, mereka sedang berupaya juga untuk mencari tahu siapa yang merampas senjata milik pak Budi. Kalau empat warga yang menurut polisi dianiaya oleh massa KNPB, sampai dengan saat ini mereka juga tidak tahu. Karena kemarin itu situasinya memang sangat mencekam.

“Saya sudah berusaha untuk mencari tahu di kalangan semua suku yang ikut dalam aksi penggalangan dana, tapi tidak ada,” jelasnya.

Menurutnya, satu guru SD dan satu anggota KNPB yang terkena peluru dari aparat kemarin pun diketahui setelah 20 menit pembubaran paksa aksi KNPB,

“Jadi, kami sarankan untuk aparat mencari tahu dan mengungkap siapa yang merampas senjata itu sebenarnya. Karena kami anggota KNPB dan warga tidak tahu, sebab setiap suku yang kemarin turut berpartisipasi dalam aksi pun sudah kami cek dan tidak ada,”

jelasnya.

Katanya, jadi perlu disampaikan bahwa pihak aparat menuduh KNPB yang lebih dulu melakukan penyerangan itu tidak benar. Yang benar adalah aparat kepolisian dari Polres dan Brimob yang dikirim dari Wamena yang lebih dulu melakukan penyerangan dengan membubarkan aksi KNPB secara paksa dan brutal.

“Jadi tuduhan polisi itu tidak benar. Mereka yang serang dan kasih bubar paksa aksi damai KNPB dengan brutal,” tegas Suhuniap.

Sementara itu, seperti dilansir kantor berita Antara, pascapembubaran paksa terhadap aksi pengumpulan dana yang dilakukan anggota KNPB yang merupakan kelompok pro-kemerdekaan, Rabu (19/3) di Dekai, anggota (KNPB) melakukan penyerangan dan melukai empat warga sipil yang bermukim di ibukota Kabupaten Yahukimo.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Patrige di Jayapura, Kamis, mengatakan sesaat setelah membubarkan massa yang dilakukan anggota Brimob dan Polres Yahukimo sekitar pukul 10.30 WIT dengan mengeluarkan tembakan peringatan, massa kemudian menyerang sejumlah warga di tempat yang berbeda.

Dari catatan kepolisian, korban penganiayaan yang di lakukan anggota KNPB itu yakni Ani (35) mengalami luka sobek di bibir bawah serta luka lebam di muka, Yohanes Palapesi mengalami luka di keempat jari tangan kanan dan Acep Syaiful Hadi (28) yang merupakan karyawan perusahaan penerbangan Susi Air mengalami luka lebam akibat sabetan parang di bagian belakang. Noi Efrat Surirat (26) yang merupakan karyawan RSUD Dekai, diserang saat berjalan menuju mobil ambulans.

Kerusuhan yang terjadi di Dekai ini juga menyebabkan Kasat Intel Polres Yahukimo Ipda Budi Santoso mengalami luka-luka. Bahkan senjata api laras pendek milik korban Ipda Budi dilaporkan hilang saat korban dikeroyok massa KNPB, jelas Kombes Pol Patrige.

Sementara korban dari massa aksi seperti yang ditulis sebelumnya oleh Jubi adalah Isai Dapla (37) yang merupakan anggota KNPB Yahukimo kena tembakan di dada, Salomon Pahabol, ((47) yang merupakan seorang guru SD kena ditembakan di kaki kiri. Penembakan dilakukan oleh aparat kepolisian dari satuan Brimob yang dikirim dari Wamena.

Dikabarkan pula, satu anggota KNPB Yahukimo atas nama Elias Kabak (40) ditangkap oleh aparat kepolisian di Yahukimo saat KNPB melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu diplomasi The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Melanesia Spearhead Group(MSG). (Arnold Belau)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arnold Belau on March 20, 2015 at 19:20:46 WP [Editor : Victor Mambor]

Masyarakat Yahukimo Minta Komnas HAM dan DPR Papua Investigasi

KNPB, ULMWP, MSG
Aksi pengumpulan dana oleh KNPB Yahukimo untuk mendukung lobby ULMWP di MSG yang berakhir bentrok dengan polisi – wordpress.com

Jayapura, Jubi – Pasca pembubaran massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Yahukimo, Kamis (19/3/2015) lalu ketika menggalan dana, dan berakhir pada penangkapan sejumlah warga, membuat situasi di wilayah itu memanas.

Salah satu tokoh pemuda setempat, yang tak ingin disebutkan namanya melalui teleponnya kepada Jubi, Minggu (22/3/2015) malam mengatakan, hingga kini warga masih ketakutan. Toko – toko belum buka.

Pihaknya meminta tim Komnas HAM turun ke Yahukimo, serta DPR Papua segera membentuk tim investigasi ke lapangan. Katanya, sangat jelas ada pelanggaran HAM.

“Sejak kejadian hingga Sabtu (21/3/2015), ada warga yang ditangkap. Beberapa sudah dibebaskan, dan masih ada dua atau tiga yang ditahan. Warga kini ketakutan. Listrik sudah menyala tapi bandara masih ditutup dan dijaga Brimob,”

kata sumber Jubi itu.

Katanya, ketika polisi membubarkan massa, ia berada di lokasi. Menurutnya, ketika itu, polisi sudah bergerak menuju lokasi. Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso menggunakan baju preman sendiri berada di lokasi. Saat pembubaran, ada yang berteriak “kita diserang”.

“Saat itu Kasat Intel langsung dikerokoyok, dan senpinya hilang. Ketika pembubaran, ada nenek pendatang usia kurang lebih 50 tahun kena parang. Kemarin kami tandatangan surat pernyataan pembebasan warga yang ditahan polisi,”

ucapnya.

Dikatakan, aktivitas mencari sumbang yang dilakukan oleh massa KNPB Yahukimo sebenarnya sudah berjalan empat hari sebelum pembubaran. Di hari kelima, polisi akhirnya datang membubarkan massa.

“Polisi kasi ijin juga hanya lewat lisan. Bupati juga terkesan membiarkan dan tak turun tangan. Dia kini ada di Jayapura,” katanya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Komisaris Besar (Pol) Patriger Renwarin mengatakan, laporan yang diterima pihaknya, ada lima orang yang ditangkap ketika itu. Namun empat diantaranya sudah dilepas.

“Situasi sudah kondusif. Pistol Taurus dengan nomor senpi XK 255659 milik Kasat Intel Polres Yahukimo, Inspketur Satu (Iptu), Budi Santoso yang dirampas saat pembubaran juga sudah ditemukan,” kata Patrige.

Menurutnya, senpi itu ditemukan di tempat yang diduga sekertariat KNPB. Ketika itu, tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) wilayah Yahukimo yang dipimpin oleh Kapolres Yahukimo AKBP Ade Djadja Subagdja memimpin tim, Sabtu (21/3/2015) dengan sasaran penyisiran markas KNPB wilayah Yahukimo di Jalan Pasar Baru, Kabupaten Yahukimo.

“Setelah menguasai markas dan menggeledah tempat yang diduga sekertariat atau markas KNPB, tim menemukan senpi itu,” ucapnya. (Arjuna Pademme)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arjuna Pademme on March 22, 2015 at 23:34:16 WP [Editor : -dominggus a mampioper]

Bubarkan Massa KNPB, Senjata Polisi Dirampas

JAYAPURA – Satu buah Senjata Api (Senpi) milik Kepala Seksi Intel Polres Yahukimo, Inspektur Dua (Ipda) Budi Santoso dirampas setelah membubarkan sekelompok massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang sedang melaksanakan penggalangan dana, pada Kamis (19/3) sekira pukul 10.30 WIT, tepatnya di kompleks Ruko Blok C Distrk Dekai, Kabupaten Yahukimo.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Komisaris Besar Polisi, Patrige ketika dikonfirmasi membenarkan perampasan tersebut. “Perampasan itu terjadi, ketika anggota Polres Yahukimo dan anggota Detasemen A bubarkan massa,” katanya kemarin.

Menurutnya, tim gabungan itu dipimpin Wakapolres Yahukimo, Komisaris Polisi Supraptomo. Saat itu anggota Brimob melepaskan tembakan karena kelompok KNPB melakukn perlawanan.

“Ipda Budi Santoso dikeroyok massa saat melakukan negosiasi dengan massa. Senjata laras pendek pistol Revolver milik Ipda Budi Santoso hilang dirampas massa. Saat ini situasi belum kondusif,”

ucapnya.

Terkait peristiwa itu, Patrige menjelaskan, awalnya anggota Polres Yahukimo, anggota Brimob dan anggota organic Polres Yahukimo melaksanakan apel yang dipimpin langsung oleh  Danton Brimob IPTU Abjan Jalal.

Dimana dalam apel tersebut diberikan APP bahwa anggota Brimob beserta Polres Yahukimo akan melakukan kegiatan patroli sekaligus melakukan negosiasi pemberhentian atau pembubaran kegiatan kelompok KNPB yang sedang melakukan penggalangan dana di depan kompleks ruko putra daerah Dekai.

“Penggalangan dana tersebut telah berlangsung sejak tanggal 09 Maret 2015 dan kegiatan tersebut, dianggap ilegal karena tanpa adanya surat ijin dari pihak kepolisian setempat,”

jelas patrige.

Selain tak ada ijin, kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh kelompok KNPB telah meresahkan warga masyarakat, sehingga aparat kepolisian melakukan negosiasi oleh Kasat Intelkam pada saat pertama pelaksanaan penggalangan.

“Negosiasi itu, diminta agar penggalangan hanya batas, Sabtu (14/3) pekan kemarin. Akan tetapi kelompok KNPB terus menerus melakukan kegiatan penggalangan dana, sehingga kembali melakukan pendekatan secara persuasif oleh Kasat Intelkam,”

ucapnya.

Namun karena kelompok KNPB tidak mau membubarkan kegiatan tersebut, maka dari pihak keamanan dalam hal ini Anggota Polres dan Brimob melakukan kegiatan patroli mendatangi TKP dimana KNPB melakukan kegiatan penggalangan dana.

Kemudian,  pukul 10.15 WIT,  anggota gabungan Brimob dan Polres sampai di TKP melalui Kasat Intelkam Polres Yahukimo IPDA Budi Santoso, S.Sos, langsung melakukan negosiasi kepada Kelompok KNPB akan tetapi kedatangan anggota Polres sebagai negosiator tidak disambut baik oleh Kelompok KNPB sehingga berujung bentrok.

Lantas kejadian itu, anggota gabungan Brimob dan Anggota Organik Polres yahukimo melakukan pembongkaran terhadap atribut maupun alat-alat yang digunakan kelompok KNPB dalam melakukan penggalangan dana.

“Reaksi dari kelompok KNPB mereka melakukan perlawanan setelah anggota naik ke atas kendaraan truk. Semntara Kasat intelkam tetap tinggal guna melakukan negosiasi kembali  dengan korlap KNPB agar membongkar dan membubarkan kegiatan penggalangan dana tersebut dengan tertib,”

katanya.

Dalam negosiasi itu, simpatisan massa KNPB langsung menyerang Kasat Intelkam dengan menggunakan Panah dan Batu sehingga IPDA Budi Santoso diselamatkan oleh masyarakat dan korlap KNPB.

Akibatnya, Kasat Intelkam mengalami luka memar di bagian kepala, luka sobek di dahi hingga 7 jahitan akibat dari hantaman benda keras (batu) serta luka sobek di jempol tangan sebelah kiri. “Saat penyerangan, kelompok KNPB merampas  senjata api revolfer jenis Taurus dengan nomor seri XK 256027,” katanya.

Sesaat kejadian itu, anggota Anggota Polres Yahukimo berhasil mengamankan salah satu anggota kelompok KNPB yang diketahui bernama Eka Kabak (25 tahun) dan barang bukti berupa, 1 (satu) unit toa, mesin genset serta spanduk yang bertuliskan ‘’ Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Yahukimo, Aksi penggalangan dana Nasional KNPB Yahukimo’’.

Lanjut Patrige, usai dilakukan penangkapan massa simpatisan KNPB yang berjumlah sekitar 50 orang mulai anarkis dengan melakukan pemalangan di pertigaan jalan pemukiman jalur 1 dan paradiso dengan membakar ban bekas sehingga anggota Brimob dan polres Yahukimo membubarkan aksi tersebut dengan tembakan peringatan.

“Massa sempat melempari rumah warga pemukiman dengan menggunakan batu dan pemukulan terhadap warga bernama Ani (35 Tahun) hingga mengalami luka sobek di bibir bawah serta luka lebam di muka akibat dipukuli massa simpatisan KNPB,”

jelasnya.

Lagi-lagi, sekitar pukul 12.15 wit, bertempat di Bandara Nop Goliat Dekai, simpatisan massa KNPB menyerang pegawai perhubungan bernama Yohanes Palapesi mengalami luka akibat tebasan parang di 4 (empat) jari tangan kanan dan pegawai penerbangan pesawat Susi Air atas nama Acep Syaiful Hamdi (28 tahun). “Ia mengalami luka lebam akibat sabetan punggung parang dibagian punggung,” kata Patrige.

Atas peristiwa itu, semua warga setempat melarikan diri menuju basecamp PT Bintang timur Mandir. Namun pada saat korban akan dijemput oleh pegawai rumah sakit bernamaNOI EFRAT SURIRAT (26 tahun) dengan menggunakan kendaraan ambulance iktu serang karena dikira korban merupakan anggota intel.

“Hingga kini, situasi sudah mulai kondusif sambil mencari para pelaku pengeroyokkan dan pengrusakan tersebut. Anggota di lapangan terus melakukan pengamanan siaga,” katanya. (Loy/don/l03)

BEM Minta Kasus HAM di Papua Selama 53 Tahun Diungkap

JAYAPURA – Memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia pada 10 Desember, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih (Uncen) mendatangi Kantor Gubernur Papua dan mendesak pemerintah segera mengusut tuntas seluruh kasus HAM yang pernah terjadi di Papua sejak tahun 1961, atau selama 53 tahun.

Wakil Ketua BEM Uncen Michael J. Yansetouw dalam orasinya mengatakan, selama ini masyarakat Papua selalu dihadapkan dengan berbagai kenyataan jika mereka selalu menjadi korban atas setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat.

“Mencermati dinamika sosial politik yang terjadi di Papua dari tahun 1961 hingga tahun 2014 dimana rakyat Papua diperhadapkan pada berbagai macam realita/fakta yang ada di setiap kabupaten/Kota di 2 Provinsi ini.

Dari fakta dan realita yang dialami rakyat Papua dalam kehidupan mereka yang tidak pernah dihargai oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dan jajarannya dalam aspek berkehidupan berbangsa dan bernegara tidak berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku di negara kesatuan RI. Dimana rakyat Papua diperhadapkan kepada pembunuhan, pembantaian, penangkapan tanpa sebab, penyiksaan, pembungkaman, perampasan hak-hak yang merupakan hal yang tidak perlu terjadi, hal ini selalu terjadi dan menjadi mimpi buruk bagi keluarga korban sampai saat ini,” tuturnya.
Ia pun menyarankan agar Pemerintah pusat sebaiknya secara praktis dan otomatis harus memperhatikan hal-hal yang terjadi di tanah Papua hingga tahun 2014 ini, karenanya ia pun menyampaikan tujuh poin pernyataan sikap mahasiswa BEM Uncen kepada Pemprov Papua.

Pertama, Presiden RI segera bertanggungjawab atas rentetan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua semenjak tahun 1961 sampai 2014.
Kedua, aparat keamanan, TNI dan Polri stop melakukan tindakkan-tindakkan yang tidak perlu dilakukan diatas tanah Papua, seperti pembunuhan, penangkapan, pembungkaman terhadap rakyat Papua yang dilakukan tanpa sebab dan dibuat sebab yang tidak perlu dibuat.

Ketiga, Presiden RI dan jajarannya hentikan dilakukan pemekaran dan transmigrasi di tanah Papua. Karena orang Papua belum dipersiapkan untuk menghadapi tantangan yang nanti datang, masalah yang pelu diperhatikan di tanah Papua adalah penciptaan SDM yang terpadu sehingga ketika dari luar datang, kami orang Papua asli siap bersaing dengan kemampuan yang dimiliki, itu yang perlu dilakukan.

Keempat, pemerintah pusat stop berlakukan KB, penduduk Papua sudah sedikit, kalau bisa KB itu dibuat minimal enam anak, itu lebih baik dan sudah cukup, karena KB secara perlahan mengabiskan eksistensi orang Papua ditanahnya sendiri.

Kelima, Gubernur Provinsi Papua segera mengembalikan Otsus ke Presiden RI, meinimbang dari berbagai aspek yang telah kami kaji, kami menyampaikan kalau memang Otsus yang sudah 12 tahun telah gagal, perlu dilakukan evaluasi kembali.

Keenam, Gubernur Papua, Kapolda Papua, Pangdam XVII Cendrawasih segera menuntaskan kasus pembunuhan terhadap enam orang warga sipil yang tidak bersalah di Kabupaten Paniai

Ketujuh, gubernur Provinsi Papua segera memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada jurnalis, baik nasional maupun internasionalyang berada di Provinsi Papua. Kebebasan dalam menyampaikan isi berita tolong diberikan sebebas-bebasnya tanpa intervensi karena itu adalah tugas jurnalis.

Sementara itu Sekjen BEM Fisip Uncen Ribka Kenelak yang sempat berorasi juga mempertanyakan kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Paniai belum lama ini dan ia sebut menelan korban hingga memakan korban jiwa, sebagai kado natal dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk masyarakat Papua. “Pembunuhan 6 warga sipil (4 orang data kepolisian) di Paniai apakah ini Kado Natal dari Presiden Jokowi untuk orang Papua? Pelanggaran HAM besar-besaran sedang terjadi, kita orang Papua sedang habis, orang Papua sedang dibantai secara sistematis,” cetusnya.

Ribka pun menegaskan jika pihaknya sebagai mahasiswa tidak akan pernah berhenti menyuarakan segala macam hal yang menyangkut hak asasi orang Papua. “Kepada pimpinan tertinggi di Provinsi Papua, kami mahasiswa tidak akan pernah mati, kami tidak akan pernah mundur untuk menyuarakan hak-hak orang Papua,” ujarnya.

Terakhir ia meminta Gubernur Papua Lukas Enembe untuk dapat segera turun tangan sendiri guna mengusut kasus yang terjadi di Paniai, dan dapat segera menyelesaikannya. “Kami juga memohon kepada gubernur untuk dapat segera menuntaskan, kalau perlu segera turun ke tempat kejadian untuk dapat mengatasi masalah ini hingga selesai,” pesannya.

Sedangkan Asisten I Sekda Papua bidang Pemerintahan Doren Wakerkwa yang menerima para pendemo dari BEM Uncen menyatakan sspirasi yang diberikan akan ia sampaikan ke Gubernur dan akan segera dibahas.

“Aspirasi ini dibagi dalam dua hal, yang pertama adalah urusan gubernur dan akan kami serahkan, tapi yang kedua menyangkut kejadian di Paniai.” Ucap Doren.
Permasalahan yang terjadi di Paniai, aku Doren, telah dibicarakan oleh pihaknya sebelum para pendemo datang, hasilnya sebuah tim sudah terbentuk dan dibawah pimpinan Ruben Magai akan berangkat ke Paniai.

“Tim akan berangkat ke Paniai besok, setelah sudah ada di sana pimpinan daerah akan mengambil data-data di sana lalu kita bahas di sini, lalu langkah-langkah yang kita ambil kedepan kita lihat nanti,” ucap Doren.

Ia pun mengaku sudah mencoba berkomunikasi dengan Bupati Paniai Hengki Kayame tapi yang bersangkutan belum bisa dihubungi HP-nya mati, sehingga belum ada laporan resmi yang bisa dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan.

Tetapi ia bersyukur Kapolda Papua sudah ada di Paniai untuk menenangkan situasi di sana.

Untuk menangani kejadian serupa, Doren menyebut, Pemprov bersama DPRP akan membentuk tim khusus, dimana tim ini akan secara khusus bertugas selama lima tahun kedepan untuk menangani seluruh masalah yang ada di Papua. Didalamnya melibatkan LSM, sehingga masalah seperti ini (di Paniai) tim ini akan turun untuk mencari sebabnya, baru akan dibahas di Provinsi.

Doren pun menegaskan jika Gubernur Papua tidak mau satu orang pun diatas tanah Papua dibunuh. “Gubernur sudah bicara saat pelantikkan Bupati Mimika, siapapun orang yang bekerja diatas tanah ini tidak boleh satu orang pun dibunuh, itu gubernur tidak mau, saya pun juga tidak mau,” pungkasnya.
Demonstarasi itu sendiri mendapat pengawalan dari aparat Kepolisian dari Polresta Jayapura yang dipimpin langsung oleh Kapolresta Jayapura AKBP. Alfred Papare. Usai aspirasinya diterima, para pendemo secara tertib kembali ke kampusnya dengan diantar oleh truk Polisi. (ds/don)

Kamis, 11 Desember 2014 11:58, BP

1 Desember, Bintang Kejora Berkibar di Merauke

Ratusan mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) berunjuk rasa di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin, 1 Desember 2014. Mereka meminta Indonesia memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat dan menarik militer organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua. CNN Indonesia/Safir Makki

Jakarta, CNN Indonesia — Serupa dengan tahun-tahun sebelumnya, tanggal 1 Desember ini yang bertepatan dengan hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) diwarnai dengan pengibaran bendera bintang kejora di Merauke, Papua.

“Ada satu kejadian di Merauke yaitu di Kelurahan Maro distrik Merauke Kota. Dikibar bendera Bintang Kejora dengan ukuran 128 sentimeter kali 55 sentimeter pada tiang setinggi 10 meter,”

kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Ronny Franky Sompie, lewat pesan singkat, Senin (1/12).

Menurutnya, berdasarkan laporan yang diterima langsung dari Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Polisi Yotje Mende ini, bendera langsung diamankan dan polisi langsung melakukan penyelidikan.

Selain itu, menurutnya, sejauh ini situasi keamanan di Papua aman dan terkendali. “Kejadian nol, nihil.”

Untuk pengamanannya, kepolisian menggelar Operasi Aman Matoa V 2014 untuk mengantisipasi perayaan hari ulang tahun organisasi separatis itu dan menjelang pelaksanaan Operasi Lilin 2014.

Operasi dikakukan serentak semalam pada 19.00 WIT dan dimulai dengan Apel gabungan antara TNI dan Polri beserta unsur Pam Swakarsa di Markas Kepolisian Daerah Papua.

Setelah apel, aparat kepolisian melakukan patroli 24 jam untuk mengantisipasi pengibaran bendera Bintang Kejora dan kegiatan makar lainnya.

Sementara itu di Jakarta, sekitar 100-an mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi di Bundaran HI menuntut diberikannya kebebasan dan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagai demokratis bagi rakyat Papua Barat.

Selain itu massa juga menuntut agar pemerintah Indonesia menarik aparat TNI/Polri baik organik maupun non-organik dari Tanah Papua. Tak hanya itu, mereka juga mendesak agar Freeport dan LN Tangguh ditutup dan menarik segala produk politik seperti otonomi khusus dan pemekaran wilayah di Bumi Cendrawasih.
(obs)

Senin, 01/12/2014 12:59 WIB,CNN

Mahasiswa Dukung Jokowi Hapus Otsus Papua

Tolak Otsus Mnta Referendum
Spanduk bertuliskan kegagalan Otsus Papua, yang diusung warga, saat berdemo di Kantor MRP, beberapa waktu lalu.(Ist.)

Jayapura, Jubi – Wacana Presiden Joko Widodo untuk menghapus Otonomi Khusus (Otsus) mendapat penolakan keras dari Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Namun, mahasiswa Papua berpendapat lain.

Mahasiswa justru mendukung wacana Presiden Joko Widodo menghapus UU. No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

Leo Himan, ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Cenderawasih mengatakan, sangat menyetujui rencana Presiden Jokowi. Karena, selama Otsus ada hingga hari ini, tidak pernah membawa perubahan bagi masyarakat Papua.

“Saya selaku pimpinan mahasiswa senang sekali dan setuju (Penghapusan Otsus Papua), karena Otsus tidak pernah berpihak pada rakyat. Tetapi jika Jokowi mau hapus Otsus, solusinya harus ada.”

kata Himan.

Dan solusi yang tepat untuk orang Papua adalah memberikan ruang kepada orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. “Solusi yang kami tawarkan adalah merdeka harga mati untuk Papua,” tegas Himan kepada Jubi (28/11).

Aktivis Gempar, Selphy Yeimo mengutarakan hal yang sama.

“Jika hendak menghapus Otsus ya dihapus saja. 12 tahun UU No. 21/2001 tidak berjalan sama sekali. Selama ini Otsus itu diaplikasikan dalam bentuk uang saja. Sehingga hasilnya hanya dinikmati oleh kaum elit politik. Sementara, kehidupan masyarakat dibawah tidak pernah merasakan kesejahteraan dari otsus itu,”

katanya melalui telepon selularnya kepada Jubi (28/11) dari Wamena.

Lanjut Yeimo, “Jadi kalau pemerintahan baru mau menghapus Otsus untuk Papua. Saya dengan tegas katakan, hapus saja. Karena tidak ada artinya untuk orang Papua dan solusinya berikan kebebasan penuh bagi bangsa Papua Barat,”

Selain itu, hal senada diungkapkan oleh Frans Takimai, mahasiswa Stikom Muhammadiyah Jayapura. Ia berpendapat, sudah sewajarnya Presiden memikirkan untuk memecahkan kevakuman jalannya Otsus selama 12 tahun terakhir.

“Sebaiknya Otsus dihapus saja. Karena, Otsus tidak memberikan perubahan pada tataran hidup orang Papua. Karena hasil Otsus itu dinikmati oleh para elit politik Papua,”

ujarnya di Abepura. (Arnold Belau)

Sumber: Penulis : Arnold Belau on November 29, 2014 at 18:19:49 WP, TJ

Tolak Transmigrasi dan DOB, Mahasiswa Minta Referendum

Ratusan Mahasiswa Papua dari berbagai Universitas di Kota Jayapura, menggelar aksi demo damai di Kantor DPR Papua, Senin (17/11) kemarin.JAYAPURA – Ratusan mahasiswa Papua yang tergabung dari berbagai universitas di Kota Jayapura menduduki halaman Kantor DPR Papua, Senin (17/11) siang, untuk menolak secara tegas program transmigrasi dan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.

Kedatangan mahasiswa yang dikoordinator Pontius Mogodoman membawa sejumlah spanduk dan pamflet, bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kepada anggota DPR Papua terkait penolakan program Jokowi untuk Papua.

“Saat ini yang dibutuhkan Papua bukan penambahan penduduk dan pejabat baru, tetapi pemerintahan Jokowi harus fokus menyelesaikan masalah dasar persoalan Papua. Jika orang transmigrasi dari Jawa didatangkan ke Papua akan menambah masalah baru. Sebab akan mengkriminalisasi orang Papua di Tanahnya sendiri. Jadi kami tegas menolak transmigrasi,”

kata Pontius Mogodoman selaku Koordinator aksi demo.

Dalam aksi demo damai mereka melakukan longmarch dari Ekspo, Waena, Abepura menuju gedung DPRP dengan membawa sejumlah sejumlah pamflet, dan spanduk diantaranya bertuliskan “Transmigrasi Adalah Pelanggaran HAM”. Ada juga tulisan “Orang Papua Tolak Trans” dan “Stop Transmigrasi dan DOB di Papua”.

Pimpinan fakultas teknik, Arius Yahuli menyatakan, kebijakan diatas kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap orang Papua dalam hal ini otsus plus yang sudah ditolak, maka kebijakan pemerintah pusat mendatangkan transmigrasi ke Papua juga ditolak secara tegas.

“Apakah Papua merupakan daerah transmigrasi?. Hari ini mahasiswa bersama rakyat Papua datang semua menolak kebijakan pemerintah pusat di Papua. Solusinya kami hanya meminta referendum,”

katanya disambut meriah para pendukung demo.

Arius menandaskan, hari ini (kemarin-red) sudah jelas kenapa ditolak otsus plus, tanpa permintaan dari Papua memasukkan transmigrasi di tanah Papua juga ditolak. “Hari ini Papua secara tegas menolak transmigrasi dan solusi lainya hanya referendum,” katanya lagi.

Untuk itu, mahasiswa Papua datang dihadapan anggota DPR Papua untuk meminta dan memohon kepada anggota dewan yang dipilih rakyat untuk mengeluarkan surat kebijakan program transmigrasi di tanah Papua sehingga orang Papua bebas berkarya di tanah ini bukan dikuasai oleh orang luar Papua.

“Kami tidak mau ada perang, kami juga minta kepada aparat keamanan sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan bahwa Pemerintah Pusat menolak Otsus Plus dan kali ini Papua menolak Transmigrasi dan meminta untuk referendum,”

tukas Arius.

Arius kembali menegaskan, Gubernur Provinsi Papua secara tegas telah menolak transmigrasi di tanah Papua dan kali meminta penjelasan dan sikap dari anggota DPR Papua. Ditempat yang sama, Presiden Mahasiswa Umel Mandiri Yohanes Magai dalam orasinya mengatakan, pihaknya menolak program transmigrasi karena akan semakin membuat orang asli Papua tersisih sehingga meminta meminta kepada anggota DPR Papua agar dalam sidang paripurna perdana periode 2014-2019 hal pertama yang harus dibahas mengenai kependudukan.

“Dalam Perdasus nomor satu tahun 2008 disitu dibahas masalah kependudukan tapi itu tidak dijalankan. Yang perlu dibahas dalam sidang pertama ada harus ada Perdasus kependudukan yang membatasi orang dari luar masuk ke Papua,”

kata Yohanes Magai.

Yohanes menyatakan, mahasiswa mempertanyakan kinerja DPR Papua selama ini terkait banyaknya transmigrasi di tanah Papua dengan menggunakan jasa Kapal Putih dan Pesawat terbang.

“Harusnya hal seperti ini diperjuangkan oleh anggota parlemen Papua periode lalu. Perlu ada regulasi. Orang-orang yang dikirim ke Papua bukan orang-orang bodoh. Tapi orang-orang pintar. Kami minta DPR Papua ikut menolak ini. Kalian ini adalah putra/putri asli Papua terbaik. Harapan kami ada di lembaga terhormat ini,”

harap dia.

Hal yang sama disampaikan salah satu Koordinator Mahasiwa Umel Mandiri menyatakan, transmirgasi salah membuat virus di Papua. Pemerintah pusat sengaja mendatangkan orang luar Papua hanya membawa virus dan membunuh orang Papua sehingga secara sistematis orang Papua mati secara pelan-pelan di tanah ini.

“Kami minta kepada DPRP Papua selaku perwakilan rakyat melihat secara jeli terkait program Transmigrasi di tanah Papua. DPRP merupakan lembaga tertinggi. Bagaimana bisa mengamankan daerah ini. Kita akan disingkirkan di tanah ini kalau dibiarkan. Nanti kami yang melayani dan kami yang jadi pesuruh, sehingga kami minta hentikan pembahasan transmigrasi di tanah papua ini,”

tegasnya disambutnya meriah para pendemo.

Usai orasi, salah satu dari mahasiswa perempuan membacakan pernyataan aspirasi dihadapan sejumlah anggota DPR Papua yang intinya, pertama, mahasiswa Papua dengan tegas menolak transimigrasi karena orang Papua belum siap.

Kedua, transmigrasi hanya akan membuat orang Papua terpinggirkan dan meminta pemerintah atau DPR Papua agar menghentikan pemekaran, jangan mengatasnamakan rakyat. Selanjutnya, pernyataan sikap diserahkan ke perwakilan DPR Papua antara lain, Yunus Wonda, Eduard Kaiz, Emus Gwijangge, Yanni, Nason Utti dan Yakoba Lokbere.

Wakil Ketua sementara DPR Papua, Eduar Kaize di hadapan mahasiswa berjanji akan menindaklanjuti aspirasi itu. “Kami akan sampaikan prosesnya secara resmi sampai dimana nanti proses itu. Saya juga pernah seperti kalian, turun jalan demo,” kata Eduar.

Eduar juga meminta kepada mahasiswa untuk selalu mengingatkan atas aspirasi ini. “Kami akan perjuangkan terus dan kalau sudah ada hasil kami akan panggil untuk menyampaikan aspirasi ini,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, juga anggota DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, pergumulan rakyat Papua adalah pergumulan DPR Papua sehingga tahu betul masalah di Papua. “Kebenaran tidak akan pernah ditutupi. Kami juga dengan tegas menolak transmigrasi. Kami akan surati pemerintah pusat agar tidak ada proses transmigrasi dan kami menolak semua kebijakan yang tidak menguntungkan orang Papua,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya akan memperjuangkan agar tidak ada transmigrasi di atas tanah Papua. “Kami butuh dukungan dari semua rakyat Papua karena kami dipilih untuk mewakili rakyat Papua,” kata tegas Yunus Wonda.

Yunus menandaskan, aspirasi mahasiswa yang disampaikan pada hari ini pihaknya menangis karena suatu saat Papua hilang di tanah ini.

“Kami terus perjuangkan dan tidak ada cerita adanya Transmigrasi trans di tanah Papua. Kami akan mempertaruhkan segalanya. Semua sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan diatas tanah ini. Apa yang kami banggakan lagi,”

katanya. Untuk itu, Yunus menyarankan kepada mahasiswa jika kembali ke daerah agar menjelaskan hal ini kepada masyarakat dan kepada orang tua tentang masalah transmigrasi dan masalah pemekaran supaya di mengerti.

Sambung Yunus, semua kebijakan untuk Papua harus bisa mensejahterakan orang Papua. Kami sudah miskin jangan lagi kami tampung beban. Masa depan bukan ada di kami tapi di generasi Papua berikutnya. Senada disampaikan Anggota DPR Papua, Yakoba Lokbere menyampaikan, rasa bangga kepada mahasiswa karena perjuangan ini yang dilakukan sama apa yang diperjuangkan pemerintah dan teman-teman di DPR Papua. “Kami akan bawa aspirasi ini kepada Pemerintah RI untuk menjawab apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” singkatnya. (Loy/don)

Selasa, 18 November 2014 03:16, BinPa

Dukung DPR-RI Tolak RUU Otsus Plus, GempaR Kembali Palang Kampus Uncen

“Kami kembali turun aksi untuk tolak Otsus Plus yang selama ini gencar diperjuangkan pemerintah provinsi Papua, bersama lembaga Uncen sebagai penggagas dan penyusun draft UU Otsus Plus,”

ujar Samuel Womsiwor, penanggung jawab aksi, saat memberikan keterangan kepada wartawan.

Menurut Womsiwor, GempaR tidak akan pernah berhenti untuk terus dan terus menyuarakan penolakan RUU Otsus Plus yang diwacanakan secara sepihak oleh pemerintah provinsi Papua, dan beberapa lembaga pemerintah.

“Kami akan terus melakukan segala upaya dan cara dengan gaya kami hingga tujuan kami tercapai. Karena hari ini rakyat Papua tidak mengemis kesejahteraan kepada pemerintah, tetapi rakyat Papua hari ini menuntut pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan berbagai kasus-kasus,”

jelasnya.

Terutama, lanjut Womsiwor, penyelesaian masalah pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sejak tahun 1963 hingga tahun 2014.

Sementara itu, Koordinator aksi, Abraham Demotou, mengungkapkan, aksi GempaR juga bagian dari dukungan kepada DPR-RI yang telah menggagalkan pengesahan draf UU Otsus Plus menjadi sebuah UU.

“Kami akan terus melakukan aksi-aksi seperti ini agar pemerintah provinsi dan lembaga Uncen bercermin pada usaha mereka yang mengatas namakan rakyat Papua.”

“Jika memang ingin agar RUU Otsus Plus itu disahkan, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan evaluasi total terhadap UU No.21 Tahun 2001 yang kucuran dana dari pusat sangat besar, tetapi hasilnya tidak pernah dinikmati oleh rakyat Papua,”

ujar Demetou.

Hal kedua, lanjutnya, pemerintah harus melakukan referendum terhadap draft RUU Otsus Plus. Agar rakyat menentukan pilihan mereka, apakah benar inginkan Otsus Plus atau bukan.

Ismail Alua, aktivis GempaR menambahkan, pemerintah provinsi diminta untuk menghentikan segala upaya-upaya untuk meloloskan RUU Otsus Plus, sebab tidak mendapatkan dukungan dari rakyat Papua.

“Karena rakyat Papua hari ini tidak membutuhkan Otsus Plus, tetapi harus perjelas status politik Papua yang selalu diinjak-injak oleh Indonesia selama 50 tahun lamanya,”

tegas Alua.

Sebelumnya, seperti diberitakan sejumlah media, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe usai menghadiri sidang paripurna DPR RI mengatakan, draft Otsus Plus memang tidak disahkan oleh DPR periode 2009/2014.

Agenda pembahasan draft RUU Otsus Plus ini akan dilanjutkan oleh DPR periode 2014-2019,” kata Enembe.

Sumber: Arnold Belau | Selasa, 30 September 2014 – 23.20 WIB | suarapapua.com

Editor: Oktovianus Pogau

Pemerintah Indonesia Terapkan Standar Ganda untuk Warga Negaranya Sendiri

Demonstrasi pro Papua merdeka
Demonstrasi pro Papua merdeka dan kelompok pendukung negara Islam Indonesia. Foto: Ist.

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — Pemerintah Indonesia dinilai menerapkan standar ganda kepada warga Negara. Ada perbedaan perlakuan antara orang Papua yang berideologi Merdeka dan kelompok beridelogi Negara Islam Indonesia di provinsi lain di Indonesia. Standar ganda ini berlaku juga dalam hal kebebasan pers.

Dalam wawancara elektronik, malam ini, Rabu (06/08/14), Peneliti Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono mengatakan, di Papua, selama puluhan tahun, aktivis Papua biasa ditangkap, sering disiksa dan dihukum penjara, dari hanya beberapa tahun sampai 15 tahun, hanya karena mereka bicara soal merdeka. Mereka dikenai pasal-pasal makar.

Tetapi, jika dibandingkan, cita-cita dari ISIS maupun Jamaah Islamiyah, bahkan Hizbut Tahrir, adalah mendirikan negara Islam di Indonesia, pemerintah melakukan advokasi berbeda. ISIS dan Jamaah Islamiyah memakai kekerasan. Hizbut Tahrir tak menggunakan kekerasan.

Selengkapnya di MAJALAHSELANGKAH.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny