Ratusan Warga Palang Jalan Menuju Lokasi Raimuna

Kamis, 27 September 2012 22:53, BintangPapua

JAYAPURA—Merasa tak ulayatnya selama ini digunakan untuk pelayanan publik tanpa ganti rugi, Ratusan warga dari Suku Kaigere di Kabupaten Jayapura nekat melakukan pemalangan jalan menuju Buper, tempat akan dilaksanakannya iven bergengsi, Raimuna Nasional X 2012. Pemalangan ini dilakukan Kamis (27/9) mulai pukul 09.00 WIT—16.00 WIT. Akibatnya, kendaraan roda dua dan roda empat yang khusus mempersiapkan pelaksanaan Raimuna di lokasi tersebut terhambat.

Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK yang dikonfirmasi Kamis (27/9) membenarkan pihaknya telah menerima laporan kasus dugaan pemalangan jalan menuju Buper yang dilakukan masyarakat dari Suku Kaigere. Pemalang ini menuntut Pemerintah Provinsi Papua segera membayar ganti rugi hal ulayat tanah adat sebesar Rp 1,8 Miliar.
Sekda Papua drh. Constant Karma yang tiba di lokasi kejadian meminta agar masyarakat Suku Kaigere membuka kembali palang supaya kendaraan dapat melewati jalan tersebut. Namun demikian, masyarakat menolaknya. Akhirnya terjadi pertemuan antara Sekda Papua dan Abner Kaigere sebagai wakil masyarakat, disepakati Pemerintah Provinsi Papua menyepakati membayar ganti rugi senilai Rp 1 Miliar. Tapi pembayarannya direalisasikan akhir tahun ini. Masyarakatpun membuka palang. Aktivitas kendaraan normal kembali. (mdc/don/l03)

Saatnya Orang Papua Membedakan antara Hak Ulayat, NKRI dan Modernisasi (Pembangunan)

Pemalangan SD Inpres Samofa oleh Opin/Papos, Tuesday, 31 July 2012 00:00 sama dengan berbagai demonstrasi lain yang terjadi di berbagai tempat di bumi karena ada persoalan negara-bangsa dan masyarakat adat yang telah ada sejak lama.

Kehadiran negara-bangsa sebagai bagian dari proyek Pencerahan yang bertujuan membebaskan diri dari beleunggi Teokrasi dan Feudalisme seerti pedang bermata dua. Di satu sisi modernisasi membantu manusia membenahi diri dan peradabannya sehingga kini manusia modern identik, bahkan disebut juga manusia beradab. Sebagai bagian dari proses modernisasi maka negara-negara dibentuk.

Sejak negara-bangsa dibentuk, maka pembentukan negara baru itu diletakkan ke atas dasar bangunan masyarakat adat yang telah ada. Negara dengan segala kekuatan dan kelengkapannya telah lama memaksakan kehendaknya dan menaklukkan masyarakat adat. Banyak tanah leluhur telah dirampas, didudukui, dikleim dan diambil-alih negara. Bahkan tanah dianggap sebagai kekayaan negara, bukannya kebanggaan manusia penghuni setempat yang telah lama mendiami dan memaliharanya.

Proses pendudukan NKRI atas Tanah Papua juga terjadi proses yang sangat memalukan. Pepentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 telah dimanipulasi habis. Secara teoritis tidak ada seorangpun dari Tanah ini yang pernah menyatakan “Silahkan masuk” dan menandatangani Surat Penerimaan NKRI ke pulau New Guinea bagian barat. Kelanjutan dari proses yang penuh skandal ini ialah pengambil-alihan tanah-tanah adat orang Papua atas nama “pembangunan”, dan “kemajuan”. Kini UU Otsus 2011 telah menjamin sepenuhnya semua Masyarakat Adat di seluruh Tanah Papua untuk mengambil-alih, mengkleim kembali tanah leluhur yang telha dirampas NKRI.

KNPB Rencana Demo, Tolak Semua Tawaran Pusat

Ditulis oleh redaksi binpa, Selasa, 14 Februari 2012 04:32, BintangPapua.com

Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni dan Anggota KNPB, Uchak Logo
Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni dan Anggota KNPB, Uchak Logo

JAYAPURA- Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni menyatakan pihaknya bersama seluruh rakyat Bangsa Papua akan menghentikan proses pelaksanaan Pilgub Papua Periode 2012-2017, agar memberikan referendum yang merupakan hak kepada seluruh rakyat Bangsa Papua. “Persoalan maupun permasalahan diatas Tanah Papua harus diselesaikan bukan dengan cara memberikan semacam solusi atau dialog seperti UP4B dan dialog yang akan dilakukan oleh Persatuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) dibawah komando Neles Tebay,” ujarnya.

Lanjutnya, KNPB dan seluruh komponen rakyat Bangsa Papua akan melakukan aksi demo damai pada Senin tanggal 20 Februari pekan depan. “Kami meminta kiranya tidak ada lagi program-program ke Tanah Papua dan kepada tokoh-tokoh Gereja Papua untuk tidak ikut campur tangan dengan kegiatan politik dari Pemerintah Pusat seperti akan melakukan dialog Jakarta-Papua, jadi biarkanlah rakyat Bangsa Papua Barat menentukan nasibnya sendiri,” pintan Mako Tabuni kepada wartawan, di Café Prima Garden Abepura, Senin (13/02) kemarin siang.

“Dimana sejarah dari bangsa Papua Barat sudah sangat jelas sekali dan jangan lagi ada perubahan seperti hasil Pepera Tahun 1969, agar rakyat Papua Barat dengan sendiri akan menentukan nasibnya sendiri yakni memilih untuk referendum,” tambahnya.

Ia mengharapkan kepada Titus Wanggai maupun Alex Mebri yang mengaku sebagai perwakilan dari salah satu tokoh OPM yang pergi ke Jakarta, itu seharusnya dan segera ditangkap karena mereka berdua telah melakukan pembohongan kepada seluruh rakyat Bangsa Papua Barat, dikarenakan mereka ini bukanlah tokoh-tokoh OPM yang sebetulnya, tapi kalau yang mau diajak kesana harus tokoh-tokoh OPM yang asli seperti Mathias Wenda maupun tokoh-tokoh OPM lainnya yang masih sampai saat ini bergerilya di hutan. “Kepada Pemerintah Indonesia harus menghargai sejarah Bangsa Papua Barat, dimana secara kenyataannya telah merdeka, sehingga Bangsa Papua Barat dapat berdiri sejajar dengan Negara-Negara Internasional lainnya di PBB,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota KNPB, Uchak Logo menyatakan Bangsa Papua Barat ini sebenarnya telah lama merdeka dari NKRI, tapi NKRI yang membohongi rakyat Bangsa Papua Barat dengan cara melakukan Pepera Tahun 1969 silam. “Indonesia mengambil tanah Papua Barat tanpa adanya dialog maupun perundingan untuk membangun Tanah Papua ini, maka kami dari KNPB meminta hak politik kami dikembalikan, guna kami dapat menentukan nasib kami sendiri tanpa campur tangan dari Negara-Negara lain,”ujarnya.

Lanjutnya, kami meminta kepada Felix Wanggai agar menghentikan rencana dialog Jakarta-Papua dan Bambang Darmono sebagai Ketua UP4B untuk mengembalikan UP4B kepada Pemerintah Pusat, dikarenakan kami selaku rakyat Bangsa Papua Barat sudah tidak membutuhkan semacam solusi atau dialog yang akan dilakukan Pemerintah Pusat. (CR-36/don/lo2)

Aksi dukungan kepada Konferensi ILWP di Biak

Biaknews 11 Oktober 2011, Berikut ini tanggapan Ketua KNPB Biak ( Kostan Karma) tentang Rencana Kongres III

Membentuk suatu wadah yang demokrasisasi dan representative merupakan hal yang wajar dan sangat mendesak dalam perjuangan Papua Barat. Namun hal yang perlu dicermati bersama-sama adalah bagaimana dan model apa yang harus dipakai untuk membentuk Wadah Nasional Papua Barat tersebut. Wacana pembentukannya bagaimana ? Sudah berpuluh-puluh tahun kita berjuang namun munculnya banyak politisi perjuangan Papua Barat yang mementingkan kepentingan kelompoknya dan tidak berjiwa negarawan, akhirnya sering kali kita gagal dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bangsa West Papua.

Membentuk suatu wadah yang demokrasisasi dan representatif. Prioritasnya mengarah kepada pemilihan berjejang dengan hak pilih yang baik. Hal ini penting guna bagaimana rakyat mendorong figur-figur perwakilan mereka.

Wadah politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjujung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab. Untuk itu Wadah politik bangsa West Papua perlu ditata sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan.

Kehadiran KNPB sebagai media perjuangan rakyat, gerakannya membuat banyak kalangan yang selama ini tertidur terkejut dari tidurnya dan tergesa-gesa lari dengan kecepatan tinggi. Konsep dan Model sudah dilahirkan oleh KNPB, dimana langkah awalnya harus membentuk wadah politik yang representatif di tingkat daerah yang telah kami mulai dari Byak dengan berhasil membentuk Parlement Rakyat Daerah Byak. Dengan harapan model wadah yang terbentuk di Byak itu dapat terbentuk di daerah-daerah lain di wilayah West Papua, setelah wadah representatif politik daerah –daerah itu terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah Kongres Pembentukan Parlement Nasional Rakyat West Papua sebagai Wadah politik representatif nasional West Papua. Proses menuju Wadah Nasional memerlukan waktu dan tahapan-tahapan, tidak bisa satu miggu kita sulap terbentuk suatu Wadah politik Nasional. Untuk itu Rakyat harus mempunyai kesadaran sendiri untuk membangun suatu rumah, membangun suatu rumah perlunya suatu perencanaan yang baik. Ibaratnya Kongres III nanti itu memaksa rakyat untuk menaikan atap rumah, dimana tidak ada fandasi, dan tidak ada kerangka rumah.

Wakil- wakil rakyat yang duduk di Parlement Rakyat Daerah Byak itu adalah orang West Papua yang berasal dari sub-sub daerah yang ada di Byak yang ditunjuk langsung dari masyarakat dari sub-sub daerah tersebut. Kami mengeluarkan undangan kepada masyarakat di sub-sub daerah tersebut berkumpul untuk memilih perwakilan mereka. Sehingga sub-sub daerah tersebutlah yang membentuk kelompok yang berperan seperti Fraksi. Fraksi-fraksi tersebut harus mempunyai tanggung jawab pada sub-sub daerah mereka yang kami sebut sebagai DAPIL ( daerah pemilihan). Parlement Rakyat Daerah Byak itu bukan parlemennya suku Byak tetapi Parlementnya Rakyat West Papua di daerah Byak. Jadi didalam parlement ini ada orang Byak, Wamena, Jayapura, Serui dan lain-lain.

Arah perpolitikan dan demokrasi masyarakat West Papua di daerah Byak sudah tercemin dalam Parlement Rakyat Daerah Byak, selanjutnya Parlement Rakyat Daerah membentuk Parlement Nasional West Papua dan memilih perwakilan mereka di Parlement Nasional.

Rencana Kongres III itu terkesan ada kepentingan Indonesia, jika kita lihat pada pandagan luar negeri Indonesia tentang Papua baru-baru ini adalah menyatakan rakyat Papua membutuhkan otonomi dan Pemerintah akan memperbaiki otonomi tersebut. Sehingga kami melihat Kongres itu mengamankan kebijakan international Indonesia.

Kalau Kongres itu jalan maka, apa yang akan PDP laporkan selama 10 tahun kerjanya. Buku Pelurusan sejarah yang ditulis oleh Sejarahwan Belanda itu tidak bisa diklaim sepihak oleh PDP, karena niat Belanda itu sudah nampak pada tanggal 19 Desember 1999, dimana Parlemen Belanda mengajukan suatu mosi kepada pemerintah untuk melihat kembali masalah Papua. Hal inipun tidak terlepas dari berbagai kegiatan Papua Merdeka dari 1 Juli 1998 sampai 1 Desember 1999.
Kalau Kongres itu adalah kongres masyarakat Adat Papua silahkan karena meman kondisi struktur adat Papua belum diembangkan secara baik oleh lembaga-lembaga adat suku-suku di Papua dan itu sangat penting untuk di tata dan dikembangkan.

ILWP Gelar Pertemuan, KNPB Demo Lagi

JAYAPURA – Nampaknya setiap momen yang diselenggaran International Lawyers for West Papua (ILWP) mendapat sambutan hangat dari kelompok yang menamakan diri Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Bahkan pertemuan yang rencana dilaksanakan Rabu (12/10) di Inggris, oleh KNPB dengan dikoordinir Ketua KNPB Konsulat Indonesia, Victor Kogoya kembali melakukan aksi dukungan dengan berencana menggelar aksi demo damai.

Demo damai tersebut, sebagaimana dikatakanannya saat menggelar jumpa pers di Prima Garden, Kamis (16/10), akan dilaksanakan dengan tempat tujuan Kantor Gubernur Papua, di Dok II, Jayapura. “Kami pilih tempat itu bukan kami mau membawa aspirasi atau minta dukungan kepada Pemerintah Provinsi Papua maupun kepada DPRP, juga tidak kepada MRP,” jelasnya dalam jumpa pers yang dihadiri dua pucuk pimpinan KNPB, Buchtar Tabuni dan Mako Tabuni tersebut.

Ditegaskan, aksi demo nanti adalah aksi nasional untuk mendukung pertemuan ILWP yang akan membahas proses dan pengujian terhadap penguatan materi gugatan secara kongkrit dan objektif sebagai bahan persiapan gugatan International Court of Justice ( ICJ)/ Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.

“Selain itu guna menindaklanjuti pernyataan Sekjen Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) Ban Ki-moon setelah menghadiri Pacific Island Forum atau forum Negara-Negara Pasifik di Auckland-Selandia Baru, yang dalam konferensi perssnya, Ban Ki-moon menegasakan bahwa masalah Papua Barat tersebut akan dibicarakan dalam komite dekolonisasi Majelis Umum PBB,” ungkapnya.

Dalam kesempaatn tersebut juga dikatakan bahwa pihaknya mendesak Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan segala bentuk kejahatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua Barat dalam bentuk apapun.

“Dan segera menarik seluruh pasukan militer baik organik maupun non-organik dari seluruh wilayah Papua Barat. Karena penyelesaian masalah Papua tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara militer,” desaknya.(aj/don/l03)

Rakyat Papua Inginkan Referendum

Metrotvnews.com, Jayapura: Masyarakat Papua menggelar unjuk rasa menuntut referendum untuk tanah Papua. Sejak Selasa (2/8) pagi, warga telah berkumpul di Expo, Waena, Jayapura, Papua Barat.

Dari titik itu, mereka akan melakukan longmarch sepanjang 20 kilometer menuju kantor DPRD Papua. Selain melakukan longmarch, warga juga memblokade Jalan Expo, Waena. Akibatnya, jalan akses Jayapura menuju Bandara Sentani harus dialihkan ke jalan alternatif.

Aksi unjuk rasa itu bertepatan dengan Konferensi Tingkat Tinggi International Lawyer for West Papua (KTT ILWP) di Inggris. Dengan menggunakan pakaian adat, mereka juga membawa poster yang berisikan tuntutat ‘Papua Merdeka’. Warga mengklaim, keadilan dan kesejahteraan ekonomi serta keadilan hak azasi manusia tak mereka dapatkan sejak tergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gagasan referendum itu bukanlah yang pertama kali. Gagasan itu muncul setelah beberapa kali terjadi ketidakadilan yang terus mendera warga Papua. Terakhir, kasus bentrokan berdarah dan penembakan makin menguatkan hati warga Papua untuk memerdekakan diri.

Melalui KTT ILWP I di Oxford, Inggris, pengacara ingin bersuara. Mereka ingin mengutarakan keinginan hatinya yang telah lama dipendam. Tanpa tedeng aling-aling, ILWP menilai terhentinya pengusutan kasus HAM dan otonomi khusus Papua yang belum terselesaikan merupakan imbas dari penentuan pendapat rakyat (Pepera) pada 1969. Padahal, Pepera merupakan dasar bergabungnya Papua ke NKRI.

Lewat KTT itu, ILWP juga ingin memantapkan hati untuk menggugat Indonesia ke Mahkamah International. Dalam rencana gugatan itu, ILWP diwakili 69 pengacara dan dipimpin Melinda Janki dari Guyana. Namun, Duta Besar Indonesia untuk Inggris Yurie Thamrin menilai langkah itu omong kosong. Pasalnya, menurut Yurie, KTT di Inggris bukan untuk menentukan pendapat referendum, melainkan untuk diskusi.(****)

Headline News / Nusantara / Selasa, 2 Agustus 2011 12:10 WIB

Warga Ultimatum Kepolisian

JAYAPURA [PAPOS]- Situasi keamanan di kawasan Abepura berangsur pulih pasca-bentrok antar warga pendatang dengan warga asal Pegunungan. Namun, sebagian warga pendatang, yakni Makassar Sulawesi Selatan, masih berjaga-jaga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Pantauan VIVAnews.com, Senin 30 Mei 2011, aktivitas perdagangan di sepanjang Jalan Kali Acai, Abepura, mulai berdenyut. Sabtu malam lalu, jalan ini sempat jadi sasaran lemparan batu dari warga asal pegunungan Papua.

Bentrok ini berawal dari kecelakaan lalulintas dengan korban Ortisan (22), seorang mahasiswa asal Pegunungan Bintang di Jalan Kali Acai. Ortisan yang mengendarai sepeda motor diserempet pengemudi motor dari arah berlawanan. Sejumlah tukang ojek yang melihat korban langsung bergegas menolong. Sementara pengendara motor yang menyerempet korban langsung kabur.

Namun, Ortisan malah marah dan memukul seorang tukang ojek yang berusaha membantu dirinya, perlakuan kasar tersebut memicu kemarahan dan pelaku menikamkan pisau ke punggung korban.

Usai menikam Ortisan, pelaku penikaman melarikan diri. Informasi penikaman terhadap Ortisan didengar oleh rekan – rekannya yang tinggal bersama di Asrama Mahasiswa Pegunungan Bintang. Mereka lantas mendatangi lokasi kejadian, mencari pelaku penikaman. Sejumlah pertokoan pun menjadi sasaran lemparan batu dari para mahasiswa yang marah.

Bentrokan tak terelakkan lagi dan tiga mahasiswa luka. Bentrokan baru bisa diredam setelah aparat kepolisian turun ke lokasi kejadian. Korban luka adalah Yulianus Urapdana (27), Elisa Mimin (21), dan Alpen Amirka (23).

Wakapolresta Jayapura, Kompol Raydian Kokrosono mengatakan, warga asal pegunungan meminta agar polisi segera menangkap pelaku yang telah menikam Ortisan. Kepolisian sendiri mengaku sudah mengantongi identitas pelaku.

“Warga memang memberi ultimatum hingga hari Selasa besok. Pelaku penikaman harus bisa ditangkap.” Dia meminta warga tidak melakukan serangan lagi dan mempercayakan proses penyelesaian pada hukum.

Korban di Rawat

Kecelakaan lalulintas [Lakalantas] yang terjadi di jalan baru, Pasar Lama Abepura, Sabtu [28/5] sekitar pukul 17.30 Wit berujung terjadinya kekerasan antara warga pasar lama Abepura dan masyarakat Pegunungan Bintang.

Tak ayal empat korban dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah [RSUD] Abepura untuk mendapatkan perawatan intensip. Ke empat korban diantaranya, Yesman Dean [22] warga BTN atas Tanah hitam, Alven Amirka [24] warga Asrama Pegunungan Bintang jalan Buper, Elisa Mimin [22] warga Kota Raja Dalam dan Yulianus Uropdana [22] warga Perumnas II Waena.

Kapolsek Abepura, Kompol Arie Sandy Z. Sirait SIK,M.Si melalui Kanit Reskrim, Iptu L. Simanjuntak, SH menjelaskan, kejadian berawal ketika terjadi laka lantas antara korban Alven Amirka dengan orang tak dikenal di jalan baru Pasar Lama Abepura. Lantas kemudian, warga disekitar itu hendak menolong korban, namun korban tidak terima, akhirnya terjadi perkelahian dengan beberapa orang di tempat kejadian perkara [TKP].

Kemudian, salah satu dari orang tak dikenal tersebut membacok bagian punggung korban hingga mengeluarkan darah. Nah, disaat bersamaan teman korban datang, Yesman Dean bersama istrinya naik sepeda motor hendak menuju pasar Youtefa. Setelah tiba di TKP, Yesman berhenti dan berusaha melerainya, tetapi justru Yesman terkena lemparan batu mengenai kepala bagian belakangnya hingga luka berdarah, akhirnya kedua korban dilarikan ke rumah sakit Abepura.

Setelah kejadian beberapa saat kemudian sekitar pukul 18.30 Wit, masa datang dari asrama Pegunungan Bintang serta dari beberapa asrama lainnya ke jalan baru pasar lama dengan maksud mencari pelaku pengeroyokan korban sambil berjalan kaki, mereka melakukan pelemparan terhadap kios-kios sepanjang pasar lama dengan mengunakan kayu dan batu. Untung saja anggota Polsek Abepura kota bersama Kapolsek Abepura Kota, Kompol. A. Sirait dan Kanit Reskrim Iptu. L.Simanjuntak sigap mencoba menghadang massa yang datang, tapi massa terus maju. Kuatir massa bertemu dengan masyarakat jalan baru Pasar Lama yang sudah siap dengan alat tajam untuk mempertahankan diri maka, anggota mengeluarkan tembakan peringatan ke udara beberapa kali. Upaya ini tidak sia-sia, aparat berhasil mengendalikan situasi.

Setelah situasi dapat dikendalikan, kemudian ditemukan lagi dua korban yang dianiaya orang tak dikenal dengan alat tajam atas nama, Elisa Mimin. Korban dibacok pada bagian kepala belakang kepala dengan mengunakan alat tajam hingga mengeluarkan darah. Sedngkan Yulianus Uropdana mengalami luka bacok pada bagian siku tangan kirinya hingga mengeluarkan darah.

Jatuhnya korban ini tidak terima masyarakat Pegunungan Bintang, membuat ratusan masyarakat mendatangi Polsekta Abepura, Minggu [29/5] sekitar pukul 16.00 Wit, kemarin, dengan maksud minta kepada pihak aparat kepolisian Polsekta Abepura agar segera mengungkap pelaku pengeroyokan terhadap empat korban tersebut.

Kehadiran masa ini diterima dengan baik oleh Kapolsekta Abepura, Kompol. A. Sirait. Dihadapan massa Sirait mengatakan untuk mengetahui siapa pelaku atas kejadian itu, pihak Kepolisian Polsekta Abepura dibac-up Polresta Jayapura kini tengah melakukan penyelidikan guna mengetahui siapa pelakunya.‘’Kasus ini sudah ditangani oleh Polres Kota Jayapura. Kasus ini akan diusut sampai tuntas hingga pelakunya tertangkap,’’ tegasnya.

Usai massa mendengar penjelasan dari Kapolsek Abepura, massa meninggalkan Polsek Abepura dan pulang kerumah masing-masing dengan aman dan tertib.

Dari pantauan Papua Pos akibat kejadian tersebut, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, mulai dari pasar lama, Abepura, jalan Kali Acai, Kamp Kei sampai lampu merah, mendapat pengamanan dari aparat kepolisian.[cr-63/vvn]

Written by Cr-63/Wn/Papos
Tuesday, 31 May 2011 00:00

Massa Pro ‘M’ Siap Demo – Titik Kumpul Makam Theys, Abepura, dan Taman Imbi

JAYAPURA—Momen 1 Mei kemarin merupakan hari integrasi Papua ke NKRI yang oleh kelompok tertentu menyebutnya hari Aneksasi Papua Barat  ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mengingat 1 Mei kemarin bertepatan hari Minggu, maka perayaannya diundur satu hari, yakni 2 Mei hari ini dalam bentuk aksi damai oleh kelompok Pro Merdeka (pro M).  Ribuan massa dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB) didukung berbagai komponen, seperti faksional pergerakan perjuangan Papua Barat, direncanakan turun jalan (maksudnya: menggelar aksi demo damai) di Kantor DPR Papua dan Kantor Gubernur, Jayapura, Senin (2/5) pukul 08.00 WIT    Wakil Ketua KNPB Mako Tabuni yang dihubungi Bintang Papua semalam membenarkan rencana aksi demi damai guna memperingati Hari Aneksasi Banga Papua Barat kedalam NKRI.
Dia mengatakan, pihaknya akan menyampaikan aspirasi kepada pemerintah RI melalui DPR Papua dan Gubernur Provinsi Papua untuk meluruskan Perjanjian New York (New York Agreement) dan meninjau kembali Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang sangat merugikan Bangsa Papua Barat baik dari aspek politik maupun hukum.

Dijelaskan, aksi demo damai tersebut direncanakan  diikuti massa pergerakan perjuangan Papua Barat yang datang dari Manokwari, Sorong, Biak, Merauke, Sarmi, Keerom dan lain lain.
Menurut dia, aksi demo damai tersebut dengan Titik Kumpul di Sentani di  Makam Theys, Titik Kumpul Abepura di Depan Kantor Pos Abe serta Titik Kumpul Jayapura di Taman Imbi mulai pukul 08.00 WIT.  

Ditanya apakah pihaknya telah  mengantongi  izin resmi dari aparat kepolisian terkait aksi demo damai, dia menandaskan, pihaknya telah mendapatkanizin resmi dari Kepolisian setempat kerena aksi demo ini adalah aksi damai untuk menyampaikan aspirasi  Bangsa Papua Barat kepada pemerintah RI melalui DPR Papua dan Gubernur Provinsi Papua. 

Dia menandaskan, tanggal 1 Mei 1963 adalah Aneksasi Banga Papua Barat kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah awal pembunuhan embrio berbangsa dan  bernegara bagi rakyat Papua Barat.

Akibatnya, ujar dia,  nasib masa depan rakyat Papua Barat benar benar terancam  kepunahan (genocide) dari atas Tanah Warisan Leluhurnya. Yang ada dan dinikmati oleh rakyat Papua adalah dibunuh, dibantai, digusur, diperkosa hak dan martabat, diskriminasi, marginalisasi dan cucuran darah dan air mata oleh kejahatan keamanan negara RI. Sadar tak dasar martabat dan harga diri kita diinjak injak.

Semua demi kepentingan negara negara kapitalisme yang lebih mengutamakan emas,k kayu, munyak dan seluruh kekayaan alam yang ada diatas Tanah Papua dan manusia Papua (Ras Melanesia) yang  Allah ciptakan segambar dan serupa Allah. Supaya setiap manusia dapat hidup saling menghargai hakl setiap suku bangsa.

“Maka mari datang bergabung kita tunjukan harga diri kita  sebagai anak negeri Bangsa Papua Barat. Nasib negeri ini ada padamu kini untuk menentukan ribuan nasib anak cucu kedepan,” ujarnya. (mdc/don)

Minggu, 01 Mei 2011 16:32

, ,

GSNRPB Tolak Kedatangan Presiden SBY

JAYAPURA [PAPOS] – Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudoyono [SBY] di Jayapura dalam rangka menghadiri acara pembukaan Pertemuan Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) se-nusantara yang berlangsung di Universitas Cenderawasi, ditolak oleh komponen rakyat Papua yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Nasional Rakyat Papua Bersatu (GSNRPB) yang merupakan gabungan organisasi pergerakan Papua dan sejumlah aktivis Papua.

Penolakan terhadap kedatangan Presiden SBY tersebut dinyatakan oleh GSNRPB dalam siaran pers yang digelar di Asrama Tunas Harapan Abepura, Minggu (21/11) kemarin.

Juru bicara GSNRPB, Selvius Bobi mengatakan, kedatangan Presiden SBY selain membuka acara temu BEM se-nusantara juga melakukan pertemuan dengan pimpinan Daerah yakni Gubernur, DPRP, MRP dan Bupati/Walikota se- Papua dan Papua Barat tentang masalah pembangunan dan pelaksanaan Otsus di Papua.

“ Rakyat Papua telah menyatakan sikap menolak Otsus Papua sebab Otsus gagal, sehingga Gubernur dan Presiden tidak usah lagi mencari-cari jalan untuk memperbaiki Otsus Papua,” paparnya.

Dimana menurut Selvius Bobi bahwa dalam perjalanan Otsus Papua banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh rakyat Papua yang paling menonjol dalam Otsus Papua yakni pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua yang dilakukan oleh negara serta pembungkam ruang demokrasi bagi rakyat Papua terus terjadi dari hari ke hari.

Hal itu membuat rakyat Papua menyatakan Otsus gagal total dan masyarakat Papua menolak Otsus sehingga masyarakat tidak mau gebernur berkompromi dengan pemerintah RI untuk merevisi bahkan meningkatkan status Otsus kedepan.

“ Tidak ada solusi lain untuk penyelesaian masalah Papua selain negara Indonesia mengakui kedaulatan bangsa Papua serta membiarkan rakyat Papua menentukan nasib sendiri,” tandas Selvius Bobi.

Selvius mengungkapkan, sebagai bentuk protes terhadap kehadiran Presiden SBY di Jayapura maka seluruh komponen rakyat bangsa Papua akan melakukan mogok besar-besaran selama dua hari yakni tanggal 22-23 November. Dimana kata dia bentuk mogok yang dilakukan oleh komponen rakyat Papua yakni mogok kerja, mogok sekolah dan mogok kuliah pertanda bahwa orang Papua tidak setuju atas kedatangan SBY di Papua. [eka]

Written by Eka/Papos
Monday, 22 November 2010 00:00

Sambut Obama: Demo Freeport Serentak Di Tiga Kota

Uyung Sy – PME Indonesia

JAKARTA – Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat (LPNR-PB), melakukan aksi demo tutup PT Freeport (PTFI), secara serentak di 3 Kota, Jakarta depan Plaza 89 kantor PTFI, Surabaya Pangasari PTFI dan areal PT Freeport Timika.

Dalam aksi di depan kantor PTFI Jakarta masa aksi memaksa masuk ke halaman gedung namun dihalangi oleh aparat yang telah berjaga sebelumnya. Masa sempat melakukan aksi pemblokiran jalan selama 30 menit yang menimbulkan kemacetan panjang di ruas Jl. Rasuna Said, Kuningan.

Koordinator aksi Rinto Kogoya saat ditemui PME , menyatakan aksi mereka kali ini untuk menegaskan bahwa kehadiran Freeport tidak memberikan manfaat bagi Rakyat Papua, serta menimbulkan pelanggaran HAM, kekerasan dan kerusakan lingkungan.

“Kami menutut Freeport ditutup, mereka bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan, kejahatan dan lingkungan,” papar Rinto, Jakarta, Selasa (10/11).

Sementara Ketua LPNR-PB, Arkilaus Arnesius Baho, menyerukan semua elemen masyarakat Papua untuk bersatu melakukan tutup Freeport serta meminta tanggung jawab Freeport atas kejahatan kemanusiaan dan kejahatan lingkungan di Papua.

“Aksi demo serentak di 3 kota ini sebagai kado sambutan kedatangan Obama ke Indonesia, selain kami menyerukan tutup Freeport dan menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara menyeluruh dan tuntas, kami juga menyerukan penghentian kerjasama bilateral dibidang militer antara Indonesia dengan Amerika,” tegas Arki.

Dari informasi yang kami peroleh, dini hari tadi terjadi perusakan di bangunan dan mobil di HRD PTFI di Tembagapura.

http://pme-indonesia.com/news/?catId=5&newsId=2961

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny