Rakyat Papua Barat Tolak Tim Investigasi

Rakyat Papua Barat yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) beserta elemen masyarakat lainnya saat demo di DPRP, Kamis (28/10) kemarin. Mereka menuntut TNI/Polri segera menghentikan kekerasan di wilayah Puncak Jaya.JAYAPURA—Rakyat Papua Barat  yang terdiri dari  Komite Nasional Papua Barat (KNPB) beserta seluruh elemen masyarakat lainnya menolak dengan tegas opsi yang disampaikan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda untuk membentuk tim investigasi   guna mengumpulkan fakta atau bukti terkait kekerasan dan penyiksaan  yang dialami rakyat sipil  di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

“Kami  tegas menolak  tim investigasi  sepihak yang dibentuk  oleh TNI/Polri, DPRP, pemerintah pusat maupun   Komnas HAM. Tapi kami minta TNI/Polri maupun pemerintah membuka akses internasional  bagi tim investigasi independen dari pihak pihak internasional  untuk datang  ke Puncak Jaya  dan Jakarta jangan menutup  akses ke Papua,” ujar Ketua Umum KNPB Buchtar Tabuni  yang disampaikan melalui Juru Bicara KNPB  Mako Tabuni di hadapan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda dan Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai beserta anggota DPRP antara lain Yulius Miagoni SH, Nasson Uti, Achmad Saleh, Ignasius Mimin, John Banua Rouw, Ny Yani, Kenius Kogoya ketika  berlangsung demo,  Kamis (28/10) kemarin.

Selanjutnya dia mengatakan, Pertama,  Kami segenap   rakyat Papua Barat mengutuk  keras pelaku penyiksaan rakyat sipil di Puncak Jaya. Kedua, Pangdam dan Panglima TNI bertanggung jawab atas penyiksaan warga sipil di Puncak Jaya.  Ketiga, Kami menolak dengan tegas investigasi sepihak oleh TNI/Polri. Keempat, harus buka akses internasional  bagi Tim Investigasi Independen. Keenam, tarik militer dan Puncak Jaya. Keenam,  Hentikan pendekatan militer dan segera gelar referendum sebagai solusi damai.

Sebagaimana disaksikan Bintang Papua,  ribuan massa  dari KNPB dan elemen masyarakat  lainnya  Kamis (28/10) pukul 09.00 WIT berkumpul   masing masing di Sentani, Mata Jalan Pos 7, Waena—Expo, Depan Kantor Pos Abe, Yapis, Depan Kampus STIE Yapis menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat  bergerak dan bergabung bersama massa  lainnya  yang telah berkumpul di Taman Imbi.

Selanjutnya  massa  menuju Halaman Gedung DPRP, Jayapura  dikawal  aparat keamanan dari Polresta Jayapura serta Brimob Polda Papua.

Saat tiba di  Halaman Gedung DPRP, Jayapura massa membentangkan sejumlah spanduk,  yang antara lain bertuliskan Kasus Puncak Jaya Murni Didalangi TNI/Polri, Stop Kekerasan di Papua Barat Segera Ambil Solusi Lewat Referendum, Rakyat Papua  Secara Tegas  Mendesak Pemerintah Indonesia  Membuka Diri, Akses Tim Investigasi Internasional  ke Papua, Tarik Pasukan Militer Non Organik di Puncak Jaya dan Papua Barat Secara Menyeluruh. PBB (UNTEA), Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia Bertanggungjawab Atas Genocide d Tanah Papua.
Aksi unjukrasa tersebut sempat  ricuh gara- gara seorang pengunjukrasa serta  merta memaksa Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai yang tengah memegang  mike  menyampaikan orasi politik. Melihat gelagat yang tak terpuji tersebut aparat keamanan menyerukan masuk ke tengah massa. Akhirnya massa pun berterik agar aparat segera meninggalkan kerumunan tersebut.

Buchtar Tabuni menyampaikan,  sejak  dulu sampai sekarang,  pihak yang terus menyiksa, meneror, mencuri dan membunuh orang Papua adalah TNI/Polri.  Bahkan Sejak wilayah  Papua Barat dikuasai sepihak atas kepentingan Indonesia dan Amerika Serikat, nilai kemanusiaan orang Papua dianggap dan diperlakukan seperti binatang.

Alhasil,lanjutnya, video penyiksaan di Puncak Jaya adalah contoh nyata  prilaku TNI/Polri yang bertugas di Papua Barat. Masih  banyak kasus  kasus serupa  yang menyedihkan di seluruh pelosok Papua Barat yang tak pernah terekam. Dan akhirnya kami orang Papua harus menyadari bahwa Republik Indonesia  dan antek kapitalisnya Amerika  Serikat sedang memusnakan kami orang Papua demi napsu kekuasaan dan kekayaan alam di Papua.  “Kasus penyiksaan di Puncak Jaya baik yang terekam  maupun yang belum terekam adalah murni perbuatan militer Indonesia,” kata Buchtar Tabuni yang kini tengah menjalani proses hukum di LP Abepura lantaran dituduh melakukan makar.

Dikatakan, dari dulu rakyat Papua Barat berjuang untuk sebuah kebenaran sejarah bahwa  Pepera 1969 penuh dengan manipulasi. Itulah akar masalahnya. Kenapa Republik Indonesia terus menutupi  akar masalah ini untuk  menyiksa dan membunuh orang Papua Barat dengan stigma separatis dan teroris? Dengan tegas kami katakan bahwa menyiksa, menangkap dan membunuh tak akan  pernah menyelesaikan persoalan di Papua, dan justru akan mencederai  wajah Indonesia di Internasional. Cara cara yang berdamai dan paling demokrasi  adalah referendum bukan menyiksa dan membunuh orang Papua.

Sejak operasi militer di Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, tambahnya, ratusan orang terus disiksa dan dibunuh oleh TNI/Polri, rumah, kebun dan ternak mereka dibakar. Ribuan yang lain mengungsi di hutan dan mati kelaparan.PihakTNI/Polri terus  menyangkal perbuatan mereka, padahal dalam rekaman video penyiksaan terlihat jelas TNI/Polri  menyiksa dan memperlakukan  rakyat  sipil di Puncak Jaya seperti binatang. 15 Septeber 2010, Brimob kembali menembak mati 3 warga di Manokwari, tapi pelakunya nhanya dihukum 14 hari. 4 Oktober 2010, polisi tembak mati ismail Lokobal (Koordinator Petapa). Pelaku TNI/Polri tak pernah dihukum.

“Kami orang Papua terus diberlakukan seperti binatang diatas tanah air kami sendiri , dan cepat atau lambat kami akan punah. Oleh karena itu rakyat Papua harus melawan penindasan dengan menuntut Indonesia  hentikan aksi militer dan segera gelar referendum sebagai solusi damai,” tukasnya. (mdc/don)

KNPB Tuntut Masalah HAM

vDEMO : Massa KNPB saat mendatangi Gedung DPRP untuk menyampaikan aspirasi terkait masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua
DEMO : Massa KNPB saat mendatangi Gedung DPRP untuk menyampaikan aspirasi terkait masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua

JAYAPURA [PAPOS] – Ratusan massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama Penjaga Tanah Papua (Petapa) mendatangi Gedung DPR Papua, Senin (18/10) kemarin, menuntut penyelesaian masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.

Massa yang berjumlah sekitar 300 orang itu sebelumnya berencana untuk melakukan long march dari Abepura hingga ke gedung DPR Papua di pusat kota Jayapura namun tidak diberikan ijin, akhirnya massa yang berasal dari Perumnas III, Sentani, Ekspo dating ke Gedung DPRP dengan menggunakan truk dan taksi. Mereka juga membawa berbagai macam spanduk, salah satu spanduk yang dibawa tersebut bertuliskan, “ Polisi harus mereformasi diri secara total biar ditingkat konstitusi maupun implementasi. Rakyat Papua mendesak DPRP untuk membentuk tim independen untuk menuntaskan masalah HAM di Tanah Papua. Rakyat Bangsa Papua Perlahan-lahan sedang punah oleh kekerasan militer. Rakyat Bangsa Papua bukan tempat laboratorium atau praktek tembak menembak oleh TNI/Polri”.

Written by Loy/Papos
Tuesday, 19 October 2010 00:00

Massa yang tiba di Jayapura tidak langsung ke Gedung DPRP, tetapi massa turun di Taman Imbi lalu berjalan kaki menuju ke Gedung DPR Papua dan berlari-lari sambil berteriak yel-yel Papua.

Tiba di gedung DPRP massa tidak langsung diterima anggota DPRP, tetapi mereka melakukan orasi-orasi yang isinya menuntut penengakan HAM atas penembakan yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.

Massa meminta pemerintah untuk bertanggung jawab atas penembakan terhadap Theis H. Eluay, Opinus Tabuni, Nahason Mabel, Kelly Kwalik, Ismail Lokobal, dan beberapa kasus penembakan yang terjadi di Manokwari dan daerah lain di Tanah Papua.

Akhirnya Wakil Ketua dan Anggota Komisi A DPRP menerima mereka, pernyataan sikap KNPB dibacakan dan disampaikan oleh Ketua Umum DAP Papua Forkorus Yamboisembut, S.Pd yang diterima Wakil Ketua Komis A, Ir. Wenan Watori. Dalam pernyataan sikap disebutkan, bahwa sejak reformasi di Indonesia, rakyat Papua mendapat ruang kebebasan terbuka lebar untuk menyampaikan berbagai tuntutan mulai dari penarikan TNI, penarikan transmigrasi, penegakan HAM dan pengakuan Hak-Hak politik orang Papua, mereka juga mendesak agar pihak Kepolisian mereformasi diri secara total.

Namun dibalik reformasi yang telah berjalan, negara melakukan berbagai operasi pembunuhan kilat, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang dan pemenjerahan para tokoh pejuang Papua. “Negara gagal menjamin hak hidup orang Papua, bukti kegagalan itu adalah terjadinya penculikan dan pembunuhan di Tanah Papua ini,” kata Forkorus.

Lebih jauh Fokorus mengungkapkan, kematian masyarakat Papua terus terjadi dari hari kehari dan akan terus berlangsung secara perlahan-lahan kepunahan hak hidup orang asli Papua akibat kekerasan aparat militer dan sipil yang ada di atas tanah Papua ini.

Dia mengatakan, kekerasan militer tidak dapat dibenarkan sesuai dengan hati nurani orang asli Papua, juga tidak sesuai dengan instrument hukum internasional dan hak azasi manusi serta bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 dan negara tidak bisa mengkriminalisasi masyarakat adat Papua serta menjustifikasi separatis.

Untuk itu, Fokorus menegaskan, Dewan Adat Papua mendesak Gubernur Papua dan DPRP untuk segera mengambil langkah-langkah untuk penyelamatkan hak hidup rakyat Papua dan menekan reaksi repressive militer untuk mereformasi diri dalam implemntasi justisia karena kekerasan bukan solusi untuk menyelesaikan masalah Papua tetapi justru melahirkan kekerasan baru.

Setelah menyampaikan aspirasi tersebut dan menyerahkan kepada Wakil Ketua Komisi A, Ir. Wenan Watori, Watori mengatakan akan menerima aspirasi ini dan menyemapikan kepada pimpinan dewan untuk selanjutnya dibicarakan. Setelah menyampaikan aspirasi dan mendapat tanggapan dari Komisi A DPRP akhirnya massa pulang kembali ke tempat asalnya dengan menggunakan truck.[loy]

Video Hasil Demonstrasi di Negeri Belanda 6 Oktober 2009

Saudara/i sebangsa Tanah Papua, Lewat kesempatan ini kami kirimkan laporan video dari aksi yang di laksanakan pada tgl 6 oktober di kota Den Haag. SBY tidak jadi datang ke Belanda, tetapi sitiusi masih sama, bangsa Papua masih di jajah dan di terror oleh aparat nkri, jadi kami tidak batalkan aksi2.

Teman2 Belanda bantu kami dalam kampanje untuk mencapai awareness (pengetauan) tentang sejarah Tanah Papua dan situasi Tanah Papua. Kampanje lewat Quiz di jalanan. Jangan kami harap politik Belanda sebab mereka harus di didesak oleh bangsa/rakyat Belanda dulu baru, pemerintah Belanda bisa bertindak. Oleh sebab itu, kami harus turun jalan banyak dan gunakan semua cara2 untuk capai awareness di NL.

Silahkan lihat laporan video dibawa.

Part 1: http://www.youtube.com/watch?v=TqvxXxPeWZ4
Part 2: http://www.youtube.com/watch?v=SG4RNv8wupI
Part 3: http://www.youtube.com/watch?v=SOgtciM0RVc

Demikian laporan singkat dari NL.

Selamat berjuang!

Berjuang terus tetap menang,

Oridek Ap

Klaim 101 Negara Dukung Referendum

Dari Aksi Demo di Makam Theys
Dari Aksi Demo di Makam Theys

Seribuan Massa yang memadati Makam Theys Minta Referendum Jadi Solusi Politik Papua

SENTANI—Tuntutan referendum untuk Papua terus disuarakan.

Pasalnya, ada kabar beredar di masyarakat di Papua, jika sejumlah negara telah membuka diri untuk mendukung referendum Papua. Bahkan Sebi Sambom, salah satu piplar KNPB yang selama ini menjadi tahanan politik karena tuduhan makar mengklaim dari 199 negara yang menjadi anggota PBB 101 diantaranya sudah siap memberikan dukungan terhadap referendum di Papua, dan nasib Papua akan devoting di PBB pada tahun 2011 mendatang, itu berarti kebebasan bangsa West Papua, dari penindasan oleh Indonesia semakin berpeluang terjadi. Hal itu menguat dalam aksi demo ribuan massa di Makam Theys, Kamis kemarin.

Ya, jika beberapa waktu lalu aspirasi politik Papua Merdeka sering dilontarkan tokoh-tokoh politik garis keras west Papua ke pemerintah Indonesia, baik melalui lembaga legeslatif maupun eksekutif di daerah dan pusat, namun saat ini mungkin bisa dikatakan tidak.

Mungkin saja masyarakat serta organisasi politik yang selalu mengkristal dengan aspirasi merdeka yang ditujukan ke Pemerintah itu tidak pernah ada kejelasan sama sekali, sehingga saat ini campur tangan Pemerintah Indonesia sama sekali tidak diharapkan dalam penanganan aspirasi Papua Merdeka.

Bukan itu saja, upaya masyarakat Papua melalui tim 100 untuk membuka dialog dengan Pemerintah Indonesia tidak pernah terwujud sehingga masyarakat dan tokoh politik Papua lebih memilih menyelesaikan status politik tanah Papua melalui jalur internasional.

Terbukti konsentarsi ratusan massa yang melakukan aksi demo damai di makam alm Theys Eluay Kamis (23/9) yang dumulai sekitar pukul 09.00 itu sama sekali tidak mendesak Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan aspirasi politik Papua Merdeka dari orasi-orasi yang mereka lakukan.

Hanya semangat perjuangan yang terlihat dari mereka dengan tarian waiatay (lari berputar) yang terus mereka lakukan dengan menyanyikan lagu-lagu kemerdekaan Papua Barat ciptaan Balck Brothers. Semangat itu semakin bergelora ketika sekitar pukul 13.00 ratusan masa menggunakan belasan truk dan motor bergabung dari arah Abepura ke Makam alm Theys Eluay.

Aksi ini sendiri mendapat pengawalan ketat dari 5 pleton anggota Polres Jayapura dibackup 3 pleton Brimobda Polda Papua. Sementara disisi lapangan makam alm Theys nampak pasukan baret biru penjaga tanah papua juga mensterilkan setiap sudut lapangan dari oknum-oknum yang dianggap tidak berkompoten dalam kegiatan tersebut.

Marko Tabuni yang mengawali orasi politik tersebut lebih banyak meyampaikan perjuangan politik Papua Barat yang kini telah ramai menjadi diskusi hangat di anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, akibat pelanggaran HAM yang terus terjadi dan meningkat di Papua yang dilakukan oleh militer Indonesia.

Bahkan Marko menyebutkan 12 Negara masing-masing Papua New Guniea, Fiji, Vanuatu, Korea Selatan, Jepang, Inggris, Afrika selatan, Saudi Arabia, New Zeland, Denmark, Amerika, dan Australia merupakan Negara-negara yang kini telah membuka diskusi referendum West Papua di PBB.

Seperti yang termuat pada perdebatan panjang pada 3 September 2010 pada sidang tahunan PBB yang tertuang pada copy-an selebaran setebal 13 halaman, yang sebarkan kepada ratusan masa itu. Guna memberikan penghargaan kepada keduabelas Negara tersebut sebanyak 12 bendera dari Negara-negara tersebut ditancapkan di depan panggung orasi yang berada di sisi utara makam Theys Eluay, dan mendapat sambutan tepuk tangan dan yel-yel dari ratusan masyarakat yang hadir pada saat itu.

Usai Marko menyampaikan orasi politiknya dilanjutkan oleh Sebi Sambom salah satu pilar KNPB yang selama ini menjadi tahan politik karena tuduhan makar.

Kepada ratusan masa itu Sebi mengatakan agar masyarakat tetap tenang dan memberikan informasi yang baik kepada sesamanya baik itu orang papua maupun pendatang termasuk TNI/POLRI, terkait perkembangan status politik tanah Papua saat ini yang sudah ramai menjadi perdebatan di PBB.

Karena menurutnya cepat atau lambat referendum akan segera dilakukan lagi atas desakkan Negara-negara yang peduli dengan status politik d tanah Papua guna mengulang referendum yang pernah dilakukan pada 1969 yang dinilai cacat hukum itu. Sehingga dengan jalan inilah bangsa West Papua akan mengakhiri kebersamaannya selama ini dengan Indonesia. Sebi juga meminta agar generasi muda yang aktif dalam perjuangan agar tidak takut dengan TNI/Polri karena ada hukum internasional yang memberikan jaminan kebebasan dan demokrasi bagi setiap makhluk hidup didunia.

Dalam aksi demo damai tersebut sosok si-jangkung Forkorus Yaboisembut yang adalah Ketua Dewan Adat Papua tidak berada dalam kegiatan tersebut. Ternyata usut-punya usut tokoh yang paling frontal dengan pelanggaran HAM di Papua itu kini telah berada di Amerika Serikat, hanya saja tidak dijelaskan apa tujuan perjalanannya ke sana.

Aksi demo damai yang dipelopolir oleh KNPB itu sendiri baru bubar sekitar pukul 17.30 WIT. (jim)

KNPB Biak Juga Tuntut Referendum

Ditulis oleh redaksi binpa

Puluhan warga KNPB di Biak dan Supiori melakukan unjuk rasa ke DPRD Biak NumforBIAK-Tidak saja di Kota Jayapura sebagai ibukota Provinsi Papua, di Biak, Kamis (2/9) kemarin puluhan warga yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) juga kembali menggelar aksi unjuk rasa di Halaman Kantor DPRD setempat.Mereka menuntut referendum untuk menyelesaikan status politik bangsa Papua Barat, serta menolak agenda dialog Jakarta—Papua.

Sebelum menggelar aksinya, massa berkumpul di dihalaman kantor Dewan Adat Biak (DAB) dan melakukan long marc dengan berjalan kaki ke kantor DPRD.

Walaupun sempat memacetkan arus lalu-lintas, namun massa berjalan cukup tertib menuju DPRD sambil meneriakan yel-yel ‘merdeka’ dan referendum solusi terbaik. Begitupula pada spanduk tertulis, ‘kami rakyat Papua tolak dialog Jakarta-Papua dan minta referendum’. Setelah tiba di halaman kantor DPRD setempat, beberapa orang wakil massa KNPB itu satu persatu menggelar orasi yang intinya menuntut referendum dan menolak dialog Jakarta —Papua. Kehadiran para pengunjuk rasa itu, disambut langsung oleh ketua DPRD, Nehemia Wospakrik dan sejumlah anggota dewan lainnya. Penyampaian aspirasi berlangsung aman dan lancar, hingga penyerahan dokumen aspirasi kepada DPRD.

Menurut ketua KNPB wilayah Biak dan Supiori, Adolof Baransano, pihaknya datang untuk menyampailkan aspirasi kepada DPRD antara lain menuntut referendum untuk menyelesaikan status politik Papua serta menolak adanya dialog Jakarta—Papua.

“ Kami minta DPRD tolong teruskan aspirasi kami, bahwa kami menolak dialog antara Jakarta-Papua, sebab yang dinginkan saat ini adalah referendum dan itu harga mati,” kata Adolof Baransano kepada Bintang Papua, Kamis (2/9).

Warga KNPB itu terdiri dari korban pelanggaran HAM di Papua, mantan Tapol Napol, Perempuan Papua, Dewan Adat Biak dan masyarakat adat di wilayah Biak dan Supiori.

Sedangkan ketua DPRD, Nehemia Wospakrik, setelah menerima dokumen aspirasi itu, menyampaikan bahwa pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan warga KNPB itu, serta segera akan ditindak lanjuti ke Provinsi dan Pemerintah Pusat. “Tuntutan mereka akan kami tindak lanjuti tanpa mengurangi sedikitpun kepada pihak yang berwewenang,” katanya. (cr-6)

Tuntutan Referendum Diteruskan ke Pusat

DSERAHKAN ASPIRASI-Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni menye­rahkan aspirasi rakyat Papua Barat kepada Ketua DPRP Drs John Ibo MM saat aksi unjukrasa di Halaman Kantor DPRP, Rabu (1/9) kemarin.JAYAPURA—Setelah ‘jedah’ beberapa waktu, ratusan massa yang tergabung dalam Komite Nasional Pa­pua Barat (KNPB) kembali menggelar aksi unjukrasa di Halaman Kantor DPRP, Rabu (1/9) kemarin. Mere­ka menuntut referendum untuk menyelesaikan status politik bangsa Papua Barat, serta menolak agenda dialog Jakarta—Papua. Sebelum menggelar aksi unjukrasa di Halaman Gedung DPRP, Jaya­pura massa berkumpul di Depan Kantor Pos Abepura sejenak melakukan oras dan mengibarkan spanduk dan bendera KNPB. Selanjutnya massa bergerak menuju DPRP di Jayapura dengan menggunakan sekitar 7 truk.

Sejak dari Abepura massa berada dalam pengawalan aparat polisi. Walaupun sempat memacetkan arus lali lintas, namun massa berjalan cukup tertib menuju DPRP di Jayapura.
Saat massa tiba di Lapa­ngan Imbi Jayapura penga­walan makin diperketat. Massa akhirnya berhenti sejenak menunggu massa yang bergerak dari arah depan Polda Papua. Setelah bergabung massa pun menyeruak masuk ke Halaman Gedung DPRP sembari mene­riakan Hidup Bangsa Papua Barat Merdeka, Referendum Solusi Terbaik Penyelesaian Status Politik Bangsa Papua Barat dan lain lain.

Beberapa orang wakil massa satu persatu menggelar orasi yang intinya menuntut referendum dan menolak dialog Jakarta—Papua. Seorang delegasi massa naik ke lantai atas guna bertemu dan mengajak pimpinan dan anggota DPRP untuk segera menemui pengunjukrasa. Setelah menunggu beberapa jam akhirnya Ketua DPRP Drs John Ibo, Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai serta beberapa anggota DPRP antara lain Ahmad Saleh, Ignasius Mimin, Yohanes Sumarto serta Hagar Aksamina Magai turun untuk menemui pengunjukrasa.

Tindakan yang dilakukan pimpinan dan anggota DPRP mendapat pujian dari ma­ssa pengunjukrasa. Akhirnta pimpinan dan anggota DPRP didaulat untuk menyimak aspirasi yang disampaikan Juru Bicara KNPB Mako Tabuni.

Mako Tanuni menegaskan pihaknya datang untuk menyampailkan aspirasi kepada DPRP antara lain menuntut referendum untuk menyelesaikan status politik bangsa Papua Barat serta menolak agenda dialog Jakarta—Papua. Selanjutnya Mako Tabuni merengsek masuk dalam kerumunan massa untuk menyerahkan aspirasi kepada Ketua DPRP Drs John Ibo.

Usai menyerahkan aspirasi tersebut Mako Tabuni mengan­cam tak ia dan ribuan massa tak akan meninggalkan Halaman Gedung DPRP apabila pihak DPRP tak segera mengirimkan fax yang berisi aspirasi kepada DPR RI dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ketua DPRP Drs John Ibo menyampaikan bahwa pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan rakyat Pa­pua Barat, serta akan segera menyampaikannya kepada pemerintah pusat, serta menga­jak Mako Tabuni dan kawan kawan untuk naik ke lantai II Gedung DPRP untuk melihat langsung aspirasi yang mereka sampaikan akhir­nya dikirim melalui fax kepada pemerintah pusat. Massa kemudian dengan ter­tib dan tenang membubarkan diri dan meninggalkan Halaman Gedung DPRP dikawal aparat. (mdc)

DAP Anggap Indonesia Caplok Bangsa Papua Barat

Catatan WPMNews:

Yang akan terjadi mulai tanggal 3 Septembear ialah pertemuan rutin Masyarakat Adat sedunia dan Komisi lain yang biasanya menyelenggarakan “hearing” tentang berbagai persoalan di dunia pada “open sessions”, atau sesi-sesi terbuka, di mana tidak ada tempat untuk diskusi atau mengambil kesimpulan untuk jalan keluar, tetapi hanya menyampaikan gambaran situasi daerah, bangsa, kelompok, induvidu di berbagai tempat dan negara di muka Bumi. Laporan-laporan ini dapat, tidak harus, tetapi dapat diteliti lebih lanjut oleh Forum Permanen Masyarakat Adat atau sub-sub Komisi PBB, ang kemudian dapat diajukan sebagai CONTOH KASUS untuk menyelesaikan berbagai masalah di DUnia. Jadi tidak ada sorotan isu-isu khusus untuk wilayah, organisasi tertentu.

Sebagai tambahan, Open Sessions sudah berlangsung lebih dari 40 tahun lamanya, masalah-masalah yang masuk bertumpuk sedemikian tebalnya sehingga begitu sulit untuk mencarikan jalan keluar per kasus, kecuali per contoh kasus, di mana dicarikan modus operandi dan formulasi metode penyelesaian sebagai patokan untuk kasus-kasus di seluruh dunia.

Walaupun begitu, memang ada perkecualian, di mana kasus itu kalau dianggap ‘extra-ordinary’, maka dapat dibentuk Tim Ahli yang menangani dan menelaah kasus dimaksud secara mendalam, yang kemudian masih diajukan ke sub Komisi sebelum ke Komisi dan akhirnya ke Sidang Umum.

Secara teori dan praktek konvensional, Sidang Umum PBB hanya dihadiri oleh ANGGOTA PBB, tidak ada tempat bagi organisasi, apalagi organisasi pemberontak menentang negara, yang notabene adalah anggota dari PBB itu sendiri.

Yang dimaksud dalam artikel ini adalah kehadiran dan waktu bicara bagi ILWP dan IPWP dalam Open Sessions Permanent Forum on Indigenous Issues/ Populations atau mungkin dalam Minority Rights, yang merupakan bawahan dari Komisi HAM, di bawah Sub-Komisi ECOSOC dan SIPOL.

Mekanisme penyampaian masalah dan pengambilan keputusan tidak semudah itu. Tetapi itu tidak berarti tidak ada jalan. Jalan selalu dan pasti ada. Kiprah ILWP dan IPWP adalah langkah yang dirintis untuk menuju ke sana.


WPMNews chief Editor

===================

JAYAPURA – Ratusan masyarakat Papua yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan aksi demo damai di halaman Kantor DPRP, Rabu (1/9) kemarin.

Demo ini adalah salah satu langkah kesekian kalinya dari masyarakat Papua untuk menyatakan sikap, artinya ingin meluruskan sejarah pada agenda kongres Papua II.

Aksi demo damai yang banyak menyita perhatian masyarakat khususnya pengguna jalan raya ternyata membuat sedikit arus lalulintas macet dari sepanjang Skyland, pasalnya ratusan massa itu menggunakan sepeda motor dan 15 truk dari arah Abepura menuju DPRP.
Dalam aksi demo yang dikawal anggota Polresta Jayapura itu berlangsung tertib bahkan sesampainya di halaman Kantor DPRP, massa langsung menggelar berbagai orasi dari kelompok-kelompok masyarakat.

Dalam kesempatan usai memberikan orasinya, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut mengatakan, dari sudut hukum Internasional bahwa Indonesia telah menganeksasi bangsa Papua Barat. Artinya pencaplokan atau pengambilalihan suatu daerah jajahan dengan dalih sejarah dan kekeluargaan.

“Ini yang dilakukan untuk bangsa Papua bukan integrasi, meskipun memang berbeda tipis antara aneksasi dan integrasi. Pepera follow up dari aneksasi sehingga ini yang sekarang sedang diperjuangkan oleh Bangsa Papua dan kami tidak asal perjuangkan setengah-setengah,” ungkapnya kepada wartawan di sela-sela aksi demo damai KNPB di Halaman kantor DPRP, Rabu (1/9) kemarin.

“Kami datang untuk memberikan dukungan IPWP dan ILWP yang sudah mendapat sesi bicara di dalam sidang umum PBB tahun 2010 yang akan dimulai tanggal 3 September 2010. Kami datang menyampaikan itu secara sopan dan mempunyai etika sopan santun dan kami yakin bahwa Indonesia tidak akan menyetujui dan meneruskan ini. Kami adalah manusia dan suatu bangsa. Kami mengetahui mekanisme,” tegasnya.

Oleh karena itu, pihaknya membangun etika sopan santun untuk menyampai secara baik-baik lewat mekanisme lembaga-lembaga Indonesia yang ada di tanah Papua untuk menyampaikan bahwa ini bukan rahasia bahwa perjuangan rakyat Papua diluar negeri sudah berjalan. “Tidak ada yang membuat rahasia dan hanya orang-orang tertentu yang membuat rahasia. Sekarang dunia sudah tahu dan materi gugatan Aneksasi dan Pepera sudah siap,”tukasnya.

Menurut Forkorus, dulu mungkin orangtua Papua kurang pengetahuan tapi sekarang tidak, karena masyarakat Papua sudah tahu bahwa hak masyarakat Papua dilanggar sehingga harus membenarkan itu.

Menyoal sikap DPRP, lanjut Fokorus, DPRP, Gubernur dan para bupati serta walikota di dalam mekanisme NKRI sudah ada sumpah janji supaya setia kepada NKRI namun pihaknya tidak memaksa dan menghargai itu.

Sementara dalam orasi politik saat aksi demo berlangsung menyatakan sikap prinsip bangsa Papua untuk memisahkan diri dari NKRI, sebab ini nilai bobot politik dengan prinsip HAM dan demokrasi dengan prinsipnya dijamin. Selain itu, kemerdekaan bangsa Papua siap untuk memisahkan diri dari NKRI merupakan harga mati dan tidak perlu tawar menawar untuk kepentingan NKRI.

“Otsus adalah illegal dan tidak berlaku bagi Propince of West Papua. Soal kegagalan otsus tersebut maka harus dicabut dan memang gagal total,” koar salah satu orang yang berorasi.

Selain itu, suara bangsa Papua mendesak supaya segera mengakui tuntutan dan kedaulatan bangsa Papua untuk referendum atau penyerahan tanpa syarat. (nal/fud)

FGPBP Ancam Duduki Polda Papua

JUBI — Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) mengancam akan menduduki Kantor Kepolisian Daerah (Polda) Papua, kalau saja tetap dilakukan pemanggilan terhadap Socratez Sofyan Yoman.

Sofyam Yoman merupakan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua. Sebelumnya Yoman mengeluarkan statement bahwa TNI – Polisi ikut bermain di dalam kasus-kasus yang terjadi di Puncak Jaya.

“Polda Papua sebenarnya harus bisa menyikapi secara dingin dan bijaksana atas masalah ini, ini sebagai masukan dan kritikan dari masyarakat,” ujar Ketua FGPBP, Turius Wenda, Kamis (26/8).

Wenda menilai bahwa setiap warga negara berhak menyampaikan pendapatnya dalam bentuk apapun, sebab UUD 1945 pasal 28 jelas melindunginya. “Polda harus lebih dewasa terhadap apa yang disampaikan lewat media apa saja,” tutur Wenda.

“Ini semacam satu scenario dan ada agenda titipan untuk memusnahkan dan membunuh karakter pemimpin umat Tuhan di tanah Papua,” tambahnya.

FGPBP juga meminta Forum Gereja Baptis se-dunia (BWA) untuk menyurati Presiden Indonesia, agar menghentikan pemanggilan terhadap Pdt. Socratez Sofyan Yoman.

“Apabila desakan ini tidak diindakan, maka kami seluruh umat Baptis di Tanah Papua akan menduduki Polda Papua,” tandasnya. (Eveerth Joumilena)

Warga Perbatasan RI – PNG Butuh Sentuhan Pembangunan

 JUBI — Sekertaris Dewan Adat Muara Tami, Hanock Rollo, mengatakan sejumlah kampung diperbatasan RI-PNG, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi Papua, masih membutuhkan berbagai sentuhan pembangunan dari pemerintah.

"Sebagai salah satu pengurus Dewan Adat Muara Tami, ia patut meneruskan suara warga beberapa kampung yang ada di perbatasan RI-PNG," katanya kepada JUBI di Jayapura, Jumat (20/8).

Menurutnya, sentuhan pembangunan yang diinginkan seperti kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan di setiap kampung, adanya koperasi yang menunjang ekonomi keluarga dan kampung, akses transportasi berupa jalan dan angkutan, bantuan pembangunan perumahan rakyat, pembangunan pasar rakyat di perbatasan yang belum rampung, dan berbagai sentuhan lainnya untuk mempercepat pembangunan. "Kami juga butuh berbagai pembangunan seperti pembangunan perumahan rakyat dan kemudahan akses transportasi," katanya.

Distrik Muara Tami adalah distrik di Kota Jayapura yang langsung berbatasan dengan PNG, yang memiliki dua kelurahan dan enam kampung.

Ia menjelaskan bahwa kampung yang sangat membutuhkan berbagai sentuhan serta bantuan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yaitu Holtekamp, Koya Tengah, Skouw Mabo, Skouw Yambe, Skouw Sae dan Moso yang berdekatan dengan negara tetangga Papua New Guinea.

"Kelurahan Koya Barat dan Koya Timur sudah sangat maju selain enam kampung yang ada," katanya.

Sementara itu, kepala kampung Moso, Charles Wepafoa juga mengatakan hal yang sama terkait pembangunan dikampugnya.

Charles menambahkan selain akses jalan masuk yang belum diaspal, jembatan yang menghubungkan kampungnya dengan jalan utama putus diterjang banjir. "Selain itu, sekolah dasar yang ada di Moso belum ada guru tetap," ungkapnya.

Menurutnya sudah dua kali sejak beberapa tahun terakhir ini, ia dan warganya dibantu oleh TNI yang bertugas di perbatasan membangun jembatan gantung darurat untuk akses masuk ke kampung. "Kami juga butuh guru untuk mengajar di sekolah,"

Dialog Jakarta Papua Anti Referendum

rakyat papua di australia juga tuntut referendum_thumb_medium300_225 JUBI — Atas permintaan beberapa pihak untuk menggelar dialog antara Jakarta dan Papua, Lamadi de Lamato pengamat politik di Papua mengatakan, bisa terjadi jika pihak Papua menghindari adanya isu referendum.

“Jakarta sepertinya sangat anti dengan referendum,” kata Lamato, Sabtu (14/8).

Dia menjelaskan Dialog antara Jakarta dan Papua mamang harus ada untuk menghindari permintaan referendum. Lanjutnya, dialog Jakarta Papua yang pastinya, hanya untuk menemukan suatu solusi antara Jakarta dan Papua. Bukan untuk saling membuka aib masing-masing pihak.

”Kalau dari awalnya pihak Papua kemukakan dialog untuk minta merdeka pasti akan sulit untuk diterima Jakarta,” ujarnya.

Dirinya menilai dialog Jakarta Papua memang merupakan solusi sementara pada saat ini untuk bisa mensejahterakan rakyat Papua.

"Keinginan dialog telah menjadi buah diskusi antara kalangan aklifis, Lembaga Swadaya Masyarakat dan juga pihak gereja di Papua. Namun hingga saat ini masih dalam proses dan wacana karena masih ada saling kontra pendapat," pungkasnya. (Yarid AP)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny