Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua

Dengan alasan mau pilih gubernur, bupati, apalagi Presiden, anggota DPRD, DPRP/DPRPB, apalagi anggota DPR RI, kalau ada Orang Asli Papua (OAP) yang ikut Pemilu maupun Pemilukada, itu sebenarnya memberitahukan secara terbuka kepada dunia, kepada alam semesta dan kepada Tuhan, bahwa sebenarnya OAP mau NKRI tetap menduduki tanah Papua dan menjajah bangsa Papua.

Demikian disampaikan oleh Gen. TRWP Amunggut Tabi dalam sambutan kepada pasukan Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP).

Gen. Tabi melanjutkan bahwa manusia di seluruh dunia sebenarnya sedang bindung dan terus-menerus bertanya kepada kita OAP sendiri, mulai dari rakyat di kampung-kampung sampai Gubernur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,

  • Kalian OAP benar-benar mau merdeka dan berdaulat di luar NKRI, atau hanya tipu-tipu minta porsi jatah makanan lebih besar dari NKRI?
  • Kalau benar-benar mau keluar dari NKRI, mengapa masih ikut memberikan suara dalam pemilihan-pemilihan umum NKRI?

Apakah kalian tidak tahu bahwa suara kalian sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diserahkan kepada NKRI, dan oleh karena itu, kalian OAP menjadi tidak punya hak untuk minta yang lain di luar itu? Dan kalian minta merdeka tetapi masih ikut Pemilu NKRI membuatr orang di dunia menjadi bingun? Apakah kalian tahu ini?

Dalam demokrasi dikenal “Suara Rakyat – Suara Tuhan”, dan sekarang rakyat West Papua memberikan suara kepada Joko Widodo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, Lukas Enembe untuk menjadi Gubernur Provinsi Papua dan Mandatjan untuk menjad Gubernur Papua Barat, lalu “Suara Rakyat – Suara Tuhan” yang sama lagi minta Papua Merdeka, maka kita secara jelas-jelas menciptakan persoalan bagi kita sendiri.

Dengan alasan itulah, Gen. TRWP Tabi menganjurkan kepada pasukan TRWP baik yang ada di MPP maupun di Markas-Markas Pertahanan Daerah untuk tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemilihan umum dari pihak penjajah.

Dikatakan selanjutnya bahwa Gen. TRWP Mathias Wenda akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) kolonial NKRI 2019, dan juga akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua.

Oleh karena itu disampaikan kepada seluruh masyarakat OAP maupun kaum pendatang (Amberi) untuk menghargai pendapat dan hak asasi OAP untuk TIDAK MEMILIH dan memilih menjadi Golput dalam Pemilu 2019.

Dikatakan Gen. TRWP Tabi bahwa

Semua OAP yang mengikuti Pemilu setiap ada kegiatan demokrasi di Indonesia seharusnya mengaku terus-terang bahwa mereka itu adalah penghianat bangsa Papua dan penghianat negara West Papua. Hak mereka yang melekat mutlak kepada mereka di-sundal-kan dengan memberikan hak itu kepada pejabat NKRI dengan memilih penjabat NKRI, kemudian mengaku diri sebagai OAP yang cinta tanah air dan negara West Papua adalah sebuah perbuatan tercela dan tidak disukai oleh nenek-moyang dan anak-cucu bangsa Papua

Disayangkan Gen. Tabi bahwa sampai hari ini OAP sebenarnya tidak tahu berdemokrasi, tidak mengerti apa maksudnya memilih Presiden, memilih anggota DPRD, DPRP/DPRPB dan DPR RI.

OAP yang memilih mereka, lalu OAP yang mengeluh NKRI salah, NKRI bunuh kami, NKRI keluar dari Tanah Papua. Lalu siapa yang sebenarnya pilih mereka untuk menjajah mereka? OAP sendiri, toh?

 

 

 

Tolak dialog, ULMWP anggap Pjs Gubernur tak paham soal Papua

Benny Wenda - Dok. Jubi
Benny Wenda – Dok. Jubi

Jayapura, Jubi – United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dengan tegas menolak ajakan dialog yang disampaikan oleh Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur Papua, Soedarmo.

“Justru penjabat gubernur (Papua) itu dan pemerintah Indonesia yang mengganggu stabilitas bangsa dan rakyat Papua. Bangsa Papua tidak pernah meminta Indonesia dan militernya datang ke Papua. Indonesia tidak menyadari telah merampas kenyamanan rakyat dan bangsa Papua,” ujar Benny Wenda, menolak klaim Pjs Gubernur yang menyebutkan ULMWP sebagai kelompok yang mengganggu stabilitas politik, ekonomi dan keamanan di Tanah Papua.

Wenda melalui sambungan telepon, Jumat (Sabtu, 5/5/2018) menegaskan, ULMWP bukan berjuang untuk berdialog dengan petinggi pemerintah sekelas penjabat sementar gubernur. Seorang Pjs bisa berdialog dengan tokoh gereja, Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

“Gereja, MRP, DPRP dan LSM bisa berdialog dan menyampaikan persoalan yang terjadi di Papua. Kami ULMWP berjuang untuk referendum bangsa Papua, itu tujuan kami,” lanjut Wenda.

Lanjut Wenda, orang Papua bukan menuntut pembangunan namun menuntut pembebasan secara politik dari Indonesia.

“Pjs gubernur ini, tidak paham akar masalah Papua, sangat disayangkan,” ungkap Wenda.

Sebelumnya, Pjs Gubernur Papua mengaku siap membuka diri berdialog dengan ULMWP dan Komite Nasional Papua Barat maupun kelompok lain yang masih menyuarakan perjuangan Papua merdeka.

“Saya selaku penjabat gubernur siap berdialog. Tapi dialog atas dasar di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bagaimana kita membangunan Papua ke depan,” kata Soedarmo dalam siaran persnya.

Soedarmo menyatakan dialog yang ditawarkan tak harus dilakukan secara formal.  “Itu saya apresiasi. Dialog di cafe pun saya siap tidak perlu di kantor,” kata Soedarmo menambahkan. (*)

Sidang paripurna, Komisi I DPRP minta pemerintah dialog dengan ULMWP

Suasana Sidang Paripurna ke IV DPR Papua Terhadap LKPJ Gubernur Papua Tahun 2016, Selasa (9/5/2017) - Jubi/Arjuna
Suasana Sidang Paripurna ke IV DPR Papua Terhadap LKPJ Gubernur Papua Tahun 2016, Selasa (9/5/2017) – Jubi/Arjuna

Jayapura, Jubi Komisi I DPR Papua, komisi yang membidangi pemerintahan, politik, hukum, HAM dan hubungan luar negeri menyatakan pemerintah perlu berdialog dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), wadah yang selama ini gencar menyuarakan berbagai masalah Papua di kancah internasional.

Hal itu disampaikan anggota Komisi I DPR Papua, Kusmato ketika membacakan laporan komisinya dalam sidang paripurna ke IV DPR Papua terhadap LKPJ Gubernur Papua tahun 2016, Selasa (9/5/2017) di ruang sidang DPRP.

“Persoalan HAM di Papua, bukan rahasia lagi. Sudah menjadi pembahasan di dunia internasional bahkan sampai ke PBB. Pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Papua, harus duduk bersama mencari solusi,” kata Kusmanto.

Komisi I mendukung komitmen atau pernyataan gubernur, meminta pemerintah berdialog dengan ULMWP.

Komisi I menilai, masih terjadinya pelanggaran HAM di Tanah Papua dan belum juga ada penyelesaian yang dapat dipertanggungjawabkan, mengakibatkan korban jiwa dan harta benda.

“Komisi I DPR Papua mendukung sepenuhnya Pemprov Papua atau Gubernur Papua untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,” kata Kusmanto.

Sementara Emus Gwijangge, anggota Komisi I DPR Papua kepada Jubi usai laporan komisinya mengatakan, pihaknya merasa perlu mengangkat hal tersebut, sebagai salah satu upaya mendorong pihak terkait menyatukan persepsi menyelesaikan berbagai masalah di Papua.

“Kami ingin mengingatkan pemerintah pusat, khususnya jangan pernah alergi dengan ULMWP. Suka tidak suka, wadah ini memang ada. Melakukan diplomasi di dunia internasional. Bagaimana agar pemerintah bisa duduk bersama bersama dengan ULMWP,” kata Emus. (*)

Reporter :Arjuna Pademme
harjuna@tabloidjubi.com
Editor : Angela Flassy

Legislator: Stop Jual Rakyat Dengan Stigma OPM untuk Jabatan

Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Deerd Tabuni mengingatkan para pihak yang ada di wilayah pegunungan tengah Papua, khususnya Puncak Jaya tak melakukan berbagai manuver untuk kepentingan jabatan, termasuk mengklaim berhasil membuat para anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah itu turun gunung.

Ia mengatakan, jangan menjual rakyat demi kepentingan jabatan dan materi. Aparat kemanan juga perlu jeli melihat kondisi itu. Jangan langsung percaya jika ada pejabat yang mengklaim berhasil membujuk anggota OPM turun gunung. Harus dilihat apakah mereka itu benar-benar anggota OPM atau bukan.

“Kepada pimpinan aparat keamanan jeli melihat mana sebenarnya OPM yang harus turun gunung, mana yang bukan. Jangan menyamaratakan semua. Misalnya saja beberapa waktu lalu diberbagai media ramai diberitakan sembilan anggota OPM turun gunung dan menyerahkan senjat mereka. Mereka kemudian dibawa ke Jayapura dan Jakarta. Namun ternyata, tak ada senjata yang mereka serahkan,” kata Deerd Tabuni, Minggu (21/8/2016)

Menurutnya, rangkaian dari itu, 6 Agustus lalu, dua orang yakni Tidiman Enumbi, gembala jemaat salah satu jemaat di Tinggi Neri dan Terinus Enumbi salah satu dari sembilan orang yang dinyatakan turun gunung lalu dipaksa menyerahkan senjata.

Kata Deerd yang menyatakan masih ponakan dari pimpinan OPM, Goliat Tabuni, Tidiman dan Terinus diancam jika tak menyerahkan senjata akan ditangkap. Padahal semua senjata ada di markas Goliat Tabuni.

“Data akurat yang kami dapat ada 127 pucuk senjata berbagai jenis di markas Goliat. Akibat dipaksa menyerahkan senjata, dua pihak keluarga nyaris bentrok. Menghindari bentrok, Goliat Tabuni menyerahkan pistol yang dirampas Terinus Enumbi dari aparat kemanan beberapa waktu lalu untuk dikembalikan,” ucapnya.

Ia menduga ini ada permainan yang dimainkan pejabat di daerah untuk kepentingan jabatan. Politisi Golkar meminta Bupati Puncak Jaya, Henock Ibo tak berlebihan. Jangan menjual rakyat di wilayah pegunungan.

“Saya harap bupati Henock Ibo tak menjual rakyat untuk kepentingannya. Isu lalu, Rambo Wenda dan Purom Wenda menyatakan mendorong dia jadi bupati. Tapi setelah jadi bupati, justru dia Rambo dan Purom. Itu kesaksian Rambo dan Purom. Jangan merebut jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini saya lihat sudah jual masyarakat untuk jabatan,” katanya.

Dikatakan, pihaknya tak membatasi siapapun anggota OPM yang ingin turun gunung. Itu hal baik jika mereka ingin kembali ke masyarakat. Namun jangan menyamaratakan semua masyarakat.

“Jangan hanya orang gunung yang dicap OPM. Jangan mencari makan dan jabatan dengan cara-cara tak benar. Ini proyek. Ini untuk kepentingan pribadi dan jabatan. Sebagai anak dari wilayah pegunungan tengah Papua, saya harus menyikapi ini,” imbuhnya.

Legislator Papua lainnya, Laurenzus Kadepa menyatakan, hampir setiap tahun selalu ada informasi yang menyebut puluhan, belasan hingga ratusan anggota OPM turun gunung. Kembali ke pangkuan NKRI. Namun toh hingga kini OPM tetap eksis.

“Tak ada habis-habisnya. Saya tidak tahu siapa tipu siapa. Siapa yang dapat untung. Ini masih cara-cara lama,” kata Kadepa kala itu. (*)

DPRP Tolak Tim Penanganan HAM Papua

JAYAPURA– Bintangapua.com– DPRP menyatakan sikap menolak Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Papua yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menkopolhukam RI Nomor 40/2016, beranggotakan penyidik Komnas HAM, Kejaksaan Agung dan Tim Pembela HAM.

Sikap penolakan ini disampaikan Ketua DPRP Yunus Wonda, SH, MH ketika dikonfirmasi usai menghadiri sosialisasi RUU Penilaian oleh Komite IV DPD RI di Sasana Karya, Kantor Gubernur Papua, Jayapura, belum lama ini.

Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Papua ini diharapkan pada akhir 2016 dapat memberikan kesimpulan dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua kepada Presiden Jokowi. termasuk tiga kasus utama yang ditangani oleh tim ini yakni Kasus Wasior 2001, Wamena 2003 dan Paniai 2014.

“Tim ini bukan tim independen, mengapa tak melibatkan Komnas HAM. Bayangkan saja, misalnya saya membunuh, lalu saya sendiri yang membuat kajian itu, kan ini tak logis,” tutur Yunus.

Walaupun ada data yang dibuat oleh tim bentukan pemerintah, lanjut Yunus, pihaknya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut.

“Biarpun mengalokasikan dana berapapun, tetap tak menyelesaikan masalah di Papua. Sebab akar masalahnya tak dibongkar. Karenanya, kami harap ada penyelesaian masalah Papua melalui dialog,” terang Yunus.

Yunus menjelaskan, hingga kini masih ada 16 kasus pelanggaran HAM di Papua yang dibahas didalam Tim tersebut.

“Kami tak percaya kasus pelanggaran HAM di Papua bisa terungkap,” ujar Yunus. (mdc/don)

DPRP Akan Panggil Kapolda Papua Soal Demo KNPB

Jayapura, Jubi – Tim Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Profinsi Papua akan memanggil Kapolda Papua terkait penghadangan-penghadangan terhadap demonstran KNPB yang hendak menyampaikan aspirasi ke Kantor DPRP.

“Kami berencana memanggil Kapolda Papua untuk menjelaskan kepada kami tentang rakyat yang tidak bisa ke DRP,” ungkap anggota dewan Laurenzius Kadepa bersama Tim Anggota DPRP kepada demonstran KNPB di lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (15/06/2016)

Kata dia, dewan sudah punya alasan kuat untuk memanggil dan meminta keterangan kepada Kapolda Papua. Polisi sudah tiga kali membatasi demonstran KNPB dan tidak sampai ke kantor DPRP untuk menyampaikan aspirasi.

Pembatasan pertama pada 2 Mei 2016. Polisi mengiring rakyat masuk ke lapangan Markas Komando Brigade Mobil Polda Papua di Kota Raja. Kedua, polisi membatasi rakyat Papua duduk menyampaikan aspirasinya di Putaran Taxi, Perumnas III Waena pada 31 Mei 2016. Ketiga, polisi membatasi rakyat duduk di lingkaran Abepura pada 15 June 2016.

“Kami harus menerima aspirasi anda di jalan-jalan ini. Pertama di Mako Bri-mob kota Raja pada 2. Mei. Kedua putaran Taxi Waena,”ungkapnya sambil menemui demonstran di lingkaran Abe pada 15 June.

Bazoka Logo, Koordinator Aksi mengatakan pihaknya tidak punya niat duduk di jalan menyampaikan aspirasi. Pihaknya punya niat baik sampai ke gedung parlemen tetapi polisi membatasinya sehingga harus duduk di jalan-jalan.

Kata dia, akibatnya tim anggota DPRP Provinsi selalu datang menemui demonstran di lapangan. yang dipimpin Yakoba Lokbere didampingi Nazon Uti, Laurenzius Kadepa, akibatnya terjadi kemacetan dan toko-toko pun ikut ditutup.

Atas masalah itu, Logo dengan jiwa besar menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat yang merasa terganggu. Ia berharap rakyat memahami dengan realitas yang ada.

“Kalau polisi izinkan kami pasti dengan tertib ke DPRP,”tegasnya. (*)

Luhut : Anggota Tim HAM Independen

Jayapura, Jubi – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menekankan, semua anggota yang berada di dalam Tim penyelesaian pelanggaran HAM Papua adalah independen dan jauh dari intervensi pemerintah pusat.

“Kita menjamin tim ini sangat independen. Dalam tim ini juga kan ada Duta Besar dari PNG, Fiji, Vanuatu dan New Zealand. Mereka ikut mengawasi juga ikut didalamnya melihat proses investigasi yang dilakukan. Jadi tidak ada yang tidak transparan. Siapa saja yang mau ikut boleh,” kata Luhut Pandjaitan, di Jayapura, Kamis (16/6/2016).

Menurut ia, pemilihan Seno Aji sangat tepat, karena yang bersangkutan dinilai profesional, independen serta memiliki kredibilitas tinggi.

“Sekali lagi saya tekankan, semua di dalam independen. Sudah diberitahukan, Seno Aji kan sangat independen dan kredibilitasnya sangat tinggi. Kalau saya tidak ikut di dalam,” ujarnya.

Disinggung soal target, Menkopolhukam berharap tim bentukan pusat ini dapat menyelesaikan kasus HAM di Papua paling lambat akhir tahun ini.

“Supaya jangan ada lagi selalu cerita kriminal dibilang sebaliknya, kami tidak mau ada yang bohong. Kami mau terbuka. Apalagi ada wartawan yang ikut. Siapa pun boleh ikut memantau,” tegasnya.

Sebelumnya, tim terpadu yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) tak diyakini bisa menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Papua.

Ketua DPR Papua Yunus Wonda kepada wartawan, Selasa (15/6/2016) mengaku sangat pesimis jika Pemerintah Indonesia mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.

“Tim Menkopolhukam dengan melibatkan beberapa pemerhati HAM Papua, tidak akan menyelesaikan masalah HAM di Papua. Sebab, Menkopolhukam bukan lembaga independen,” katanya.

Menurut ia, meskipun tim bentukan pemerintah Indonesia ada memiliki data, namun pihaknya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut.

“Mau gelontorkan dana berapapun untuk Papua, tetap tak menyelesaikan masalah di Papua. Sebab akar masalahnya tidak di bongkar. Kami harap ada penyelesaian Papua secara dialog,” ujarnya. (*)

John Gobay: Polisi Jangan Larang Rakyat papua dan KNPB ke DPRP

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— John Gobay, ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai meminta agar pihak kepolisian di Polda Papua agar tidak menutup ruang gerak rakyat Papua dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk datangi kantor DPR Papua seperti yang sudah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir.

“Sudah beberapa kali DPR Papua terima aspirasi rakyat Papu adan KNPB di jalan dan dilapangan. Ini sebuah pemandangan yang kurang bagus. Kami tau ini hasil kompromi antara kapolda dan DPRP, kami juga tau bahwa ini terjadi karena Kapolda Papua yang masih memberikan ruang demokrasi bagi orang Papua dan DPRP yang sangat terbuka dan mau menerima aspirasi. Jadi jangan halangi mereka untuk datang ke DPR Papua,”

jelas Gobay kepada suarapapua.com menanggapi aksi ribuan rakyat Papua yang dihadang polisi di jalan-jalan di Jayapura, Rabu (15/6/2016).

Kata Gobay, aprat keamana bukan mengahdang, memabatasi dan melarang rakyat Papua yang hendak ke DPR Papua untuk menyampaikan aspirasinya. Melainkan tugas kepolisian adalah mengawasi dan mengamankan jalannya aksi agar berjalan dengan aman dan baik.

“Kami harapkan agar pihak keamanan agar kemudian tidak terus menutup ruangan DPRP untuk KNPB. Mereka ini rakyat. Bukan, preman, pencuri atau teroris sehingga harus dipersulit atau ditutup jalannya. Kantor DPRP yang megah itu ada untuk rakyat tanpa harus dibeda-bedakan. Kami berharap agar kedepan KNPB dapat demo atau menyampaikan aspirasinya kepada DPR P di rumah rakyat. KNPB sangat tau aturan tentang mekanime internasional, mereka anak terpelajar,”

terangnya.

Gobay mempertanyakan, apakah ada aturan yang mengatur tentang kewajiban polisi larang rakyat datang menyampaikan aspirasi ke kantor DPR. Kata dia, apapun aspirasi harus dibiarkan agar aspirasi itu ibawa ke kantor DPR Papua DPR.

“Saya lihat ini ada diskriminasi antara bara NKRI dan KNPB. Polisi memperlakukan BARA NKRI Lebih istimewa daripada KNPB. Tidak boleh, ini tidak adil. Jangan pikir cara ini akan padam semangat mereka. Salah, ini akan buat mereka akan lebih semangat,”

katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Yunus Wonda marah besar melihat Polda Papua melalui aparatnya membatasi dan melarang ribuan rakyat Papua yang dimotori Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang hendak ke kantor DPR Papua di Kota Jayapura. Akibatnya, rakyat Papua demo damai di empat titik kumpul massa. Selain itu diwarnai dengan penangkapan ribuan massa aksi di beberapa Kota yang ada di Papua.

“Kami (DPR Papua) bukan dipilih oleh anggota kepolisian untuk jadi anggota DPR. Kami dipilih oleh rakyat yang hidup susah, menderita, yang jual pinang, yang hidup terlantar, yang miskin, yang tukang mabuk, tukang minum. Mereka itulah yang punya tempat di sini,”

tegas Yunus Wonda kepada wartawan di kantor DPR Papua menanggapi sikap polisi yang membatasi rakyat Papua ke kantor DPR Papua, Rabu (15/6/2016).

Menurut Wonda, DPR Papua dipilih oleh rakyat Papua untuk berbicara demi kepentingan rakyat Papua serta meindungi mereka. Bukan untuk meladeni orang-orang berdasi di kantor DPR Papua.

“Kami DPR Papua dipilih oleh mereka (rakyat Papua) untuk hadir dan bicara demi kepentingan mereka dan melindungi mereka. Kami tidak minta apa-apa. kami hanya minta satu, bahwa rakyat yang punya tempat di sini. Mereka datang, sampaikan aspirasi lalu mereka pulang. Bukan berarti demo hari ini dan besok Papua merdeka. Tidak ada itu. Ini masih dalam negara Indonesia,” tegasnya dengan nada keras.  (Baca: Polda Papua Larang Rakyat Papua ke Kantor DPRP, Ketua DPRP Marah Besar)

Pewarta: Arnold Belau

Terima Aspirasi di Tempat yang Salah, DPR Papua Minta Maaf pada Rakyat Papua

Penulis Arnold Belau – Juni 15, 2016

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Laurenzuz Kadepa, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua yang membidangi Hukum dan HAM, juga ketua tim DPR Papua yang terima aspirasi dari rakyat Papua dan KNPB menyampaikan permohonan maaf. Karena DPR Papua terima aspirasi di tempat yang salah dan tidak layak.

Kadepa mejelaskan, DPRP terima aspirasi ribuan massa rakyat Papua yang turut serta dalam demo damai yang dimediasi KNPB. Kata dia, anggota DPRP yang datang temui massa aksi adalah, Yakoba Lokbere, ketua Komisi V, Nason Uty, Gerson Soma dan Lazarus Siep.

“Kami DPR Papua meminta maaf kepada seluruh rakyat Papua, karena kami menerima aspirasi rakyat di tempat yang salah. Tanggal 2 Mei 2016 kami terima di Mako Brimob Kotaraja, tanggal 31 Mei 2016 kami terima di Perumnas 3 Waena dan tanggal 15 Juni 2016 kami terima di Lingkaran, Abepura,” ungkap Kadepa kepada suarapapua.com dari Jayapura, Papua, Rabu (15/6/2016).

Lanjut Kadepa,

“sudah tiga kali DPRP terima aksi demo di tempat yang salah. Kami DPRP menolak tegas tim HAM bentukan Luhut untuk selesaikan persoalan HAM Papua. Alasannya tidak melibatkan komnas HAM RI dan kami tidak percaya mereka selesaikan dengan benar mengingat keterlibatan petinggi militer,”

katanya.

Kata Kadepa, pihaknya juga mengutuk semua pelaku yang akhir-akhir ini bikin resah masyarakayt Papua dengan berbagai macam upaya dan aksi.

“Kami mengutuk siapapun pelaku dalam kematian orang Papua di seluruh Papua dengan banyak modus, tabrak lari, penculikan, dll,” tegasnya.

Kadepa juga mengatakan, untuk menyikapi semua ini, DPR Papua akan memanggil Kapolda Papua, Paulus Waterpauw sebagai penanggunjawab keamnan di seluruh Papua.

“Kami DPRP akan memanggil kapolda Papua, sebagai penanggungjawab keamanan untuk menjelaskan kepada kami sebagai wakil rakyat atas kondisi ini. DPR Papua dulu beda dengan sekarang, DPR sekarang tidak diskriminatif. Dimanapun, apapun resiko kami DPRP akan turun menerima apapun aspirasi. Kami minta bebaskan seluruh aktivis KNPB yang sudah ditahan di seluruh Papua. Itu sikap, saat menerima aspirasi rakyat tadi,”

ujarnya.

Sementara itu, Jubir Nasional KNPB Pusat, Bazoka Logo mengatakan, sikap yang Polisi kolonial tunjukkan hari ini sesungguhnya mendukung dan mempercepat perjuangan bagi Papua Barat, dan juga kemudian merusak citra demokrasi Indonesia sendiri.

“Rakyat Papua semakin jelas dan semakin sulit untuk percaya Indonesia sebagai negara demokrasi, jika Pengamanan aparat kepada rakyat yg ada di Papua dalam menyampaikan pendapat dibuka umum. Polisi seharusnya kedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Bukan kedepankan kekerasan dan represif,”

ujar Logo.

Pewarta: Arnold Belau

DPR Papua Tolak Tim Penanganan Pelanggaran HAM Bentukan Pemerintah

KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, DPR Papua menolak tim terpadu penanganan dugaan pelanggaran HAM Papua bentukan pemerintah yang di dalamnya terdapat berbagai elemen adat, masyarakat, agama, bahkan aktivis HAM lainnya.

Menurut Yunus, sampai saat ini masih ada 16 kasus pelanggaran HAM yang dibahas di dalam tim itu. Tetapi dengan adanya tim bentukan pemerintah ini, pihaknya tak yakin, pengungkapan kasus pelanggaran HAM dapat terungkap.

“Tim ini bukan tim independen dan yang jadi pertanyaan saat ini adalah, mengapa tak melibatkan Komnas HAM. Bayangkan saja, misalnya saya membunuh, lalu saya sendiri yang membuat kajian itu, kan ini tak masuk di akal,”

jelas Yunus kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua, Selasa 14 Juni 2016.

Walaupun ada data yang dibuat oleh tim bentukan pemerintah, pihaknya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut. “Mau menggelontoorkan dana berapapun untuk Papua, tetap tak menyelesaikan masalah di Papua. Sebab akar masalahnya tak di bongkar. Kami harap ada penyelesaian Papua secara dialog,” ucapnya lagi.

Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Menkopolhukam membuat tim pengungkapan pelanggaran HAM yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menkopolhukam RI nomor 40/2016. Komponen di dalamnya beranggotakan penyidik Komnas HAM, Kejaksaan Agung dan tim pembela HAM.

Tim ini diharapkan pada akhir 2016 dapat memberikan kesimpulandalam sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua kepada Presiden Jokowi. Ada tiga kasus utama yang ditangani oleh tim ini yakni Kasus Wasior 2001, Wamena 2003 ddan paniai 2014. ***(Lazore)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny