Ketua Komisi HAM PBB : “Saya Khawatir pada Pemerintah (Indonesia) tentang Kekerasan yang Meningkat di Papua”

Jayapura, (14/11)—Dalam kunjungannya ke Indonesia, Navi Pillay, ketua Komisi HAM PBB, meski menyambut investigasi yang sedang berjalan di Papua, tetap menyampaikan rasa khawatirnya terhadap peningkatan eskalasi kekerasan di Papua sepanjang tahun 2011-2012.

“Saya juga khawatir pada Pemerintah (Indonesia) tentang kekerasan yang meningkat di Papua tahun ini. Saya menyambut berlangsungnya investigasi terhadap kekerasan pada bulan Mei-Juni di Papua dan merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah lebih lanjut untuk memastikan pertanggungjawaban pidana. Saya juga prihatin mendengar tentang para aktivis yang dipenjarakan untuk latihan damai kebebasan berekspresi.”

ungkap Navi Pillay dalam siaran pers UN Media center yang diterima tabloidjubi.com, Selasa (13/11) malam.

Ditambahkan oleh Pilay, jika saat ini Papua menjadi salah satu topik diskusi di Jenewa, karena sejumlah negara di Komisi HAM mengajukan pembahasan tentang Papua. Pillay pun membenarkan jika LSM-LSM sudah sering mengangkat isu Papua dalam forum-forum HAM PBB.

Selain isu Papua, Pilay juga menekankan kebutuhan untuk mengatasi isu-isu penyiksaan.

“Saya diberitahu bahwa reformasi hukum sedang dilakukan untuk mendefinisikan dan mengkriminalkan penyiksaan sebagai suatu prioritas, dan bahwa penting untuk memastikan penuntutan terhadap polisi dan pelaku penyiksaan lainnya.”

ujar Pilay.

Pilay juga mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan dan akan membantu untuk memperkuat pencegahan penyiksaan di Indonesia. Menurut Pilay, ratifikasi ini adalah perjanjian penting yang memungkinkan inspeksi mendadak dan rutin oleh badan-badan internasional dan nasional dalam penjara dan pusat penahanan, sehingga bisa mencegah penyiksaan dan bentuk-bentuk lain dari perlakuan kejam dan merendahkan martabat.

“Langkah penting lainnya adalah untuk menjamin pelaksanaan penuh dari Peraturan Kepolisian Nomor 8/2009 tentang Implementasi Standar Hak Asasi Manusia dan Prinsip dalam Melaksanakan Tugas Kepolisian.”

tambah Pillay.

Kunjungan Pillay ke Indonesia atas undangan pemerintah Indonesia. Selama kunjungannya, Pillay melangsungkan  pertemuan dengan pemerintah Indonesia dan Organisasi non Pemerintah untuk membahas perkembangan penegakkan HAM di Indonesia. (Jubi/Victor Mambor)

Wednesday, November 14th, 2012 | 08:34:28,www.tabloidjubi.com

PRD Merauke Merilis Hasil Pembahasan IPWP Di Inggris

Merauke – Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Wilayah Kabupaten Merauke, Sabtu (10/11) lalu, akhirnya merilis hasil pembahasan pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di Inggris yang digelar pada tanggal 23 Oktober lalu. Hasil pembahasan yang disampaikan kepada puluhan rakyat dan ‘bangsa Papua’ di wilayah Merauke ini, berlangsung hikmad dan dinamis di Sekretariat PRD Wilayah Merauke, Sabtu (10/11) siang.Ketua PRD Wilayah Merauke Pangkrasia Yeem mengklaim,  pertemuan IPWP  itu membahas sejumlah poin penting. Pertama soal menekan Inggris untuk segera mereview pelaksanaan Pepera tahun 1969 karena Pepera tidak mewakili tindakan sejati penentuan nasib sendiri di bawah hukum internasional.Kedua, soal lawatan Presiden Indonesia SBY ke Inggris pada tanggal 31 Oktober-2 Nopember, dimana mereka harus pertanyakan soal kurangnya akses untuk media dan LSM terkait kebutuhan investigasi independen terhadap pembunuhan pemimpin KNPB Mako Tabuni, serta Filep Karma yang dipenjara 15 tahun hanya karena menaikan bendera Bintang Kejora.

“Dalam pertemuan itu Presiden Indonesia diminta bertanggjung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat dan penderitaan bagi rakyat Papua Barat melalui ekstrasi sumber daya alam,”

kata Mama Pangki kepada Bintang Papua, usai membacakan hasil pertemuan IPWP.Sambung Mama Pangki, Anggota IPWP dalam pertemuan itu juga mengajukan pertanyaan soal keterlibatan Pemerintah Inggris dengan Densus 88 Indonesia, yang berbasis di Papua Barat. Dimana dana yang didonasikan kepada Densus 88 digunakan untuk pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat, yakni khususnya terhadap para aktivis kemerdekaan Papua.

“Jadi kehadiran Densus 88 di Papua ini bukan untuk memberantas teroris,  tetapi justru menghabiskan akivis kemerdekaan. Dan ini menjadi perhatian dalam pertemuan tersebut,”

tandasnya.Lebih jelas rakyat Bangsa Papua yang ada di wilayah Selatan Papua patut mengetahui hasil pertemuan IPWP ini, bahkan rakyat pendatang pun juga perlu disampaikan soal itu.

“Karena ini berkaitan dengan kedatangan pemantau dari PBB yang akan ke Papua untuk mengamati Papua,”

pungkasnya.  (lea/don/l03)

Senin, 12 November 2012 09:39,

Amerika Dukung Otsus Papua

Papua—Pemerintah Amerika Serikat sangat mendukung pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) di Papua yang sudah berlangsung selama 11 tahun. Selain itu juga mengakui Papua adalah bagian dari NKRI. Hal itu diungkapkan duta besar AS untuk Indonesia Scot Marciel usai bertemu dengan anggota DPR Papua, Senin 5 November di Gedung DPRP Jalan Samratulangi Jayapura.

“AS selalu mendukung otonomi khusus Papua

dan mengakui Papua bagian dari NKRI sehingga mendukung kemajuan untuk meningkatkan peluang dalam bidang ekonomi dan pengembangan lembaga politik serta sipil,”

ujar Scot Marciel usai bertemu dengan anggota DPR Papua.

Namun, lanjut Dubes, kunjungan ke Papua kali ini lebih fokus untuk mengetahui apa saja yang menjadi perhatian utama dalam pembangunan di Papua, serta bagaimana membangun kerja sama dalam proses pembangunan tersebut.

“Bincang-bincang dengan DPR Papua ini untuk ketahui prioritas pembangunan di Papua sekaligus bagaimana kita bisa bekerja sama untuk satu arah dalam pembangunan itu,”

singkat Scot.

Sementara Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda menyatakan, bahwa Dubes Amerika menanyakan sejauh mana pelaksanaan otonomi khusus.

“Mereka tanya tentang otsus Papua terutama kemajuan pendidikan dan kesehatan, serta apa saja yang mereka bisa bantu untuk memajukankannya,”

jelas Yunus.

Dubes juga menanyakan mengapa sampai Pemilkada Gubernur terkatung-katung hingga hampir 2 tahun.

“Mereka juga tanya kenapa Pilgub Papua belum tuntas, lalu kami jelaskan terjadi sengketa di MK,”

kata Yunus.

Mengenai pendidikan, sambung Yunus, Dubes menyatakan kesiapan pemerintah AS untuk membantu putra-putri Papua untuk sekolah di AS.

“Pemerintah AS juga bicara tentang kemudahan study bagi orang Papua di Amerika Serikat,”

paparnya.

Terkait pendidikan, tambah Yunus, DPR Papua meminta data berapa banyak orang asli Papua yang saat ini menempuh pendidikan di AS. “DPR Papua mau tahu nama-nama mereka, apakah mereka orang asli Papua atau bukan,”

imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, masih kata Yunus, DPR Papua juga meminta AS mendorong terciptanya dialog Papua-Jakarta.

“Dalam dialog Papua-Jakarta kita tidak bicara Papua Merdeka harga mati atau NKRI harga mati cuma bagaimana otonomi khusus bisa didorong jauh lebih maju,”

paparnya.

*Bangga Terhadap Perkembangan yang Ada

Amerika Serikat (AS) mendukung terhadap Indonesia yang berdaulat, sangat bangga terhadap perkembangan yang ada, dalam hal ini perubahan perubahan yang terjadi di organisasi TNI dalam kurun waktu 15 tahun ini. Hal ini dikatakan Duta Besar AS H.E Scot Marceil didampingi Major Chris Morgan (Asisten Atase Darat Kedubes Amerika Serikat), Ms.Melanie Higgins (Sekretaris I Kedubes Amerika Serikat), Bimo (Interpreter Kedubes Amerika Serikat), ketika melakukan kunjungan ke Kodam XVII/Cenderawasih yang diterima oleh Pangdam XVII/Cenderawasih yang diwakili oleh Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI I. Made Agra Sudiantara di dampingi Danrem 172/PWY, Pa Ahli Bidang Hukum dan HAM, Asintel Kasdam XVII/Cenderawasih, Asops Kasdam XVII/Cenderawasih, Aster Kasdam XVII/Cenderawasih, Kakumdam XVII/Cenderawasih, dan Kapendam XVII/Cenderawasih bertempat di ruang Cycloops Makodam XVII/Cenderawasih.

Dalam release yang diterima Redaksi Bintang Papua, H.E. Scot Marceil juga menyinggung tentang perusahaan Freeport, apabila perlu mendapatkan kejelasan yang sejelas-jelasnya tentang Freeport bisa langsung menanyakan ke Duta Besar Amerika Serikat, serta menyampaikan agar dapat meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, budaya dan militer.

“Keamanan di Papua sangat kondusif dimana hal tersebut merupakan domain dari Kepolisian dan TNI yang sifatnya membantu,” ujar Kasdam ketika menjawab pertanyaan dari Dubes AS ketika menanyaka tentang masalah keamanan di Papua.

Dituturkannya, tugas Kodam sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan Soft Power, melaksanakan Pembinaan Teritorial untuk membantu masyarakat dalam percepatan pembangunan termasuk peningkatan SDM di pedalaman agar dapat mengejar ketinggalan dengan yang lainnya.

“Kodam dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada pengabdian yang luhur atau berbuat dengan hati, atau dengan kata lain sesuai motto sebagai Ksatria Pelindung Rakyat,” urai Kasdam ketika menanggapi pertanyaan Dubes AS mengenai mengapa tugas Kodam di Papua jauh lebih berat dan memerlukan penanganan yang jauh berbeda.

* Ke MRP Untuk Ketahui Pelaksanaan Pilkada Gubernur

Selain ke DPRP dan Kodam, Dubes AS juga melakukan kunjungan kerjanya ke MRP, Senin( 5/11/2012) bersama rombongan masing masing,Melanie Higgins, Jamis Schnaisr, Chris Morgan, Zeric Smith, Troy Bedurso, Andreas mendatangi Kantor MRP, sore kemarin.

Kedatangan Kedubes ini diterim Wakil Ketua I MRP, Hofni Simbiak yang bertujuan, mengetahui secara lebih mendalam situasi Papua dan sejauh mana pelaksanaan Pilkada Gubernur Papua serta proses penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi Papua.

Pada kesempatan itu, Hofni Simbiak menjelaskan, kedatangan Kedubes bersama rombongan di MRP ini hanya mengetahui bagaimana situasi tentang Papua saat ini, serta mengetahui proses pelaksanaan Pemilukada Gubernur Provinsi Papua dan proses penyelenggaraan Pemerintahannya.

“Dari pertemuan itu, kami menjelaskan bagaimana situasi yang ada bahwa kalau kita seorang pemimpin yang jelas pada waktu ini bagi kami sebuah pohon yang besar bisa tumbang sewaktu-waktu. Oleh Karena itu, kita mengharapkan kehadirannya sebagai diploma juga bisa waktu-waktu tertentu memberi kepemimpinan di Papua ini,”

ujarnya

Ia menyampaikan bahwa, kunjungan Kedubes Scot Marciel ke MRP merupakan catatan penting dalam rangka membicarakan soal pemilukada di Provinsi Papua dan proses penyelenggaraan di Pemerintahan provinsi Papua, bahkan, Papua sangat menaruh perhatian kepada kepemimpinan agar masyarakat Papua tidak tidak menjadi korban. “Kita khawatir ketika ada lagi bakal calon Gubernur yang melakukan protes lagi, kalau memang itu terjadi berarti kita tidak lagi ada seorang Gubernur pada waktu ini.”ujarnya kepada wartawan.

Disamping belum memiliki Gubernur di Provinsi Papua ini, berarti tidak mempunyai APBD yang akan dikelola dengan baik kepada masyarakat dan tidak ada yang mempertangung jawabkannya, sehingga ujung-ujungnya yang dikorbankan adalah rakyat Papua.

“Untuk terselenggaranya Pilkada Gubernur dan jalannya Pemerintahan di Provinsi Papua, maka kami meminta perhatian serius dari KPU provinsi Papua sebagai lembaga penyelenggara Pilkada Papua dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah yang signifikan untuk duduk bersama,”

jelasnya

Lebih lanjut Hofni Simbiak mengungkapkan, bahwa langkah langkah yang harus dilakukan oleh KPU dengan Pemerintah daerah dalam penyelanggaran Pilkada gubernur Papua ini bertujuan, Papua segera memiliki seorang Gubernur defenitif. Sebab, jika itu tidak terjadi maka pelayanan seorang Gubernur betul-betul tidak dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dan akhirnya yang terjadi banyak korban berjatuhan di negeri ini. Ujarnya

Dubes AS berpendapat tentang Proses Pilkada gubernur Papua sendiri dinilainya cukub rumit, bila memperhatinkan apa yang terjadi di Papua ini juga dirasa sama oleh Pemerintah Amerika Serikat.

“Amerika Serikat juga sedang dalam situasi pemilihan Presiden dan situasinya hampir sama seperti di Papua, sehingga beliau mengharapkan bagaimana kedepannya mereka bisa memberikan tumpangan kepada Pemerintah daerah sebagai yang pertama baik itu dibidang kesehatan, kehutanan dan pendidikan,”

Demikian penyampaian Dubes AS, Scot Marciel. ( jir/dee/Ven/don/LO1)

Rabu, 07 November 2012 06:03

Beny Wenda Pimpin Demo Papua Merdeka di London

Suasana demo yang diikuti sekitar 12 orang kelompok pendukung OPM pimpinan Beny Wenda di London , Selasa (23/10).
Suasana demo yang diikuti sekitar 12 orang kelompok pendukung OPM pimpinan Beny Wenda di London , Selasa (23/10).

Jayapura – Tiga anggota Parlemen Inggris diantaranya Hon Andrew Smith MP, Lord Harries dan Rogerson, bertemu di Committe room 16 Gedung Parlemen Inggris di London, pada Selasa 23 Oktober 2012 sekitar Pukul 18:00 sampai dengan 20:00 waktu London. Dalam petemuan itu diinformasikan tidak ada pembicaraan tentang Papua .

Sementara di luar Gedung Parlemen sekitar 12 orang kelompok pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Beny Wenda, menggelar demo yang meminta agar pengamat PBB dikirim ke Papua. Demo berlangsung sekitar pukul 16:40 waktu London, hanya saja demo itu dilaporkan tidak menarik perhatian masyarakat

London. Demikian laporan sumber terpercaya Bintang Papua dari London, tadi malam. (achi/don/LO1)

Kamis, 25 Oktober 2012 08:01, BP.com

Monumen untuk orang Papua yang dibunuh selama periode 1942 – 1962 didirikan di Royal Estate, Negeri Belanda

Peserta Peresmian Monumen di Negeri Belanda
Peserta Peresmian Monumen di Negeri Belanda

Tanggal 1 Ockober 2012 sebah monumen untuk orang Papua yang dibunuh selama periode 1942 – 1962 didirikan di Royal Estate  ‘Bronbeek’ di Arnhem, the Netherlands.

Monumen ini didanai oleh veteran dari Netherlands New Guinea.

Acara ini dibuka oleh Lieutenant-General Oostendorp di hadapan sekitar 900 termasuk veteran dan pengunjung.

Terjemahan dari Text yang tertulis pada monumen ini ialah seperti berikut:

  1. Untuk mengenang pahlawan Papua yang telah gugur
  2. Keberanian dan loyalitas Anda di atas segalanya.
  3. Kami akan terus mengenang Anda dengan penuh hormat
  4. Gabungan Veteran  New Guinea

Gambar-gambar monumen dapat dilihat di sini

Warinussy-Papua Merdeka dalam Agenda PBB Sesi-67 September 2012

Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy mengatakan, pada September 2012 mendatang PBB sebagai institusi resmi akan mengangkat kembali soal fakta Pelanggaran HAM di Tanah Papua untuk dibahas dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-67.

“Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa Persoalan Papua yang sudah terdaftar dan menjadi agenda di organisasi PBB adalah Masalah HAM, bukan status politik,” ujarnya.

Ditegaskan lagi bahwa selama ini belum pernah ada satu negarapun di dunia yang telah memberikan dukungan politik bagi kemerdekaan Tanah Papua, karena masalah Papua belum pernah dibawa untuk dibahas pada Komite Dekolonisasi yang berada di bawah Majelis Umum PBB di New York-Amerika Serikat, sebagaimana pernah disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Bang Ki Moon pada 7 September 2011 di Auckland-Selandia Baru.

Artinya, tegas Warinussy, soal kemerdekaan dan status politik Papua memang belum pernah didaftarkan di PBB. Lagi pula pendaftaran masalah status politik dan Perjuangan kemerdekaan sebuah wilayah yang tak berpemerintahan sendiri seperti Tanah Papua haruslah dilakukan oleh salah satu negara merdeka di dunia yang adalah anggota resmi PBB.

 

Source: http://www.flickr.com/photos/73051170@N08/7995158615/in/photostream

Forkorus Kesal, AS dan Australia Dukung NKRI

Jumat, 07 September 2012 21:15, http://bintangpapua.com

JAYAPURA – Ketua Dewan Adat Papua( DAP) Forkorus Yoboisembut yang menyatakan dirinya sebagai Presiden Federasi Republik Papua Barat menyatakan penyesalan mendalamnya terhadap pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Ny. Hilari Clinton yang menyatakan bahwa Papua Barat bagian integral dari NKRI.

Pernyataan Menlu AS ini terungkap saat melakukan kunjungan ke Indonesia dan menemui Menteri Luar Negeri Indonesia, Mr. Natalegawa dan Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono 3 September 2012 lalu.

Pernyataan Hilary Clinton bahwa Papua Barat bagian integral Indonesia telah diberitakan juga oleh Voice Of Amerika pada 4 September 2012.

Forkorus Yoboisembut menyatakan penyesalannya juga kepada Perdana Menteri Australia Mr. Bob Carr yang juga menolak kemerdekaan Bangsa Papua Barat di Negeri Papua Barat. Menurut dia selama ini Pemerintah Australia dinilai kritis terhadap penegakan hak asasi manusia di Papua bahkan Perdana Menteri Australia menyatakan Australia tidak akan mendukung ide Papua sebagai sebuah negara berdaulat seperti dinyatakan Perdana Menteri Carr di Sidney, Minggu, 2 September 2012 sesuai pemberitaan TV Sky News dan pemberitaan Bintang Papua pada 3 september 2012.

Carr menyebutkan, dukungan atas kemerdekaan Papua akan benar benar menghancurkan hubungan Australia- Indonesia. Carr juga mengakui, Papua tak akan mampu berdiri sendiri sebagai negara merdeka dan akan kembali mempersulit posisi Australia yang dipastikan akan terkena dampak bila Papua Merdeka. Pernyataan Forkorus Yoboisembut ini disampaikanya dalam jumpa pers oleh Markus Haluk, Jumat( 7/9) di Perumnas I Waena Jayapura.

Pernyataan Forkorus yang disampaikan kembali Markus Haluk dalam jumpa pers dengan wartawan, menyatakan pernyataan Mr. Bob Carr sangat berlebihan. Carr dianggap lupa bahwa bangsa Papua sejak leluhur mereka telah mampu bertahan hidup dengan memelihara alam Papua secara tradisional sampai dengan pihak luar negeri mendatangi pulau Papua dan menjadikannya tanah jajahan.

Dalam pernyataan penyesalannya yang dibacakan Markus Haluk, dia menilai, pertama, pernyataan itu sangat merendahkan martabat harga diri rakyat Bangsa Papua Barat. Kedua, pernyataan seperti itu telah memberikan garansi atau jaminan kepada Pemerintah Indonesia untuk terus melakukan operasi militer di seluruh tanah air Papua Barat, dalam mempertahankan aneksasi tanah air Papua Barat, akibatnya akan terus terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam berbagai jenis dan bentuk seperti yan terjadi sejak 1962 hingga kini. Hal itu berarti tak sadar dan tak langsung Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat telah ikut melakukan perbuatan atau tindakan pelanggaran HAM diatas tanah air bangsa Papua Barat.

Ketiga, pernyataan itu telah membuat kami bangsa Papua Barat tak merasa aman, nyaman, damai sejahtera lahir dan batin, sebab pernyataan itu mengancam HAM manusia Papua dimasa lalu, kini dan mendatang. Keempat pernyataan itu menunjukkan adanya suatu sistim perserikatan penjajahan yang tak nampak di dunia( The Fact of the invisible union of colonial in the world).antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Amerika Serikat diatas tanah air dan bangsa Papua di negeri Papua bagian barat.

Kelima, Pernyataan seperti itu mem perlihatkan pemaksaan kehendak dengan mengedepankan kekuatan kekeuasaan secara diktator, berarti Pemerintah Indonesia, Australia dan Amerika Serikat telah berperilaku diskriminatif terhadap azas azas demokrasi dan nilai nilai hak asasi manusia bangsa Papua, serta mengabaikan prinsip prinsip hukum publik internasional hingga bangsa Papua dipaksakan menjadi bangsa Indonesia, hal ini dianggap sebagai akar permasalahan di atas tanah Papua bagian barat.

Namun demikian, bangsa Papua akan tetap terus berjuang secara damai dan demokratis serta menjunjung tinggi nilai nilai Hak Asasi Manusia dan hukum publik internasional untuk mempertahankan kemerdekaan negara bangsa Papua Barat, sebelum kami bangsa Papua menjadi termarjinal, minoritas dan punah diatas ngeri kami Papua Barat dari tindakan kejahatan aneksasi oleh pemerintah Indonesia. Ditengah rasa penyesalanya Forkorus juga menyampaikan sedikit rasa gembira tentang tekanan Hak Asasi Manusia dan dialog antara Bangsa Papua dan Bangsa Indonesia.

Akan tetapi Dialog bagi Bangsa Papua seperti dimaksudkan Forkorus adalah tentang Deklarasi Pemulihan Kemerdekaan Kedaulatan Bangsa Papua di Negeri Papua Barat pada tanggal 19 Oktober 2011. Markus Haluk yang membacakan langsung pernyataan Forkorus dihadapan wartawan siang kemarin, didampingi Sekertaris III Dewan Adat Papua Wilem Rumaseb dan Imanuel M. Koyari dari Dewan Nasional Papua Barat yang juga ketua Komisi bidang Politik, hubungan luar negeri, kebangsaan dan Pemerintahan Negara Federasi Papua Barat.( Ven/don/l03)

Ideologi Papua merdeka tidak bakal mati

Merdeka.com, Satu hari pada Oktober 2011. Penasihat khusus Sekretearis Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Bidang Pencegahan Pemusnahan Etnis mengajak Pendeta Socrates Sofyan Yoman, tokoh agama di Papua, berbicara di ruang tertutup. Ia ingin tahu situasi terakhir di Bumi Cenderawasih itu.

“Saya ditanya bagaimana kalau referndum digelar di Papua, bagaimana dengan pendatang?” kata Socrates saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya, Senin lalu. Dengan yakin, ia menjawab sudah pasti Papua merdeka. Ia menyatakan hanya orang asli Papua berhak menentukan nasib mereka bukan kaum dari daerah lain.

Sayangnya, Socrates lupa nama pejabat PBB itu. Ia cuma menegaskan dilarang berbicara soal isi pertemuan karena sangat rahasia.

Persoalan Papua mulai kembali mendapat sorotan internasional setelah Mei lalu sidang Dewan Hak Asasi PBB di Jenewa, Swiss, menilai ada pelanggaran hak asasi di sana. Saat itu, ada 14 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, Jepang, dan Meksiko, menyuarakan soal itu.

Menurut Socrates, pemerintah Amerika juga sudah menyerukan agar Jakarta segera menggelar dialog menyeluruh dengan tokoh-tokoh Papua.. Ia menyayangkan pemerintah pusat selama ini hanya mengedepankan pembangunan dan sisi ekonomi, namun tidak memperhatikan martabat rakyat Papua. “Bagaimana mau dialog kalau semua harus dalam kerangka NKRI (Negara kesatuan Republik Indonesia). Hanya orang bodoh saja mau percaya itu,” ia menegaskan.

Sebab itu, ia meminta Jakarta membahas seluruh agenda terkait Papua karena krisis di sana sangat rumit. Ia juga mensyaratkan Amerika bersama Belanda, dan PBB juga harus hadir. “Papua dari awal merupakan konspirasi internasional antara Amerika, belanda, dan PBB.”

Dihubungi secara terpisah kemarin, utusan khusus Presiden buat Papua, Farid Hussein, mengakui butuh waktu lama untuk menyelesaikan konflik Papua. “Di Aceh saja saya butuh dua tahun,” ujarnya. Untuk itu, ia menegaskan tidak boleh ada pihak asing terlibat dalam penyelesaian masalah Papua.

Sejauh ini, Farid dan Socrates membantah ada keterlibatan negara lain dalam konflik Papua. “Tidak ada LSM asing. Nggak mungkin berani, bisa habis mereka,” Farid menegaskan.

Kalau memang penyelesaian itu terjadi, Socrates mengisyaratkan rakyat Papua tetap ingin melepaskan diri dari Indonesia. “Ideologi itu sudah lama dan tidak bisa dihapus,” katanya. Namun ia menolak menyatakan dirinya menganut ideologi Papua merdeka. “Saya hanya penyambung lidah umat.”

Boleh jadi, pernyataan Socrates itu benar. Seorang sumber merdeka.com paham situasi di Papua menegaskan, “Kalau referendum digelar sekarang, 99 persen Papua merdeka.”

[fas]

FPI: Usulkan Papua Merdeka, Ulil Lacurkan Diri Ke AS

Saturday, 16 June 2012 16:30, Achsin, itoday

Bukti Dukungan asing ke Papua Merdeka (IST)
Bukti Dukungan asing ke Papua Merdeka (IST)

itoday – Pernyataan pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) Uli Abshar Abdalla yang menginginkan Papua lepas dari Indonesia menjadi bukti orang-orang liberal corong Amerika Serikat (AS).

“Ini membuktikan orang-orang liberal menjadi corong AS untuk melepaskan Papua dari Indonesia. Ulil sudah melacurkan diri ke AS,” kata Ketua Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama FPI Habib Muhsin Alattas kepada itoday, Sabtu (16/6).

Menurut Habib Muhsin, kelompok-kelompok liberal termasuk Ulil selalu membawa tameng atas nama demokrasi, HAM tetapi mempunyai agenda melepaskan wilayah Indonesia.

“Buktinya Timor-Timur lepas itu provokatornya Hendardi, dia orang liberal. ke depannya, orang-orang liberal termasuk Ulil mendorong wilyah-wilayah Indonesia lepas. Dengan begitu AS secara mudah menguasainya,” jelasnya.

Ia juga mengutarakan, pemerintah di bawah Presiden SBY sangat lemah sehingga orang-orang liberal yang membahayakan NKRI begitu mudah melakukan aktivitasnya. “Ini akibat pemerintahan SBY yang begitu lemah, sehingga orang-orang liberal begitu mudah melakukan aktivitasnya di Indonesia. Padahal mereka ini penghianat bangsa,” pungkas Habib Muhsin.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya melalui akun twitter Ulil Abshar Abdalla ‏@ulil menyatakan: “Apakah kita masih harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”

“Saya dulu jg berpikir, Papua harus dipertahankan dg harga apapun. Tp saya merasa pikiran saya itu kok naif,” sambung Ulil.

Mengapa Papua sebaiknya dimerdekakan, Ulil beralasan: “Biaya mempertahankan Papua mahal sekali. Sudah begitu, apapun yg diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap salah terus. Capek!”

Menurut pandangan Ulil, masalah Papua tak akan selesai dlm waktu dekat. Butuh proses lama. Itu fakta politik yg harus disadari semua pihak. Masalah Papua bukan semata2 soal keadilan ekonomi. “The problem is, many people there feel they don’t belong to Indonesia!” tegas Ulil.

“Ibarat kehidupan perkawinan, kalau salah satu pasangan tak mau lg bertahan dlm ikatan perkawinan, masak hrs dipaksa,” sambung Ulil.

SBY Curiga Pihak Asing Punya Kepentingan di Papua

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanuddin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui kekerasan di Papua sedang dalam sorotan dunia internasional. Namun sorotan itu dari cara pandang kepentingan tertentu.

“Namun kepentingan kita kepentingan negara, kepentingan rakyat, termasuk tanah di Papua agar tanah itu terus tumbuh, masyarakat sejahtera dan sebagainya,” kata SBY di kantor Presiden Jakarta, Selasa (12/6/2012).

Dikatakan Presiden, memang masalah di Papua luar biasa dan kompleks. Oleh karena itu SBY meyakinkan publik bahwa pemerintah memiliki keyakinan yang benar soal penuntasan kasus di Papua.

“Dan pihak manapun yang di luar negeri (asing) yang punya kepentingan berbeda, harus dijelaskan apa yang dilakukan di sana,” kata SBY.

SBY menegaskan masalah Papua harus dituntaskan. Tidak boleh ada satu orang pun korban jiwa dan tidak bisa dibiarkan harus dilakukan dan diberikan sanksi siapa yang melakukan kekerasan. “Hukum harus ditegakkan,” ujar SBY.

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny