IPWP Luncurkan All Party Parliamentary Group for West Papua

IPWP Luncurkan All Party Parliamentary Group for West Papua

London — Dalam rangka memperingati HUT IPWP ke-5, di London 15 Oktober 2013 waktu London, IPWP meluncurkan sebuah grup bernama All Party Parliamentary Group for West Papua, atau Grup Parlemen dari Semua Partai untuk Papua Barat, yang terdiri dari anggota parlemen Inggris yang diambil dari setiap partai politik.

Seperti diberitakan di situs resmi IPWP, grup ini akan mengadakan pertemuan rutin, membahas dua situasi yakni hak asasi manusia (HAM) dan status politik Papua Barat.

Pertemuan pertama grup ini, sesuai dengan kalender Parlemen tahun ini akan berlangsung pada hari Rabu 16 Oktober dari jam 5 sampai 6 sore di Gedung Parlemen Inggris.

Ini Fokus Utama All Party Parliamentary Group for West Papua

Bidang dan fokus utama dari Grup ini, seperti diberitakan situs resmi IPWP, ipwp.org adalah:

Pertama, PENENTUAN NASIB SENDIRI; dengan menyerukan penentuan pendapat rakyat Papua ulang (referendum ulang), yang memenuhi standar yang diakui internasional , dalam bentuk referendum baru yang bebas, dan diawasi PBB.

Kedua, DIALOG; dengan menyerukan kepada Pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan dialog dengan bangsa Papua. Dialog dimaksud adalah yang dimediasi pihak ketiga dari dunia internasional, tanpa pra kondisi, dengan sungguh-sungguh, dengan representasi pemimpin Papua Barat, yang mana sampai saat ini ditolak oleh Indonesia.

Ketiga, AKSES; dimana pemerintah Indonesia sangat membatasi akses ke Papua Barat bagi wartawan asing dan pengamat hak asasi manusia internasional, termasuk Amnesty International .

Keempat, DEMILITERISASI; sebagai langkah pertama menuju perdamaian, Papua Barat menghimbau Pemerintah Indonesia untuk menghentikan semua rencana penambahan militernya (TNI) untuk hadir di Papua Barat dan segera menarik TNI, Polisi paramiliter (Brimob) dan agen intelijen (BIN) keluar dari tanah Papua.

Kelima, KEBEBASAN BEREKSPRESI; pemerintah Indonesia saat ini sangat membatasi orang Papua Barat untuk melaksanakan hak berekspresi, berkumpul dan bermufakat dengan bebas, terutama dalam kaitannya dengan demonstrasi damai mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat.

Dalam hal ini, Indonesia saat ini melanggar kewajibannya berdasarkan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang ditandatangani pada tahun 2006. (BT/MS)

Senin, 14 Oktober 2013 15:36,MS

Senator Australia Berencana Bawa Jurnalis Ke Papua

Senator Australia dari Partai Hijau, Richard Di Natale, berencana mengunjungi Papua, Indonesia, dan mengajak serta rombongan wartawan dan aktivis HAM untuk melihat kondisi di sana. Langkah itu diambil sebagai reaksi atas pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe yang mengatakan daerahnya terbuka bagi jurnalis dan aktivis HAM. 

Senator Richard Di Natale berencana kunjungi Papua membawa rombongan jurnalis. (Credit: ABC)

Dalam wawancara dengan ABC, ia mengatakan, pernyataan Gubernur Lukas Enembe merupakan langkah menggembirakan. Namun, kata Di Natale, ia masih memberi catatan karena pernyataan itu tidak datang dari pemerintah pusat di Jakarta. “Masalahnya, pernyataan ini hanya dari Gubernur Enembe dan bukand ari pemerintah pusat,” katanya.Senator Di Natale merupakan jurubicara Partai Hijau Australia untuk isu-isu Papua, Indonesia. Saat ini Papua terdiri atas dua propinsi yaitu Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat.

Senator Di Natale menambahkan, “Saya berencana mengunjungi Papua sejak lama, dan hari ini saya nyatakan rencana kunjungan ke sana di waktu mendatang,” katanya.

Dalam kunjungan itu, rencananya Di Natale juga akan mengajak kalangan jurnalis dan aktivis HAM.

“Di masa lalu ada larangan bagi jurnalis asing ke Papua. Adanya perubahan posisi dari Gubernur Papua ini sangat menggembirakan. Tidak seperti yang dilakukan Tony Abbott yang menyebut insiden tiga aktivis Papua yang memanjat ke Konsulat Australia di Bali sebagai perlawanan,” tegasnya.

“Saya ingin bertemu dengan aktivis Papua dan mendengar pandangan mereka tentang situasi di sana,” tambah Senator Di Natale.

 10 October 2013, 16:20,www.radioaustralia.net.au

Kapolda: Pernyataan Perdana Menteri Vanuatu Tidak Valid

Editor : MUSA ABUBAR

Irjen Pol Tito Karnavian (Jubi/IST)
Irjen Pol Tito Karnavian (Jubi/IST)

Jayapura, 5/10 (Jubi) – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian menilai, pernyataan perdana menteri negara Vanuatu, Moana Karkas Kalosil tidak valid.

Soal investigasi masalah HAM di Papua, menurut Tito, sedianya harus memahami mekanisme di PBB. Semua negara boleh saja menyampaikan pendapat, tetapi tidak harus disetujui. Indonesia memiliki Right of Reply (hak untuk menjawab). Hak itu disampaikan oleh perwakilan tetap RI yang ada di PBB.

“Saya melihat terbalik sekarang ini. Selama setahun saya menjabat, setahu saya, yang menimpa TNI/Polri malah lebih banyak. Saya kira pernyataan Vanuatu tidak valid,” kata Jendral Tito kepada wartawan usai apel HUT TNI ke-68 di lapangan Makodam XVII/Cendrawasih, Sabtu (5/10) siang.

September lalu, 28/9, di Sidang Tahunan PBB, Perdana Menteri Vanuatu Moana Kalosil menyatakan, Papua Barat telah secara konsisten membantah semacam pengakuan oleh badan dunia. Ia meminta, PBB untuk menunjuk seorang Wakil Khusus untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan status politik Papua di Indonesia.

“Kita sekarang berunding tentang masalah Suriah, tetapi ketika datang ke masalah hak-hak rakyat Papua Barat, suara kami dimatikan bahkan dalam podium ini ” kata Perdana Menteri Moana Karkas Kalosil kepada Debat Umum Majelis Umum tahunan PBB, mengacu pada perang saudara yang telah menewaskan sekitar 120.000 Suriah , sopir beberapa 6,6 juta dari rumah mereka dan melihat penggunaan senjata kimia.

“Bagaimana kita kemudian mengabaikan ratusan ribu orang Papua Barat yang telah secara brutal dipukuli dan dibunuh ? Orang-orang Papua Barat mencari untuk PBB sebagai mercusuar harapan. Mari kita, pemimpin rekan saya, dengan keyakinan moral yang sama menghasilkan dukungan kami terhadap penderitaan orang Papua Barat. Sudah saatnya bagi PBB untuk bergerak melampaui pinggiran dan alamat dan memperbaiki beberapa kesalahan sejarah,” lanjut Moana.

Disebutkan, polisi Indonesia dilaporkan menembak dan menewaskan dua demonstran pada malam peringatan ke-50 bekas Nugini Belanda, menempati setengah bagian barat New Guinea Island, menjadi bagian dari Indonesia . Setidaknya 20 pengunjuk rasa ditangkap , banyak karena mengibarkan bendera pro-kemerdekaan .

Menurut Tito, suara Vanuatu tidak banyak didengar. Berbeda jauh dengan Indonesia, negara besar, bahkan perdana menteri Indonesia pernah menjadi ketua dewan kemanan PBB. Di dalam PBB, posisi Indonesia, lanjut dia, sangat kuat karena didukung negara-negara ASEAN, OKI dan Non Blok. Sdangkan Australia, Belanda dan Inggris sangat mendukung Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI).

“Masalahnya, informasi yang disampaikan oleh Vanuatu belum tentu valid. Pelanggaran HAM yang mana yang dimaksud? Semua dikuasi orang Papua, Gubernur, DPRP, Bupati dikuasai orang Papua. Bahkan pejabat kepolisian, Wakapolda itu orang Papua, Komandan Brimob orang Papua. Jadi, pelanggaran HAM yang mana yang dimaksud?” jelas Jendral Tito.

Tito membandingkan situasi di Filipina Selatan, seperti kata salah perwakilan Cina. Bahwa Papua dinilai aman dibandingkan situasi di negara-negara lain. Di dalam negeri, Tito membandingkan situasi Jayapura dengan Jakarta. Dia menilai Jayapura jauh lebih aman daripada Jakarta. Karena itu, Tito mengimbau agar tidak perlu menanggapi pernyataan perdana menteri Vanuatu. (Jubi/Timo Marten)

Penulis : Timoteus Marten on October 5, 2013, TabloidJubi.com

‘Tentara bayaran’ Papua Merdeka divonis 7 bulan, langsung bebas

Gerard Michael Little, warga Melbourne, Australia, divonis bersalah dan dijatuhi hukum tujuh bulan penjara di pengadilan negeri Kota Brisbane, Kamis (26/9/2013) dengan tuduhan mempersiapkan diri menjadi tentara bayaran untuk Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun, karena vonis itu sejalan dengan lamanya masa tahanan, ia langsung dibebaskan.

Little, 46 tahun, yang dilatih untuk menjadi tentara bayaran untuk melawan militer dan polisi Indonesia di Papua, dinyatakan bersalah karena mempersiapkan diri untuk menerobos ke negara lain.

Ia ditangkap saat akan terbang ke ibukota Papua Nugini, Port Moresby, Desember lalu. Sejak itu, ia ditahan dan menjalani proses persidangan.

Little pernah menjalani pelatihan militer lima hari di Ukraina, dan sesumbar di media sosial bahwa dirinya berpangkat Kolonel di gerakan OPM.

Hakim Douglas McGill mengatakan, upaya Little untuk menjadi pejuang kemerdekaan hanyalah fantasi.

Masa tahanan selama 218 hari, kata Hakim McGill, sudah lebih lama dari vonis yang dijatuhkan atas perbuatannya itu.

Sementara itu, ABC mendapat laporan bahwa enam warga Papua, Indonesia, telah melarikan diri ke Pulau Boigu di kawasan Selat Torres, Australia.

Menurut aktivis Ruben Blake, yang sebelumnya ambil bagian dalam pelayaran Freedom Flotilla ke Papua, menjelaskan keenam warga Papua tersebut menjadi target operasi militer Indonesia yang terus mengejar para pendukung kemerdekaan Papua.

“Keenam orang itu harus melarikan diri, dan kami bisa pastikan mereka sudah pergi,” kata Blake, “Tapi kami tidak tahu kemana tujuan mereka”.

Ia menduga, enam warga Papua yang tiba di Pulau Boigu adalah orang sama yang dikejar pihak militer Indonesia.

ABC masih mencoba mengkonfirmasi informasi kedatangan warga Papua tersebut kepada pihak Departemen Imigrasi Australia.

Sumber: Radio Australia

BOB CARR SEBUT AKTIVIS FREEDOM FLOTILLA LAKUKAN PENIPUAN PADA ORANG PAPUA | tabloidjubi.com

BOB CARR SEBUT AKTIVIS FREEDOM FLOTILLA LAKUKAN PENIPUAN PADA ORANG PAPUA | tabloidjubi.com.

Jayapura, 21/08 (Jubi) – Pemerintah Australia telah mengeluarkan peringatan tertulis secara resmi kepada para aktivis Papua dan Australia yang bergabung dalam pelayaran Freedom Flotilla, bahwa yang mereka hadapi adalah hukuman pidana jika mereka melanggar hukum imigrasi PNG atau Indonesia.

Dari Jakarta, Menteri Luar Negeri Bob Carr mengatakan peringatan tertulis ini disampaikan kepada pendiri Flotilla Izzy Brown, kemarin, Selasa 20 Agustus 2013.

“Freedom Flotilla jelas merencanakan masuk secara ilegal ke Indonesia,” kata Senator Carr.

Lanjut Carr,  tindakan mereka beresiko tinggi. Ketika di wilayah Indonesia mereka harus tunduk pada hukum Indonesia bukan hukum Australia. Hukum Indonesia memberikan sanksi hingga 5 tahun untuk pelanggaran imigrasi seperti itu.

“Jika anggota Flotilla yang ditangkap di Indonesia atau PNG mereka akan menerima bantuan konsuler normal yang tersedia untuk warga Australia di luar negeri. Tapi kita tidak bisa melakukan tindakan khusus untuk mereka atau campur tangan dalam prosedur penegakan hukum setempat.” kata Carr dalam rilis pers Kementrian Luar Negeri Australia yang diterima Jubi, Selasa (20/08) malam.

Senator Carr juga mengatakan aktivis di armada kapal Freedom Flotilla telah melakukan penipuan pada orang-orang di provinsi Papua, dengan mengkampanyekan bahwa kemerdekaan Papua sudah menjadi agenda internasional.

“Dunia, seperti juga Australia mengakui kedaulatan Indonesia atas provinsi-provinsi Papua, seperti halnya kedua sisi politik Australia,” kata Senator Carr.

Freedom Flotilla adalah konvoi tiga kapal pesiar dengan sekitar 20 penumpang, yang berangkat Cairns pada 17 Agustus. Armada ini disebutkan bertujuan untuk berlabuh Papua di Indonesia pada awal September 2013. (Jubi/Victor Mambor)

PARLEMEN TINGGI INGGRIS PERTANYAKAN PERAN DENSUS 88 DALAM PELANGGARAN HAM DI PAPUA | tabloidjubi.com

PARLEMEN TINGGI INGGRIS PERTANYAKAN PERAN DENSUS 88 DALAM PELANGGARAN HAM DI PAPUA | tabloidjubi.com.

Jayapura, 26/07 (Jubi) – Kenyataan pembatasan terhadap jurnalis dan LSM asing, membuat situasi di Papua mungkin lebih parah dari apa yang terlihat.

 

Rabu (24/7) anggota parlemen tinggi di Inggris mengadakan perdebatan resmi tentang Papua, di mana mereka menyampaikan keberatan mereka tentang situasi HAM di Papua dan meminta pemerintah Inggris untuk mengambil sikap yang lebih tegas. Beberapa dari para anggota parlemen tinggi Inggris ini bahkan mengatakan mereka mendukung referendum tentang nasib Papua. Demikian rilis yang diterima Jubi dari kantor Parlemen Inggris di London, Jumat (26/07) malam. 

Hanya dua minggu sesudah situasi Papua dikemukakan di Dewan HAM PBB di Genewa, anggota parlemen tinggi di Inggris, mulai berdebat tentang situasi HAM di Papua. Kelima anggota parlemen tinggi Inggris ini mencatat bahwa dengan kenyataan pembatasan terhadap jurnalis dan LSM asing, situasi di Papua “mungkin lebih parah dari apa yang terlihat.” Lord Hannay, satu dari kelima anggiota parlemen tinggi Inggris menjelaskan bahwa menurut dia, kebijakan Indonesia untuk membatasi jurnalis dan LSM asing adalah “keliru” dan “kalau semua dirahasiakan, gosip dan kecurigaan akan semakin berkembang.” 

Lord Harries, anggota parlemen yang mendorong debat ini, menegaskan pola penangkapan bernuansa politik yang terjadi di Papua semakin menimbulkan masalah. Dia juga menggugat pemerintah Inggris atas peran mereka dalam pendanaan Detasemen Khusus (Densus) 88, yang diduga terlibat dalam penangkapan, penyiksaan dan penembakan terhadap aktivis politik di Papua.


“Apakah pelatihan yang disediakan dan dibayar oleh Inggris memang sudah berhasil dalam memperbaiki perilaku Densus 88?” tanya Lord Harries. 

Lord Harries menambahkan bahwa pemerintah Inggris sadar dan prihatin tentang pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, karena pemerintah Inggris telah memperjelas jawaban mereka atas pertanyaan parlemen. Namun ia mengkhawatirkan Densus 88, yang dilatih oleh Inggris dan diyakini juga sedang beroperasi di Papua menargetkan para pemimpin kemerdekaan Papua. 

“Kita tahu bahwa pelatihan bagi detasemen ini mencakup isu-isu hak asasi manusia, tapi kita tidak tahu apakah ini memiliki pengaruh pada operasinya? Mengingat fakta bahwa pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di Papua.” kata Lord Harries. 

“Apakah Kementrian Luar Negeri akan meminta dilakukannya evaluasi, yang sangat mendesak, terhadap dampak pelatihan yang diterima oleh detasemen ini untuk melihat apakah sebenarnya pelatihan yang dilakukan ini memberikan perbedaan?” tambah Lord Harries. 

Lord Harries juga menyinggung catatan Juan Mendez, penasihat khusus PBB tentang pencegahan genosida. Juan Mendez, menurut Lord Harries menulis pada tahun 2008 bahwa Papua Barat merupakan salah negara-negara yang populasinya yang “terancam punah”. Ini pernyataan yang sangat serius menurut Lord Harries. Ancaman populasi ini karena masuknya penduduk Indonesia secara besar-besaran ke Papua sehingga penduduk asli Papua berada dalam bahaya menjadi minoritas di negara mereka sendiri. (Jubi/Victor Mambor)

Belanda Tetap Komit Dukung Papua

Sebagai Bagian Integral dari NKRI

JAYAPURA— Dubes Belanda Tjeerd de Zwaan menegaskan, pihaknya mendukung Papua bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kami tetap komit mendukung Papua bagian integral NKRI,”

ujar Dubes Belanda usai pertemuan bersama Kapolda Papua, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda di Ruangan Rupatama, Mapolda Papua, Jayapura, Rabu (3/7) petang. Ia ditanya terkait sikap pemerintah Belanda terhadap Melanesian Sparehead Group (MSG) yang mendukung Papua lepas dari Indonesia. Dikatakan Dubes Belanda, kedatangannya ke Papua untuk mengetahui pelaksanaan Otsus Plus yang diusung Gubernur dan Wagub Papua Lukas Enembe dan Klemen Tinal.

“Sebenarnya saya berharap mendapatkan jawaban itu dari orang-orang yang tadi saya tanyakan di forum, tapi tak seorangpun menyampaikan hal itu,”

tukas Dubes Belanda. Namun demikian, lanjut Dubes, pihaknya mengidentifikasi Otsus Plus lebih baik dari Otsus yang kini ada melalui kerjasama erat antara pemerintah Indonesia dengan masyarakat Papua, sehingga diharapkan substansi atau konten Otsus Plus akan diformulasikan secara seksama.

“Pemahaman saya bahwa sekarang sedang berlangsung ini memerlukan suatu proses. Dan ini bisa sukses prosesnya harus inklusif. Dan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders).

Menurut Dubes, kedatangannya di Papua juga ingin mengembangkan kerjasama dengan pemerintah Indonesia, terutama di bidang pembangunan pendidikan. Pasalnya, pendidikan merupakan salah-satu pilar untuk negara yang sedang berkembang atau negara yang sudah berkembang.

“Di negara saya sendiri porsi terbesar dalam anggaran negara tahun 2013 adalah untuk pendidikan,”

kata Dubes.

Dikatakan Dubes, sebagai negara yang memiliki keterbatasan anggaran pihakya harus mulai fokus pada area-area, dimana Belanda memiliki kelebihan, diantaranya membantu pendidikan tinggi di Indonesia termasuk di Papua, pengelolaan air, pertanian, kesehatan dan polisi masyarakat.

“Kami memberikan beasiswa kepada siswa-siswa Indonesia yang belajar di Belanda,”

tandas Dubes. (mdc/donl03/@dv)

Kamis, 04 Juli 2013 07:30, Binpa

Enhanced by Zemanta

Kantor Free West Papua akan Kembali Dibuka di Belanda

Pendukung Papua merdeka di Belanda. Foto: rnw.nl
Pendukung Papua merdeka di Belanda. Foto: rnw.nl

Jayapura — Secara permanen kantor Free West Papua direncanakan akan kembali dibuka di Belanda pada 15 Agustus 2013 mendatang. Hal itu disampaikan ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni melalui pesan singkatnya kepadawww.majalahselangkah.com, Rabu pagi (3/07/2013).

“Pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka (OPM) di setiap negara adalah sesuai program kerja Parlemen Nasional West Papua (PNWP) dan Internasional Parlemen West Papua (IPWP) bersama diplomat OPM. Komite Nasional West Papua (KNPB) akan mediasi rakyat untuk lakukan aksi dukungan terhadap rencana pembukaan kantor itu,”

tulis Buchtar dalam pesan singkatnya.

Kordinator Free West Papua Compaign (FWPC) Netherland, Oridek Ap sebagaimana ditulis di media sosialnya mengatakan sesuai rencana kantor OPM di Belanda akan dibuka secara permanen.

“Dengan senang kami umumkan bahwa kantor FWPC-NL secara resmi akan dibuka secara permanen pada tanggal 15 Agustus 2013, di Hague (International City of Peace and Justice),”

tulis AP di media sosial pribadi.

Sekedar diketahui publik bahwa kantor yang sama Benny Wenda bersama simpatisan dengan bebas meresmikan kantor Free West Papua di Oxford, Inggris 26 April 2013 lalu. Pembukaan kantor di Inggris dihadiri Wali Kota Oxford, Mohammad Niaz Abbasi; anggota Parlemen Inggris, Andrew Smith; dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. (MS)

Editor : Mateus Ch. Auwe
Rabu, 03 Juli 2013 09:55,MS

Mkhuseli Jack, Pemimpin Anti-Apartheid Dedikasikan Penghargaan Bagi Rakyat Papua

Benny Wenda di Amerika Serikat ketika bertemu dengan Mkhuseli 'Khusta' Jack, mantan pemimpin Gerakan Anti Apartheid di Afrika Selatan. Fto: freewestpapua.org
Benny Wenda di Amerika Serikat ketika bertemu dengan Mkhuseli ‘Khusta’ Jack, mantan pemimpin Gerakan Anti Apartheid di Afrika Selatan. Fto: freewestpapua.org

US, MAJALAH SELANGKAH — Salah satu pemenang The Lawson Award tahun ini, Mkhuseli Khusta Jack, ahli strategi yang memimpin boikot konsumen di Afrika Selatan selama hari-hari tergelap apartheid, mendedikasikan penghargaannya untuk rakyat Papua. Para penerimapenghargaan adalah pemimpin gerakan untuk perlindungan lingkungan, Pembela masyarakat adat, hak politik, dan akhir penindasan rasial.

The Lawson Awards diberikan setiap tahun oleh Pusat Internasional Konflik tanpa kekerasan di The Fletcher Schooluntuk Hukum dan Diplomasi di Tufts University di Fletcher Summer Institute. Hal ini diberikan kepada praktisi, akademisi dan wartawan yang bekerja berfungsi sebagai model untuk bagaimana perubahan tanpa kekerasan dapat dikembangkan, dipahami dan dijelaskan.

“Saya mendedikasikan penghargaan ini, yang diajukan dalam hati saya, bagi rakyat Papua Barat,”

“Orang-orang di sekeliling dunia harus mengubah lensa mereka untuk pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di Papua Barat. Mereka harus mendengar jeritan rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri,” kata Mkhuseli Jack dalam pidato penerimaannya, seperti dilansir freewestpapua.org.

Jack juga menambahkan di hari ini dan usia tidak ada ruang untuk segala bentuk penjajahan atau perambahan pada orang. Diskriminasi ini bahkan lebih buruk ketika itu didasarkan pada rasisme,”

Ia juga berpesan kepada Benny Wenda, pemimpin Papua merdeka yang hadir dalam acara penyerahan pengargaan agar terus berjuang hak rakyat Papua Barat.

“Anda harus terus memperjuangkan hak Anda. Anda akan bebas, itu hanya masalah waktu, tutur Jack berpesan.

Rev James Lawson memberikan saran kepada Papua Barat bahwa Kunci untuk setiap perjuangan perlawanan sipil yang sukses adalah disiplin sengit, perencanaan dan strategi yang ketat.

“kekuatan hidup Anda yang membuat Anda kuat adalah kekuatan Allah, kekuatan kebenaran. Jadilah kuat. Jadilah berani. Mengorganisir perjuangan. Anda berada di sisi sejarah dan kebenaran,” kata Lewson, Aktivis Amerika yang pernah menghabiskan tiga tahun sebagai misionaris Metodis di Indiaitu.

Usai menerima penghargaan Rev Lewson menghabiskan waktu berbicara dengan Benny Wenda tentang perjuangan rakyat Papua untuk kebebasan.

Wenda mengaku pertemuan Rev Lawson dan Mkuseli Jack adalah mimpi yang menjadi kenyataan.

“Perjuangan hak-hak sipil di Amerika Serikat dan perjuangan anti-apartheid di Afrika Selatan adalah mercu suar harapan bagi saya dan orang-orang saya,” ujar Wenda. “Saya tahu bahwa suatu hari kita akan bebas,”

Selain Mkuseli Jack tiga pemenang lain yang menerima penghargaan dari James Lawson Award untuk Prestasi dalam Praktek Konflik tanpa kekerasan adalah: Evgenia Chirikova, wanita muda Rusia yang ikut mendirikan membela Khimki Hutan, yang telah berjuang kampanye yang panjang dan sejauh ini sukses dalam sepuluh tahun terakhir untuk mencegah penghancuran hutan purba pertumbuhan dekat Moskow.

Oscar Olivera, salah satu pemimpin utama kampanye di Cochabamba, Bolivia pada tahun 1990 yang mencegah privatisasi sumber daya air dan membantu memicu partisipasi rakyat yang luas dalam transisi demokrasi Bolivia di tahun-tahun berikutnya.

Jenni Williams, co-pendiri Wanita Zimbabwe Bangkit, yang menerjang 52 penangkapan dan jailings karena protes yang berkelanjutan untuk hak-hak politik yang tulus untuk semua orang dari negaranya.

Untuk diketahui Mkhuseli Jack adalah pemimpin United Democratic Front (Front Persatuan Demokrasi), sebuah koalisi lebih dari 500 kelompok perlawanan berbasis sipil selaras dengan Kongres Nasional Afrika, Mkuseli Jack menunjukkan bagaimana biaya apartheid bisa ditransfer dari masyarakat kulit hitam kepada masyarakat bisnis komersial yang mendukung dan sebagian tergantung pada pendapatan pemerintah. Strategi ini menarik daya beli masyarakat bahwa disamping pemogokan oleh para pekerja kulit hitam dan sanksi eksternal oleh pemerintah asing, menciptakan konteks untuk negosiasi antara Mandela dan Presiden FW de Klerk yang akhirnya membawa apartheid runtuh. (MS)

Sabtu, 22 Juni 2013 23:17,MS

Pernyataan Bob Carr Adalah Perbuatan Diskriminatif

Ronny Kareni, saat berkampanye Rize of Morning Star di Melbourne (Dok. Jubi)
Ronny Kareni, saat berkampanye Rize of Morning Star di Melbourne (Dok. Jubi)

Jayapura – Aktivis Papua Merdeka yang berbasis di Melbourne, Australia, Ronny Kareni, menilai pernyataan Mentri Luar Negeri Australia, Bob Carr, dalam rapat senat minggu lalu sebagai sebuah tindakan diskriminatif terhadap orang Papua.

“Selama 50 tahun terakhir, perjuangan telah didorong oleh orang Papua sendiri untuk menempatkan kehidupan mereka di garis depan di Papua Barat dan luar negeri, berkampanye melawan kebrutalan pasukan keamanan Indonesia”

kata Ronny Kareni, kepada Jubi (11/06).

Kareni, yang mengorganisir kampanye “Rize of Morning Star” di Australia mengatakan di luar negeri orang-orang Papua membangun solidaritas dengan kelompok-kelompok di luar negeri atas prakarsa dan dorongan rakyat Papua di Papua Barat, yang ingin mengakhiri pelanggaran HAM dan mencari pengakuan hak-hak politik mereka untuk menentukan nasib sendiri.

“Jadi kami menolak pernyataan Carr yang mengatakan orang-orang yang ‘mengibarkan bendera Papua’ dan yang ‘berbicara bahasa kemerdekaan’ adalah bagian dari ‘penipuan kejam’ dari orang-orang yang “bersuka ria”

dan aman dalam demokrasi mereka sendiri.

“Saya lahir dalam konflik ini, saya generasi ke-3 yang menghadapi perjuangan yang sedang berlangsung untuk hak kebebasan kami. Orang tua saya terpaksa mengungsi dan hidup di pengasingan di Papua Nugini pada awal 80-an sebagai bagian dari eksodus besar-besaran orang Papua Barat. Saat itu dan sampai sekarang masih sangat berbahaya bagi orang Papua Barat yang secara damai berkampanye untuk hak asasi manusia dan hak politik. Bahkan mengibarkan bendera Bintang Kejora akan berarti 3-15 tahun penjara.”

kata Kareni

Pernyataan Carr tersebut dinilai Kareni sebagai pernyataan yang tidak menghormati perjuangan sebuah bangsa untuk kemerdekaan selama 50 tahun terakhir. Setiap hari orang Papua Barat mempertaruhkan hidup mereka di Papua dan luar negeri.

“Kami menyerukan kepada rakyat Australia untuk menekan pemerintah Australia untuk meninjau pendanaan dan pelatihan Densus 88 yang diduga telah melakukan kekerasan yang meluas dan penahanan sewenang-wenang terhadap orang Papua yang mengekspresikan pandangan politik mereka untuk merdeka secara damai.”

lanjut Kareni.

Kareni juga meminta masyarakat Australia mendesak pemerintahnya untuk mendukung terbukanya akses media asing yang independen dan misi pencarian fakta PBB agar masyarakat internasional benar-benar tahu apa yang terjadi di Papua Barat.”

Bob Carr dalam rapat senat minggu lalu, menuding Oposisi, Partai Hijau Australia lah yang “bermain” di Papua.

 “Ini (isu Papua) sekarang ini dimunculkan oleh Partai Hijau. Ini adalah permainan untuk Partai Hijau. Itu permainan yang kecil, tetapi implikasinya di tanah Papua bisa sangat serius.”

kata Carr.

Bahkan Bob Carr mengatakan warga Australia seharusnya tidak mendorong aktivis kemerdekaan Papua untuk mengambil resiko.

“Orang Australia yang mengibarkan bendera pemisahan Papua tidur nyaman di tempat tidur mereka. Tapi ketika mereka mengibarkan bendera ini…dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak waspada dan memegang harapan Papua yang merdeka, mereka mengundang warga Papua untuk mengambil risiko hukum dengan berhubungan dengan pemberontakan,”

kata Carr. (Jubi/Victor Mambor)

June 11, 2013,08:39,TJ

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny