Gubernur Sandaun: Kelompok Kriminal Nyeberang ke PNG, Akan Ditangkap

JAYAPURA—Kelompok kriminal di Indonesia (Papua) yang menyeberang ke negara tetangga Papua New Guinea (PNG) dipastikan tidak akan aman. Pasalnya, Pemerintah PNG berjanji akan menangkap mereka untuk selanjutnya dikembalikan ke Indonesia guna diproses sesuai hukum yang berlaku. Demikian diungkapkan Gubernur Provinsi Sandaun, Papua New Guinea (PNG) Hon Amkat Mai menjawab pertanyaan wartawan usai bertemu dengan Kapolda Papua, kemarin.

Untuk diketahui, Gubernur Provinsi Sandaun, Papua New Guinea (PNG) Hon Amkat Mai beserta rombongan berkesempatan berkunjung ke Polda Papua yang diterima langsung oleh Kapolda Papua Irjen Pol Drs. M. Tito Karnavian, MA didampingi Pejabat Utama Polda Papua bertempat di Ruang Cenderawasih, Mapolda Papua, Jayapura, Kamis (17/1).

Dalam kunjungannya kali ini Gubernur Provinsi Sandaun bertujuan untuk meminta masukan kepada pihak Polda tentang masalah kepolisian dan kebijakan Kapolda.

Pertemuan yang berlangsung selama satu jam Kapolda memaparkan tentang kebijakan Polda Papua untuk memberantas korupsi dan penyalahgunaan miras atau minuman berakohol. Namun saat ini Polda Papua lebih mengutamakan tindakan persuasif. Namun bila terjadi pelanggaran hukum maka penanganannya dengan menggunakan penanganan secara minimum.

Setelah pertemuan, dalam wawancara oleh wartawan ketika ditanya bagaimana kalau kelompok sipil bersenjata atau pelaku tindak pidana lainnya yang sering kali setelah melakukan kejahatannya lari ke PNG atau ke wilayah dia.

“Apabila ada kejadian seperti itu dan Polisi kami mengetahui maka akan ditangkap dan diserahkan kepada pihak Polisi di Papua untuk dituntut sesuai hukum yang ada di Indonesia,” ujarnya.

“Saat ini pemerintahan di bawah Pieter O’Neil sangat berharap hubungan yang baik dengan Indonesia dan untuk menjaga hubungan ini, kami berharap tindakan seperti tadi harus dihukum karena tidak mau mengganggu hubungan kedua negara” tegasnya.
Ditanya tentang hubungan bilateral RI-PNG ke depan, dia mengatakan, tadi sudah dibahas dan akan ditindaklanjuti melalui kerja sama dikedua belah pihak.

Kapolda menyatakan, pihaknya membahas studi banding masalah Kepolisian atau keamanan juga masalah studi banding masalah ekonomi khususnya dari pihak mereka untuk bisa bekerjasama bidang ekonomi guna memetik keuntungan dari harga yang murah dan produk-produk yang bagus yang ada di Indonesia, karena bila dibandingkan dengan impor dari negara lain yang jaraknya jauh tentu harga jauh lebih mahal.
Kapolda mengatakan, Gubernur juga menyampaikan Sandaun bisa jadi potensi pasar (market) bagi pengusaha Indonesia seperti tambang, minyak, pembangunan perkebunan dan lain-lain.

Kata dia, hal ini dalam rangka untuk memacu hubungan baik tersebut yang akan memacu perdagangan maka salah satu areanya adalah masalah hukum atau keamanan yang menjadi domainnya Kepolisian dan mengharapkan hukum dapat mendukung hubungan dagang.

“Disamping itu, keamanan dapat mendukung para pebisnis di kedua belah pihak terutama dari PNG dapat dijamin di daerah Papua,” tukas Kapolda.
Kata dia, pihaiknya telah menyampaikan kita akan mendukung sepenuhnya langkah-langkah itu karena akan menguntungkan kedua belah pihak. “Tapi kita juga meminta pengusaha kita atau karyawan kita yang bekerja di PNG juga dilindungi,” tandas dia.

“Masyarakat kita yang berdagang di sana dan memasarkan hasil di sana juga dilindungi sehingg sama-sama saling melindungi dan saling kita mematuhi hukum masing-masing dalam pelaksanaan itu.”

Namun, lanjutnya, karena ada perbedaan sistem hukumnya maka kita harapkan adanya koordinasi antar penegak hukum baik melibatkan Kepolisian, Imigrasi, Bea Cukai.

Dan salah satu yang ingin dikerjakan adalah bidang Kepolisian misalnya pertama membentuk Laison Officer (LO) atau Perwia Penghubung baik dari kedua belah pihak sehingga kalo ada problem cepat kita atasi dan yang kedua namanya Joint Interdiction Mechanism atau mekanisme untuk mengiterdiksi orang yang lari ke PNG maupun yang lari dari PNG ke Indonesia/ Papua.

Menurutnya, salah-satu yang ditanyakan dari pihaknya adalah bagaimana kalau kelompok-kelompok bersenjata lari ke PNG. Mereka menyatakan sepanjang itu adalah kriminal murni seperti penembakan, pembunuhan dll itu dinilai sebagai prinsip double criminality yang artinya di PNG diakui sebagai pidana demikian juga dengan di Indonesia dan tentunya akan ditangani oleh pihak mereka sesuai dengan tahapan-tahapan kasus lainnya.

“Dan inilah yang kita untuk segera di tindaklanjuti melalui kunjungan-kunjungan kepolisian diantara kedua belah pihak dan akan membentuk kelompok-kelompok kecil dan natinya akan dibuat Memorandum of Understanding (MOU),” tukasnya. (mdc/don/l03/@dv)

Kamis, 17 Januari 2013 21:12, Binpa

SBY Janjikan Tak Ada Peningkatan Kehadiran Militer di Perbatasan, Namun Warga Masih Mengungsi Karena Ketakutan

Jayapura — Perdana Menteri PNG, Peter O’Neill mengatakan bahwa ia telah diyakinkan oleh Presiden Indonesia yang tidak akan meningkatkan kehadiran militernya di sekitar perbatasan RI-PNG dalam pertemuan bilateral antara kedua negara di Bali, minggu lalu.

“Presiden telah meyakinkan saya, mereka tidak akan meningkatkan aktivitas militer di Papua Barat. Bahkan mereka perlahan-lahan menarik militer untuk memungkinkan pembangunan ekonomi di Papua Barat sehingga mereka dapat memberdayakan dan meningkatkan taraf hidup rakyat kita di sana.” kata Peter O’Neill kepada tabloidjubi.com melalui siaran persnya, (15/11).

Menurut Peter O’Neill, dalam pertemuan tersebut, kedua negara telah sepakat melakukan sejumlah proyek bersama di sekitar wilayah perbatasan. Proyek-proyek yang akan dilakukan tersebut adalah proyek di sektor minyak, gas dan listrik.

O’Neill juga mengatakan ia dan SBY juga mendiskusikan keprihatinan PNG tentang pelanggaran hak asasi di Provinsi Papua. O’Neill mendorong Indonesia untuk menangani masalah-masalah hak asasi manusia di Papua.

Sebelumnya, Agustus lalu, Danrem 172/PWY/Jayapura, Kolonel Infanteri Joppy E. Onesimus Wayangkau menegaskan, perbatasan masih membutuhkan tentara yang ditugaskan. “Perbatasan masih perlu tentara,” katanya.

Pasukan di perbatasan bisa dikurangi jika Pemerintah Daerah Keerom, Dewan Adat Keerom dan masyarakat di Keerom bisa menjamin keamanan. “Pasukan dapat dikurangi jika ada jaminan keamanan dari pemerintah daerah, dewan adat, masyarakat dan aparat keamanan,” kata Wayangkau saat itu.

Oktober lalu, dari hasil investigasi dan monitoring Elsham Papua di Keerom diketahui ada 38 warga yang mengungsi dan terus berpindah-pindah tempat. Mereka menetap di pondok-pondok sekitar perbukitan, sebelah Barat kota Arso. warga tersebut mengungsi karena takut dengan penyisiran yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI/POLRI di kampung-kampung, dengan alasan mencari warga asli papua yang terlibat sebagai anggota TPN-OPM dan mencari pelaku penembakan tanggal 1 Juli lalu terhadap kepala kampung Sawyatami. Kondisi ini tentunya bertolak belakang dengan pernyataan SBY yang daisampaikan pada O’Neill.

Sumber : http://www.tabloidjubi.com

PM Free West Papua Campaign: PNG Akan Mengirim Nota Diplomatik ke Indonesia Lewat Dubesnya di Jakarta

PNG – Setelah puluhan tahun mempertahankan sikap yang relatif netral, Pemerintah Papua New Guinea akhirnya akan membuat representasi yang kuat ke Indonesia untuk meningkatkan kekhawatiran atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Indonesia di West Papua.

Perdana Menteri Peter O’Neill mengatakan dalam sebuah wawancara dengan EMTV Jumat malam bahwa “Departemen Luar Negeri akan memberikan nota diplomatik untuk mengungkapkan keprihatinan warga Papua New Nugini kepada pemerintah Indonesia.

Tanggapan muncul beberapa hari setelah perwakilan lebih dari 4000 wanita dari Lutheran meminta Peter O’Neill untuk melihat lebih jauh kesulitan yang dihadapi oleh orang West Papua.

Daya tarik publik untuk perhatian pemerintah terhadap penyebab masalah pelanggaran HAM di West Papua, menurut perwakilan Perempuan Lutheran Rose Muingepe yang menghadiri sebuah konferensi di Mumeng luar Kota Lae.

“Kami meminta kepada pemerintah untuk menaikkan masalah penderitaan rakyat West Papua di meja parlemen. Kita tahu bahwa wanita sedang diperkosa, laki-laki yang disiksa dan kami ingin pemerintah kita untuk memperhatikan masalah ini. ” Jumat malam, Perdana Menteri O’Neill, mengatakan bahwa nota diplomatik akan diteruskan kepada pemerintah Indonesia melalui kedutaan PNG Jakarta.

“Kita perlu menghormati konvensi internasional yang dibuat dalam organisasi seperti PBB. Kita juga perlu menghormati bahwa Indonesia adalah bagian dari organisasi-organisasi dimaksud.

“Melalui konvensi-konvensi tersebut kami akan memberikan nota diplomatik terkait meningkatnya keprihatinan warga kami selama beberapa laporan yang kami dapatkan dari West Papua terkait pelanggaran hak asasi manusia.”

Ini adalah pertama kalinya, dalam beberapa tahun, bahwa Perdana Menteri Papua Nugini Hon Peter O’Niel telah mengakui pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Perdana Menteri Peter O’Neill juga akan membawa masalah West Papua menjadi perhatian Presiden Indonesia dalam konferensi demokrasi mendatang di Bali akhir tahun ini.

Hal tersebut diatas, melalui Kantor Free West Papua Campaign di Port Moresby ibu kota PNG membenarkan bahwa ada sejumlah ibu-ibu yang menyelenggarakan Konverensi, dalam konverensi tersebut mendesak kepada Pemerintah PNG agar masalah West Papua dapat di agendakan dalam Parlemen untuk di bahas, Pemerintah PNG-pun telah meresponnya dengan baik.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny