Hubungan RI-Vanuatu Putus, Perdana Menteri Vanuatu Dorong West Papua di MSG

Moana Kalosil
Moana Kalosil

Vanuatu – Perdana Menteri Vanuatu yang baru, Moana Carcasses Kalosil mengatakan dirinya akan membekap dan mendorong West Papua untuk didaftarkan sebagai anggota tetap dalam Melanesian Spearhead Groups (MSG). Kepada Radio New Zealand international  hari ini (5/4), Moana juga mengatakan bahwa peningkatan dukungan terhadap hak penentuan nasib sendiri bagi West Papua akan diumumkan secara nasional dalam pernyataan rencana 100 hari kerja di kantor.

“Sudah waktunya untuk mengakui perjuangan West Papua,  seseorang harus melakukan sesuatu tentang hal itu. Kita tidak bisa hanya menutup mata dan menolak, mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi di sana, karena ada banyak masalah hak asasi manusia terjadi di sana. Kami ingin Papua Barat menjadi anggota penuh dari Melanesia Spearhead Group – ini adalah sesuatu yang kita akan melobi”,

kata Koloran kepada radio RNZI.

Moana Carcasses Kalosil yang juga merupakan anggota dari International Parliamentarians for West Papua (IPWP)  mengatakan Pemerintahannya akan mengakhiri atau memutuskan perjanjian yang dibuat antara pemerintah sebelumnya dengan Indonesia di mana Vanuatu menerima bantuan dari Kepolisian dan Militer Indonesia. Bukan saja itu, Moris juga mengatakan bahwa akan membentuk unit khusus pada Departemen Luar Negeri yang berfokus pada masalah West Papua.(wd)

Moana Kalosil bersama Benny Wenda dan Ketua ILWP Melinda Jankie saat Peluncuran IPWP di London

Moana Kalosil, Andy Ayamiseba, Otto Ondowame & Paula Makabory

April 05, 2013, knpbnews

Tour Benny Wenda, Vanuatu Dan MSG

Jayapura – Isu perjuangan Papua Barat menjadi berita hangat di kawasan melanesia, terutama dalam bulan Maret ini. Sebagian besar berkaitan denganMelanesian Spearhead Groups (MSG) dan kunjungan koordinator Diplomat Internasional bagi bangsa West Papua, tuan Benny Wenda dalam agenda perjalanan “Freedom Tour”.

Bertepatan dengan kunjungan Benny Wenda di Vanuatu, isu tentang perjuangan West Papua telah mempengaruhi pemerintahan Vanuatu dimana Perdana Menteri Sato Kilman mengundurkan diri akibat mosi ketidakpercayaan yang dibuat Parlemen Vanuatu atas kebijakannya mendukung Indonesia. Sebanyak 34 Anggota Parlemen dari 52 Parlemen memilihPpemimpin Partai Hijau, Moana Kalosil sebagai Perdana Menteri Vanuatu. Moana adalah anggota Internasional Parlementarians for West Papua(IPWP).

Sebelumnya, Pemimpin Oposisi Vanuatu, Edward Natapei (Sekarang Menteri Luar Negeri dalam Pemerintahan yang baru) mengatakan negara-negara Melanesia tidak boleh membiarkan Indonesia ikut campur tangan dalam urusan mereka. Natapei melalui Radio Australia mengatakan bahwa Indonesia seharusnya tidak diakui dan dimasukan sebagai peninjau atau anggota dalam MSG, yang seharusnya adalah West Papua, karena MSG dibentuk untuk membantu perjuangan kemerdekaan wilayah-wilayah di Melanesia.

Benny Wenda & Chief Atavimarata

Di Vanuatu, Gubernur Pemerintahan Shefa misalnya, melalui Presidennya Chief Atavimarata telah melakukan persetujuan dukungan penuh mereka untuk kemerdekaan West Papua. Dalam persetujuan bersama Benny Wenda, Atavimarata mengatakan mereka akan dukung bukan saja dengan kata-kata tetapi komitmen sampai West Papua merdeka.

Pertengahan Maret kemarin juga, Pemimpin Dewan Gereja-Gereja di Vanuatu telah melakukan reli agar pemerintah Vanuatu konsen terhadap masalah West Papua. Vanuatu’s Anglican Bishop, James Ligo mengatakan Dewan Gereja-Gereja di Pasifik telah membuat resolusi kepada Dewan Gereja-Gereja Sedunia untuk mendesak PBB agar mengirim tim pemantau PBB ke West Papua.

Sementara itu, wakil diplomat Papua Barat yang berbasis di Vanuatu melalui West Papua National Coalition (WPNCL) pada 27 Maret lalu telah bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Commodore Voreqe Bainimarama, di Suva. Delegasi yang dipimpin oleh Dr. Jhon Ondowame, Wakil Ketua WPNCL termasuk Sekjen WPNCL Rex Rumakiek dan mantan Pendana Menteri Vanuatu Barak Sope yang juga penasehat  WPNCL. Mereka mempresentasikan permintaan agar West Papua didaftarkan menjadi anggota tetap dalam MSG. Bainimarama yang juga sebagai ketua MSG menyatakan bahwa permintaan itu akan didiskusikan bersama negara-negara anggota MSG untuk diputuskan, lalu keputusan tersebut akan dikonfirmasikan.

WPNCL bertemu dengan Banimarama

Semua orang orang, termasuk rakyat West Papua berdoa dan berharap agar West Papua dapat didaftarkan menjadi anggota MSG dalam pertemuan bulan Juli di New Kaledonia (Kanaky).

Benny Wenda telah kembali ke London setelah melakukan perjalanan terbuka di Amerika Serikat, New Zeland, Australia, PNG, Salomon Island dan Vanuatu. Ia telah bertemu dengan politisi-polisi negara, termasuk Parlemen-Parlemen dari negara-negara. Perjalanannya disiarkan oleh media-media terkemuka di Pasifik. Isu perjuangan bangsa Papua Barat terus menjadi sorotan, bukan saja oleh jaringan pendukung seperti NGO dan Gereja tapi juga Pemerintah negara-negara.

Dalam perjalanannya, Benny Wenda menyatakan kepada seluruh pendukung maupun rakyat West Papua bahwa ini saatnya rakyat West Papua menyatukan agenda perlawanan dalam satu tuntutan yaitu hak penentuan nasib sendiri (the right to self determination) untuk kemerdekaan bangsa Papua. (wd)

April 01, 2013,knpbnews.com

WPNCL Bertemu PM Fiji untuk Lobi Status Anggota Penuh MSG

Fijian parliament house in Suva.
Fijian parliament house in Suva. (Photo credit: Wikipedia)
WPNCL FIJI
Dr.Otto Ondawame, Mr Rex Rumakiek, Mr Barak T. Sope bersama Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama (Dok WPNCL

Suva, 29/3 (Jubi) – Pejabat Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama pada tanggal 27 Maret 2013. Sebelumnya, pada tanggal 25 Maret delegasi ini bertemu dengan Menteri Luar Negeri & Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola dan stafnya. Staf resmi dari Sekretariat Melanesian Spreadhead Group (MSG) juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Delegasi ini terdiri dari Wakil Ketua, Dr.Otto Ondawame, Sekretaris Jenderal, Mr Rex Rumakiek dan Mr Barak T. Sope, penasehat WPNCL. Delegasi ini berada di Fiji UNTUK melobi status keanggotaan penuh di MSG yang saat ini diketuai oleh Perdana Menteri Fiji. Selain Fiji, delegasi ini akan mengunjungi anggota lain MSG. WPNCL telah mengajukan permohonan untuk keanggotaan penuh di MSG pada tanggal 28 Januari 2013.

Dalam menyambut delegasi, Perdana Menteri Banimarama mengucapkan terima kasih kepada delegasi yang telah mengunjungi Fiji untuk secara resmi meminta dukungan Fiji terhadap Papua Barat.

Atas nama WPNCL, Wakil Ketua Dr Otto Ondawame mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri yang telah meluangkan waktu untuk bertemu dengan delegasi dan mendengar dari mereka secara langsung, alasan mereka untuk mengajukan aplikasi. Mereka juga menyampaikan apresiasi terhadap PM Fiji yang memimpin orang-orang Fiji selama masa-masa yang penuh tantangan dan juga kepemimpinan secara keseluruhannya di MSG selama dua tahun terakhir. Mereka mencatat bahwa di bawah kepemimpinan Fiji, MSG memiliki masalah lanjutan yang berkaitan dengan proses dekolonisasi di Kaledonia Baru, perdagangan, ekonomi dan budaya yang lebih memperkuat pengelompokan dan menyatakan penghargaan mereka kepada Perdana Menteri yang mengakui aplikasi mereka untuk menjadi bagian dari MSG.

Dr Otto Ondawame juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola atas pemahaman antara Kementerian yang dipimpin oleh Ratu Inoke dan WPNCL selama diskusi yang diselenggarakan di Kantor Kementrian Luar Negeri & Kerjasama Internasional. Delegasi tersebut diakui oleh Menteri Kubuabola bertemu dengan PM Fiji melalui aturan protokol Kementerian, termasuk untuk melakukan diskusi tentang Melanesia secara jujur dengan diplomat lain dari MSG.

WPNCL adalah organisasi payung gerakan kemerdekaan Papua Barat yang berbasis di Port Villa, Vanuatu. Tujuan dari WPNCL adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan program dan kegiatan untuk mengembalikan atau merebut kembali hak kedaulatan rakyat Papua. (Jubi/Victor Mambor)

Sumber: Tabloid Jubi, March 29, 2013

Enhanced by Zemanta

WPNCL Bertemu PM Fiji Untuk Lobi Status Anggota Penuh MSG

Dr.Otto Ondawame, Mr Rex Rumakiek, Mr Barak T. Sope bersama Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama (Dok WPNCL)
Dr.Otto Ondawame, Mr Rex Rumakiek, Mr Barak T. Sope bersama Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama (Dok WPNCL)

Suva – Pejabat Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat bertemu dengan Perdana Menteri Fiji, Vereqe Banimarama pada tanggal 27 Maret 2013. Sebelumnya, pada tanggal 25 Maret delegasi ini bertemu dengan Menteri Luar Negeri & Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola dan stafnya. Staf resmi dari Sekretariat Melanesian Spreadhead Group (MSG) juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Delegasi ini terdiri dari Wakil Ketua, Dr.Otto Ondawame, Sekretaris Jenderal, Mr Rex Rumakiek dan Mr Barak T. Sope, penasehat WPNCL. Delegasi ini berada di Fiji UNTUK melobi status keanggotaan penuh di MSG yang saat ini diketuai oleh Perdana Menteri Fiji. Selain Fiji, delegasi ini akan mengunjungi anggota lain MSG. WPNCL telah mengajukan permohonan untuk keanggotaan penuh di MSG pada tanggal 28 Januari 2013.

Dalam menyambut delegasi, Perdana Menteri Banimarama mengucapkan terima kasih kepada delegasi yang telah mengunjungi Fiji untuk secara resmi meminta dukungan Fiji terhadap Papua Barat.

Atas nama WPNCL, Wakil Ketua Dr Otto Ondawame mengucapkan terima kasih kepada Perdana Menteri yang telah meluangkan waktu untuk bertemu dengan delegasi dan mendengar dari mereka secara langsung, alasan mereka untuk mengajukan aplikasi. Mereka juga menyampaikan apresiasi terhadap PM Fiji yang memimpin orang-orang Fiji selama masa-masa yang penuh tantangan dan juga kepemimpinan secara keseluruhannya di MSG selama dua tahun terakhir. Mereka mencatat bahwa di bawah kepemimpinan Fiji, MSG memiliki masalah lanjutan yang berkaitan dengan proses dekolonisasi di Kaledonia Baru, perdagangan, ekonomi dan budaya yang lebih memperkuat pengelompokan dan menyatakan penghargaan mereka kepada Perdana Menteri yang mengakui aplikasi mereka untuk menjadi bagian dari MSG.

Dr Otto Ondawame juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Ratu Inoke Kubuabola atas pemahaman antara Kementerian yang dipimpin oleh Ratu Inoke dan WPNCL selama diskusi yang diselenggarakan di Kantor Kementrian Luar Negeri & Kerjasama Internasional. Delegasi tersebut diakui oleh Menteri Kubuabola bertemu dengan PM Fiji melalui aturan protokol Kementerian, termasuk untuk melakukan diskusi tentang Melanesia secara jujur dengan diplomat lain dari MSG.

WPNCL adalah organisasi payung gerakan kemerdekaan Papua Barat yang berbasis di Port Villa, Vanuatu. Tujuan dari WPNCL adalah untuk mengatur dan mengkoordinasikan program dan kegiatan untuk mengembalikan atau merebut kembali hak kedaulatan rakyat Papua. (Jubi/Victor Mambor)

March 29, 2013,15:57,TJ

Ujung Tombak Melanesia di Pasifik Selatan

Melanesian Spearhead Group Simbol(Jubi/Fiji-Sun)
Melanesian Spearhead Group Simbol(Jubi/Fiji-Sun)

Jayapura – Sejak berlakunya Perjanjian Canberra 1947 bagi wilayah-wilayah di Pasifik Selatan, banyak pemuda dari Papua New Guinea(PNG) datang ke Hollandia, ibukota Nederlands Nieuw Guinea untuk belajar navigasi di Sekolah Pelayaran di Hamadi. Sebaliknya enam orang pemuda dari Nederlands Nieuw Guinea studi kedokteran di Universitas National di Port Moresby. Beberapa pemuda belajar telekomunikasi di Sekolah Teknik Telekom di Lae, kota kedua terbesar di Papua New Guinea.

Sayangnya dokter-dokter asal Papua Barat tidak pernah kembali dan menjadi warga negara Papua New Guinea. Ke enam dokter itu sukses menjalankan tugas dan sangat berhasil di Port Moresby. Kini mereka sudah pensiun, bahkan ada yang sudah meninggal. Dokter Danowira yang meninggal di PNG belum lama ini, dikirim pulang ke Papua  dan akhirnya dimakamkan di Nabire tempat asalnya.

Dosen FISIP Universitas Indonesia, Zulkifli Hamid dalam bukunya berjudul,Politik di Melanesia menyebutkan kontak-kontak yang bersifat budaya juga terjalin lama terutama antara penduduk di Papua Barat dengan negara tetangga Papua New Guinea. Sejak ratusan tahun, kedua penduduk ini telah menjalin komunikasi diantara mereka, baik dalam berdagang, perkawinan, maupun kegiatan upacara tradisional.

Kontak antara orang Papua di Nederlands Nieuw Guinea dengan PNG semakin meluas antara 1947 sampai 1962. “Hal ini terjadi karena dibentuknya South Pasific Commision(SPC) oleh pemerintah kolonial di wilayah Pasifik Selatan antara lain Inggris, Belanda, Amerika Serikat,Perancis, Australia dan Selandia Baru.

Irian Jaya atau Provinsi Papua dan Papua Barat yang dulunya disebut Nederlands Nieuw Guinea dimasukan sebagai wilayah yang mendapatkan bantuan teknik dan ekonomi dari komisi yang dibentuk. Disamping itu tokoh-tokoh Papua juga ikut dalam South Pasific Confrence(SPC)  Di dalam pertemuan terdapat berbagai kegiatan antar masyarakat di Pasifik Selatan terutama tukar menukar informasi sampai presentase kebudayaan.

“Dengan demikian selama 15 tahun penduduk di Irian Jaya mempunyai hubungan yang lebih intensif, tidak hanya dengan penduduk PNG, dengan penduduk di Melanesia. Bahkan di wilayah Pasifik Selatan.”tulis dosen yang pernah mendalami studi Pasifik Selatan di Universitas Victoria, Selandia Baru.

Akibatnya tulis Zulkifli Hamid munculnya rasa identifikasi budaya yang sama dengan masyarakat di wilayah Melanesia dan Pasifik Selatan. Kontak-kontak intensif semakin berkurang saat irian Jaya masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia , 1 Mei  1963.

Adalah antorpolog asal Inggris, Adolf Bastian yang pertama kali membagi wilayah-wilayah di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Bastian membagi wilayah-wilayah itu menjadi Indonesia, Melanesia, Polynesia dan Mikronesia. Hanya kemudian Indonesia yang semakin populer menjadi Republik Indonesia.

Di dalam wilayah kebudayaan Melanesia terdapat empat negara merdeka masing-masing Fiji  merdeka pada 10 Oktober 1970 dari Inggris,  Papua New Guinea, 16 September 1975,Kepulauan Solomon, 7 Juli 1978 dan Vanuatu 30 Juli 1980.

Negara-negara Melanesia ini sangat memegang peranan penting dalam percaturan politik di Pasifik Selatan. Semangat Persaudaraan Melanesia di PNG, Vanuatu, Kepulauan Solomon berusaha untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa Melanesia yang masih terjajah.

Pada 1986, ketiga negara Melanesia ini menyatukan perjuangan mereka di dalam kelompok ujung tombak Melanesia dengan nama Melanesian Spearhead Group(MSG), yang berfungsi sebagai kelompok lobby di dalam badan-badan regional, seperti South Pasific Forum(SPF).

Pertemuan 14 Maret 1988 di Port Villa, Vanuatu ketiga negara ujung tombak Melanesia ini meresmikan ikatannya melalui prinsip-prinsip kerja sama di dalam Manifesto negara-negara ujung tombak Melanesia. Manifesto ini ditanda tangani oleh PM Paias Wingti dari PNG, PM Ezekel Alebua dari Solomon Island, dan PM Walter Lini dari Vanuatu. Ketiga negara Melanesia ini bersepakat untuk mengikatkan diri pada prinsip-prinsip saling menghargai dan untuk memajukan kebudayaan dan nilai-nilai tradisi Melanesia. Ketiga pemimpin negara-negara ujung tombak Melanesia ini menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak yang tidak bisa dipisahkan dari rakyat yang masih berada di dalam negara-negara penjajah.

Walaupun aktifitas politik MSG untuk kemerdekaan rakyat Kanak di Kaledonia Baru, namun bagi Zulkifli Hamid dosen politik dari FISIP Universitas Indonesia ini dikatakan pengembangan issue Persudaraan Melanesia jelas akan memberikan dampak negatif terutama  masalah integrasi  di wilayah Timur Indonesia.(Jubi/Dominggus A Mampioper)

 March 28, 2013,01:55,TJ

Nederlands Nieuw Guinea dan Komisi Pasifik Selatan

The Papua delegation from Netherlands Nieuw Guinea departs for the Fourth South Pacific Conference, held at Rabaul, 1958.(Jubi/dam)
The Papua delegation from Netherlands Nieuw Guinea departs for the Fourth South Pacific Conference, held at Rabaul, 1958.(Jubi/dam)

Jayapura – Dulu ketika Papua masih dibawah kekuasaan Belanda, hubungan antara tanah Papua atau Nederlands Nieuw Guinea dengan negara-negara di Pasifik Selatan selalu menjadi perhatian. Bahkan delegasi dari Nederlands Nieuw Guinea yang dipimpin Markus W Kaiseipo telah tiga kali mengikuti Kon frensi Negara-negara di Pasifik Selatan.

Berbeda setelah Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI)  hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan terputus, nyaris tak pernah berhubungan. Kalau pun ada hubungan diplomatik hanya sekadar basa-basi untuk menghalau pengaruh Papua Merdeka di kalangan negara-negara Pasifik terutamadi  negara serumpun Melanesia Spearhead Group (MSG).

Usai Perang Dunia Kedua, prakarsa untuk membangun negara-negara kecil yang belum merdeka di Pasifik Selatan mengemuka. Terutama negara-negara yang menguasai kawasan itu seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda , Selandia Baru dan Australia.

Negara-negara ini mulai memakrakarsi pertemuan di Canbera yang berlanjut dengan Perjanjian Canberra atau Canberra Verdag, 1947. Pasal-pasal pembentukan Pasifik Selatan sesuai perjanjian Canberra pada 6 Februari, 1947 adalah, Mendirikan  Komisi Pasifik Selatan( South Pasific Commision), Geografis, daerah –daerah meliputi kepulauan yang belum berpemerintahan sendiri di Pasifik Selatan, yang letaknya mulai dari garis Khatu;sitiwa,Nederlands Nieuw Guinea( Papua dan Papua Barat sekarang), kemudian dimasukan Guam, dan kepulauan lainnya yang menjadi perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di wilayah Pemerintahan Amerika Serikat. Komisi Pasifik Selatan ditetapkan anggotanya berjumlah 12 orang.

Tiap wilayah mengutus dua orang anggota, diantaranya  menunjuk seorang sebagai pimpinan sekaligus sebagai penasehat. Tugas dan pekerjaan Komisi Pasifik Selatan, mengambil kebijaksanaan dengan membuat rencana serta mengusulkan untuk pembangunan ekonomi dan sosial bagi penduduk kepulauan Pasifik Selatan. Salah satu usulan Komisi Pasifik Selatan di Nederlands Niuw Guinea adalah pembangunan Cokelat di Nimboran dengan bantuan Negara-negara Eropah Barat, 1957-1958.

Tata kerja ; Rapat atau Konfrenesi menetapkan hasil dengan persetujuan bersama. Reseach Council atau Badan Penelitian ; mengadakan penelitian dan memberikan masukan pada komisi dengan memberikan saran dan nasehat. Pembentukan Research Council: Anggota kerjanya diangkat oleh komisi, diantaranya tiga orang anggota kerja tetap dari komisi untuk masing-masing sebagai direktur bidang-bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan Konfrensi Pasifik Selatan, wajib mengikut sertakan tokoh-tokoh intlektual masyarakat pribumi di kepulaian ini sebagai anggota utusan karena pada akhirnya merekalah yang dilibatkan dalam pekerjaan Komisi Pasifik Selatan. Selain itu sebagai nara sumber atau penasehat. Konfrensi Pasifik Selatan ; bersidang setiap tiga tahun sekali dan berpindah tempat di lokasi Pasifik Selatan.

Susunan Peserta Konfrensi Pasifik Selatan: Komisi Pasifik Selatan menyusun jumlah anggota utusan menurut tiap daerah. Memperhatikan juga pejbata pemerintah di daerahnya yang ditunjuk menjadi utusan menghadiri sidang.Tujuan dan tugas Konfrensi : Membahas segala sesuatu kepentingan untuk pembangunan masyarakat lalu menetapkan dan menyampaikan kepada Komisi. Sekretariat : Sekretariat Jenderal diangkat oleh Komisi untuk untuk masa jabatan lima tahun,anggota staf disusun oleh Sekretarias Jenderal, disamping tiga orang Direktur bidang yang telah ditetapkan pada pasal tujuh. Keuangan : Komisi Pasifik Selatan dengan pembinaannya dibebankan kepada negara pendiri dengan sumbangan berdasarkan presentase berikut : Australia , 30 % ; Perancis 12, 5 % ; Belanda 15 %; Selandia Baru 15 %; Inggris 15 %; Amerika Serikat 12,5 %. Hubungan kerja dengan oragnisasi internasional lain. Tidak menjadi bagian dari organisasi internasional, tetapi boleh mengadakan hubungan kerja sama.

Tempat berdomisi komisi : Komisi memilih Noumea Ibukota Kaledonia Baru jajahan Perancis sebagai tempat bermarkasnya Komisi Pasifik Selatan. Ketentuan dalam perjanjian ini tidak akan merubah atau bertentangan dengan peraturan yang sudah ada dan berlaku di daerah-daerah kekuasaan negara-negara pendiri. Perubahan dalam perjanjian ini hanya dapat terlaksana atau berlaku apabila semua pihak menyetujui. Berhenti dari organisasi perjanjian ini, maka pihak atau  anggota pendiri tiap tahun minta berhenti.Pihak pendiri yang bersangkutan tidak mempunyai wilayah jajahan lagi. Sementara penanganan ketentuan perjanjian ini dipercayakan kepada Pemerintah Australia dan Selandia Baru. Perjanjian ini mulai berlaku pada saat semua negara pendiri mensahkannya.

Pendirian Komisi Pasifik Selatan, 1947 ini berlangsung saat negara-negara di Pasifik Selatan belum merdeka masih dijajah negara-negara  Belanda, Inggris dan Perancis serta Australia. Sejak itu wilayah di kawasan Pasifik Selatan terus melakukan pertemuan guna membicarakan masa depan Pasifik Selatan.

Sejak pertama kali delegasi Nederlands Nieuw Guinea terus mengikuti  konferensi Komisi Pasifik Selatan. Konfrens-konfrensi di Komisi Pasifik Selatan antara lain :

  1. Konfrensi Pertama, 1950 di Kota Suva, ibukota Fiji, wilayah jajahan Inggris. Negara Fiji ini memperoleh kemerdekaan pada 10 Oktober 1970. Mayoritas penduduk orang Melanesia, tetapi perkembangan selanjutnya dominiasi warga keturunan India mulai menguasai sektor ekonomi terutama perkebunan tebu di negara Kepulauan Fiji.
  2. Konfrensi Kedua, 1953 di Kota Noumea, Kaledonia Baru, wilayah jajahan Perancis. Wilayah ini didominasi oleh warga Melanesia dan sampai sekarang masih jajahan Perancis. Warga Kanaki terus memperjuangkan kemerdekaan mereka dari negara Perancis.
  3. Konferensi Ketiga, 1956 di Suva Ibukota Fiji.
  4. Konferensi keempat, 1959 di Rabaul, Papua New Guinea. Negara ini mayoritas penduduknya orang Melanesia ini memperoleh kemerdekaan dari Australia, 16 September 1975.
  5. Konferensi ke lima, 1962 di Pago-pago Ibukota Samoa Timur, wilayah jajahan Amerika Serikat.
  6. Konferensi ke enam, 1965, direncanakan di Hollandia, Nederlands Niuw Guinea tetapi dibatalkan karena wilayah ini masuk ke delam wilayah NKRI. 1 Mei 1963. Sejak itu hubungan Provinsi Irian Barat dengan Komisi Pasifik Selatan terputus. Bahkan beberapa pemuda yang ikut belajar di Fakultas Kedokteran dan Telekomunikasi di Papua New Guniea (PNG) tak pernah kembali dan tetap di sana sebagai warga negara di PNG.

Sejak negara-negara ini merdeka dan mereka sepakat mendirikan Komsi Pasifik Selatan bagi negara-negara di Pasifik Selatan. Hingga saat ini Kaledonia Baru beserta warga Kanaki masih terus memperjuangkan kemerdekaan mereka dari Perancis. Sedangkan negara Vanuatu membuka perwakilan bagi pejuang Papua Merdeka di Ibukota Vanuatu Port Villa. Vanuatu termasuk salah satu negara Melanesia yang terus menyuarakan suara bagi Papua Barat di kawasan Pasifik Selatan dan Persikatan Bangsa-bangsa. Hanya negara Vanuatu saja yang berani dan mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat.(Jubi/Dominggus A Mampioper)

March 25, 2013,21:18,TJ

DPM Vanuatu : PAPUA BARAT HARUS MENJADI ANGGOTA MSG

Solidaritas Vanuatu dengan Juru Kampanye Papua Barat (dailypost.vu)
Solidaritas Vanuatu dengan Juru Kampanye Papua Barat (dailypost.vu)

Jayapura – “Saya ingin melihat Papua Barat diakui dalam MSG dalam pertemuan MSG mendatang di New Kaledonia bulan Juli tahun ini,” kata Deputi Perdana Menteri Vanuatu, Ham Lini kepada Vanuatu Daily (19/3) ketika Kampanye Pembebasan Papua Barat oleh Benny Wenda ditujukan pada anggota parlemen Vanuatu di Parliament House.

Lini mengatakan masyarakat Papua Barat telah mencari bantuan ini cukup lama dan sekarang saatnya mereka diakui dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).

“Kami telah mendengar tangisan penderitaan mereka untuk bebas dari Indonesia, terlalu lama. MSG akan memberi mereka sebuah platform kuat dan platform yang sah untuk membuat suara mereka didengar, “

kata Lini saat ia berjabat tangan dengan Benny Wenda.

Wakil Perdana Menteri Vanuatu ini ingat bahwa selama masa pemerintahan Perdana Menteri Michael Somare di Papua New Guinea dan Perdana Menteri Vanuatu, Pastor Walter Lini, masalah kebebasan Papua Barat adalah salah satu prioritas dari negara-negara Melanesia. Tetapi saat ini hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada perjuangan rakyat Papua Barat.

Menjawab pertanyaan tentang Papua Barat yang menjadi anggota penuh dari MSG, Lini menjawab:

“Ya, kami ingin MSG untuk menerima Papua Barat ke dalam keanggotaan penuh dalam Rapat MSG mendatang di Noumea, Kaledonia Baru pada bulan Juli tahun ini”.

 (Jubi/Victor Mambor)

Source http://www.dailypost.vu/content/west-papua-must-become-member-msg-lini

March 20, 2013,14:15,TJ

Negara – Negara Melanesia Galang Dukungan Untuk Kembalikan Kebebasan Papua Barat

Oleh : Airileke Ingram dan Jason MacLeod

Powes Parkop dan Benny Wenda (AK Rockefeller)
Powes Parkop dan Benny Wenda (AK Rockefeller)

Jayapura – Pemimpin Papua Nugini dan negara Melanesia lainnya menunjukkan dukungan mereka untuk pembebasan Papua Barat. Bob Carr bergerak melawan arus regional, tulis Airileke Ingram dan Jason MacLeod

Dukungan Melanesia untuk Pembebasan Papua Barat selalu tinggi. Berjalan di seluruh Papua Nugini Anda akan sering mendengar orang berkata bahwa Papua Barat dan Papua Nugini adalah “Wanpela Graun” – satu tanah – dan bahwa Papua Barat di sisi lain perbatasan adalah keluarga dan kerabat.

Di Kepulauan Solomon, Kanaky, Vanuatu dan Fiji orang akan memberitahu Anda bahwa “Melanesia belum bebas sampai Papua Barat bebas”. Masyarakat di bagian Pasifik ini sangat menyadari bahwa orang Papua Barat terus hidup di bawah ancaman senjata.

Kemungkinan Perubahan.

Rabu terakhir 6 Maret 2013, Powes Parkop, Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional, Papua Nugini menancapkan “warna” nya tegas ke “tiang”. Di depan kerumunan 3000 orang Gubernur Parkop menegaskan bahwa “tidak ada pembenaran, sejarah hukum, agama, atau moral bagi pendudukan Indonesia di Papua Barat”.

Menyambut pemimpin Papua, Benny Wenda, yang berada di Papua New Guinea sebagai bagian dari tur global, Gubernur mengatakan bahwa saat Wenda berada di Papua New Guinea, “tidak ada yang akan menangkapnya, tidak ada yang akan menghentikannya, dan ia dapat merasa bebas untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan. ” Ini merupakan hak dasar yang ditolak di Papua Barat, yang terus menerus ditangkap, disiksa dan dibunuh hanya karena warna kulit mereka.

Gubernur Parkop, yang merupakan anggota dari Parlemen Internasional untuk Papua Barat, yang kini memiliki perwakilan di 56 negara, melanjutkan kegiatannya dengan meluncurkan kampanye Pembebasan Papua Barat. Dia berjanji untuk membuka kantor, mengibarkan bendera Bintang Kejora dari City Hall dan menjanjikan dukungannya untuk tur musisi Melanesia untuk Pembebasan Papua Barat.

Gubernur Parkop Tak Lagi Sendirian di Melanesia Menyerukan Perubahan.

Tahun lalu Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neil “merusak” tradisi hubungan dengan Indonesia setelah mengingatkan publik dengan memberikan respon terhadap Pemerintah Indonesia atas kekerasan negara yang sedang berlangsung, pelanggaran hak asasi manusia dan kegagalan pemerintahan. Tergerak oleh 4000 perempuan dari Gereja Lutheran, O’Neill mengatakan kekhawatirannya tentang HAM terhadap pemerintah Indonesia.

Sekarang Gubernur Parkop ingin menemani Perdana Menteri dalam kunjungan ke Indonesia untuk mempresentasikan gagasannya kepada Indonesia tentang cara memecahkan konflik Papua Barat sekali dan untuk semua.

Komentator terkenal PNG, Emmanuel Narakobi berkomentar di blog-nya tentang usulan pendekatan multi-cabang dari Parkop, bagaimana memobilisasi opini publik di PNG tentang Papua Barat. “Mungkin adalah pertama kalinya saya mendengar rencana yang sebenarnya tentang bagaimana mengatasi masalah ini (Papua Barat)”. Melalui radio Gubernur Parkop menuduh Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr tidak serius menangani isu Papua Barat, melainkan “membersihkannya di bawah karpet.”

Di Vanuatu, partai-partai oposisi, Malvatumari Nasional Dewan Chiefs dan uskup Anglikan dari Vanuatu serta Pendeta James Ligo mendesak pemerintah Vanuatu untuk mengubah posisi mereka terhadap isu Papua Barat. Ligo baru-baru ini berada di Sidang Dewan Gereja Pasifik di Honiara, Kepulauan Solomon, yang mengeluarkan sebuah resolusi mendesak Dewan Gereja Dunia untuk menekan PBB untuk mengirim tim pemantau ke wilayah Papua Indonesia.

“Kita tahu bahwa Vanuatu telah mengambil sisi-langkah itu (masalah Papua Barat) dan kita tahu bahwa pemerintah kita mendukung status pengamat di Indonesia pada MSG (Melanesian Spearhead Group), kita tahu itu. Tapi sekali lagi, kami juga percaya bahwa sebagai gereja kami memiliki hak untuk mengadvokasi dan terus mengingatkan negara-negara dan para pemimpin kita untuk khawatir tentang saudara-saudara Papua Barat kami yang menderita setiap hari.” kata Ligo.

Masyarakat Papua Barat juga mengorganisir diri mereka, bukan hanya di dalam negeri di mana kemarahan moral terhadap kekerasan negara Indonesia yang sedang berlangsung, tetapi juga di regional. Sebelum kunjungan Benny Wenda ke Papua Nugini, perwakilan Koalisi Nasional Papua Barat untuk Kemerdekaan yang berbasis di Vanuatu resmi diajukan untuk mendapatkan status pengamat di MSG dalam pertemuan MSG tahun ini yang dijadwalkan akan digelar di New Kaledonia pada bulan Juni. New Caledonia, tentu saja, adalah rumah lain dari perjalanan panjang perjuangan penentuan nasib sendiri bangsa-bangsa Melanesia. Di Vanuatu Benny Wenda menambahkan dukungan untuk langkah tersebut, dengan menyerukan pada organisasi perlawanan Papua yang berbeda untuk mendukung “agenda bersama untuk kebebasan”. Sebuah keputusan tentang apakah Papua Barat akan diberikan status pengamat pada pertemuan MSG tahun ini akan dilakukan secepatnya.

Di Australia Bob Carr mungkin mencoba untuk meredam semakin besarnya dukungan publik untuk Pembebasan Papua Barat tapi di Melanesia arus bergerak ke arah yang berlawanan.*

Sumber http://newmatilda.com/2013/03/18/melanesians-line-back-free-west-papua

March 18, 2013, 22:09, TJ

Gereja – Gereja Se-Pasifik Akan Adakan Advokasi HAM di Papua

PCC 10th General Assembly (Dok PCC)
PCC 10th General Assembly (Dok PCC)

Jayapura – Konferensi Majelis Umum Gereja Pasifik Ke-Sepuluh (PCC 10th General Assembly) yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Salomon, 3-10 Maret 2013 telah menyetujui adanya sebuah program yang dilaksanakan oleh gereja-gereja Pasifik untuk membahas pelanggaran hak asasi manusia dan kemerdekaan di Papua Barat.

Konferensi yang diikuti oleh Gereja-Gereja se Pasisik ini telah memutuskan untuk mendokumentasikan advokasi efektif terhadap keadilan dan penghormatan pada hak asasi manusia dalam kolaborasi dengan mitra oikumenis, masyarakat sipil dan pemerintah.

“Ini akan menggabungkan situasi hak asasi manusia di Papua Barat sebagai titik fokus yang kuat dari kerja program PCC terhadap penentuan nasib sendiri bagi bangsa dan wilayah yang belum pemerintahan sendiri serta masyarakat dan rakyat yang ingin bebas.”

demikian disebutkan dalam siaran pers PCC 10th General Assembly yang diterima tabloidjubi.com, Kamis (14/03) malam.

Para Delegasi yang hadir, disebutkan mengakui hak asasi manusia semua orang, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri dari semua masyarakat adat yang tertindas dan terjajah di dunia sesuai dengan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.

Melalui siaran pers ini, PCC dikemukakan telah meminta Perancis, PBB, negara Kepulauan Pasifik dan masyarakat internasional untuk mendukung penentuan nasib sendiri di Maohi Nui (Tahiti). Delegasi yang hadir mengatakan dekolonisasi adalah salah satu tema lama yang diusung PCC. Dukungan terhadap permintaan dari Etaretia Porotetani Maohi (Maohi Gereja Protestan) telah diserukan dalam PCC 10th General Assembly untuk kembali mencatatkan Tahiti ke daftar dekolonisasi PBB.(Jubi/Victor Mambor)

March 14, 2013,21:41, TJ

Gereja-Gereja Pasifik Setuju Agenda Advokasi HAM di Papua Barat

Jayapura, 14/03 (Jubi) – Konferensi Majelis Umum Gereja Pasifik Ke-Sepuluh (PCC 10th General Assembly) yang berlangsung di Honiara, Kepulauan Salomon, 3-10 Maret 2013 telah menyetujui adanya sebuah program yang dilaksanakan oleh gereja-gereja Pasifik untuk membahas pelanggaran hak asasi manusia dan kemerdekaan di Papua Barat.

Konferensi yang diikuti oleh Gereja-Gereja se Pasisik ini telah memutuskan untuk mendokumentasikan advokasi efektif terhadap keadilan dan penghormatan pada hak asasi manusia dalam kolaborasi dengan mitra oikumenis, masyarakat sipil dan pemerintah.

“Ini akan menggabungkan situasi hak asasi manusia di Papua Barat sebagai titik fokus yang kuat dari kerja program PCC terhadap penentuan nasib sendiri bagi bangsa dan wilayah yang belum pemerintahan sendiri serta masyarakat dan rakyat yang ingin bebas.” demikian disebutkan dalam siaran pers PCC 10th General Assembly yang diterima tabloidjubi.com, Kamis (14/03) malam.

Para Delegasi yang hadir, disebutkan mengakui hak asasi manusia semua orang, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri dari semua masyarakat adat yang tertindas dan terjajah di dunia sesuai dengan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.

Melalui siaran pers ini, PCC dikemukakan telah meminta Perancis, PBB, negara Kepulauan Pasifik dan masyarakat internasional untuk mendukung penentuan nasib sendiri di Maohi Nui (Tahiti). Delegasi yang hadir mengatakan dekolonisasi adalah salah satu tema lama yang diusung PCC. Dukungan terhadap permintaan dari Etaretia Porotetani Maohi (Maohi Gereja Protestan) telah diserukan dalam PCC 10th General Assembly untuk kembali mencatatkan Tahiti ke daftar dekolonisasi PBB. (Jubi/Victor Mambor)

Penulis : Victor Mambor, March 14, 2013, Jubi

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny