Suva, MAJALAH SELANGKAH — Jurnalis Senior di Fiji Sun, Nemani Delaibatiki meminta pemerintah Indonesia tidak menghalangi kebebasan berekspresi jurnalis di Papua.

“Kami Jurnalis dari Fiji suport kebebasan berekspresi Jurnalis di Papua. Sesungguhnya kebebasan berekspresi yang sudah semestinya tidak lagi ditutup-tutupi. Kerja-kerja jurnalis adalah informatif dan edukatif yang berdampak pada perkembangan suatu daerah dan negara,”

kata Nemani Delaibatiki kepada majalahselangkah.com, Rabu (06/08/14).

Selanjutnya di MAJALAHSELANGKAH.com

SODELPA Fiji Launching Manifesto Politik Kemerdekaan West Papua

Buku Manifeto Politic SOLDEPA
Buku Manifeto Politic SOLDEPA (JUbi/Mawel)

Suva,21/7 (Jubi) – Pada Jumat, 18 Juli 2014 lalu, Partai Sosial Demokrasi Liberal (SODELPA) Fiji mendeklarasikan manifesto politik menjelang pemilihan umum 17 September 2014.

Partai pemilik pendukung terbanyak ini mengatakan, perjuangan rakyat West Papua (Papua Barat) akan menjadi agenda utama politik luar negeri dalam pemerintahan Fiji nanti.

Ambil pendekatan baru menyangkut isu West Papua dan itu tawaran untuk kemerdekaan dari kekuasaan Indonesia,” tulis manifesto politik pada poin 8 bagian hubungan Internasional dan Perdagangan.

Manifesto SODELPA Fiji juga menyebutkan akan meningkatkan kerja sama, meninjau kembali sejumlah agenda kerjasama di tingkat regional kawasan Pacific dan Internasional. “Kerja sama penuh dengan Australia, New Zealand, US, Uni Eropa, Commonwealth dan Pacific Island Forum dan terus mendorong kerja sama Pacific Forum Island dan seluruh aspek kerja sama lainnya”.

Selain itu, juga meninjau dan merevitalisasi hukum dan beragam negosiasi perdagangan antara lain : Pacific Island Countries Trade Agreement (PICTA), Economic Patnership Agreement (EPA), and Pacific Closer Econimic Relations (PACER) dan negosiasi dengan pihak lain seperti United State, Japan dan China. Selanjutnya, juga meninjau keanggotaan Fiji pada Non Aligned Movement and dan Melanesia Spearhead Group (MSG) dan menguji relevansi Pacific Island Development Forum (PIDF)

Partai yang dipimpin Ro Teimumu Kepa ini tidak menyebut satu poin pun mengenai Kerja Sama Ekonomi Asia Pacific (APEC) dan Indonesia. Ia hanya menekan akan kerja sama dengan negara Jepang dan China.

Peluncuran manifesto ini memang bagian dari janji SOLDEPA FIJI sebelumnya. Saat itu, Ro Teimumu Kepa pernah mengatakan, perjuangan rakyat West Papua untuk bebas dari pendudukan Indonesia, bukanlah perjuangan yang terlupakan dari sesama Melanesia di Pacific. Seluruh rakyat Melanesia di Fiji ada bersama perjuangan West Papua.

Anda tidak sendirian. Benih dukungan sedang bertumbuh untuk persoalan Anda. Kami ada bersama dengan Anda,” kata RO Teimumu di Suva, Fiji, Minggu (22/6).

Kepa menyampaikan pesan itu setelah Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengunjungi Fiji dan berbicara pada Forum Pembangunan Kepulauan Pacific (PIDF) kedua di Nandi, Fiji, (19/6) Minggu lalu.

Menurut Kepa, Presiden SBY tidak mengangkat masalah West Papua di pertemuan PIDF kemarin, sementara sebelum meninggalkan Indonesia, media Indonesia menyebarkan kabar kalau SBY ke Pacific untuk menjelaskan isu dan banyak informasi yang salah mengenai West Papua di Fiji.

“Tapi dia dilaporkan tidak mengangkat isu West Papua secara terbuka di forum, meskipun dikutip di Indonesia bahwa ia bermaksud untuk menjelaskan masalah West Papua,”

kata Kepa.

Karena itu, Kepa menilai kehadiran Presiden Indonesia dalam pertemuan PIDF hanyalah diplomasi politik demi mempertahankan Papua tetap bagian dari Indonesia.

“Tujuannya adalah untuk menjaga sebanyak mungkin pemimpin Pasifik agar berada dalam kebijakan Indonesia atas West Papua dan untuk melawan meningkatnya tekanan internasional dan regional dalam mendukung West Papua,” kata Kepa.

Intelegen Fiji melancarkan pengamanan tingkat tinggi selama satu minggu, sebelum Presiden SBY melakukan kunjungan ke Fiji, untuk mengantisipasi adanya gerakan rakyat setempat mendukung West Papua di hadapan Presiden SBY.

Jurnalis yang vokal terhadap masalah Papua pun menjadi perhatian khusus dari agen rahasia Fiji. Bahkan polisi melarang kehadiran jurnalis senior Fiji, Netani Rika dalam pertemuan PIDF yang dihadiri Presiden Indonesia.
“Dia terlalu vokal,” telepon anggota agen rahasia ke Kantor Redaksi Fiji Times satu hari sebelum pertemuan PIDF. (Jubi/Mawel)

Penulis : Benny Mawel on July 21, 2014 at 16:52:24 WP, TABLOIDJUBI.com

Papua Bakal Resmi Menjadi Anggota MSG, Bulan Depan

JAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Sosial dan Politik FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, jika pertemuan rekonsiliasi masyarakat Papua di Vanuatu pada bulan Agustus 2014 (bulan depan) berhasil dilaksanakan dan disepakti oleh faksi-faksi Papua Merdeka untuk hanya mengajukan satu proposal saja ke MSG, maka dipastikan proposal tersebut disepakati hanyalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengajukan ke MSG.

Pasalnya, sebagaimana hasil keputusan terhadap Proposal Papua pada pertemuan MSG di Port Moresby Juni 2014 lalu tidak menolak, tetapi meminta Papua untuk mengajukan kembali Proposal keinginannya untuk menjadi anggota MSG. Karena alasannya banyak faksi dalam masyarakat Papua, yakni ada WPNCL, KNPB, NRFPB, dan NRPB serta lainnya.

Jadi kalau OPM saja yang mengajukan Proposal ke MSG agar diakomodir sebagai anggota MSG, jelas itu akan diterima,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus Uncen Waena, Kamis, (17/7).

Dengan demikian, Papua diterima menjadi anggota MSG, ini jelas menjadi sebuah pukulan politik yang keras bagi Pemerintah Indonesia. Karena yang pastinya, meski MSG adalah wadah yang bertujuan mempercepat petumbuhan ekonomi, pembangunan dan perdagangan diantara negara-negara rumpun melanesia, tapi bisa saja itu juga sebagai alat/kendaraan politik bagi organisasi-organisasi Papua Merdeka untuk mendapatkan dukungan untuk memerdekakan rakyat Papua terlepas dari NKRI.

Karena dalam politik internasional lazim terjadi bahwa kepentingan ekonomi selalu ‘berselingkuh’ dengan kepentingan politik. Maksudnya bahwa sekalipun MSG itu forum untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, tetapi tidak menutup kemungkinan MSG akan mendukung isu Papua Merdeka dalam forum sidang PBB Tahun 2014 ini.

‘Perselingkuhan’ politik internasional inilah yang kemungkinan dibaca Pemerintahan SBY sehingga negara-negara kunci di MSG yakni Fiji, dan PNG dirangkul untuk masuk dalam orbit dan pengaruh Indonesia. Namun, jelas bahwa pengaruh politik Indonesia dipastikan tidak terlalu signifikan bagi negara-negara anggota MSG.

MSG juga kan selama ini turut menfasilitasi pertemuan rekonsiliasi antara seluruh faksi-faksi OPM di Port Moresby, Villa, Vanuatu pada Agustus 2014,” tegasnya. (Nls/don/l03)

Sumber:BinPa, Jum’at, 18 Juli 2014 01:53

MSG Tolak Keanggotaan WPNCL

Jayapura (Sulpa, Friday, 04-07-2014) – Kelompok Pemimpin Melanesia Spearhead Group (MSG) telah membuat sebuah keputusan yang lucu dan aneh dan terkesan sarat nuansa kepentingan politik dan ekonomi serta berdampak merugikan dari sisi hukum dan hak asasi Orang Asli Papua (OAP).

Demikian kata Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari dalam keterangan persnya, Rabu (2/7/2014) kemarin.

Menurutnya keputusan para pemimpin MSG di Port Moresby, Papua New Guinea (PNG) pada 26 Juni 2014, yang menghasilkan 4 keputusan tentang aplikasi keanggotaan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) atau Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan, yang intinya menolak aplikasi keanggotaan yang diajukan oleh WPNCL.

“dalam keputusan tersebut disebutkan perlunya WPNCL mendorong aplikasi baru yang lebih inklusif dan bersatu, dan inilah letak keanehan, lucu dan terkesan sarat nuansa politik”,

kata Werinussy.

Disebutkan juga bahwa MSG telah mengirimkan delegasi yang dipimpin Menteri Luar Negeri dan Kerjasama Fiji Ratu Inoke Kubuabola ke Indonesia (11-15 Januari 2014) termasuk ke Jayapura-Papua.

“yang jadi pertanyaan apakah mereka bertemu dengan perwakilan organisasi perjuangan rakyat Papua, misalnya Presidium Dewan Papua (PDP), Dewan Adat Papua (DAP), WPNCL, West Papua National Authority (WPNA), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), atau apakah para pemimpin MSG tersebut sempat bertemu Aliansi Pemuda, Mahasiswa, Pelajar dan Perempuan Papua”,

kata Werinussy.

Dari mana bisa muncul kesimpulan bahwa aplikasi yang telah diajukan setahun lalu oleh WPNCL dikatakan tidak representatif, sehingga harus mengajukan aplikasi baru yang lebih inklusif dan bersatu, padahal mereka tidak pernah ketemu dengan siapa – siapa selama di Papua kecuali Pemerintah.

“Hal ini harus segera disikapi oleh organisasi perjuangan rakyat di Tanah Papua untuk segera memberi tanggapan terhadap sikap dan keputusan MSG yang kabur, tidak jelas itu,”

katanya lagi.

Keputusan MSG tersebut dari sisi hukum merugikan posisi HAM Orang Asli Papua (OAP), karena bertentangan dengan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 10 Desember 1948, dan Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat (Declaration on the Rights of Indigenous Peoples).

“pasal 1 huruf p, huruf r dan huruf t UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus orang asli Papua telah diakui memiliki hak politik, termasuk di dalamnya hak menentukan nasib sendiri (self determination) sebagaimana diatur di dalam pasal 3 dan pasal4 Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat”, kata Werinussy.

Menurutnya seluruh komponen perjuangan politik di darat, laut, darat, pegunungan, lembah dan ngarai di tanah Papua harus bersatu dan berjuang secara bersama-sama tanpa mementingkan faksi dan kelompok demi meloloskan aplikasi yang akan diajukan kembali oleh WPNCL dalam tahun 2014 nanti. (B/JAC/R1/LO1)

Vanuatu Tegaskan Kembali Komitmen Terhadap Isu Pembebasan West Papua

Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman
Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman (IST)

Port Moresby, 2/7 (Jubi) – Pemerintah Vanuatu akan terus mendorong isu Papua Barat di level PBB.

Usai pertemuan para Pemimpin Melanesia Spearhead Group (MSG) di Port Moresby tanggal 26 Juni lalu, Perdana Menteri Vanuatu Joe Natuman kembali menegaskan komitmen Vanuatu untuk mendorong isu pembebasan Papua Barat. Natuman mengatakan pemerintah Vanuatu masih terus melihat peluang untuk mendorong isu Papua Barat di tingkat PBB.

Natuman, kepada wartawan mengatakan pemerintah Vanuatu sedang mempertimbangkan untuk meminta pendapat Mahkamah Internasional.
Kami mempertimbangkan untuk mencari pendapat tentang legalitas proses yang dilakukan PBB saat menyerahkan bekas koloni Belanda ini ke Indonesia.” kata Natuman di Port Villa, Vanuatu (30/6).

Sebelumnya, Perdana Menteri Vanuatu ini menyampaikan hal yang sama di Port Moresby.

“Proses ini (di level PBB) masih terbuka bagi kita. Sekarang kita harus berurusan dengan masalah seperti itu. Kami berbicara dengan Indonesia, melakukan dialog dengan Indonesia dan dialog dengan semua orang Melanesia tentang berbagai kecenderungan. Terutama kecenderungan politik di provinsi Papua dan Papua Barat.”

ujar Natuman di Port Moresby, 27 Juni lalu.

Natuman juga menghargai keputusan MSG untuk mencari pendekatan yang lebih proaktif bersama Indonesia agar dapat membantu mengatasi masalah pembangunan di Tanah Papua. Natuman sendiri, dalam masa Perdana Menteri Moana Kalosil, ditunjuk untuk mewakili Vanuatu dalam misi menteri MSG ke Papua Barat. Namun Natuman akhirnya tidak terlibat karena Vanuatu memutuskan menarik diri dari misi tersebut.

Sejak menjadi negara merdeka, Vanuatu telah menunjukkan komitmennya terhadap isu Papua Barat. Beberapa Perdana menteri Vanuatu sebelumnya, semisal Walter Lini dan Barack Sope adalah dua Perdana Menteri Vanuatu yang aktif membawa isu Papua Barat di level PBB sebelum dilanjutkan oleh Moana Kalosil dan Natuman sendiri. Moana, bahkan sempat menuding negara-negara MSG telah mengingkari rakyat Papua sebagai entitas Melanesia.

“Vanuatu adalah satu-satunya negara di dunia yang tidak takut untuk berdiri dan berbicara untuk hak kebebasan bagi rakyat Papua Barat baik dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), atau pertemuan lain di mana saja di dunia,”

kata Perdana Menteri (PM) Vanuatu Moana Karkas Kalosil, usai menyampaikan pidatonya di hadapan sidang dewan HAM PBB di Genewa bulan Maret lalu. (Jubi/Victor Mambor)

Masyarakat Sipil Kepulauan Pasifik Desak Proses Dekolonisasi Papua

PM Fiji, Bainimarama saat membuka seminar Komite Khusus 24 PBB tentang Dekolonisasi di Nadi, Fiji (IST)

Nadi, 21/5 (Jubi) – Masyarakat asli di Guam, Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau dan Papua Barat mendapatkan dukungan untuk dekolonisasi.

Pembukaan Seminar Komite Khusus 24 PBB tentang Dekolonisasi di Nadi, Fiji hari ini (Rabu, 21/5), diwarnai dengan seruan pembebasan untuk seluruh kawasan di Pasifik yang masih berada dalam kekuasaan Kolonialisme. Gabungan  Organisasi Non Pemerintah di kawasan Pasifik (PRNGO) menyerukan pada seluruh wilayah Kepulauan Pasifik untuk memperbaharui dukungan mereka dalam proses dekolonisasi sejumlah wilayah di Pasifik.

“Bebaskan masyarakat adat di Guam, Kaledonia Baru, French Polynesia, Tokelau dan Papua Barat sehingga mereka bisa memetakan masa depan mereka sendiri.”

kata Peter Emberson, juru bicara PRNGO dan pejabat Pacific Council of Churches.

Emberson, menyatakan sudah semestinya, negara-negara yang menjalankan pemerintahan kolonial untuk mempersiapkan masyarakat di wilayah yang didudukinya agar menggunakan hak mereka menentukan nasib sendiri sesuai dengan hukum internasional. Ia mendesak lapisan masyarakat di kepulauan Pasifik untuk bersama-sama secara aktif terlibat dalam perjuangan pembebasan seluruh wilayah Pasifik dari kolonialisme.

“Hak orang di wilayah non berpemerintahan sendiri, yang negaranya diperintah oleh pemerintahan kolonial atau kekuasaan administrasi, untuk menentukan masa depan politik mereka sendiri.”

ujar Emberson.

Menurut Emberson, saat ini, masyarakat di negara-negara Pasifik sedang membicarakan persoalan Rapa Nui atau Pulau Paskah yang diatur oleh Chile yang sedang berusaha dimasukkan ke dalam daftar Teritori Non Pemerintahan Sendiri PBB dan Papua Barat yang dianggap sebuah provinsi di Indonesia yang sedang mencari peluang untuk didaftarkan kembali dalam daftar Wilayah Non Pemerintahan Sendiri PBB.

Seminar di Nadi ini diselenggarakan untuk mempercepat pelaksanaan Pemberantasan Kolonialisme dekade III (2011-2020). Seminar ini diselenggarakan di bawah naungan Komite Khusus 24 dan akan meninjau situasi sehubungan dengan 17 wilayah yang dipertimbangkan oleh Komite Khusus 24, sebuah komite PBB untuk Dekolonisasi, kemudian dirujuk ke Majelis Umum PBB ketika bersidang. (Jubi/Benny Mawel)

May 21, 2014 at 18:12:07 WP,TJ

Kantor OPM dan Ancaman Boikot Pilpres

Di Darwin, Australia dikabarkan sudah membuka kantor Oraganisasi Papua Merdeka (OPM), Minggu (27/4/2014) yang dimotori Benny Wenda dan kawan-kawan.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pun menanggapinya dengan ragam tanggapan. Di Manokwari, Papua Barat, KNPB menyatakan dukungannya.

Kami mendukung penuh peluncuran kantor perwakilan OPM di Australia,” kata Ketua KNPB wilayah Mnukwar, Alexander Nekenem ketika diwawancarai di Kompleks Amban Permai, Jalan gunung Salju Amban, Manokwari, Sabtu (26/4/2014).

Ia pun mengajak rakyat Papua (dan Papua Barat) untuk menyatakan dukungannya terhadap upaya Benny Wenda ini.

Sabtu lalu, mereka menggelar ibadah syukur dan berharap upaya referendum bagi bangsa West Papua segera digelar.

Menurut Alexander, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 cacat hukum sehingga harus digelar referendum lagi.

PEPERA ini tidak sesuai dengan hukum internasional,” katanya.

Selain di Australia, sebelumnya kantor yang sama telah berdiri di tiga Negara lainya, masing-masing di Oxford Inggris, Holand (Belanda), dan Papua Neu Genea (PNG). Dalam waktu dekat imbuh Alex, Benny Wenda dkk, akan kembali meluncurkan kantor yang sama di dua negara lainya, yakni Negara Sinegal dan Selandia Baru.

Seperti dikabarkan detik.com, 6 Mei 2013, meski membuka kantor di Oxford, Inggris, kegiatan aktivis OPM lebih banyak di Belanda, Australia dan kawasan Pacifik Selatan. Namun sikap resmi pemerintah negara-negara tersebut sudah jelas, mendukung kedaulatan NKRI.

Kelompok ini punya aktivitas di Eropa itu di Belanda dan Inggris, tapi yang secara formal buka kantor di Inggris. Ada juga di Australia dan negara-negara pasifik selatan,” kata Ketua BIN Letjen TNI Marciano Norman, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (6/5/2013).

Lanjut, Marciano mengatakan, pemerintah RI akan berusaha melakukan upaya-upaya diplomasi di negara yang terdapat gerakan OPM.

Menurut dia, gerakan OPM itu hanyalah sebuah gerakan kecil.

Kita juga sedang melakukan langkah-langkah, konstruktif bagaimana ke depan hal-hal seperti ini mendapat dukungan aktif, di negara di mana mereka bergerak,” ungkapnya.

Terkait pembukaan kantor OPM di Oxford, London, Inggris, Marciano menjelaskan kalau hal itu bukanlah sikap resmi pemerintahan Inggris.

Saya rasa sikap pemerintah Inggris sudah jelas dan sudah pemerintah juga sudah lakukan langkah-langkah jelas,” terangnya.

KNPB Ancam Boikot Pilpres 2014

Lain halnya dengan KNPB di Kota Jayapura. Mereka menyatakan dukungannya dengan mengancam akan memboikot pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang.

Dukungan dan seruan itu disampaikan Ketua I KNPB, Agus Kosay, ketika memberikan orasi politik di Kampung Vietnam, Perumnas III Waena, Sabtu (26/4/2014).

Ia mengatakan, saatnya membuka mata dan melihat realita yang sedang terjadi di seluruh dunia untuk isu Papua.

“Jangan kita masa bodoh saja. Orang-orang dan organisasi di luar negeri sibuk dengan nasib kita orang Papua lalu kenapa kita di dalam negeri hanya duduk nyaman,” katanya seperti dilansir tabloidjubi.com, Sabtu (26/4/2014).

“Kita memang sangat sadar bahwa 50 tahun lebih bersama Indonesia dan setiap lima tahun mengikuti Pilpres tetapi tidak ada perubahan yang signifikan bagi orang Papua di atas tanah leluhurnya. Orang Papua semakin disiksa dan menderita. Ini menandakan kita bukan bagian dari mereka,”

lanjutnya.

KNPB Mimika dalam siaran pers seperti dalam situsnya knpbnews.com, 26 April 2014, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Australia.

Mereka juga mendesak pimpinan Negara-negara MSG untuk segera menindaklanjuti keputusan KTT MSG 20 Juli 2013 lalu demi hak penentuan Nasib Sendiri dan segra mendaftarkan Bangsa Papua juga sebagai Anggota MSG.

Disebutkan juga ancaman boikot pilpres 2014.

“Karena Pemilihan Presiden ini memperpanjang penderitaan dan pemusnahan etnis bagi Bangsa Papua Barat 5 tahun kedepan. Komitmen Bangsa Papua Barat boikot pilres 2014 solusi referendum,”

demikian siaran persnya, Sabtu (26/4/2014).  (TOY/R3/LO1)

Monday, 28-04-2014, SuluhPapua.com

Free West Papua Campaign akan Buka Kantor di Australia

Jumpa Pers KNPB (Foto TabloidJubi.com)
Jumpa Pers KNPB (Foto TabloidJubi.com)

Jayapura, 25/4 (Jubi) – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan dukungannya atas rencana pembukaan Kantor Free West Papua Campaign yang akan dibuka pada Minggu, 27 mendatang.

Kami menghimbau kepada seluruh Rakyat Papua Barat di mana saja untuk melakukan aksi damai dalam rangka mendukung niat baik Pemerintah Australia yang mengijinkan pembukaan Kantor Free West Papua Campaign di Australia,”

ungkap Bazoka, Juru Bicara KNPB kepada wartawan di Expo, Waena, Jayapura, Jumat (25/4).

Lanjut Bazoka, konkritnya dukungan ini akan dilakukan dalam bentuk ibadah atau apapun tergantung situasi di wilayah masing-masing. KNPB juga akan membuat sikap politik, baik di Sekretariat KNPB bagi yang berada di Numbay.

Agus Kossay, Ketua I KNPB di tempat yang sama mengatakan, peluncuran pertama di Oxford, Inggris pada 28 Oktober 2012 lalu. Disusul pembukaan Kantor Free West papua Campaign di Belanda pada 15 Agustus 2013, disusul Papua Nugini pada 1 Desember 2013 lalu 27 April 2014 besok akan dilakukan Benny Wenda dan kawan-kawan di Australia.

“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Australia yang memberikan ijin untuk membuka kantor di Australia dan ini merupakan langkah maju yang dilakukan diplomat Papua di luar negeri. Terima kasih juga untuk dukungan Gereja-gereja di Australia,”

kata Agus Kossay. (Jubi/Aprila)

Dubes Vanuatu Untuk PBB Berjanji Perjuangkan Isu Papua Barat

Odo Tevi (tengah) saat masih menjabat sebagai Gubernur Bangk Vanuatu (IST)

Jayapura, 4/4 (Jubi) – Duta Besar Vanuatu untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang baru dilantik, Odo Tevi, meyakinkan pemerintah dan rakyat Vanuatu, ia akan memperjuangkan isu Papua Barat di PBB, selain isu kepulauan Matius dan Hunter serta perubahan iklim.

Dilansir dari dailyvanuatu.com, dihadapan Kepala Negara, Iolu Abil, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri, Edward Natapei, Pejabat Luar Negeri dan Pejabat Senior Vanuatu, Tevi berjanji akan menjaga momentum yang telah dbangun oleh pemerintah Vanuatu saat ini dengan PBB di New York.

“Saya akan bekerja sama Perdana Menteri Moana Karkas dan menjaga momentum dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas apa yang dicita-citakan Vanuatu, seperti isu Papua Barat , masalah HAM dan Perubahan Iklim, terutama dalam berkaitan dengan efek yang telah di negara-negara yang lebih kecil di Kepulauan Pasifik,”

kata Duta Besar Vanuatu yang baru diangkat tak lama setelah menerima surat dari Kepala Negara dan bersumpah setia yang dihadapan Jaksa Agung Vanuatu, Ismail Kalsakau, Kamis (3/4)

“Saya bersumpah bahwa PBB akan mendengar suara Vanuatu berulang-ulang pada masalah ini (Papua, HAM dan perubahan iklim-red).”

tambah Tevi yang menggantikan Donald Kalpokas.

Presiden Abbil, Kepala Negara Vanuatu dalam pernyataan singkatnya mengatakan ia memiliki setiap keyakinan dan kepercayaan pada Duta Besar Tevi. Menurutnya, Tevi memiliki kualitas , nilai dan kepercayaan untuk pekerjaan yang akan ia lakukan di New York .

“Citra negara ini akan tercermin dalam pekerjaan Anda. Kita tidak ingin Anda terlibat dalam penjualan paspor dan isu-isu terkait.”

Presiden Abbil memperingatkan Tevi. (Jubi/Victor Mambor)

  on April 5, 2014 at 02:28:31 WP,TJ

Oceania Interrupted, Dari Bangsa Maori Untuk Perjuangan Bangsa Papua Barat

Jayapura, 9/3 (Jubi) – Sebuah aksi intervensi masyarakat Maori di New Zealand untuk mendukung perjuangan Rakyat Papua Barat dilakukan ditengah Festival Pasifika di Auckland.

Aksi yang disebut Oceania Interrupted Action 3 Free Pasifika – Free West Papua ini dilakukan oleh 14 orang perempuan Maori, yakni Marama Davidson, Ruiha Epiha, Talafungani Finau, Leilani Kake, Moe Laga-Fa’aofo, Genevieve Pini, Amiria Puia-Taylor, Leilani Salesa, Luisa Tora, Mele Uhamaka, Asenaca Uluiviti, Leilani Unasa, Julie Wharewera-Mika, Elyssia Wilson-Heti.

Aksi ini, menurut salah satu penampil, dilakukan sebagai intervensi publik dalam Festival Pasifika ini, untuk memberi dukungan bagi perjuangan rakyat Papua menentukan nasibnya sendiri.

“Mulut kami yang ditutup dengan bendera Bintang Kejora adalah simbol pembungkaman di Papua Barat.”

kata Marama Davidson, salah satu penampil, kepada Jubi. Minggu  (9/3) melalui sambungan telepon.

Keempatbelas perempuan Maori ini memang menutup mulut mereka dengan Bendera Bintang Kejora ukuran kecil dan mengenakan pakaian adat Maori.

“Kebebasan kami sebagai orang Māori dan perempuan Pasifik di Aotearoa, Selandia Baru terikat dengan saudara-saudara Pacific kami di Papua Barat.”

tambah Julie Wharewera-Mika, penampil lainnya.

Menurut Julie dan Marama, tangan mereka yang terikat melambangkan terkekangnya kebebasan rakyat Papua Barat.

Dalam aksi ini, para penampil hanya bergerak secara minim dan tanpa suara. Ini untuk melambangkan kurangnya kebebasan berekspresi dari pendapat politik, kurangnya akses ke sumber daya yang adil dan merata, kurangnya akses ke media yang bebas dan independen yang dialami rakyat Papua Barat. Sementara tubuh para perempuan Maori ini dihiasi dengan warna hitam untuk merayakan eksistensi perempuan sekaligus sebagai simbol berkabung.

Aksi Oceania Interrupted Action 3 Free Pasifika – Free West dilakukan Sabtu, 8 Maret kemarin di Western Springs Lakeside Park, Auckland. Ribuan orang datang ke Auckland untuk menyaksikan Festival Pasifika yang dipusatkan di Western Springs Lakeside Park. (Jubi/Victor Mambor)

 Author : on March 9, 2014 at 21:32:16 WP,TJ

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny