Pendeta Minta Rakyat Papua Ampuni Luhut Pandjaitan

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGGBP), Pendeta Socratez Sofyan Yoman, meminta rakyat Papua untuk memaafkan pernyataan yang dilontarkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan RI, Luhut Binsar Pandjaitan yang mereka rasakan sangat menyakitkan.

Menurut dia, meskipun pernyataan Luhut merupakan bentuk penghinaan kepada orang asli Papua, dia mengimbau rakyat Papua tetap memegang Firman Tuhan untuk mengampuni musuh.

“Yang terkasih orang-orang Asli Papua di mana saja. … Jenderal Luhut Pandjaitan menghina orang asli Papua. Yoo…kita pegang Firman Tuhan: Ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” tulis Socratez dalam pesan singkat yang dikirim ke satuharapan.com, hari Jumat (26/2).

Socratez yang berada di Jayapura menceritakan pengalaman orang-orang Papua yang pernah dihina oleh Jenderal Ali Murtopo pada tahun 1969. Dia mengatakan saat itu orang Papua yang mau merdeka diminta untuk meninggalkan tanah Papua juga. Menurut dia, penghinaan tersebut terulang kembali seperti disampaikan Luhut pada pekan lalu.

“Tahun 1969 Jenderal Ali Murtopo pernah menghina orang Papua: ‘Kalau orang Papua mau merdeka minta Amerika cari satu pulau di bulan dan tinggal di sana.’ Setelah 47 tahun, pada 2016 ini dari bangsa yang sama, Jenderal Luhut Pandjaitan menghina orang asli Papua. ‘Orang Papua yang mau merdeka pindah saja di Pasifik dari tanah Papua.”

“Jadi, apakah orang asli Papua hanya terima terus penghinaan dari bangsa Indonesia? Kejahatan dan penghinaan ini harus dilawan. Kita punya harga diri dan kehormatan sebagai pemilik tanah pusaka Papua. …kita pegang Firman Tuhan: ‘Ampunilah mereka sebab penjajah tidak tahu apa yang penjajah perbuat’,”

tulisnya.

“Terimakasih Pak Luhut…”

Pada kesempatan terpisah, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (BEM FISIP Uncen) Jayapura, Papua, menyampaikan ucapan “terimakasih” kepada Luhut Binsar Pandjaitan atas pernyataannya ‘Pergi Saja Sana ke Melanesia, Jangan Tinggal di Indonesia!’

Ketua BEM Fisip Uncen, Yali Wenda mengatakan, baru kali ini seorang Menkopolhukam Republik Indonesia dengan sejujurnya dan tanpa ragu mengatakan pernyataan seperti itu.

“Kami sebagai generasi penerus bangsa Papua Barat, ras Melanesia mengucapkan banyak terima kasih kepada Pak Luhut Pandjaitan karena baru kali ini seorang Menkopolhukam Republik Indonesia yang dengan sejujurnya dan tanpa ragu mengatakan pernyataan seperti itu,”

kata Yali Wenda hari Selasa (24/02) di kampus Uncen, sebagaimana dikutip mahasiswanews.com.

Menurut Yali, dari pernyataan tersebut sangat jelas Luhut Pandjaitan telah membedakan orang Papua.

“Tetapi kami rakyat Papua sesunguhnya bangsa Papua Barat dan ras Melanesia. Maka, kami menyatakan sikap, bahwa tak lama lagi kami orang Papua akan berpisah dengan NKRI. Tinggal waktu mainnya saja,” katanya.

Sementara itu, Samuel Womsiwor, Biro Hukum Fisip Uncen Jayapura, seperti dilansir tabloidjubi mengungkapkan, pihaknya meminta kepastian jelas kepada Indonesia, apa maksud orang Papua meninggalkan Indonesia. Artinya, kapankah Pemerintah Indonesia yang berkuasa di atas tanah Papua meninggalkan negeri milik orang Melanesia di West Papua.

“Jika Indonesia menggangap kami bukan bagian dari Indonesia, maka kapan Indonesia menerima tawaran dialog yang ditawarkan Melanesian Spearhead Group (MSG) melalui wadah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)?”

tanya Samuel.

Rekan lainnya, Muel Alue menambahkan, bahwa ULMWP merupakan wadah persatuan dan resmi milik seluruh rakyat Papua dari Sorong sampai Merauke.

Sebelumnya, menanggapi itu, Anggota Komisi I Bidang Politik, Hukum dan HAM, DPR Papua, Ruben Magay mengatakan, Luhut Pandjaitan salah besar dan keliru memberi pernyataan itu. Pasalnya, Tanah Papua adalah tanah milik orang asli Papua yang adalah salah satu bangsa turunan ras Melanesia.

“Menkopolhukam itu siapa? Dia salah besar usir orang (asli) Papua ke luar dari Papua. Dia bilang ke Melanesia itu maksud dia kemana? Melanesia itu ya orang Papua itu sendiri dengan apa yang Tuhan sudah kasih yaitu tanah Papua dan alamnya,”

tegas Magay.

Peneliti LIPI, Cahyo Pamungkas juga menyesalkan pernyataan Luhut.

“Pesan-pesan yang disampaikan Pak Luhut menambah luka bagi orang Papua karena pesan yang disampaikan Pak Luhut pernah dikatakan almarhum Ali Murtopo, kalau mau merdeka orang Papua pergi saja ke bulan. Dan ini menambah luka bagi orang Papua. pernyataan Luhut tidak bijaksana,”

kata dia dalam wawancara dengan satuharapan.com.

Tanggapi Isu ULMWP

Pada pekan lalu, Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi isu kemunculan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua yang bergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG).

Kelompok ini mewacanakan diri ingin menyatukan negara-negara kawasan Melanesia dan memerdekakannya sebagai sebuah negara baru.

“Ya pergi saja mereka ke MSG sana, jangan tinggal di Indonesia lagi,” ujar Luhut di Kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, hari Jumat (19/2), seperti dilansir oleh kompas.com.

Luhut menegaskan, keberadaan mereka adalah ancaman. Namun, Pemerintah Indonesia tidak gentar atas keberadaan gerakan tersebut.

Gerakan semacam itu, kata Luhut, didasari oleh kesenjangan ekonomi yang tinggi. Dia pun menyoroti pemerintah setempat yang dianggap tidak mampu mengatur keuangan daerah untuk pembangunan dengan baik.

“Rp 52 triliun untuk otonomi khusus Papua itu sudah. Tapi hampir 60 persen pemimpin-pemimpin di Papua itu meninggalkan tempatnya. Bagaimana dia mau me-manage dengan baik? Manajemen mereka yang tidak baik,”

ujar Luhut.

Oleh karena itu, mantan Kepala Staf Presiden itu mendorong agar pejabat di Papua tidak terlalu sering meninggalkan daerahnya. Mereka diharapkan bisa menyalurkan dengan baik dana otonomi khusus yang sudah dialirkan oleh pemerintah pusat.

Editor : Eben E. Siadari

Penulis: Melki Pangaribuan 18:40 WIB | Jumat, 26 Februari 2016

Kepala Suku Karbitan Pemerintah Hancurkan Kepemimpinan Honai

“Memasukanku dalam keseluruhan yang kau bayangkan menegasi diriku,” tulis Dostoevsky, seorang Sastrawan dan filsuf Rusia Keturunan Yahudi di masa hidupnya (11 November 1821-9 Februari 1881).

Kita mungkin telah lupa pemberitaan yang mengejutkan tentang sekelompok orang gunung yang memprakarsai kongres tiga tungku. Kongres tiga tungku itu telah memilih 16 kepala suku dari 16 kabupaten di Pegunungan Papua. Satu kepala suku menjadi pengendali 16 kepala suku. 16 kepala suku ini kemudian akan menjalankan tugas mengendalikan orang gunung di Jayapura, Keerom dan sekitarnya. Rencana pembangunan honai itu akan terwujud 2014. (Cepos,13/12/2013).

Kita belum tahu rencana itu sedang berjalan atau tidak tetapi yang jelas bahwa rencana mengendalikan orang-orang gunung melalui satu atap honai 16 pintu ini sangat menarik untuk kita diskusikan. Honai 16 kepala suku akan kendalikan orang-orang gunung di luar wilayahnya, terutama di Jayapura, Keerom dan sekitarnya. Kata mengendalikan ini sangat negatif bahkan buruk maknanya, bahwa orang-orang gunung menjadi sorotan, tidak lebih dari stigma tidak terkendali, liar dan buruk pola hidup atau gayanya. Semua makna buruk terbungkus tanpa kita sadari itu hasil kontruksi sebab akibat struktural pembangunan pemerintah yang berkuasa.

Diskusi sebab akibat itu sangat penting, tetapi kita harus menempatkan persoalan itu dalam ruang yang khusus. Ruang yang khusus perlu kita ciptakan tetapi terlepas dari agenda megendalikan, realistis saja bahwa orang-orang gunung tidak mungkin masuk dalam kendali 1 honai 16 pintu itu. Orang-orang sudah masuk menjalankan wejangan dari honai masing-masing di wilayah adat mereka walaupun ada di luar wilayah adatnya. Mereka bergerak dalam kendali pemimpin masing-masing honai adat tanpa mau meniadakan keputusan dan kepemimpinan yang lain. Karena itu, sangat sulit dan tidak akan diterima ide satu honai 16 pemimpin dalam kendalikan satu orang. Tambahan lagi, kalau posisi 16 kepala suku ini bukan generasi pemimpin adat. Sangat tidak mungkin diterima, apa lagi mengakui. Yang ada, mimpi untuk mengendalikan.

Perlu kita ketahui bahwa kepimpinan di gunung Papua, tidak seperti kepemimpinan kerajaan yang dibayangkan, dirancang dan digiring ke sana. Kalau pun berhasil digiring, kepemimpin model itu tidak ada makna kehidupan dan menghidupkan sama sekali dalam konteks orang gunung. Pemimpin model itu hanya memetik keuntungan, memanfaatkan kepentingan pemerintah mengendalikan warga gunung lewat satu kepemimpinan. Kepemimpinan model ini kepemimpinan semua di mata warga gunung, kecuali mereka yang mau memakan remah-remah hasil korporasi kepala-kepala suku karbitan pemerintah demi kepentingannya.

Saya tidak hendak menyoal pengertian negatif dengan melibatkan kepala-kepala suku boneka itu. Tapi saya berkepentingan lebih dengan kata honai yang hendak menjadi tempat para kepala suku karbitan itu. Orang gunung memiliki kontruksi honai yang asli pada umunya bulat (kecuali beberapa wilayah gunung, misalnya, Mee, Ngalum dan pesisir pantai) dan satu pintu. Atap honai bulat lonjong berbentuk nasi tumpeng atau seperempat bola pasket. Kontruksi itu tidak sekedar kontruksi yang terlihat mata. Lebih dari itu mengandung makna kontruksi filosofis, sosiologis, antropologis, ekonomis, politik dan komunikasi sosial, kesehatan dan perdamaian orang gunung ada di dalam honai.

Penulis lebih tertarik menyoal kontruksi sosialnya. Kontruksi sosialnya tergambar dalam bentuk honai yang bulat. Orang-orang yang masuk duduk melingkar melihat satu dengan yang lain. Komunikasi sosial berjalan lancar satu dengan yang lain. Orang-orang hidup dalam komunitas kebersamaan itu. Orang-orang Ngalum membangun kisah Aplim Apom di dalam Bokam yang bentuknya tidak bulat. Orang Ngalum membangun kisah “Kamu pegang tangan saya. Saya pegang tangan kamu. Kita berjalan bersama”. Kehidupan sosial menjadi yang sangat bermakna di sana.

Agus Alua mengulas makna honai yang bulat itu dalam buku Nilai-nilai hidup orang Hubula. Hubula adalah satu suku Dani yang berdomisi di ibu kota Kabupetan Jayawijaya. Menurut Agus, bentuk honai, tungku dalam honai, tempat masak serba bulat. Pola duduk makan bersama melingkar. Makan bersama, hidup bersama dan kerja bersama tanpa saling meniadaan dan menguasai. Komunitas melingkar itulah yang mebuat orang ada, hidup dan hidup menjadi bermakna positif.

“Kehidupan orang Huwula dalam komunitas. Orang yang berada diluar komunitas itu dianggap sudah mati,” tulis Agus Alua dalam bukunya yang diterbitkan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura, pada tahun 2004 ini, di Kota Jayapura, Papua.

Penjelasan Agus menjadi jelas bahwa honai itu menjadi simbol hidup atau matinya orang yang lahir, besar dan hidup dalam honai. Orang gunung hidup kalau berada dalam satu honai, satu tungku yang bulat dan satu pintu honai. Kalau hidup di luar lingkaran dan satu pintu, honai yang banyak pintu dan banyak kepemimpinan, orang tersebut berada di luar komunitas. Pasti dampak buruk yang akan merongrong kehidupan komunitas dan individu. Orang-orang tertentu bisa saja membuat masalah kemudian menjadi masalah komunitas. Otomatis komunitas menjadi bagian dari diskusi masalah. Komunitas berada dalam acaman. Itulah yang menjadi keyakinan orang yang hidup dalam lingkaran honai.

Pembelajaran terhadap pengetahuan antropologi Papua yang diekplorasi membaca kekhwatiran itu dan mendorong mereka yang disebut kepala suku menyelenggarakan kongres tiga tungku. Kongres itu melahirkan 16 kepala suku dengan satu komando kendali. Kita salut dengan tujuan baik itu namun, masalahnya, kontruksi asli honai yang penuh makna sangat jelas bertentangan dengan kontruksi honai ala kongres tiga tungku itu. Makna honai yang asli dan kepemimpinan dalam honai di geser. Nilai-nilai yang ada dalam honai pun mulai direduksi dan dihancurkan.

Bentuk atau kontruksinya kita belum tahu persis bulat atau pajang tetapi dengan 16 pintu saja sudah menunjukan kontruksi honai tidak mungkin bulat lagi. Kalau pun bulat, tidak ada sisi honai yang utuh sebagaimana honai yang asli. Semua sisi honai habis terpakai dengan pintu-pintu yang identik dengan banyak lubang. Banyak cahaya yang menerobos masuk. Banyak jalan orang masuk keluar. Perpecahan dan perkubuan tercipta dalam honai. Honai tidak lagi menjadi tempat membangun kebersamaan, satu keputusan dan satu tindakan melainkan pepecahan yang tercipta dalam satu honai ala kepala suku abal-abal.

Kontruksi tersirat honai pajang itu identik dengan kontruksi Hunila. Hunila dalam bahasa orang Huwula, artinya itu tempat wanita menjalankan rutinitasnya menyiapkan makan-minum dan menjalankan keputusan dalam honai. Selama para wanita menyiapkan kebutuhan ekonomi, para para pria diminta tidak terlibat dengan harapan ada kebebasan di sana. Sementara, keputusan politik, ekonomi, budaya dan perang tidak mendapat tempat di sana. Keputusan yang diambil di dalam Hunila dianggap tidak bermakna, cerita-cerita kaum ibu dan anak-anak saja. Karenanya, keputusannya sangat tidak mengikat.

Kontruksi honai pajang itu juga mengingatkan kita pada Jew. Jew adalah rumah adat orang Asmat. Orang Asmat membangun Jew pajang dan banyak pintu. Banyak tungku ada di dalamnya menurut marga, simbol turunan. Turunan pertama atau marga pertama hingga marga terakhir. Marga pertama menjadi penjaga tungku induk dan menjadi penjaga cerita kehidupan orang Asmat. Semua keluarga dan keturunan berkiblat dan bersumberkan kehidupan di sana. Jew banyak pintu, banyak tunggku dengan satu tungku induk itu menunjukan satu komunitas satu sumber asalah usul kehidupan. Komunitas itu berkumpul dalam satu tungku melakukan diskusi, keputusan-keputusan hidup diambil bersama. Hidup kini maupun di masa yang akan datang berpusat dalam tungku induk.

Kontruksi rumah adat gunung atau pesisir yang berbedaa itu lahir dari situasi, konteks geografis dan lahir dari satu proses peradaban. Honai itu sangat pasti menjadi simbol peradaban orang-orang Papua dalam konteks kehidupannya. Orang gunung menjadi manusia yang beradap dalam honai yang bulat. Orang pesisir menjadi yang manusiawi dalam honai yang pajang. Bulat maupun pajang sama maknanya pusat kehidupan.

Walaupun sama-sama pusat kehidupan. Rasa memiliki terhadap honai sangat beda. Orang gunung sungguh merasa hidup kalau berada dalam honai yang bulat, satu tungku dan satu pintu. Perasaan itu membuat orang-orang gunung masuk keluar honai dengan bebas. Keputusan-keputusan yang lahir dari dalam honai mengikat dan menjadi pedoman kehidupan berjalan dan menetap. Hidup akan menjadi adil, damai dan sejahtera.

Rasa memiliki itu juga akan terasa pada kontruksi satu Honai 16 pintu. Honai yang lahir dengan tiba saat, tiba kepentingan, tiba akal membangun honai. Konsekuensinya jelas. Orang gunung pasti merasa tidak memiliki kecuali mereka yang berkepentingan. Sayang seribu sayang. Sok dewi penyelamat sedang merubah sejarah, merubah filosofi hidup, mungkin mengahcurkan dirinya sendiri atas nama satu kehidupan yang lebih baik. Kebaikan hidup itu tidak terasa akan menjadi kebaikan yang semu. Kita harap kebaikan semu, kebodohan yang dimanfaatkan tidak terwujud penuh. (Mawel Benny)

Source: TabloidJubi.com, Diposkan oleh : Benny Mawel on June 11, 2015 at 13:20:17 WP [Editor : Victor Mambor]

MRP : Kerja Sama Kawasan Tabi Perlu Melihat Tiga Hal

JAYAPURA – Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP) Seblum Werbebkay, mengatakan, Percepatan Pembangunan Kawasan Tabi menjadi tanggung jawab Kepala Daerah di lima Kawasan Tabi. Kelimanya adalah Bupati Kabupaten Jayapura, Walikota Jayapura, Bupati Keerom, Bupati Sarmi dan Bupati Memberamo Raya.

Lima Kepala Daerah Tabi ini perlu memperhatikan tiga hal. Pertama pelaksanaan Pembangunan di Kawasan Tabi akan berhasil ketika kelima Bupati dan Walikota di Tabi ini duduk bersama-sama untuk membicarakan program prioritas pembangunan kawasan Tabi yakni membicarakan infrastruktur jalan yang menghubungkan semua daerah di kawasan Tabi. Pembangunan infrastruktur jalan ini penting dan lima Kepala Daerah ini kalau benar-benar berkomitmen membangun Tabi, maka upaya-upaya ke arah pembangunan infrastruktur itu mulai dilakukan dengan menggandeng Badan Percepatan Pembangunan Papua.
Kedua, hal penting yang harus jadi perhatian para Kepala daerah di Tabi adalah pembangunan SDM di Tabi.

Pembangunan SDM Tabi perlu dibicarakan bersama-sama oleh lima Kepala Daerah ini, apakah itu pendidikan tingkat dasar, lanjutan pertama maupun pendidikan lanjutan SMA atau SMK. Dengan tidak melupakan pentingnya memberikan perhatian ketrampilan kepada SDM di kawasan Tabi. Pendidikan ketrampilan kejuruan terang Seblum merupakan pendidikan keahlian yang perlu diperhatikan, selain itu pentingnya perhatian Kepala Daerah terhadap keberadaan Balai Latihan Kerja yang dikhususkan dalam rangka mempersiapkan tenaga tenaga kerja siap pakai teruatam mereka yang putus sekolah bisa dibina di Balai Latihan Kerja tersebut, ujar Seblum

Kehadiran Balai Latihan Kerja yang benar-benar difungsikan akan berdampak positif terutama mengurangi pengangguran. Seblum juga mengatakan, pendidikan formal yang disipkan itu tak hanya pendidikan di dalam daerah saja, melainkan lima Kepala Daerah Tabi sudah mulai memikirkan bagaimana anak-anak Tabi ini bisa menyencam pendidikan di luar daerah atau pendidikan ke luar negeri.

Lebih lanjut Ondoafi Sarmi ini mengatakan, hal ketiga, masalah perekonomian rakyat di kawasan Tabi hendaknya lebih diperhatikan kalau memang para Kepala Daerah Tabi sudah bersepakat untuk memberikan perhatian serius dan kerjasama kawawasan Tabi, maka ekonomi rakyat merupakan masalah yang sangat penting dan menjadi program prioritas pengembangan kawasan Tabi.

Dia mengingatkan, apapun bentu bentuk kerjasama kasawan Tabi yang nanti dikerjakan dalam waktu-waktu kedepan ini, satu hal pokok yang perlu diperhatikan adalah Kepala daerah harus menggandengkan Adat, kerjasama Pemrintah dan Adat tidak bisa dipisahkan, lembaga Adat perlu diakomomodir sebab Adat posisinya sebagai mitra Pemerintah.

Seblum menjelaskan, ketika infrastruktur, pendidikan, ekonomi diperhatikan, dengan sendirinya kerjasama yang dibangun ini akan sampai pada proses terbentuknya Provinsi Tabi. “Hal itu terjadi sendirinya, karena Kepala Daerah di Tabi telah meletakan dasar pembangunan yang benar-benar jadi prioritas,” terangnya kepada Bintang Papua di Kantor MRP, Rabu (25/3)

Dia mengimbau kerjasama kawasan Tabi yang mulai dirintis lima Kepala daerah Tabi ini memberi perhatian penuh pada sektor kehutanan, bagaimana Kepala Daerah memproteksi pengolahan hasil hutan berupa kayu, kayu jangan diolah di luar Tabi, sebab kayu yang dibawa ke luar akan merugikan masyarakat banyak. Semua HPH diolah sendiri. (ven/don/l03)

Source: BinPa, Jum’at, 27 Maret 2015 01:56

Selamatkan Tanah dan Manusia Papua, MRP Segera Gelar RDP

JAYAPURA – Ketua Pansus Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) MRP, Yakobus Dumupa, menyatakan, terkait permasalahan Tanah dan Manusia Papua, MRP segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang akan dilaksanakan tanggal 26-29 Mei 2015, dengan fokus masalah penyelamatan Tanah dan Manusia Papua.

Dikatakan, RDP ini melibatkan Pemerintah, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat, DPRP di dua Provinsi ini dan masyarakat adat di tujuh zona adat di Tanah Papua. Sedangkan Tema yang diusung yaitu tentang Pertanahan dan Kependudukan, pasalnya kedua tema ini merupakan masalah besar yang sedang dihadapi masyarakat adat Papua.

Dalam RDP ini seluruh masyarakat bersama Pemerintah di dua Provinsi ini hendak mendiskusikan permasalahan Tanah dan Manusia mengingat Tanah dan Manusia Papua tengah dalam ancaman kepunahan. Dalam RDP ini mencari solusi dalam penyelesaian masalah Tanah dan Penduduk. “Setelah solusi didapatkan tentang bagaimana menyelamatkan Tanah dan Manusia Papua ini, kami akan lakukan aksi bersama,” ujar Yakobus Dumupa di Kantor MRP Selasa ( 24/3).

Aksi bersama itu akan dilakukan dalam deklarasi tentang Tanah dan Manusia Papua, dimana deklarasi itu mengikat semua pihak di Tanah Papua untuk melakukan aksi menyeluruh dengan tahapan yang akan dilakukan melalui sosialisasi. Menurut Ketua Pokja Adat MRP ini, sosialisai tentang Tanah dan Manusia Papua ini sudah dilakukan di media.

Selanjutnya sosialisasi ini akan berlanjut dalam kegiatan reses anggota MRP di masing masing wilayah. Dalam sosialisasi ini akan disampaikan sejumlah hal terkait masalah Tanah dan Manusia Papua di ketujuh zona adat, hasil dari sosialisasi ke masyarakat adat itu jadi masukkan dan pertimbangan MRP untuk selanjutnya menjadi bahan diskusi permasalahan kependudukan.

Dalam RDP nanti, seluruh hasil sosialisasi ke masyarakat itu menjadi bahan sekaligus pegangan masyarakat yang akan disampaikan dan didiskusikan dalam RDP nanti. “Jadi masyarakat punya bekal untuk sampaikan pendapatnya,” ujar Dumupa sambil menambahkan sosialisasi ini merupakan tahapan yang sudah disiapkan.

Sebagai Ketua Pokja Adat dan Ketua Tim RDP dirinya menghimbau kepada semua pihak di Tanah Papua untuk mendukung dan mensukseskan kegiatan tentang Penyelesaian masalah Tanah dan Manusia Papua ini.(Ven/don/l03)

Source: Jubi, Selasa, 24 Maret 2015 23:57

Berduka Cita Sedalam-Dalamnya atas Meninggalnya ALFINA GOMBO

Dengan mengucapkan Doa dan permohonan kepada Tuhan Pencipta Langit dan Bumi dan Pencipta kita semua, Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub, Allah nenek-moyang kita, Allah kita, Allah anak-cucu kita, atas nama segenap makhluk yang ada di Pulau New Guinea, atas nama para Kepala Suku/ Klen dan Kepala Perang suku-suku Koteka, dengan ini mengucapkan

BERDUKACITA SEDALAM-DALAMNYA

atas meninggalnya

Ibu, Nenek, Tante, Adik, Kakak, Saudara Alfina Gombo

Isteri tercinta dari Kepala Suku Perang Suku Walak

Elly Togodly

di Rumah Sakit Dok 2, Jayapura pada puku 21:00 Waktu West Papua.

Kami berdoa agar semua Kepala Suku, sepulangnya Kepala Suku Perang Alpius Negro Kogoya pada bulan lalu dan berpulangnya Isteri Kepala Suku Perang Elly Togodly hari ini, kami dengan ini merendahkan diri, dengan menangis dan berduka menyatakan “menyerah kepada kedaulatan Allah sebagai sang Pencipta”.

Kiranya teladan dan perjuangan yang ditinggalkan akan disambung sampai cita-cita luhur bangsa Papua tercapai.

 

 

 

 

Hasil Rapat Dengar Pendapat MRP dengan Orang Asli Papua Diserahkan ke Gubernur

Ketua MRP Timotius Murib ketika menyerahkan Hasil Rapat Dengar Pendapat dengan Orang Asli Papua untuk evaluasi Otsus Papua dan Papua Barat kepada Gubernur Papua Lukas Enembe di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Jumat. JAYAPURA — Hasil Rapat Dengar Pendapat MRP dan MRP Provinsi Papua Barat dengan Orang Asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam rangka evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, tanggal 25-27 Juli 2013, akhirnya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten pada Minggu lalu.

Pihak-pihak berkompeten yang dimaksud adalah Presiden RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Gubernur Provinsi Papua, Gubernur Provinsi Papua Barat, Ketua DPR Papua dan Ketua DPR Papua Barat.

Di samping itu, juga telah disampaikan kepada Mendagri dan Menkopolhukam.

Perlu dijelaskan bahwa Dokumen Hasil Rapat Dengar Pendapat tersebut yang ditujukan kepada Presiden RI dan kepada Mendagri serta kepada Menkopolhukam disampaikan pada tanggal 7 Oktober 20013, sedangkan Dokumen Hasil Rapat Pendapat MRP dan MRP Provisi Papua Barat dengan Orang Asli Papua dan Papua Barat dalam rangka Evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat yang ditujukan kepada Ketua DPR RI dan Ketua DPD RI disampaikan pada tanggal 8 Oktober 2013. Kemudian, untuk Gubernur Papua dan Ketua DPRP disampaikan pada tanggal 10 Oktober 2013 dan untuk Gubernur Provinsi Papua Barat dan DPR Papua Barat disampaikan tanggal 12 Oktober 2013.

Penyampaian Hasil Rapat Dengar Pendapat kepada pihak-pihak tersebut di atas, dilakukan oleh MRP sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2008 dan Keputusan MRP Nomor 6 Tahun 20013 tentang Penetapan Hasil Rapat Dengar Pendapat dengan Orang Asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Dalam Rangka Evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, tanggal 25-27 Juli 2013.

Sebagaimana diketahui, dalam Keputusan MRP Nomor 6 Tahun 2013, tanggal 12 Agustus 2013, tersebut di atas secara tegas dinyatakan sebagai berikut. Diktum Pertama: Mengesahkan Hasil Rapat Dengar Pendapat Majelis Rakyat Papua dengan Orang Asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dalam Rangka Evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat sebagaimana dirumuskan dalam Laporan Hasil Rapat Dengar Pendapat tersebut dan tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Diktum Kedua: Merekomendasikan kepada Presiden RI, DPR RI, DPD RI, Gubernur Provinsi Papua dan Gubernur Provinsi Papua Barat, DPRP dan DPR PB, untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan menindaklanjuti Hasil Rapat Dengar Pendapat sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA Keputusan ini. Dan terakhir Diktum Ketiga: Memerintahkan penyampaian Hasil Rapat Dengar Pendapat sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA kepada pihak berkompeten sebagaimana dimaksud pada diktum KEDUA, paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan ini.

Perlu ditambahkan bahwa dokumen yang disampaikan kepada pihak-pihak berkompeten tersebut di atas terdiri atas: pertama, Keputusan MRP Nomor 6 Tahun 2013 dengan lampirannya yaitu Naskah Laporan Hasil Rapat Dengar Pendapat MRP bersama MRP Provinsi Papua Barat dengan Orang Asli Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam Rangka Evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat; kedua, Dokumen pendukung berupa hasil proceding yang terdiri atas empat buku, masing-masing diberi judul sebagai berikut: (1) Implementasi Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat Dalam Pengalaman Empirik Orang Asli Papua Laporan Hasil Evaluasi Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat, (2) Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat Dalam Demensi Keberlakuan, Yuridis Normatif, Yuridis Sosiologis Dan Yuridis Filosofis (Daftar Inventarisasi Masalah Undang-Undang Otonomi Khusus), (3) Pergulatan Orang Asli Papua Dalam Kekuasaan Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat (Risalah Rapat Dengar Pendapat Dalam Rangka Evaluasi Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat), dan (4) Implementasi Otonomi Khusus Papua Dan Papua Barat Dalam Pandangan Cendekiawan Orang Asli Papua (Kumpulan Makalah Pada Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat).

Seperti dikemukakan pada acara Penutupan Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otonomi Khusus, tanggal 27 Juli 2013, dan sesuai pula dengan semangat Undang-undang Otonomi khusus yang menganut prinsip akuntabilitas, maka hasil proseding yang terdiri dari empat buku tersebut di atas akan kami publikasikan dan akan diberikan pula kepada para peserta Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, tanggal 25-27 Juli 2013.(Mdc/don/l03/@dv)

Kamis, 17 Oktober 2013 06:54, BintangPapua.com

Perlu Ada Sensus Orang Asli Papua

Socratez YomanJAYAPURA-Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis (PGGB) Papua, Socratez Yoman, menyatakan dalam waktu dekat ini akan melayangkan surat terbuka kepada Gubernur Papua dan Papua Barat, yang sifatnya Urgent/mendesak.

Dijelaskan, dalam isi suratnya itu, dirinya menyatakan bahwa melihat belakangan ini terjadi pemekaran kabupaten/kota dan provinsi di Papua dan Papua Barat, yang kenyataannya terkesan liar dan miskin prosedur administrasi di Tanah Papua.

Sehingga disini perlu adanya sensus untuk mengetahui jumlah penduduk asli Papua. Tujuannya untuk membuktikan berapa jumlah penduduk orang asli Papua yang sebenarnya. Pemekaran yang tidak melalui mekanisme dan prosedur syarat-syarat pemerintahan seperti luas wilayah, jumlah penduduk, sumber daya manusia (SDM) , sumber daya alam (SDA).

Karena kondisi yang terjadi selama ini, ternyata wilayah yang sama, rakyat yang sama, tapi ada hadir dua atau tiga bahkan empat kabupaten, yang notabenenya pemekaran itu merupakan bagian dari operasi militer, operasi transmigrasi, politik pecah belah orang asli.

Ditandaskannya, total jumlah penduduk Papua saat ini sebanyak 3.600.000 jiwa, yang terbagi dalam, orang asli Papua 1.700.000 jiwa, dan orang pendatang 1.980.000 jiwa (jumlah penduduk di Jawa Barat hanya 30 juta jiwa).

“Jumlah penduduk asli Papua 1,7 juta jiwa itu apakah jumlah yang benar dan apakah lebih banyak membutuhkan pemekaran kabupaten/kota dan provinsi?,” ungkapnya kepada Bintang Papua via ponselnya, Sabtu, (5/10).

Dengan demikian, jika Papua di tambah lagi tiga provinsi lagi (Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya). Maka jika dengan kondisi 5 provinsi, tentunya tiap provinsi hanya 736 jiwadan ini membuktikan bahwa Papua benar-benar daerah pendudukan.

“Kalau dimekarkan ini jelas tidak memenuhi syarat-syarat administrasi pemerintahan seperti wilayah, penduduk, SDM, dan SDA. Untuk membuktikan jumlah yang sebenarnya jumlah penduduk asli Papua, maka harus adanya Sensus penduduk yang melibatkan gereja-gereja dan LSM-LSM,” pungkasnya.(Nls/don/l03)

Senin, 07 Oktober 2013 05:57, BintangPapua.com

Bainimarama : Tradisi dan Budaya Melanesia Harus Dipertahankan dan Dikembangkan

Perdana Menteri Fiji, Voreqe Bainimarama saat menerima pemberian dari masyarakat adat Kanak (Jubi)
Perdana Menteri Fiji, Voreqe Bainimarama saat menerima pemberian dari masyarakat adat Kanak (Jubi)

Noumea-Kaledonia Baru – Perdana Menteri Fiji, Voreqe Bainimarama, yang akan digantikan sebagai ketua Melanesian Spearhead Group menekankan kebutuhan untuk menjaga budaya dan tradisi Melanesia.

Bainarama menyampaikan hal ini dalam upacara pembukaan secara adat yang dilakukan di wilayah otoritas adat Kanak, di Noumea, New Caledonia, Rabu (19/06). Para pemimpin negara-negara MSG dan undangan disambut dengan sebuah prosesi adat masyarakat Kanaky. Prosesi adat ini berlangsung unik, karena setiap pemimpin negara Melanesia yang datang harus menyerahkan sesuatu yang dibalas juga dengan penyerahan patung asal Kanaky dan Yam (umbi-umbian) untuk ditanam di negara masing-masing para peserta MSG.

PM Bainimarama menjadi tamu utama dalam prosesi pembukaan ini. Ia menekankan pentingnya generasi Melanesia mempertahankan kekayaan budaya dan tradisi Melanesia.

“Ini menunjukkan kepada saya bahwa kami telah mempertahankan kekayaan budaya Melanesia dan tradisi melalui setiap generasi dan memberikan kekompakan pada masyarakat Melanesia secara bersama-sama,” kata PM Bainimarama.

“Ini merupakan hak istimewa dan suatu kehormatan bagi saya dan saya berbicara atas nama semua delegasi di sini, bahwa kita semua telah menciptakan ruang untuk berbagi dalam warisan budaya yang berbeda. Dan khusus Kanaky, anda telah menyambut kami dengan prosesi adat yang menunjukkan kekayaan budaya Melanesia.”

lanjut Bainimarama.

PM Bainimarama menegaskan bahwa budaya dan tradisi Melanesia adalah hal yang membedakan Melanesia dari masyarakat lainnya di seluruh dunia. Ia menambahkan bahwa pekerjaan saat ini yang sedang dilakukan oleh MSG adalah untuk melindungi dan melestarikan pengetahuan tradisional Melanesia.

“MSG telah mengembangkan inisiatif di bawah perjanjian perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya untuk membuat kebijakan yang akan melindungi dan melestarikan budaya dan tradisi apakah itu ekspresi melalui cerita rakyat, lagu dan tari, pengetahuan, seni atau flora dan fauna,”

kata PM Bainimarama. 

Bainimarama menekankan untuk memberikan pengetahuan tradisional kepada generasi muda agar budaya dan tradisi Melanesia berkembang.

“Saya menekankan di sini bahwa pengetahuan tradisional adalah kekayaan intelektual dan salah satu yang tidak dapat dipelajari di sekolah. The Melanesian Arts Festival dan inisiatif lainnya untuk menangkap informasi budaya harus terus didorong. Kami sekarang memiliki teknologi untuk melakukan ini dan harus penuh memanfaatkan ini untuk keuntungan kami sehingga kekayaan budaya dan tradisi tetap hidup untuk generasi yang akan datang, “

kata PM Bainimarama.

Dalam prosesi pembukaan secara adat ini, selain delegasi negara-negara MSG, hadir juga delegasi Indonesia sebagai observer yang dipimpin oleh Wakil Mentri Luar Negeri, Wardana bersama Michael Manufandu dan staff kedutaan Besar RI di Canberra, Australia. Juga hadir sebagai undangan khusus, delegasi West Papua National Coalition Liberation (WPNCL) yang dipimpin oleh John Otto Ondowame.(Jubi/Adm)

June 20, 2013 ,05:46,TJ

Bentrok Hari Ketiga: 2 Korban Meninggal dari Kedua Kubu

Polisi dan Masyarakat Menuju Perang
Polisi dan Masyarakat Menuju Perang

WAMENA [PAPOS] – Bentrokan pascaterbunuhnya Kabag Pemerintahan Nduga oleh anggota DPRD Nduga, di Wamena, Sabtu (23/3) lalu, mengakibatkan 2 korban meninggal dari kedua kubu serta korban luka-luka yang belum diketahui jumlahnya.

Situasi hari ketiga di Kampung Elekma, tempat terjadinya bentrok sejak Minggu (24/3) lalu, berangsur-angsur kondusif. Sejak pagi, tidak ada pergerakan dan konsentrasi massa dari kedua belah pihak yang terlipat bentrok.

Pantauan Papua Pos di Kampung Elekma dan sekitar daerah Sinakma, masyarakat sudah memulai aktifitas seperti biasa. Kegiatan ekonomi di Pasar Sinakma pada pagi hari juga sudah kembali normal. Namum sejumlah petugas gabungan TNI-Polri masih terlihat berjaga-jaga di Kampung Elekma, Distrik Napua.

Terlihat juga beberapa warga masih berlalu lalang dengan membawa senjata tajam dan panah di kampung tersebut, dan beberapa kelompok-kelompok kecil dari masing-masing kubu masih terlihat berkumpul namun tidak ada aktifitas untuk melanjutkan perang.

kapolres Jayawijaya AKBP Fernando S Napitupulu, Sik ketika ditemui Papua Pos, Selasa kemarin mengatakan, saat ini situasi sudah berhasil dikendalikan, dan sudah ada komitmen untuk melakukan mediasi dan kesepatakan damai dari Bupati Nduga.

“Sudah ada kesepakatan tadi (kemarin, red) dengan pak Bupati Nduga, beliau akan bertemu dengan tokoh-tokoh dari masing-masing pihak untuk segera mencari solusi terbaik dan menghentikan peperangan,” jelas Kapolres.

Kapolres juga mengatakan, sampai dengan kemarin, korban yang meninggal dari kedua belah pihak diketahui berjumlah dua orang. Salah satunya berasal dari Suku Lanny. Sedangkan korban luka-luka dirinya tidak mengetahui secara pasti.

“Yang meninggal ada dua orang, dan salah satunya adalah dari suku Lanny, korban yang luka kita tidak tahu secara pasti, karena mereka tidak mau dibawa ke rumah sakit. Mereka langsung dibawa k erumah mereka jadi kita kesulitan mengetahui jumlah pasti korban luka-luka,” terang Kapolres Napitupulu.

Disinggung adanya aksi balasan dari salah satu kubu yang meninggal akibat peperangan tersebut, katanya ia sudah bertemu dengan pihak terkait dan mereka sudah menyatakan untuk berdamai dan tidak berperang lagi.

“Mereka sepakat berdamai, tidak melanjutkan perang. Mudah-mudahan semuanya sesuai rencana sehingga bisa diselesaikan dengan cara damai, tidak ada pertumpahan darah lagi,” tukasnya. (atz)

Rabu, 27 Maret 2013 00:54, Ditulis oleh Atis/Papos

Enhanced by Zemanta

Perang Suku Berlanjut, Wakapolda Prihatin

timika-perang suku
Perang suku di TImika

WAMENA [PAPOS] – Buntut penikaman terhadap salah satu pejabat Pemerintah Kabupaten Nduga oleh salah satu anggota DPRD Nduga, Sabtu (23/3) lalu, berlanjut dengan perang suku. Perang yang dimulai Minggu (24/3) di mana saling serang antara pihak korban dan pelaku, masih berlanjut hingga Senin (25/3) dengan jumlah massa yang lebih banyak.

Pantauan Papua Pos, akibat dari perang suku tersebut, daerah Pasar Sinakma Wamena, aktifitas ekonomi lumpuh. Kios-kios dan toko serta los pasar yang tiap harinya berjualan hasil bumi masyarakat setempat, Senin pagi sampai dengan sore hari tidak ada aktifitas jual-beli. Para pedagang lebih memilih menutup usahanya untuk sementara.

Informasi yang berhasil dihimpun Papua Pos, aparat gabungan TNI-Polri sudah bersiaga dan berjaga-jaga di lokasi terjadinya peperangan untuk mencegah meluasnya aksi tersebut. Namun aparat tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi konflik antarsaudara tersebut. Aparat hanya berjaga-jaga dan berusaha menenangkan massa dengan pendekatan persuasif.

Pada sore hari sekitar pukul 16.00 Wit, Wakapolda Papua, Brigjen PolPaulus Waterpauw bersama Bupati Jayawijaya Wempi Wetipo, S.Sos, SH, M.Par bersama petinggi TNI-Polri langsung menuju ke lokasi peperangan untuk melakukan mediasi dan berdialog dengan kedua warga yang terlibat pertikaian.

Di depan massa dari pihak korban, Wakalpolda mengatakan untuk dapat menahan diri dan tidak main hakim sendiri. Semua perkara ada jalan keluarnya, bisa diselesaikan dengan jalan damai. ”Kita berharap masyarakat tidak melanjutkan peperangan ini. Tadi saya sudah bertemu dengan Bupati Nduga dan telah menyampaikan maksud dan tujuan kami,” kata Wakapolda.

Ia menegaskan, jangan ada lagi pertumpahan darah dan korban. “Hentikan peperangan, kita bisa bicara dan selesaikan masalah ini dengan baik, kita tidak harapkan masalah ini menjadi lebih besar dan meluas,” tegas Paulus.

Kehadiran dirinya bersama pemerintah dan petinggi TNI-Polri adalah untuk melakukan mediasi dan dialog dengan kedua belah pihak yang bertikai. Dirinya juga mengatakan keprihatinan yang mendalam atas terjadinya peristiwa ini.

Kalau bisa permasalahan ini diproses secara hukum karena ada aturan dan ada hukumnya. Jangan berhadapan satu dengan yang lain lalu saling menyakiti dan melukai sampai saling membunuh. “Kita mau ke depan semua dapat melihat kehidupan yang lebih baik. Kita mau maju dan hidup lebih baik daripada yang sekarang. Jadi kalau ada masalah seperti ini, mari diselesaikan dengan baik,”ajak Wakapolda Waterpauw di hadapan massa dari pihak korban.

Pada waktu yang sama, Bupati Jayawijaya Wempi Wetipo juga mengatakan pihaknya tidak menghendaki jatuhnya korban hanya karena persoalan-persoalan seperti ini. ”Saya tidak mau masyarakat mati sia-sia hanya karena persoalan seperti ini,” ujar Wempi.

Mengenai jatuhnya korban dari kedua belah pihak, Wempi mengatakan akan bertanggung jawab bersama Bupati Nduga.

Jumlah korban dari kedua belah pihak yang bertikai belum diketahui secara pasti. Baik korban luka-luka maupun yang meninggal dunia. Saat ini pihak TNI-Polri bersama pemerintah setempat masih melakukan mediasi terhadap pihak korban maupun pelaku.

Diberitakan harian ini sebelumnya, seorang anggota DPRD Kabupaten Nduga inisial RK menikam salah satu pejabat daerah tersebut, yakni Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan, Yustinus Gwijangge, S.Ip hingga meninggal dunia, Sabtu (23/3).

Pelaku RK nekad melakukan aksinya saat memprotes akan adanya pemekaran distrik dalam waktu dekat yang disampaikan oleh Bupati Nduga dalam rapat koordinasi pada salah satu hotel di Wamena, Sabtu lalu. Selain menikam kabag pemerintahan, pelaku juga melukai seorang pelajar dan rekannya sesama anggota DPRD dengan senjata tajam yang dibawanya. [atz]

Selasa, 26 Maret 2013 00:42, Ditulis oleh Atis/Papos

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny