Sope menyerukan pemerintah Vanuatu untuk menghidupkan kembali lobi Papua

Seorang mantan perdana menteri Vanuatu dan pemimpin Partai Progresif Melanesia, Barak Sope, telah meminta pemerintah untuk terus menerapkan tekanan politik, diplomatik dan hukum di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Jakarta untuk memungkinkan Papua Barat untuk mengadakan referendum kemerdekaan dari Indonesia.

Mr Sope membuat panggilan melalui surat kabar harian Pos sebagai pemerintah Edward Natapei adalah mengurangi dari upaya lobi administrasi sebelumnya.

Dia mengatakan perdana menteri pertama Vanuatu, Pastor Walter Lini, selalu mempertahankan bahwa selama pulau-pulau lain dan daerah di Pasifik tetap koloni, Vanuatu tidak independen baik.

Menurut Tuan Sope, Pastor Lini mengatakan Papua Barat seharusnya menjadi negara pertama di Pasifik untuk menjadi mandiri dan mendesak rezim Natapei untuk mensponsori kasus di pengadilan Amerika untuk menyatakan tindakan Papua Barat dari pilihan bebas inkonstitusional.

Isi Berita © Selandia Baru Radio InternationalPO Box 123, Wellington, Selandia Baru
by Richson Aruman on Wednesday, November 3, 2010 at 2:45am

Apa Kata Komnas Ham Papua, Tentang Pelantikan SBY-Boediono Hari ini

Mathius Murib
Mathius Murib

Hari ini Selasa (20/10), negara telah mengagendakan untuk pelantikan pasangan Presiden/Wakil Presiden terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih ini, tentu saja mengundang banyak harapan masyarakat, tidak terkecuali dari Komnas HAM Kantor Pewakilan Papua. Seperti apa harapan mereka?

Oleh: Hendrik Hay

WAKIL Ketua Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua Matius Murib SH, menanggapi soal rencana pelantikan SBY sebagai Presiden RI ke 7 yang bakal digelar Selasa (20/10) hari ini di Jakarta mengatakan, Komnas HAM dan para korban pelanggaran HAM di Papua masih menaruh harapan atas kepemimpinan SBY untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Papua.

“Kami berharap banyak untuk kepemimpinan yang baru SBY tidak mengulangi, meneruskan sikap malas tahu terhadap kasus pelanggaran HAM di Papua,” ungkapnya

kepada Bintang Papua Senin di ruang kerjanya, Senin (19/10), kemarin.

Dikatakan, dia (SBY-red) harus berani dan tegas serta sesuai nurani, sebagai presiden RI, harus menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Papua secara serius. Tidak banyak mungkin dua atau tiga kasus bisa didorong untuk memberikan kepastian akan kasus-kasus tersebut.

“Kalau memang SBY berani menyelesaikan kurang 3 kasus dari lima kasus pelanggaran HAM Papua, maka rakyat Papua bisa menarik napas lega, tapi selama itu belum ada kemauan politik untuk memperbaiki masalah pelanggaran HAM, maka SBY masih gagal,” tegasnya.

Dirinya menilai, dengan status Otonomi Khusus Papua, pemerintah bisa mencinptakan suasana yang lebih baik dan lebih serius, sehingga memberi rasa keadilan bagi warga negara Indonesia yang ada di provinsi tertimur Indonesia ini.

Harapan tersebut, kata Murib, dilatarbelakangi kepemimpinan SBY pada periode yan lalu belum memberikan perhatian terhadap permintaan, serta tuntutan warga negara di Tanah Papua untuk mendapatkan keadilan. “Karena setiap kali masyarakat menuntut hak-haknya, pemerintah masih terus menstigmatisasi mereka sebagai pembangkang, seperatis yang tidak perlu mendapatkan keadilan oleh negara. Hal ini membuat kesan di masyarakat Papua bahwa pemerintah sendiri berusaha melemahkan peran lembaga HAM di Papua,” jelasnya. “Jadi tidak mengherankan kalau Papua akan terus dikorbankan,” akunya.

Menyingung seberapa banyak kasus pelanggaran HAM Papua yang menjadi perhatian Murib mengatakan, banyak pelanggaran HAM yang terjadi akan tetapi yang dinilai sebagai pelanggaran HAM Berat oleh Komnas HAM adalah beberapa seperti kasus Wasior, Pembobolan Gedung Senjata di Wamena serta kasus Abepura.

“Tidak ada perhatian pemerintahan SBY walaupun Komnas HAM telah melakukan penyelidikan lengkap sesuai prosedur yang berlaku, serta mendorong kasus-kasus ini ke Mahakaman Agung, tetapi tidakberkas-berkas kasus selalu ditolak MA padahal penyelidikan sudah lengkap,”terangnya kesal.

Penolakan dengan alasan berkas kurang lengkap, tambahnya, akibat dari kesimpulan awal yang tidak berdasar terhadap orang Papua. “Banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang sengaja dipolitisir negara,” ungkapnya.

“Padahal kami sudah melakukan pemantauan dan penyelidikan, berkasnya sudah lengkap, ada data, ada bukti ada korban dan juga dugaan pelaku, itu sudah dirumuskan, sehingga pengadilan HAM bisa memutuskan perkara tiga kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat,” harapnya.

Kasus pelanggaran HAM di Papua, lanjutnya, tidak pernah mendapat perhatian Negara, bahkan yang ada negara terkesan berupaya mengaburkan kasus-kasus ini.

“Kalau saja satu kasus bisa diperhatikan dan diputuskan secara adil, sesuai dengan Hak-Hak Asasi Manusia secara nasional maupun internasional yang sudah di ratifikasi oleh pemerintah Indonesia itu, kita anggap SBY berhasil,” pungkasnya.

Akan tetapi hingga saat ini belum ada kasus pelanggaran HAM yang terselesaikan secara baik dan memberikan rasa keadilan bagi korban, maka bagi para korban secara khusus dan rakyat Papua kempemimpinan SBY pada masa yang lalu belum berhasil. Indikatornya adalah tiga kasus besar yang secara resmi ditangani Komnas HAM

Sementara terkait dengan kasus pelanggaran HAM yang sempat didorong ke Pengadilan HAM di Makasar, Murib menjawab, memang kasus tersebut adalah kasus Abepura 7 Desember 2000 akan tetapi putusan pengadilan tersebut memang mengecewakan.“Tidak memberikan rasa keadilan bagi korban malah korban diistigmakan sebagai separatis dan OPM, sedangkan pelaku pemebunuhan bebas dari jeratan hukum,” ucapnya dengan nada kesal.***

Gillard Diminta Tekan Indonesia (salah satunya pelanggaran ham di papua)

SYDNEY, KOMPAS.com – Human Rights Watch (HRW), Jumat (29/10), mendesak Perdana Menteri Australia, Julia Gillard, menekan Indonesia agar melakukan penyidikan lengkap terkait penyiksaan oleh TNI terhadap warga Papua saat dia berkunjung ke Jakarta minggu depan.

“Gillard harus menuntut agar kasus-kasus baru-baru ini tentang penyiksaan oleh pasukan keamanan Indonesia diselidiki secara kredibel, tidak disapu ke bawah karpet,” kata Elaine Pearson, wakil direktur Asia Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York itu.

Desakan itu muncul setelah sebuah video yang menunjukkan dua orang Papua ditendang dan disiksa muncul di internet. Gambar video itu memicu kemarahan internasional. Tentara Nasional Indonesia (TNI) kemudian mengakui anggota terlibat dalam penyiksaan tersebut dan menyebut perilaku mereka “tidak profesional”.

Agustus lalu, para petugas polisi dari Detasemen Khusus (Densus) 88 juga diduga telah menyiksa sekelompok aktivis gerakan separatis Republik Maluku Selatan (RMS) di Provinsi Maluku.

Canberra memberikan jutaan dollar Australia bagi pendanaan Densus 88, unit kontra-teroris yang lahir setelah peristiwa bom Bali 2002 yang menewaskan banyak warga Australia.

Gillard akan bertemu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pekan depan dalam perjalanan regional pertamanya sejak menjadi perdana menteri.

Australia menyediakan bantuan kepada Indonesia, tetangga terdekat, untuk berbagai kebijakan kontra-terorisme melalui pelatihan pasukan militer Indonesia. Baru-baru ini, pasukan khusus Australia mengadakan latihan anti-teror dengan rekan-rekan Indonesia mereka di Bali.

SBY: “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai Semestinya Tahu Itu!

“SBY bilang ‘I Love Papua!’, punya arti jelas bagi siapapun, termasuk bagi si penasehatnya Velix Wanggai. Ucapan SBY ini tidak mengagetkan, tidak membingungkan, tidak mendua arti, dan terutama ini lagu lama yang diputar kembali. Yang kaget dan tergugah, seperti Velix Wanggai, berarti Velix mereka harus tahu sejarah Tanah Papua selama proses invasi dan pencaplokan oleh NKRI,” demikian tegas General TRWP Mathias Wenda, Panglima Tertinggi Komando Revolusi dari Markas Pusat Pertahanan.

Berikut petikan wawancara per telepon PMNews dengan General TRWP Mathias Wenda (TRWP), Panglima Tertinggi Komando Revolusi dari Markas Pusat Pertahanan:

PMNews: Syaloom! dan Selamat Sore
TRWP:    Syaloom!
PMNews: Kami mau sampaikan bahwa tadi Presiden Kolonial Indoensia bilang “I Love Papua!” dengan dalil-dalil bahwa banyak uang sudah dikuncurkan dalam Otonomi Khusus dan pendekatan Presiden SBY ialah mensejahterakan orang Papua, yaitu pendekatan sosial dan ekonomi.
TRWP: Oh, dia bilang “I Love Papua?” itu artinya “Saya cinta Papua to?”
PMNews: Ya, terjemahan langsung artinya “Saya cinta Papua!”
TRWP: Dia langsung bicara ka, atau jubir yang bicara?
PMNews: Staf ahli bidang Otonomi dearah namanya Velix Wanggai yang sampaikan reaksi Presiden SBY saat menyatakan kesiapannya untuk datang ke Papua November mendatang.
TRWP: Ehe he he. Baru Velix dia bilang apa?
PMNews: Velix bilang, saya kutip langsung “Di akhir audiensi ini, Presiden SBY mengatakan bahwa ‘I love Papua’, mari kita bersama ubah Papua menuju Papua yang lebih baik,” ujar Velix menirukan SBY.
TRWP: Ehe he he he. Ehe he he. Ehe he haaaaaaaaaa. Coba baca ulang kalimat tadi. Dan baca pelan-pelan.
PMNews: [Baca ulang pernyataan Velix]
TRWP: Heheeee. Baru tanggapan anak-anak Papua bagaimana. Trus tanggapan rakyat Indonesia yang sudah nonto video pemotongan kemaluan oleh kolonial TNI itu mereka betulkan ucapan Presiden mereka ka? Bagaimana?
PMNews: Kami baca berita di Internet, kebanyakan anak-anak Papua bilang “Jangan bicara saja, buktikan segera.” Ada yang bilang, “Buktikan dengan 75% dana dari pajak di West Papua masuk di Tanah Papua dan 25% saja diserahkan ke Jawa.”
TRWP: Trus orang Indonesia punya tanggapan?
PMNews: Kebanyakan orang Indonesia sama pendapat, tetapi ada yang menyinggung kenapa SBY gunakan bahasa Inggris, presiden dari Indonesia tetapi selalu gunakan bahasa Inggris. Banyak komentar tidak percaya bahwa yang SBY bilang itu benar. Banyak juga yang bilang, SBY hanya membangun citra pribadinya. Ada yang bilang misalya, “jgn cuma dimulut aja mn buktinya klu anda cinta papua……………….!!!”
TRWP: Ehe he he he. Ehe he he. Ehe he haaaaaaaaaa. Ternyatan rakyatnya memang sama dengan presiden mereka. Memang presiden kan dari rakyat Indonesia, jadi mereka semua sama. Saya kaget, orang Papua malah pikir sama saja dengan orang Indonesia. Mungkin harus kita maklumi, anak-anak Papua semua didikan NKRI, jadi pikirannya sama dengan mereka?

Sekarang saya kasih tahu, baik kepada orang Indonesia maupun secara khusus kepada anak-anak mahasiswa dan Pemuda Papua ditambah masyarakat Papua pada umumnya.

Setiap orang besar Indonesia bicara begitu, Anda harus cerna baik, pikir baik, artikan baik, baru dengan begitu tanggapan akan baik. Tetapi ternyata semua tanggapan sama saja. Yang SBY maksud lain, tanggapan yang datang sama sekali meleset dari maksud SBY.

Pertama, saya biasa dengar di Radio Indonesia itu SBY kebanyakan gunakan bahasa Inggris, mungkin globalisasi jadi SBY dia punya bahasa juga globalisasikan. Tetapi saya ucapkan terimakasih kepada SBY dengan bahasa Inggris kali ini, karena bahasa Inggris yang ini jelas, benar dan tepat, tidak meleset dari fakta dan pengalaman sejarah dalam pendudukan NKRI.

Ucapan dari pejabat NKRI ini sudah jelas, terang benderang, dan tidak perlu diartikan lagi, dan mereka bilang kepada kami semua dengan terbuka dan berulangkali. Cuma orang Papua tidak mengerti bahasa Inggris jadi tidak paham?

Kedua, kalimat beliau itu bunyinya, “I love Papua”, begitukah?
PMNews: Ya, begitu.
TRWP:     Betul sekali, memang NKRI cinta Papua. Kalimat ini jelas-jelas mengabaikan fakta bahwa di Tanah itu ada manusia Papua, termasuk Velix Wanggai, yang dengan kalimatnya itu SBY tidak mau tahu.

Anda tahu, dulu Ali Murtopo dia Komandan Operasi Intelijen Trikora, jadi satu waktu dia kumpulkan semua pendukung Papua Merdeka, termasuk Bapak Nicolaas Jouwe yang sudah pulang itu. Murtopo bilang begini, “Indonesia tidak tertarik dengan manusia Papua. Yang Indonesia perlu Tanah Papua ini. Jadi, kalau orang Papua mau bikin negara, minta Amerika Serikat carikan tempat di bulan sana, atau berdoa kepada Tuhan untuk menciptakan Bumi baru buat kalian bikin negara di sana. Sudah banyak nyawa orang Indonesia melayang untuk tanah ini, jadi jangan macam-macam. Kalau ada yang macam-macam, saya tidak segan-segan akan tembak di tempat.” Begitu kira-kira lagu yang SBY putar ulang itu berbunyi.

Itu bunyi syairnya, nah judulnya itu yang SBY bilang “I Love Papua!”

Menurut bahasa Inggris, “I Love Papua” artinya saya cinta Papua. Jadi, syair Ali Murtopo dengan judul SBY ini langsung klop. Kalau Velix Wanggai kaget dan bangga atau senang dengan ucapan ini, maka dia harus belajar bahasa Inggris dan dia juga harus belajar sejarah Tanah ini. Terbukti dia tidak tahu syair Ali Murtopo ini, sehingga SBY yang memberikan judul saja dianggap hebat dan kemudian dipamer-pamerkan di media. Ini mendidik atau membodohi?

“I Love Papua” artinya saya cinta Tanah Papua, jadi tidak termasuk Velix Wanggai, tidak termasuk Anda dan saya. Pokoknya manusia tidak termasuk ke dalam lagu ini.  Saya ajar kamu anak sekolah begini, kalau SBY juga cinta manusia, yaitu bertentangan dengan syair Ali Murtopo tadi, maka SBY akan bilang, “I Love Papuans”, saya cinta orang Papua. SBY bilang “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai seharusnya tahu kalau Anda Orang Papua, maka Anda TIDAK TERMASUK YANG DICINTAI SBY (itu yang terakhir tulis huruf besar semua). Selanjutnya Anda bisa uraikan arti, maksud, makna dan seterusnya sampai berbuku-buku. Kalau SBY cinta tanah dan manusianya, maka dia akan bilang, “I love the Papua Land and her Peoples!” Tetapi kalau dia bilang begitu, maka syair Ali Murtopo tadi tidak klop dengan judul SBY ini, makanya orang besar Indonesia bicara itu tidak sembarang. Antara judul dan syair lagu mereka harus klop, tidak meleset kiri-kanan.

PMNews: Maaf, kami potong sebelum Bapak lanjut. Ini kalimat penutup Velix Wanggai, sebuah lagu tentang Tanah Papua, yang dinyanyikan SBY bersama Velix Wanggai, “Kata Presiden, ‘Disana pulauku yang kupuja selalu, Tanah Papua pulau indah. Hutan dan lautmu yang membisu selalu, cenderawasih burung emas. Gunung gunung lembah lembah yang penuh misteri’,” papar Velix.

TRWP: Hehehe, Hahahaaaaaaaaa. Itu jelas sekali. Itu syair sambungan dari Ali Murtopo tadi, penjajah lainnya atas nama “Trio Ambisi”, lagu yang sudah banyak menggugah hati orang Papua sendiri. Orang Papua rajin dan semangat menyanyi lagu ini, makanya SBY juga merasa perlu menguatkan. Kenapa? Karena SBY dan NKRI tahu bahwa lagu itu sama sekali tidak menyebutkan MANUSIA PAPUA. Ada keragaman budaya dengan suku-suku, ada tradisi tarian dan musik, ada dinamika sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam kehidupan orang Papua, tetapi lagu ini hanya menyebut Tanah dan kekayaannya. Makanya syair ini sangat klop dengan syair Ali Murtopo tadi. Jadi, setelah SBY kasih judul, ia teruskan dengan syair berikut, menyambung Ali Murtopo.

Kalau Indonesia hanya cinta dengan tanah air dan kandungannya, lalu manusianya diapakan? Manusianya dicintai? Jawabannya tentu tidak. Manusianya dimusnahkan, karena mereka mengejar apa yang mereka cintai, “Papua!” yakni Tanah air yang leluhur orang Papua telah tinggalkan untuk kami.

Memang penjajahan di seluruh dunia dilakukan karena Tanah, bukan karena orangnya. Dan hampir semua penjajah tidak pernah mencintai penduduk penghuni tanah yang mereka kejar itu. Ini yang terjadi sekarang. Ini yang dikatakan SBY, “I love Papua!”, artinya, “I don’t know about Papuans!” Artinya, “Papua kamu kalau mau bikin negara, minta Tuhan timbulkan pulau baru di Pasifik buat kamu tinggal bikin negara di sana, karena I Love Papua, not you Papuans.!

Jadi, harus jelas antara “I love Papua” dengan “I love Papuans!” Makanya jangan kasih tanggapan kalau tidak mengerti bahasa Inggris. Makanya jangan jelaskan dengan berapi-api kalau tidak tahu sejarah invasi dan pendudukan NKRI di Tanah Papua yang SBY cintai itu.

SBY bilang “I Love Papua!”, bukan berarti “I Love Papuans!”, Velix Wanggai Semestinya Tahu Itu!

Sumber: Berita yang ditanggapi di sini

TNI Selidiki Video Kekerasan di Papua

Written by Ant/Agi/Papos
Thursday, 21 October 2010 00:00

Jakarta [PAPOS] – Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, adanya video penganiayaan terhadap warga Papua yang diduga dilakukan oleh oknum TNI harus dibuktikan kebenarannya.

“Harus dipastikan dulu apa yang terjadi. Kalau memang ada prajurit yang salah, maka akan ditindak sesuai aturan yang ada,” katanya usai penyerahan tiga unit Helikopter serang MI-35P kepada TNI AD, di Skuadron 21 Lapangan Terbang Pondok Cabe, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu.

Menurut dia, kepastian kejadian yang sebenarnya diperlukan agar pihaknya bisa melakukan tindakan kepada oknum TNI yang melakukan pelanggaran.

“Kasus video papua, kita masih menyelidiki apakah informasinya akurat dan benar. Apakah itu oknum, apakah yang melakukan satuan sehingga jelas komandonya. Jadi kalau memang ditemukan seperti itu, maka kita tindak,” tegasnya.

Markas Besar TNI tengah menyelediki secara intensif video yang menampilkan aksi kekerasan oleh oknum TNI terhadap anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), kata Juru Bicara TNI Mayjen TNI Aslizar Tandjung di Jakarta, Selasa.

Dalam pernyataannya yang diterima wartawan, Aslizar mengatakan, penyelidikan meliputi tempat dan tempat kejadian, serta keaslian dari video tersebut. “Penyelidikan dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat luas,” katanya.

Ia menambahkan, “Bila terbukti terdapat oknum TNI yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut, maka dipastikan Pimpinan TNI akan mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku,”.

Sementara itu, Ketua Komisi I, Mahfudz Siddiq, menyayangkan jika aksi penyiksaan dalam kegiatan interogasi itu benar-benar dilakukan oleh oknum TNI. Pasalnya, interogasi sendiri hanya boleh dilakukan oleh aparat kepolisian dalam ranah pro-yustisia.

sementara anggota Komisi I, Effendi Choiri, menegaskan, TNI dipercaya untuk bertugas menjaga kedaulatan negara secara umum dan bukan menjaga orang per orang setiap warga negara. “Enggak boleh memperlakukan orang semena-mena. Kalau ada pelanggaran hukum, itu bagian polisi, bukan bagian TNI,” katanya.

Sementara itu pakar telematika Roy Suryo menilai video kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota TNI kepada warga Papua seperti yang disiarkan oleh “Asian Human Rights Commsission” diragukan kebenarannya,

“Setelah saya perhatikan dan saya unggah terdapat banyak hal yang meragukan dari video yang sempat beredar di Youtube,” kata Roy Suryo saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.

Menurut Roy Suryo , sejumlah hal yang meragukan dari tindak kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI itu antara lain dialog yang dilakukan sangat tidak sesuai. Selain itu juga tanda kepangkatan yang letaknya tidak sesuai dengan yang seharusnya.

“Memang yang melakukan tindak kekerasan menggunakan baju loreng seperti halnya anggota TNI . Tapi dari hasil analisis saya, banyak hal yang sangat meragukan sehingga kebenarannya patut dipertanyakan,” katanya.

Analisis tersebut, katanya, telah dilakukan dengan cara-cara yang ilmiah sehingga dapat disimpulkan bahwa kebenaran adanya kekerasan yang dilakukan prajurit TNI melalui Youtube tersebut sangat meragukan.

Video berdurasi empat menit dan 47 detik tersebut beredar di situs Youtube selama sehari hingga Senin siang (18/10). Namun, video tersebut dicabut dan muncul dalam versi satu menit.

Dalam keterangan pers yang dimuat situs “Asian Human Rights Commission (AHRC), video itu direkam pada Oktober 2010 di Tingginambut, Puncak Jaya, Papua.

Video tersebut diantaranya menggambarkan pria” berseragam “TNI menendang salah satu warga Papua, sementara warga lain ditidurkan di tanah dan dengan parang diletakkan di leher.

Warga Papua lain berbaring tanpa pakaian dengan kaki dan tangan diikat terus ditanyai tentang tempat penyimpanan senjata milik kelompok separatis organisasi Papua Merdeka (OPM). [ant/agi]

Video Kekerasan Papua Ramai di Media Asing

Kamis, 21 Oktober 2010, 11:08 WIB
Ita Lismawati F. Malau

Video penyiksaan warga Papua Barat (Asian Human Rights Commission)
VIVAnews – Video kekerasan sekelompok berpakaian loreng hijau terhadap korban yang diduga warga Papua Barat mulai bergaung di dunia internasional.  Sejumlah lembaga hak asasi manusia (HAM) pun mendesak pemerintah Indonesia untuk menginvestigasi kebenaran dari video itu.

Salah satunya adalah Human Rights Watch (HRW) yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. “Siapapun yang terlibat dalam kekerasan ini harus dibawa ke jalur hukum. Publik perlu melihat bahwa keadilan dijalankan,” kata Wakil Direktur HRW untuk kawasan Asia, Phil Robertson, dalam situs lembaga independen ini, 20 Oktober 2010.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah video berdurasi sekitar 10 menit beredar di dunia internet dengan judul,”Indonesian military ill-treat and torture indigenous Papuans.” Dalam video, tampak sekelompok pria berbaju mirip tentara memukuli kepala korban dengan helm tentara dan menendang bertubi-tubi. Bersenjata lengkap, pelaku kekerasan diduga tengah melakukan interogasi kepada korban soal gerakan separatis di Papua.

Sumber lokal menyebutkan gambar video diambil di Distrik Tingginambut, Puncak Jaya, Papua Barat. Dari data di video, kemungkinan pengambilan gambar dilakukan 30 Mei 2010 sekitar pukul 13.30 waktu setempat.

Salah satu korban yang berbicara dialek Lani, diketahui bernama Kiwo, dilucuti hingga ke bagian pakaian dalam. Interogator lalu meminta data soal senjata milik kelompok-kelompok separatis. Kiwo mengaku tidak tahu apa-apa tentang senjata karena dia hanya penduduk biasa di Tingginambut.  Setelah beberapa menit interogasi, para pelaku kekerasan membakar kemaluan Kiwo.

HRW mendesak negara-negara donor seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris memberikan bantuan kepada penegak hukum agar mampu menekan pemerintah Indonesia dalam melakukan penyelidikan yang kredibel. Dengan demikian, semua pelaku dapat diseret ke meja hijau.

Menurut Robertson, kepastian hukum dalam kasus ini menjadi ujian dan kunci, tak hanya untuk Indonesia, tapi juga negara pemberi bantuan militer. “Kredibilitas pemerintah, militer, dan mereka yang memberikan bantuan militer, semua dipertaruhkan.”

Sementara situs CNN mengutip pernyataan Donna Guest, Wakil Direktur  Amnesty International untuk Asia Pasifik. “Kasus ini adalah pengingat terbaru bahwa penyiksaan dan perlakuan buruk di Indonesia sering tak tersentuh hukum dan pelaku bisa bebas dari jeratan hukum,” kata dia.

CNN pun menurunkan pernyataan dari juru bicara militer Indonesia, Aslizar Tanjung yang mengatakan bahwa pihaknya harus membuktikan keaslian video ini, termasuk lokasi, waktu, dan aktivitas yang terekam dalam video.

“Prajurit Indonesia mendapat pendidikan standar operasi sehingga mereka diwajibkan sadar, bertanggung jawab, dan mereka pun diberikan pengetahuan soal HAM. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di lapangan,” kata Aslizar.

Dia berjanji akan segera mengusut video tersebut sehingga ada klarifikasi yang jelas mengenai apa sebenarnya yang terjadi. “sejauh ini, baru tuduhan dan kami harus buktikan keasliannya.”

Laman asal Inggris, Guardian pun dengan rinci menjelaskan kekerasan yang terdapat dalam video ini. Lebih lanjut Guardian menulis bahwa video ini diambil menggunakan telepon genggam salah satu interogator.

• VIVAnews
Lihat Videonya di sini

KNPB Tuntut Masalah HAM

vDEMO : Massa KNPB saat mendatangi Gedung DPRP untuk menyampaikan aspirasi terkait masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua
DEMO : Massa KNPB saat mendatangi Gedung DPRP untuk menyampaikan aspirasi terkait masalah pelanggaran HAM di Tanah Papua

JAYAPURA [PAPOS] – Ratusan massa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama Penjaga Tanah Papua (Petapa) mendatangi Gedung DPR Papua, Senin (18/10) kemarin, menuntut penyelesaian masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.

Massa yang berjumlah sekitar 300 orang itu sebelumnya berencana untuk melakukan long march dari Abepura hingga ke gedung DPR Papua di pusat kota Jayapura namun tidak diberikan ijin, akhirnya massa yang berasal dari Perumnas III, Sentani, Ekspo dating ke Gedung DPRP dengan menggunakan truk dan taksi. Mereka juga membawa berbagai macam spanduk, salah satu spanduk yang dibawa tersebut bertuliskan, “ Polisi harus mereformasi diri secara total biar ditingkat konstitusi maupun implementasi. Rakyat Papua mendesak DPRP untuk membentuk tim independen untuk menuntaskan masalah HAM di Tanah Papua. Rakyat Bangsa Papua Perlahan-lahan sedang punah oleh kekerasan militer. Rakyat Bangsa Papua bukan tempat laboratorium atau praktek tembak menembak oleh TNI/Polri”.

Written by Loy/Papos
Tuesday, 19 October 2010 00:00

Massa yang tiba di Jayapura tidak langsung ke Gedung DPRP, tetapi massa turun di Taman Imbi lalu berjalan kaki menuju ke Gedung DPR Papua dan berlari-lari sambil berteriak yel-yel Papua.

Tiba di gedung DPRP massa tidak langsung diterima anggota DPRP, tetapi mereka melakukan orasi-orasi yang isinya menuntut penengakan HAM atas penembakan yang terjadi di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI/Polri.

Massa meminta pemerintah untuk bertanggung jawab atas penembakan terhadap Theis H. Eluay, Opinus Tabuni, Nahason Mabel, Kelly Kwalik, Ismail Lokobal, dan beberapa kasus penembakan yang terjadi di Manokwari dan daerah lain di Tanah Papua.

Akhirnya Wakil Ketua dan Anggota Komisi A DPRP menerima mereka, pernyataan sikap KNPB dibacakan dan disampaikan oleh Ketua Umum DAP Papua Forkorus Yamboisembut, S.Pd yang diterima Wakil Ketua Komis A, Ir. Wenan Watori. Dalam pernyataan sikap disebutkan, bahwa sejak reformasi di Indonesia, rakyat Papua mendapat ruang kebebasan terbuka lebar untuk menyampaikan berbagai tuntutan mulai dari penarikan TNI, penarikan transmigrasi, penegakan HAM dan pengakuan Hak-Hak politik orang Papua, mereka juga mendesak agar pihak Kepolisian mereformasi diri secara total.

Namun dibalik reformasi yang telah berjalan, negara melakukan berbagai operasi pembunuhan kilat, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang dan pemenjerahan para tokoh pejuang Papua. “Negara gagal menjamin hak hidup orang Papua, bukti kegagalan itu adalah terjadinya penculikan dan pembunuhan di Tanah Papua ini,” kata Forkorus.

Lebih jauh Fokorus mengungkapkan, kematian masyarakat Papua terus terjadi dari hari kehari dan akan terus berlangsung secara perlahan-lahan kepunahan hak hidup orang asli Papua akibat kekerasan aparat militer dan sipil yang ada di atas tanah Papua ini.

Dia mengatakan, kekerasan militer tidak dapat dibenarkan sesuai dengan hati nurani orang asli Papua, juga tidak sesuai dengan instrument hukum internasional dan hak azasi manusi serta bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 dan negara tidak bisa mengkriminalisasi masyarakat adat Papua serta menjustifikasi separatis.

Untuk itu, Fokorus menegaskan, Dewan Adat Papua mendesak Gubernur Papua dan DPRP untuk segera mengambil langkah-langkah untuk penyelamatkan hak hidup rakyat Papua dan menekan reaksi repressive militer untuk mereformasi diri dalam implemntasi justisia karena kekerasan bukan solusi untuk menyelesaikan masalah Papua tetapi justru melahirkan kekerasan baru.

Setelah menyampaikan aspirasi tersebut dan menyerahkan kepada Wakil Ketua Komisi A, Ir. Wenan Watori, Watori mengatakan akan menerima aspirasi ini dan menyemapikan kepada pimpinan dewan untuk selanjutnya dibicarakan. Setelah menyampaikan aspirasi dan mendapat tanggapan dari Komisi A DPRP akhirnya massa pulang kembali ke tempat asalnya dengan menggunakan truck.[loy]

Kongres Amerika, Indonesia Kecolongan

JAYAPURA-Kong­res Amerika Serikat yang digelar di Washington DC pada 22 September 2010 lalu yang juga dihadiri tokoh tokoh politik di Papua, baik tokoh politik yang pro merdeka maupun pro NKRI membicarakan tentang masalah politik di Papua , antara lain pelaksanaan Otsus dan keterlibatan TNI dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua sama dengan suatu kecolongan yang dibuat pemerintah Indonesia.

Pasalnya, pemerintah Indonesia dinilai seringkali menganggap isu isu di daerah khususnya di Papua adalah hal yang biasa. Untuk itu, solusi yang ditawarkan adalah seluruh komponen anak bangsa mulai dari presiden segera mengambil langkah langkah untuk mengundang kedua tokoh baik yang pro NKRI dan Dewan Adat Papua (DAP) yang hari ini menganggap Otsus gagal serta duduk bersama guna mencari solusi terbaik tanpa mengorbankan rakyat Papua.
Demikian disampaikan Ketua KNPI Provinsi Papua Yusak Andato S.Sos dan Pengamat Politik Papua Lamadi de Lamato yang dihubungi Bintang Papua secara terpisah di Jayapura, Senin (11/10) kemarin.

Dan ini menunjukan bahwa gerakan gerakan separatis itu tak bisa dilihat dengan sebelah mata apalagi Papua yang nota bene semua orang punya kepentingan yang luar biasa di tanah ini. Kita juga menyayangkan sama sama orang Papua saling “menghakimi” bodok, malas. Saya kira ini bukan perkara menggenerasir orang Papua malas dan bodok yang membuat mereka tertinggal ada sistim besar yang membuat kondisi masyarakat yang sebelumnya baik menjadi tak baik karena ini desain besar yang menurut saya bahasa bahasa ini hanya membuat konfrontasi diantara orang Papua makin meruncing.

“Dibelakang tokoh tokoh ini diboncengi kepentingan kepentingan tertentu. Kenapa Nicolaus Messet yang pro merdekan tiba tiba menyatakan pro NKRI. Ini tak mungkin dia berdiri sendiri tanpa diboncengi kepentingan yang lain. Begitupula Ketua Dewan Adat Papua (DAP)Forkorus. Mereka ini kan tahu pelanggaran pelanggaran HAM di Papua luar biasa banyaknya. Dan pelanggaran dimanapun bisa menjadi isu internasional hari ini,” tegasnya. “Dispari­tas yang paling ekstrim dikalangan tokoh tokoh Papua terhadap masalah Papua itu tak akan selesai tanpa muncul tokoh yang bisa diterima kedua pihak.”

Dia mengatakan, tak mungkin menghadirkan tokoh yang bisa diterima semua pihak. Iitu tak mudah tokoh itu tak mungkin lahir secara tiba tiba. Tapi yang paling mungkin adalah bahwa mereka sadar sama sama orang Papua. Sama sama dilahirkan di tanah yang mereka anggap sangat mereka cintai ini serta duduk bersama dengan pakar pakar adat tanpa mempolitisasi suatu perbedaan.

“Mereka tak boleh menyampaikan sesuatu secara frontal ke publik karena mereka adalah figur dan tokoh yang tentu punya dukungan dukungan yang tak kecil dari masyarakatnya masing masing,” katanya.

“Apalagi selama ini mereka hanya mengeneralisir bahwa orang Papua itu malas, bodok uang triliunan telah dialokasikan tapi tak membuat mereka sejahtera. Ini generalisir yang sangat berbahaya sekali,” ujar Lamato.

Menurut dia, pola pendekatan terhadap pembangunan di Papua tak semata mata karena pendekatan rasional tapi membutuhkan pendekatan pendekatan lain antara lain pendekatan antropologi bahwa membangun Papua tak hanya dilandasi dana besar. Tapi pendekatan budaya yang lebih familiar bersama rakyat Papua.

Karena itu, katanya, upaya yang telah dilakoni tokoh tokoh Papua baik yang pro merdeka maupun pro NKRI seyogyanyalah diapresiasi. Tapi pada tingkatan yang lebih ekstrim sangat disayangkan kehadiran mereka di Kongres Amerika Serikat. Pasalnya, mereka adalah tokoh, figur ketika memperdebatkan suatu yang masalah yang sangat ekstrim seperti ini terasa memprihatin dengan kondisi yang dihadapi rakyat Papua saat ini.

Menurut dia, justru seluruh tokoh tokoh tersebut bersatu padu duduk bersama serta mengajak pemerintah Indonesia bila perlu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang Papua tanpa perlu mengirim delegasi ke Papua untuk evaluasi Otsus.

“SBY mesti datang ke Papua bila perlu bangun kantor tersendiri di Papua sehingga semua problem problem Papua bisa dikonsolidir. Setelah dikonsolidir saya kira isu isu yang beredar seperti ini bisa kita redam. Kita tak punya cara lagi untuk mengkritik pemerintah Indonesia,” kata penulis Buku Bola Liar Otsus.

Sementara itu, Ketua KNPI Provinsi Papua Yusak Andato SSos menegaskan, peristiwa yang terjadi selama ini di Papua yang mungkin perlu diluruskan karena orang Papua saat ini menerima dana Otsus tapi Otsus ini kadang tak jalan sesuai dengan pikiran rakyat Papua. Mungkin persoalan menyangkut Otsus dibicarakan di Kongres Amerika Serikat bukan bicara tentang Papua merdeka.

“Jadi marilah kita berpikir secara arif dan bijaksana serta membangun diri kita di NKRI karena posisi hari ini Otsus sudah ada tinggal bagaimana orang Papua mulai mengembangkan diri dengan konsep konsep yang aktual dalam NKRI. Jangan kita buat masalah baru karena kalau kita membuat masalah baru kita akan berhadapan dengan negara,” tukas mantan anggota DPRD Kabupaten Jayapura ini.

Saat delegasi dari sejumlah negara yang hadir di Kongres Amerika Serikat menanyakan apakah Otsus telah berhasil mensejahterakan rakyat mereka jawab Otsus belum mampu mensejahterakan rakyat Papua, menurut dia, pihaknya setuju Otsus tak mampu sejahterakan rakyat Papua karena konsep yang hari ini dilakukan pemerintah Indonesia hanya terpusat di pemerintahan.

“Kita harapkan konsep Respek ini betul betul bisa jalan ke tingkat paling bawah supaya masyarakat di tingkat bawah dapat menikmati pembangunan. Konsep Gubernur saya dukung karena itu sangat relevan dengan kondisi hari ini dan harapan masyarakat Papua. (mdc)

Alam Terus Bersuara di Tanah Papua: Setelah Biak, Sentani, Nabire, kini Wasior

Memang sangat berat mengungkapkan reaksi isihati atas apa yang sedang terjadi di Tanah Papua, khususnya sesaat Alam menegakkan Hukum dan kedaulatannya. Kini Alam bersuara kali di Wasior, sebuah Kabupaten baru di Provinsi Baru buatan NKRI. Daerah yang dulunya begitu penting bagi Sejarah Peradaban dan perkembangan agama modern di Tanah Papua itu telah dijadikan alasan untuk menancapkan kekuasaan di Tanah Papua, pertama dengan memisahkan wilayah Kepala Burung dari Provinsi Papua, dan memberinya nama Provinisi Irian Jaya Barat, lalu Papua Barat.

Dalam pandangan Pemangku Alam & Adat Papua, apa yang terjadi di Tanah Papua haruslah dilihat dari Kacamata “Apa yang terjadi di Indonesia”, karena Hukum Alam dan Hukum Adat Papua sedang ditegakkan di Indonesia dalam rangka mencari ‘keseimbangan’ alamiah atas penderitaan bangsa Papua sejak NKRI menginvasi (1961,1962), menduduki (1948) dan menguasai (1963) West Papua.

Surat secara langsung dan terus terang sudah lama disampaikan, waktu itu KH Abdurrahman Wahid masih hidup. Beliau menderima dan menyatakan, “Turut merasakan penderitaan rakyat Papua,” dengan menambahkan, “Saya juga salah satu dari korban regime, dan saya kepala suku jadi saya tahu apa arti penegakkan hukum alam dan hukum adat, dan apa arti menderita karena dijajah.” Sri Sultan HB X di Istana Yogyakarta juga telah membacanya. Dan kami yakin sekali, sesungguhnya sang Sultan Jawa tahu apa maksudnya. Belakangan ini Sang Sultan sudah mengajukan isu “Referendum” untuk Yogyakarta, baliho serta slogan-slogan sudah bertebaran ditempelkan di berbagai tempat umum seperti Tugu, Jalan raya, toko dan kampus-kampus di Yogyakarta. Megawati Sukarnoputri juga sudah diberitahu, khususnya menyampaikan pesan khusus dari ayahnya sendiri, Alm. Ir Soekarno bahwa beliau tidak akan lolos menjadi Presiden NKRI, dan sudah terbukti.

Dalam pesan itu dengan jelas disampaikan, dan isi surat itu ada dalam situs ini, disampaikan dalam bahasa Melayu seperti yang dipakai NKRI. Pesannya jelas, “Hukum Adat dan Hukum Alam” harus ditegakkan, dan itu bukan kemauan manusia manapun, tetapi itu kemauan alam dan adat itu sendiri.

Kami tdak bertugas memerintahkan, atau mengarahkan. Fungsi kami hanyalah menginformasikan apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi.

Selang beberapa hari, Presiden NKRI, keluar ke Televisi dan menyatakan, “Jangan percaya kepada takhayul, percayalah kepada ilmu, sains, yang masuk akal.” Pertanyaannya,

Mana yang penting: Takhayul yang ada bukti dalam hidup ini, ataukah
Ilmu pengetahuan yang tidak ada buktinya dalam hidup ini, walaupun masuk akal?
Apa yang penting:
Masuk akalkah, atau
Tidak masuk akal tetapi faktual-realitas?

Alam kini bicara di Wasior, dan sekali lagi, itu bukan takhayul, orang menderita, rumah hanyut, kota lumpuh total, orang mati berserakan, penduduk mengungsi keluar dari tempat alam berpidato, ITU BUKAN TAKHAYUL, ITU FAKTA, ITU REALITAS, ITU DIANGGAP TAKHAYUL TETAPI NYATA.

Sejak manusia memasuki era positivisme-nya, maka modernisme dimuai, diboncengi oleh berbagai kepentingan kekuasaan dan ekonomi. Justru karena boncengan itulah yang menyebabkan positivisme itu potensial dan marak direkayasa. Memang positivisme bukanlah sebatas memahami, mendalami dan menjelaskan apa yang ada, tetapi ia bertanggungjawab atas rekayasa (engineering) secara sosial, politik, ekonomi, hukum, dan seterusnya, dan sebagainya. Justru karena boncengan itulah pembunuhan orang Papua atas nama nasionalisme Indonesia dianggap harus dan wajib. Para pembela HAM orang Papua justru dianggap separatis dan GPK/GPL/OPM/TPN….

Justru karena boncengan itu pula-lah SBY menyatakan ‘itu takhayul, jangan percaya takhayul.”

Perlu diingatkan, “Tulisan ini tidak ditulis mewakili manusia, sama sekali tidak. Ia mewakili Hukum Alam dan Hukum Adat Papua” Gunung Nabi di tempat peristiwa Wasior terjadi melaporkan,

“Hitung dulu, berapa orang Papua, dan berapa orang Indonesia di situ!! Kasih tahu dulu, kenapa orang Papua ada di situ! Kasih tahu dulu, apakah orang Papua punya pengalaman sejarah seperti ini? Kenapa orang di Provinisi buatan NKRI bernama Papua Barat itu paksa diri membentuk Majelis Rakyat Papua? Kenapa satu bangsa punya Dua Majelis? Bukankah majelis itu mewakili sebuah etnis-bangsa Papua-Melanesia? Kenapa orang Papua mau dua MRP di satu tanah, untuk satu bangsa?”

Ditambah lagi, “Mengapa orang di Provinsi Papua Barat itu sangat mencintai Indonesia? Apa alasannya? Apakah mereka itu moyang? Apa dasar cinta itu?”

Pada saat kami tanyakan,
“Apa yang harus kami lakukan?”

Jawabannya,

“Kasih tahu mereka, tetapi saya tahu mereka tidak akan mendengarnya. Biarkan mereka tidak mendengarnya, tanah ini bukan milik mereka, mereka hanya numpang lewat. Saya ada di sini dari dulu sampai sekarang, sampai selamanya, sampai kapanpun. Para penumpang yang sedang lewat ini, janganlah berbuat semaunya.”

Memang orang dalam sudah, kami sadar tidak pantas menyampaikan pesan keras ini, tetapi sekali lagi, kami tidak berbicara atas nama manusia. Manusia punya dunianya sendiri, punya gengsinya sendiri, punya ambisinya sendiri, punya politiknya sendiri, punya bisnisnya sendiri. Alam dan Adat tidak ada urusan dengan itu. Ia berbicara semuanya sebagaimana adanya dan sebagaimana harusnya.
[Bersambung]

Insiden Wamena dan Manokwari, Perlu Intervensi PBB

Forkorus bersama pasukan Petapa berseragam uniform yang merupakan seragam yang diduga sebagai penyebab kericuan di Wamena 3 hari laluSENTANI—Ke­tua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut S.Pd menegaskan, kasus penembakan di Wamena yang menewaskan 1 anggota Penajaga Tanah Papua (Petapa) yakni Ismail Lokobal, dan juga yang sebelumnya di Manokwari harus mendapat intervensi dunia internasional.

Bahkan atas nama Ketua Dewan Adat Papua Forkorus mengutuk keras 2 aksi penembakan tersebut. Menurut Forkorus, apa yang dikeluhkan kepada dunia saat ini terkait crime against humanity terhadap rakyat Papua benar-benar memang sedang terjadi, dan contoh kecil dua penembakan tersebut adalah bukti yang mengarah kepada slow motion genocide.

Karena menurut Forkorus hukum Negara Indonesia tidak akan mungkin mengungkapkan kasus penembakan tersebut karena buktinya Opinus Tabuni yang ditembak di depan mata kepala Forkorus beberapa waktu lalu saja tidak pernah terungkap sampai hari ini. Padahal dirinya sudah berulang kali memberikan kesaksian di Polda Papua, dan hal ini menjadi indicator bahwa hukum Indonesia tidak berpihak kepada rakyat Papua.

Oleh karena itu, Forkorus meminta secara tegas agar Amerika mengintervensi kasus penembakan tersebut. Forkorus mengaku sudah meminta perhatian kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta pasca penembakan tersebut, untuk secara serius mengintervensi kasus ini.

“Mana anda bilang tidak ada geniside, ini bukti, Serui, Manokwari dan Wamena 3 kasus beruntun yang terjadi secara berturut-turut belakangan ini,”

ujar Forkorus yang me­ngaku menyampaikan hal tersebut dihadapan Kedube AS untuk Indonesia.

Menyoal tentang modus penembakan tersebut yang berawal dari disitanya pakain uniform milik pasukan Petapa oleh Polisi saat tiba di bandara Wamena Forkorus menegaskan itu sebenanrnya merupakan kebebasan bangsa pribumi yang disahkan oleh PBB 13 September 2007 tetantang Deklarasi hak-hak bangsa pribumi jadi menurut Forkorus Indonesi jangan lagi main-main dengan hasil putusan deklarasi tersebut.

“Kami bebas menentukan nasib sendiri berdasarkan hak itu, bebas untuk berpolitik, berekonomi dan berbudaya, dan tidak boleh ada yang melarang, sebab jika dilarang itu sama halnya dengan telah melanggar hukum internasional,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan Polisi itu sudah berlebihan, karena Indonesia merupakan salah satu anggota PBB yang harus mematuhi hukum internasional. Oleh sebab itu secara tegas lagi Forkorus mengatakan, harus ada intervensi PBB, karena hal ini merupakan perilaku dan system yang sudah tidak bisa dirubah, sejak 49 tahun yang lalu. (jim)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny