Komnas HAM: Hentikan Spekulasi Pelaku Teror Freeport

(ANTARA/Humas Polda Papua)@
(ANTARA/Humas Polda Papua)@
Kendaraan milik PT.Freeport menyusuri jalan Timika-Tembagapura dengan pengawalan ketat/ilustrasi. (ANTARA/Humas Polda Papua)@
Timika (ANTARA News) – Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas) HAM mengingatkan semua pihak menghentikan spekulasi tentang siapa sesungguhnya pelaku yang telah menebar teror di areal pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Papua sejak Juli-September.

“Kami meminta seluruh pejabat negara berbicara sesuai tupoksinya. Jangan membuat pernyataan yang membuat bingung masyarakat dengan menuding kelompok tertentu tanpa alasan yang jelas,” kata anggota Komnas HAM, Nur Cholis SH MA saat dihubungi ANTARA dari Timika, Senin.

Menurut Nur Cholis, saat ini Komnas HAM sedang mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai pihak tentang persoalan apa yang sesungguhnya terjadi di areal obyek vital nasional (obvitnas) itu sejak 8 Juli lalu.

Pengungkapan siapa sesungguhnya yang terlibat dalam kasus teror di Freeport, demikian Nur Cholis, sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian berdasarkan fakta-fakta hukum yang ditemukan di lokasi kejadian.

“Kalau semua orang berbicara seenaknya tentu akan memberatkan tugas polisi dan juga Komnas HAM karena akan mengaburkan fakta hukum yang sebenarnya terjadi,” tambah Koordinator Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM itu.

Direktur Eksekutif Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA), Nerius Katagame menilai tuduhan kepada kelompok tertentu sebagai dalang teror di areal Freeport selama ini belum tentu terbukti.

Nerius mengatakan, sangat mustahil jika penembakan yang berulang kali terjadi di areal Freeport dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa yang tidak memahami cara menggunakan senjata api canggih.

Tokoh masyarakat Amungme, Karel Beanal meminta polisi segera mengungkap pelaku teror di Freeport agar masyarakat Mimika bisa bernapas lega.

“Kami minta Pak Kapolda beri ketenangan kepada warga Mimika dengan segera mengungkap siapa sesungguhnya pelaku teror di Freeport apakah kelompok Keli Kwalik ataukah kelompok lain,” kata Karel Beanal saat bertatap muka dengan Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto di Timika belum lama ini.

Terkait insiden teror di Freeport, Polda Papua telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Mereka adalah AY (30), DB (25), EB (26), TB (25), SB (30), YB (18) dan EK.

Enam dari tujuh tersangka itu diduga terlibat kasus penembakan dan dijerat pasal 340 jo pasal 338 jo pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Sedangkan seorang tersangka lainnya diduga terlibat kasus kepemilikan amunisi dan dijerat UU Darurat No 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api secara ilegal dengan ancaman hukuman yang sama.

Berkas para tersangka tersebut kini sedang diteliti oleh pihak Kejaksaan Negeri Timika. (*)

TNI Tambah 600 Prajurit Amankan Freeport

Ditulis oleh Ant/Papos

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ahmad Yani Nasution Irjen Pol Drs. FX Bagus Ekodanto
BIAK (PAPOS) – Sedikitnya 600 prajurit TNI AD akan diperbantukan mengamankan areal kerja PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Timika, Papu mulai 2 September 2009.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Ahmad Yani Nasution di Biak, Senin, mengatakan, penempatan ratusan prajurit TNI itu atas permintaan Polri dalam upaya memulihkan situasi Kamtibmas di areal PT.Freeport.

“Ke-600 prajurit TNI AD tambahan itu akan bertugas secara efektif 2 September,” kata Mayjen AY Nasution.
Ia mengakui, prajurit TNI AD yang diperbantukan mengamankan Freeport dipersiapkan untuk menghadapi kelompok separatis (TPN/OPM) yang sering mengganggu keamanan masyarakat setempat, khususnya di sekitar Freeport.

Nasution belum memastikan sampai kapan prajurit tambahan itu akan bertugas di Freeport, yang jelas sampai situasi keamanan di sana benar-benar pulih.
Menyinggung situasi keamanan di Papua dan Papua Barat, Pangdam Nasution mengemukakan, sampai saat ini tetap kondusif. Aktivitas warga masyarakat maupun fasilitas umum berjalan normal seperti biasanya.

“Untuk wilayah teritorial Kodam XVII/Cenderawasih situasi aman dan terkendali,” ujar Nasution.

Kembali Normal
Mobilitas kendaraan dari Timika menuju Tembagapura dan sebaliknya kembali normal pasca insiden penembakan terhadap bis karyawan dan truk trailer PT Freeport Indonesia , Jumat (28/8).

Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Pol Agus Rianto di Timika, Senin mengatakan situasi keamanan di sepanjang ruas jalan Timika-Tembagapura masih cukup rawan sehingga setiap kendaraan yang melintas harus dikawal oleh aparat gabungan TNI dan Brimob.

“Kami akan melakukan koordinasi dengan manajemen PT Freeport untuk mengatur mobilitas karyawan yang hendak naik atau turun disesuaikan dengan jadwal kerja mereka dan juga memperhatikan situasi keamanan yang belum sepenuhnya kondusif,” katanya.

Agus Rianto membenarkan sempat terjadi kontak tembak sekitar 20 menit antara aparat gabungan TNI dan Brimob dengan kelompok bersenjata yang menyerang bis karyawan dan truk trailer Freeport di Mile 42-41, Jumat lalu.

“Sempat terjadi kontak tembak dengan aparat gabungan yang mengawal bis karyawan sekitar 10-20 menit. Namun tidak ada korban yang terluka dalam kejadian itu,” jelasnya.

Menurut Agus, polisi membutuhkan dukungan dari semua pihak agar dapat mengungkap dan menangkap pelaku yang selalu membuat teror di areal Freeport selama dua bulan belakangan.

Bis karyawan yang terkena tembakan oleh kelompok bersenjata yang belum diketahui identitasnya itu dikemudikan Usman.

Saat itu, bis naas yang mengangkut puluhan karyawan Freeport dan kontraktornya itu sedang melintas dengan beberapa kendaraan lain di sekitar Mile 42-41 dalam perjalanan dari Tembagapura menuju Terminal Gorong-gorong Timika.

Ketika tembakan terjadi, karyawan panik dan spontan melakukan tiarap di dalam bis.

Insiden penembakan yang terjadi berulang-ulang di sepanjang ruas jalan Timika-Tembagapura sempat mengakibatkan mobilitas karyawan dari Timika ke Tembagapura dan sebaliknya ditutup selama hampir dua minggu. (ant)

Pelaku Penembakan di Freeport Bukan Kelompok Separatis

Brigjen Pol Drs. Achmad Riadi Koni, SH
Brigjen Pol Drs. Achmad Riadi Koni, SH

MERAUKE (PAPOS)—Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Papua, Brigjen Pol Drs. Achmad Riadi Koni, SH menegaskan, pelaku penembakan yang terjadi di wilayah Freeport, Timika bukan kelompok separatis. Mereka yang melakukan penembakan adalah para kriminal bersenjata.
Penegasan itu disampaikan Wakapolda Papua usai melakukan tatap muka dengan anggota Polres Merauke, Senin (31/8) kemarin.
Menurutnya, saat ini, situasi di daerah Freeport aman terkendali, namun pengamanan oleh pasukan dari Polda diback up TNI tetap dilakukan sebagaimana biasa.
“Kita juga sudah menangkap tujuh orang dan ditetapkan sebagai tersangka. Namun, proses pemeriksaan terhadap mereka masih sedang berlangsung,” ungkap Wakapolda.

Penembakan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata itu, kata Wakapolda, selalu berpindah-pindah sehingga terkadang menyulitkan aparat untuk melakukan pengejaran. Ditambah lagi dengan medan wilayah yang sangat menyulitkan sehingga para pelaku pun langsung menghilang setelah melakukan aksinya. Meski demikian, polisi masih tetap melakukan penjagaan secara ketat guna mengantisipasi jangan sampai ada yang melakukan penembakan terhadap para karyawan Freeport.

Ditanya tentang jumlah personil yang diitempatkan di sekitar lokasi Freeport, Wakapolda mengungkapkan, kurang lebih 1000 orang. Sebagian besar personil dari Polda sedangkan sisanya adalah TNI.
“Saya belum bisa memastikan sampai kapan personil di Freport akan melakukan penjagaan dan pengawasan, tetapi yang jelas bahwa situasi saat ini dalam keadaan aman terkendali,” katan

Suku Amungme Ancam Tutup Freeport

Catatan SPMNews:

Seluruh Masyarakat Adat Papua dan pejuang Papua Merdeka perlu perhatian agar tuntutan atau ancaman Suku Amungme untuk menutup Freeport tidak terkait langsung dengan perjuangan Papua Merdeka. Oleh karena itu, kita haruslah profesional agar isu-isu hak masyarakat adat dan suku setempat tidak menjadi konsumsi publik.

Hal ini perlu berdasarkan pengalaman sebelumnya, di mana campur-aduk isu telah menyebabkan pengorbanan waktu, tenaga, biaya dan bahkan nyawa tanpa pertanggungjawaban secara organisasi.

Walaupun begitu, TRPB tetap mendukung seluruh upaya anggota Masyarakat Adat Papua dalam memperjuangkan hak asasinya.

===============================

Ditulis Oleh: Papua Pos/Ant
Jumat, 04 Juli 2008

Timika- Para tokoh masyarakat Amungme yang tergabung dalam Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) di Kabupaten Mimika, mengancam akan kembali ke hutan dan menutup areal tambang PT Freeport Indonesia (PTFI), jika Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan sengketa Pilkada Mimika yang diajukan pasangan Drs Yosep Yopi Kilangin- Yohanes Felix Helyanan SE, calon Bupati dan Wakil Bupati Mimika periode 2008-2013 yang diusung Koalisi Suara Rakyat pada Pilkada di kabupaten itu.. “Kami minta Mahkamah Agung RI sungguh-sungguh menegakan keadilan dan kebenaran dalam permasalahan Pilkada di Mimika,” tegas LEMASA dalam suratnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (2/7).

Dalam surat yang ditandatangani oleh sejumlah tokoh LEMASA itu diantaranya Nerius Katagame SH, Yohanes Deikme, Helena Beanal, Yopi Magal, LEMASA menegaskan jika MA tetap memenangkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Mimika yang berarti mendukung pasangan Klemen Tinal SE MM dan Ir Abdul Muis MM menjadi Bupati dan Wakil Bupati Mimika maka masyarakat Amungme akan kembali ke hutan dan menutup

areal tambang PTFI. Masyarakat Amungme juga menyatakan akan tetap mempertahankan kepemimpinan Pejabat Sementara Bupati Mimika, Athanasius Allo Rafra SH menjadi Bupati definitif Kabupaten Mimika.

Lebih lanjut LEMASA meminta Kapolri, Jaksa Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kapolda Papua, Kapolres Mimika dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Timika memproses mantan Bupati Mimika periode 2001-2006 Klemen Tinal SE MM.

“Tahun 2001-2006 masyarakat menitipkan saudara Klemen Tinal menjadi Bupati Mimika. Namun kenyataan yang ada tidak ada pembangunan di Mimika. Untuk itu kursi kepemimpinan itu kami ambil kembali,” tulis LEMASA.

Selain itu, LEMASA juga meminta Komisi Yudisial memeriksa lima orang anggota majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura yang menyidangkan sengketa Pilkada Mimika. Pada Rabu (25/6) lalu, majelis hakim PT Jayapura dalam putusan

Dana Kekayaan Norwegia Menjual Saham di Rio Tinto karena Penambangan di Papua Barat dinilai Perusak Alam dan Pelanggar HAM Parah

[Terjemahan kasar SPMNews]

The Times, September 10, 2008

David Robertson, Business Correspondent

Salah satu pemegang saham terbesar Rio Tinto telah menjual 500 juta poundsterling saham di perusahaan dimaksud karena keprihatinan atas penambangan di Grasberg, yang dikenal sebagai penambangan terburuk di dunia.

US$375 juta (213 triliun poundsterling) dana kekayaan kedaulatan Norwegia katakan pada hari Selasa bahwa sahamnya telah dijual setelah gagal membujuk Rio untuk meningkatkan praktek operasinya di penambangan Papua Barat.

Menteri Keuangan Norwegia secara terbuka membuat malu Rio dengan sebuah pernyataan yang menyalahkan rapor buruk perusahaan karena “kerusakan alam yang sangat buruk.”

Operasi Grasberg di Papua Barat, Indonesia, merupakan penambangan emas terbesar dan penambangan tembaga terbesar ketiga di dunia, tetapi penambangan ini terkenal kotor di mata aktivis lingkungan dan HAM.

Grasberg dioperasikan oleh Freeport McMoRan, sebuah perusahaan penambang berbasis di New Orleans, dan Rio memiliki 40 persen dari saham dalam penambangan terbuka di sana.

Aktivis HAM menyatakan pihak keamana Freeport dan militer Indonesia bertanggungjawab atas berbagai pemerkosaan, penyisaan, pembunuhan dan penahanan tanpa proses peradilan bagi masyarakat adat yang tinggal di dekat wilayah penambangan. Freeport terus-menerus saja menyangkal semua tuduhan ini.

The Australian Council on Overseas Aid melaporkan bahwa pada 1994 dan 1995 militer Indonesia, dibantu oleh pihak keamanan perusahaan, bertanggungjawab atas kematian atau kehilangan 22 masyarakat adat dan 15 lainnya dicap oleh militer Indonesia sebagai gerilyaawan Papua Merdeka.

Setelah tekanan dari pemegang saham, Freeport menyatakan kepada US Securities and Exchange Commission bahwa ia telah membayar militer Indonesia sebesar $4.7 juga pada 2001 dan $5.6 juga pada 2002 untuk pelayanan sekuriti.

Kiprah penambangan di Grasberg juga merupakan sumber kontroversi. Sampah yang dibuang 230 ribu ton tailing, atau ampas bebatuan, yang dibuang ke kali Ajikwa setiap hari dan pegian lingkuan hidup menyatakan perbuatan ini telah mendatangkan polusi tingkat tinggi.

Tailing pertambangan sering di-laced dengan cyanide, yang dipakai untuk dalam proses ekstraksi emas, dan sejumlah toksik emas seperti lead, tembaga dan senk. Laporan oleh Friends of the Earth (Walhi Internasional) mengatakan drainase dari buangan penambangan merupakan dampak dari penambangan terbuka yang menumpuk tingkat selenium dan arsenic dalam system air yang ada. Hingga 70 persen kehidupan di dalam air telah punah, karena sampah beracun dimaksud.

Seorang Jubir Rio Tinto katakan, “Kami bekerjasama secara dekat dengan Freeport dan merasa senang dengan pekerjaan yang dilakukan di Grasberg. System pengelolaan tailing dilakukan dengan baik dan kerusakaan yang dituduh tidak benar.”

Akan tetapi, pandangan ini tidak diterima oleh Dana Pensiun Pemerintah Norwegia, yang mengelola kekayaan yang dihasilkan oleh Minya Laut Utara dari negara dimaksud.

Kristin Halvorsen, Menkeu Norwegia katakan, “Tidak ada inidikasi bahwa praktek kotor perusahaan ini akan dirubah dalam waktu dekat. Perusahaan kami tidak bisa mengambil untung dari perusahaan kotor seperti ini.”

Rio Tinto membalasnya dengan mengatakan bahwa mereka memang sudah lama tahu keprihatinan dari pemegang saham ini, tetapi begitu merasa kaget dan kecewa karena sudah ambil keputusan untuk menjual sahamnya.

Owen Espley, jubir dari Friends of the Earth, katakan: “Sungguh baik sekali orang Norwegia sudah mulai mencoba menggunakan pengaruh mereka untuk mempengaruhi perilaku dan kemudian lari kalau pengaruh mereka tidak ada hasil.”

Penambangan Grasberg memberikan kontribusi $159 juta kepada keuntungan Rio tahun lalu sebesar $7,3 triliun, tetapi operasi ini dijadwalkan untuk ekspansi besar-besaran tahun ini. Diperkirakan penambangan ini sudah berada di wilayah Lorentz Park, Cagar Alam Dunia, mencakup 230 km persegi. Richard Solly, seorang aktivis lingkungan hidup dari London Mining Network, katakan: “Dalam hal polusi lingkungan, tanpa ragu bisa dikatakan perusahaan ini salah satu dari yang terburuk di dunia.”

Pemberitahuan Umum dari Markas Pusat Pertahanan TRPB: Peledakan di Timika

Disampaikan kepada segenap pejuang dan masyarakat bangsa Papua di Tanah Air dan di manapun Anda berada, bahwa terkait dengan sejumlah peledakan yang terjadi di berbagai tempat di Timika sejak beberapa hari lalu hingga belakangan ini maka:

Foto AFP
Foto AFP
  1. Markas Pusat Pertahanan TRPB masih melakukan kontak/ komunikasi menyangkut peristiwa dimaksud karena motif dan tujuan peristiwa dimaksud belum jelas: “Apakah peristiwa ini menuntut Freeport ditutup? Ataukah sekedar menarik perhatian Dubes AS yang ada di Timika pada saat ini?” Silahkan Rujuk ke http://www.kabarpapua.com dan http://www.cenderawasihpos.com dan http://www.papuapos.com.
  2. Dari pihak Polri dengan jelas dan pasti mengatakan ini bukan perbuatan TRPB dan atas perintah OPM. Tetapi ada pihak yang mengkleim sebagai perbuatan TNP/OPM, alias Tentara Nasional Papua Barat. Perlu diketahui bahwa Organisasi Papua Merdeka tidak memiliki sayap militer bernama Tentara Nasional Papua Barat (TNPB), karena Tentara Nasional akan terbentuk sendirinya setelah pemerintahan nasional terbentuk bersamaan dengan kepolisian dan berbagai aparatur pemerintahan nasional lainnya;
  3. Ada sejumlah kesalahan secara administrasi dan organisasi dalam Surat Selebaran yang dikeluarkan, mengatasnamakan Gen. TRPB Kelly Kwalik dimaksud, yang kesalahannya tidak dapat kami tunjukkan dalam pemberitahuan ini, tetapi cukup menunjukkan bukti ada pihak ketiga terlibat aktiv dalam peristiwa-peristiwa ini;
  4. Untuk sementara, dari Mabes Pertahanan Tentara Revolusi Papua Barat, atas nama Panglima Komando Revolusi Tertinggi Papua Barat, kami menghimbau agar masyarakat Papua tinggal tenang dan tidak terpancing oleh isu-isu yang menyesatkan;

Perjuangan Papua Merdeka kini telah memasuki babak dengan strategi yang tidak sama dengan yang sudah terjadi, sehingga biarkanlah NKRI dan musuh bangsa Papua bersandiwara untuk sesuap nasi di Bumi Cenderawasih. Untuk bangsa Papua hendaknya giat dalam membangun dan mempersiapkan diri dengan tenang dan tenteram.

Tindakan sporadis seperti ini telah banyak menyudutkan posisi Tentara Revolusi Papua Barat dan mengorbankan Masyarakat Adat Papua yang tak berdosa. Kami telah banyak belajar dari pengalaman sendiri.

Demikian untuk diketahui,

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan
Tanggal:  14 September 2008
————————————

An. Panglima Komando Revolusi Tertinggi

Sekretaris Jenderal,

Leut Gen. TRPB A. Tabi
————————–

Gubernur: Freeport Seperti Sapi Perah – 80 Persen Royalti Freeport Untuk Papua

JAYAPURA-Pemerintah Provinsi Papua berharap agar kerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI), terus ditingkatkan. Hal itu dikemukakan Gubernur Barnabas Suebu, SH ketika menjawab Cenderawasih Pos usai meresmikan Papua Knowledge Center, kemarin.

Sebab kata dia, Freeport merupakan satu perusahaan besar yang beroperasi di Papua dan melaksanakan tugas sosial atau coporate social responsibility dalam berbagai bentuk. Baik itu mendirikan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK) khusus untuk masyarakat Amungme dan Kamoro, mendukung program pemerintah daerah hingga mendukung program Respek dan melaksanakan berbagai kegiatan lainnnya. “Jadi itu beberapa hal yang disumbangkan Freeport untuk kita,” ujar Suebu lagi.
Untuk itu, Gubernur Suebu menilai perusahaan tambang yang terbesar di tanah air itu ibarat Sapi Perah yang mengeluarkan susu. “Jadi kerjasama kita dengan Freeport ini ibarat sapi, dia mengeluarkan susu, kalau kita pintar ya kita harus atur susunya, minum sama-sama, jangan dia minum sendiri. Sebaliknya rakyat juga jangan membunuh sapi, sebab kalau rakyat membunuh sapi, kita semua tidak akan dapat susu,” terangnya.

Ditanya tentang besaran royalti yang diterima Papua pada tahun 2008 ini, dikatakan untuk Provinsi Papua jumlahnya mencapai Rp 400 miliar atau sekitar 16 persen dari total royalti secara nasional. Selebihnya dana royalti itu juga diberikan kepada kabupaten dan kota di seluruh Papua dan yang terbesar sekitar 32 persen diterima oleh daerah penghasil.

Sementara itu, Humas PT FI Mindo Pangaribuan kepada Cenderawasih Pos mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen dari Royalti Freeport yang dibayar itu adalah bagian untuk Papua, sedangkan pusat hanya mendapatkan 20 persennya.

“Nah dari dari 80 persen ini di Papua nanti akan dibagi lagi,” katanya.

Menurut Mindo, kabupaten penghasil akan mendapatkan 32 persen, Pemprov mendapatkan 16 persen, sedangkan sisanya 32 persen itu diberikan untuk kabupaten dan kota di seluruh Papua. “Jadi kabupaten dan kota yang bukan penghasil menerima sisa yang 32 persen itu,” jelasnya.

Sedangkan yang menyangkut retribusi kata Mindo, juga bermacam – macam, seperti PBB (pajak bumi bangunan) uangnya masuk langsung ke kas daerah. Sedangkan pajak yang diterima pusat adalah pajak pendapatan perusahaan atau pajak badan usaha, sementara pajak pendapatan karyawan nanti dari pusat baru dikirim lagi ke daerah. Sedangkan deviden semuanya ke pusat.

Meski begitu kata dia, dana itu semua nantinya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum).

Lanjutnya, porsi yang 80 persen itu sudah berlangsung sejak kontrak karya ke dua yang sekarang ini berlangsung, karena kontrak itu menyebutkan bahwa 80 persen dari royalti yang dibayarkan Freeport adalah menjadi bagian dari Papua, sedangkan 20 persen lagi ada di pusat.

Hanya saja Mindo tidak menyebutkan angka pastinya. “Angkanya kurang tahu, tetapi 80 persen ini sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tandasnya.

Tandatangani MOU///

Sementara itu setelah melalui proses pengkajian yang cukup melelahkan akhirnya Papuan Knowledge Center For People Driven Development atau Pusat Pengetahuan tentang Pembangunan Kampung dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, akhirnya kemarin diresmikan Gubernur Barnabas Suebu, SH.

Lembaga yang dibentuk atas instruksi Gubernur itu, didukung penuh PTFI. Hal ini tercermina dalam sambutan Presiden Direktur PT FI itu Armando Mahler yang mengatakan bahwa pihaknya menyambut gembira berdirinya lembaga itu.

“Tat kala disadari bahwa masih dubutuhkan data dan pengetahuan yang lebih mendalam untuk mulai menerapkan paradigma baru, maka kami menyambut gembira kepercayaan yang diberikan oleh Gubernur Papua untuk menfasilitasi pembentukan sebuah center,”

katanya.

Armando mengatakan, PT FI telah melakukan kerjasama dengan lembaga donor internasional dan pemerintah daerah dalam mempersiapkan knowledge Center tersebut. “Semua pihak menilai Center ini memiliki peluang besar dapat meningkatkan sinergi dengan dan antara program yang selama ini sudah berjalan guna menjabarkan paradigma people driven development sebagai roh atau jiwa program pembangunan Papua,” katanya.

Untuk mendukung kesuksesan Knowledge Center itu, PT FI juga memiliki komitmen untuk memperbantukan tenaga ahli dan teknis yang diperlukan oleh pemerintah daerah, baik dari lingkungan perusahaan maupun melalui kerjasama berbagai perguruan tinggi, LSM dan lembaga donor internasional.

“Secara spesifik, Center ini diharapkan dapat menyediakan informasi tentang praktek – praktek terbaik pembangunan di Papua yang telah dilaksanakan oleh kita semua selama ini, selain memantau keberhasilan Respek, center ini juga dapat menemu kenali atau mengidentifikasi elemen strategis dan urut-urutan kebijakan yang dapat digunakan sebagai landasan utama dalam pengelolaan dan meningkatkan kualitas SDM dan alam Papua,” paparnya.

Barnabas Suebu dan Presiden Freeport
Barnabas Suebu dan Presiden Freeport
Sementara itu, Gubernur Barnabas Suebu, SH dalam sambutannya mengatakan bahwa Knowledge Center menyimpan pengetahuan dan data yang sangat penting dan akan mengantarkan rakyat tahap demi tahap untuk menuju masa depan yang lebih baik dan sejahtera. “Kita tidak harus menangis dan melakukan demo politik, sebab menangis tidak akan selesaikan masalah, tetapi kita harus kerja keras, melakukan inovasi dan terobosan untuk bisa merubah nasib,” katanya bijak.

Gubernur juga mengatakan lembaga itu khusus untuk memuat data kampung, tetapi dalam arti luas. “Jadi ini pusta pengetahuan khusus kampung, mengapa khusus kampung, karena banyak orang bicara kampung, tetapi tidak tahu kampung, kaki juga tidak pernah injak di kampung tapi bicara kampung,” katanya. Karena itu, dari lembaga itu, maka orang yang tidak pernah ke kampung akan mengetahui tentang kampung.

Saking pentingnya dan menariknya lembaga itu, Gubernur Suebu mengatakan jika pensiun nanti akan bekerja di center itu. Sebab kata dia, lembaga itu begitu menarik dan kaya akan pengetahuan. “Langkah yang diambil Freeport mendukung center ini sama dengan Freeport telah berbuat sesuatu untuk seluruh masyarakat kampung di tanah Papua,” katanya.
Acara peresmian yang ditandai penekanan tombol dan pembukaan papan selubung papan nama itu, juga dirangkaikan dengan penandatanganan MoU antara Gubernur Suebu dengan Presiden Direktur PT FI Armando Mahler dan Sofei (Suport office for eastern Indonesia) suatu lembaga perwakilan Bank Dunia di Indonesia yang diwakilan kepada Inauri.(ta)

SIAPA YANG UNTUNG DAN SIAPA YANG BUNTUNG DARI HASIL EXPLOITASI TAMBANG NICKEL DI RAJA AMPAT

Kasus exploitasi tambang nickel di Raja Ampat, yang menimbulkan konflik kewenangan antara bupati dengan gubernur, bupati dengan elit politik yang juga tuan tanah di Raja Ampat, termasuk konflik antara TNI-AL dan Polisi, yang kemudian menimbulkan konflik antar kelompok-kelompok masyarakat di tingkat kampung yang masing-masing mengklaim tanah di areal tambang sebagai miliknya, akhirnya menempuh proses yang sama seperti di dalam penanganan illegal logging 3 tahun lalu. Ketika persoalannya melibatkan penguasa-penguasa politik baik di tingkat daerah maupun pusat, yang diduga membangun konspirasi dengan pihak swasta untuk kepentingan-kepentingan lain, maka tentu persoalannya akan selalu ditarik ke pusat. Kalau sudah sampai di tingkat ini, biasanya substansi masalah akan bergeser ke soal politik : ‘Siapa melindungi siapa untuk kepentingan apa ?’

Pada masa-masa awal pemerintahan kabupaten pemekaran Raja Ampat berbagai diskusi, seminar, loka karya yang melibatkan LSM lokal dan international, organisasi masyarakat sipil, lembaga adat dan pihak pemerintah telah dilakukan untuk memikirkan dan merumuskan ber-sama-sama gagasan-gagasan pembangunan Raja Ampat ke depan dengan mempertimbangkan aspek kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam. Dari sinilah muncul gagasan untuk men-deklarasikan Kabupaten Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari. Konsep tersebut bisa saja difahami sebagai: “laut adalah sebagai sumber kehidupan”, baik sebagai basis produksi untuk mendukung proses pembangunan daerah dan upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat maupun sebagai visi ke depan untuk membangun uatu peradaban hidup yang menjamin ke-serasian hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya sebagai satu keutuhan ciptaan Tuhan. Dalam hal ini setiap sub-sistem baik di daerah maupun laut tidak bisa dipandang dan diper-lakukan berbeda dari sub-sistem lainnya, karena gangguan pada satu sub-sistem akan berdampak luas pada sub-sub sistem lainnya.

Sebagai realisasi dari visi Kabupaten Bahari itu, maka pemda telah menetapkan sektor pariwisata (ekoturisme) dan kelautan dan perikanan sebagai andalan utama untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, selain sektor-sektor lainnya yang bersandar pada sumber pembiayaan pemerintah. Pertimbangannya didasarkan pada hasil kajian-kajian ilmiah yang telah dilakukan oleh CI dan TNC bahwa ternyata daerah ini memiliki kekayaan aneka ragam biota laut tertinggi di dunia. Karena itu dijuluki sebagai ‘jantung dari segitiga karang dunia’ (world coral triangle) yang terbentang dari Kepulauan-kepulauan di Pacific, PNG, Australia, Indonesia, Malaysia dan Philippine. Gugusan kepulauan Raja Ampat terletak persis di tengan kawasan ini.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana rencana dan konsep pembangunan tata ruang yang terpadu (integrated) antar sektor dan sinkronisasi tujuan-tujuan pembangunan dalam skala micro dan macro; keterpaduan program pada level basis (kebutuhan dasar masyarakat), kepentingan kabupaten, propinsi dan nasional. Dengan begitu semua pihak akan mengacu pada satu blue print rencana tata ruang yang realistic, dapat dilaksananakan oleh sumberdaya manusia yang dimiliki daerah, dan yang penting menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya alam bagi generasi berikut dan tidak menimbulkan masalah yang kompleks.

Perkembangan Inverstasi SDA di Raja Ampat Saat ini

Sesuai data resmi dari Dinas Pertambangan Kabupaten Raja Ampat, sudah ada 16 perusahaan tambang nickel yang diberi ijin beroperasi di Raja Ampat. Yang sementara beoperasi dan mengeksport material pasir logam adalah PT. ASP, PT. ASI dan PT. KMS. Negara tujuan eksport adalah China dan Australia. China menerima material pasir logam besi (lemonite) dan Australia pasir logal nickel (laterite). Perusahaan pembeli pasir logam tersebut dari Australia adalah QNI (Queensland Nickel International), anak perusahaan BHP Biliton yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh salah satu perusahaan tambang raksasa dunia, Group Rio Tinto yang berpusat di London dan membuka cabangnya di Melbourne, Australia. Sementara dari China belum diperoleh informasi tentang nama perusahaan pembelinya.
Menurut data-data terpercaya yang diperoleh dari kota pelabuhan Townsvile di Queensland, pelabuhan bongkar muatan material tambang dari Indonesia, QNI mulai awal tahun 2007 – 2008 sudah 20 kali membongkar muatan pasir nickel yang diduga dari Raja Ampat (tidak disebut pelabuhan pemuatan, tapi dari negara Indonesia). Total tonase yang dibongkar adalah 913,072,23 ton (dalam bentuk pasir logam). Sementara data yang dikemukakan oleh salah seorang wakil DPRD Raja Ampat (Radar Sorong, 8 Maret 2008), tercatat 12 kali pemuatan material pasir logal dari Raja Ampat dengan total tonase 611,828 ton, masing-masing 8 kali ke Queensland Australia dan 4 kali ke China.

Permasalahan yang timbul:

1. Konflik kewenangan (hukum) antara bupati dan gubernur
2. Konflik antara Bupati dengan rival politiknya, yang juga bergerak sebagai pengusaha tambang dan mengkalim diri pemilik tanah adat di Kawe.
3. Konflik antar kelompok masyarakat dan antar kampung yang sudah terkooptasi ke dalam dua kubu tersebut.
4. Profile masing-masing perusahaan belum diketahui jelas, apakah perusahaan yang bonafide atau tidak, sebagai pemilik modal utama atau hanya mendompleng nama pe-milik yang sesungguhnya, memiliki spesifikasi usaha tambang atau tidak, atau hanya se-bagai broker/cukong. Mengapa perusahaan-perusahaan ini begitu musah mendapat ijin, sedangkan BHP Biliton di Gag yang merupakan perusahaan terkenal di dunia, sudah masuk beberapa tahun lalu tapi hingga kini terkesan masih dihambat pengoperasiannya oleh pemerintah. Ketahuan bahwa beberapa perusahaan menempuh jalur by pass, kong kali kong dengan pejabat daerah, termasuk merekayasa permintaan masyarakat adat untuk memasukkan investor ke daerahnya agar menjamin perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat setempat.
5. Prusedur AMDAL/Sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan, dengan menggunakan konsultan yang bekerjasama dengan UNIPA Manokwari perlu dicek sesuai prosedur yang telah di atur di dalam UU LH dan UU tentang AMDAL.
6. Dari sekian banyak perusahaan yang telah diberi ijin beroperasi, baru BHP Biliton yang telah melakukan sosialisasi CSR (Corporate Social Responsibility) sesuai UU tentang Penanaman Modal Asing.  Sedangkan perusahaan lain belum sama sekali melakukan sosialisasi tentang rencana CSR, yang seharusnya dilakukan setelah AMDAL-nya dibahas, disetujui dan disahkan oleh pemerintah bersama-sama DPR.
7. Beberapa pihak mulai masuk dengan dalih membela kepentingan masyarakat adat dan menyelamatkan kerugian negara. Antara lain Nusantara Corruption Watch (NCW) di Jakarta mensinyalir PT. ASP telah merugikan negara dan mengabaikan hak-hak masya-rakat adat sekitar 500 milyard. Karena itu NCW minta kepada Komisi VII DPR-RI untuk mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus mengusut dugaan korupsi dalam kasus ini. Sementara Tim Ikadin (Ikatan Advokad Indonesia) cabang Sorong bertindak sebagai penguasa hukum masyarakat adat di kampung Kapadiri, marga pemilik tanah adat di pulau Manuran, menuntut PT. ASP harus memenuhi kewajibannya membayar hak-hak masyarakat adat yang telah dijanjikan sejak awal pengoperasiannya.

Sementara perhatian lebih besar tertuju pada komplexitas masalah seputar aktivitas tambang nickel, sama sekali tidak terdengar sedikit pun suara dari eksekutif dan legeslatif baik di Raja Ampat maupun Propinsi Papua Barat tentang investasi sumber daya laut mutiara yang sedang menjamur di Raja Ampat saat ini. Dua perusahaan mutiara terbesar seperti PT. Yelu Mutiara di Misool Tenggara dan PT. Cendana Indopearl di Waigeo Barat, yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun, ditambah lagi beberapa perusahaan yang mulai membuka lahan budi daya di pulau Batanta, Waigeo Selatan dan Salawati. Perusahaan-perusahaan tersebut mengolah beribu-ribu bahkan berjuta butir mutiara termasuk kulitnya untuk dieksport dengan nilai ekonomi yang sungguh menakjubkan. Tidak pernah dilaporkan, karena itu tidak diketahui sesungguhnya berapa besar rente (keuntungan) ekonomi yang telah diperoleh perusahaan-perusahaan ini dan berapa persen yang harus dibagi ke pemerintah daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

Padahal, Kabupaten Raja Ampat adalah Kabupaten Bahari yang seyogianya menata kembali regulasi yang mengatur tentang usaha-usaha pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut untuk menyumbang bagi pendapatan daerah. Katakanlah, satu perusahaan sekali mengexport sekitar 250,000 butir mutiara saja (belum termasuk kulitnya untuk perhiasan dan kosmetik), dengan harga jual di pasar internasional sekitar Rp. 5,000,000 (lima juta rupiah) per butir saja, tinggal dikalikan dengan 250,000 = Rp. 1,250,000,000,000 (1,25 trilyun). Kalau pemerintah daerah bisa menarik paling sedikit 10 % saja dan 5 % untuk provinsi, berarti pemda Raja Ampat akan memperoleh  Rp. 125,000,000,000 (125 milyard rupiah), dan provinsi Papua Barat Rp. 62,500,000,000 (62 milyard rupiah). Itu baru dari satu perusahaan, belum termasuk penarikan dari beberapa perusahaan lainnya.

Selain itu, sektor pariwisata yang digembar-gemborkan oleh pemda Raja Ampat sebagai primadona, setelah dikelolah baik oleh satu tim sejak Agustus tahun lalu masukan yang diperoleh selama 8 bulan sudah mencapai hampir 1 milyard rupiah. Sementara target pencapaian Dinas Parawisata untuk tahun 2007 adalah sebesar Rp. 70,000,000.  Pertanyaannya adalah mengapa pemda tidak memberi perhatian serius pada sektor-sektor yang secara nyata memberi keuntungan ekonomi begitu besar, dan dari segi lingkungan justru melindungi sumberdaya alam yang ada sebagai sumber utama investasi.

Melihat perkembangan masalah seputar aktivitas pertambangan yang sedang berlangsung di Raja Ampat saat ini, baik dari segi hukum, politik, ekonomi maupun sosial antar komunitas adat kami dari jaringan LSM Kepala Burung berpendapat:

1. Selama masih ada ketidak-pastian hukum, terutama konflik kewenangan antara pusat dan daerah, antara propinsi dan kabupaten, maka segala praktek eksploitasi sumber daya alam baik yang berdampak langsung pada perubahan ekosistem lingkungan hidup maupun yang  mengabaikan hak-hak hidup masyarakat adat, tidak akan pernah diselesaikan secara tuntas. Dalam kondisi demikian baik pemerintah daerah maupun masyarakat adat tidak akan mendapat keuntungan apa-apa, dan hanya menanggung derita akibat kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan dan perpecahan-perpecahan sosial yang ditinggalkan-nya.
2. Konflik kewenangan antar pejabat-pejabat di daerah sesungguhnya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan politik di pusat (Jakarta), baik atas nama NKRI maupun demi kepentingan kelompok-kelompok kekuasaan.
3. Kedua hal tersebut di atas membawa dampak pada terporak-porandanya tatanan ke-hidupan masyarakat basis, dan tidak ada perhatian untuk melihat dampak aktivitas per-tambangan terhadap perubahan lingkungan yang mulai dirasakan masyarakat.
4. Tambang mineral maupun batuan adalah jenis sumber daya alam yang tidak bisa diper-baharui. Sekali habis dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, seketika pula hilang dari muka bumi. Karena itu proses pemanfaatannya harus dilakukan secara cermat dan sangat hati-hati. Perubahan yang akan terjadi adalah hilangnya pulau, terumbu karang tempat berkembang biaknya biota-biota laut, sumber protein tertinggi bagi manusia akan tertutup oleh endapan lumpur hasil pengerukan pasir tambang. Sumber-sumber air juga akan ter-cemar. Masyarakat akan sulit memperoleh ikan dan sumber air yang bersih, ketika per-usahaan meninggalkan lokasi. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dari generasi ke generasi akibat kerusakan lingkungan tidak akan pernah tertutup oleh keuntungan ekonomi yang diperoleh dari perusahaan.
5. Konsep Kabupaten Bahari bagi Kabupaten Raja Ampat, dalam situasi saat ini ke-nyataanya tidak bermakna apa-apa. Pemerintah lebih berorientasi ke darat dengan mendorong investasi-investasi yang lebih bersifat ekstraktif (merusak/merubah sistem lingkungan).

Berdasarkan latar belakang pemikiran-pemikiran tersebut di atas kami menuntut Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam usaha tambang di Raja Ampat segera:

1. hentikan semua aktivitas pertambangan yang telah menimbulkan konflik yang begitu kompleks, dan semua pejabat baik di tingkat kabupaten maupun propinsi masing-masing hendaknya melepaskan keangkuhan kekuasaannya lalu duduk bersama sebagai orang Papua untuk menata kembali semua regulasi tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada secara arif dan bijaksana bagi kepentingan semua pihak tanpa mengabaikan hak-hak dasar masyarakat setempat.
2. meninjau kembali konsep Kabupaten Raja Ampat sebagai Kabupaten Bahari, lalu memberi prioritas pengembangan pada sektor kelautan dan perikanan dan parawisata (ekowisata) yang secara nyata memberi manfaat langsung kepada masyarakat dan menjamin kelestarian lingkungan hidup.
3. meninjau kembali ijin operasi perusahaan-perusahaan mutiara, yang ternyata sangat berguna untuk perlindungan sumber daya laut dan memberi keuntungan ekonomi yang sangat besar. Terutama menyangkut regulasi tentang pembagian keuntungannya dan pemanfaatan tenaga kerja lokal agar bisa menyumbang untuk pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
4. segera melakukan rekonsiliasi baik antara para elit politik maupun antara kelompok masyarakat adat, termasuk kelompok-kelompok lain yang berkepentingan untuk meng-hindari perluasan masalah ke soal politik yang akan berdampak pada pengorbanan masyarakat Papua di Raja Ampat.

Demikian tuntutan dan pernyataan kami, kiranya diperhatikan dan dilaksanakan demi masa depan kehidupan Manusia di atas Tanah Papua.

Sorong, 05 April 2008

Ronny Dimara
Kordinator Foker LSM Regio Kepala Burung Papua

Partisipan dan Pendukung:

1. Yayasan Sosial Peduli Masyarakat Papua (YSPMP) Sorong
2. Perkumpulan Belantara Papua
3. Perkumpulan Triton Papua
4. Yayasan Nasaret Papua (YNP)
5. Yayasan Penyu Papua  (YPP)
6. Yayasan Nanimi Wabili Su (YNWS)
7. Yayasan Advokasi dan Pemberdayaan Perempuan Papua
8. Kelompok Studi dan Pemberdayaan Masyarakat (KSPM) Papua
9. Lembaga Bantuan Hukum (LBH-HAM)  Papua.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny