DPR Papua Tolak Tim Penanganan Pelanggaran HAM Bentukan Pemerintah

KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, DPR Papua menolak tim terpadu penanganan dugaan pelanggaran HAM Papua bentukan pemerintah yang di dalamnya terdapat berbagai elemen adat, masyarakat, agama, bahkan aktivis HAM lainnya.

Menurut Yunus, sampai saat ini masih ada 16 kasus pelanggaran HAM yang dibahas di dalam tim itu. Tetapi dengan adanya tim bentukan pemerintah ini, pihaknya tak yakin, pengungkapan kasus pelanggaran HAM dapat terungkap.

“Tim ini bukan tim independen dan yang jadi pertanyaan saat ini adalah, mengapa tak melibatkan Komnas HAM. Bayangkan saja, misalnya saya membunuh, lalu saya sendiri yang membuat kajian itu, kan ini tak masuk di akal,”

jelas Yunus kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua, Selasa 14 Juni 2016.

Walaupun ada data yang dibuat oleh tim bentukan pemerintah, pihaknya yakin tak ada negara manapun yang akan mempercayai data tersebut. “Mau menggelontoorkan dana berapapun untuk Papua, tetap tak menyelesaikan masalah di Papua. Sebab akar masalahnya tak di bongkar. Kami harap ada penyelesaian Papua secara dialog,” ucapnya lagi.

Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Menkopolhukam membuat tim pengungkapan pelanggaran HAM yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menkopolhukam RI nomor 40/2016. Komponen di dalamnya beranggotakan penyidik Komnas HAM, Kejaksaan Agung dan tim pembela HAM.

Tim ini diharapkan pada akhir 2016 dapat memberikan kesimpulandalam sejumlah kasus pelanggaran HAM di Papua kepada Presiden Jokowi. Ada tiga kasus utama yang ditangani oleh tim ini yakni Kasus Wasior 2001, Wamena 2003 ddan paniai 2014. ***(Lazore)

Parlemen Eropa Dukung Internasionalisasi Aceh dan Papua lewat Isu Keadilan dan Hak Penentuan Nasib Sendiri

Juni 15, 2016 7:17 pm

Jakarta, Aktual.com. Kalangan pro kemerdekaan di Aceh dan Papua kekuatan politik dan militernya saat ini sebenarnya sudah tidak terlalu mengkhawatirkan. Namun gerakan dan kiprahnya di fora internasional untuk meng-internasionalisasikan Aceh dan Papua melalui jalur-jalur diplomasi nampaknya perlu dicermati oleh para pemangku kepentingan politik-keamanan di Jakarta.

Pada 14 Juni 2016 di Brussels-Belgia, Parlemen Eropa telah menggelar sebuah konferensi internasional membahas Hak-Hak Minoritas dan Kerjasama Regional di Asia Tenggara.
Nampaknya, pagelaran yang diselenggarakan oleh Parlemen Eropa itu disambut oleh beberapa kalangan pro kemerdekaan Aceh sebagai momentum yang bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan terus gerakan meng-internasionalisasikan Aceh Merdeka. Ketua Presidium Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF), Ariffadhillah masuk dalam jajaran peserta konferensi.

Menurut keterangan yang berhasil kami himpun, Arif yang bermukim di Jerman itu, tercatat sebagai analis kimia di Eisenach, Jerman. Selain dirinya, dalam delegasi ASNLF yang dipimpinnya juga akan ikut bergabung perwakilan ASNLF dari Swedia dan Belanda. Tak pelak hal ini menggambarkan bahwa jaringan ASNLF setidaknya cukup terorganisasi di Eropa. Melalui kehadiran Arif dan kawan-kawannya di konferensi tersebut, ASNLF membahas dan membeberkan pelanggaran HAM beserta kekebalan hukum militer yang terjadi di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Arif pada awal Juni lalu.

Ada satu aspek penting yang perlu jadi catatan dari konferensi internasional tersebut. Fakta bahwa acara tersebut terselenggara berkat kerja sama Organisasi Bangsa dan Rakyat yang tak Terwakili (UNPO), Taiwan Foundation for Democracy (TFD), Haella Foundation dan lobi politikus asal Estonia, Urmas Paet yang juga tercatat sebagai anggota parlemen Uni Eropa.

Namun yang patut dicermati adalah bahwa melalui penyelenggaraan konferensi internasional itu, Parlemen Eropa nampak jelas sangat memfasilitasi acara tersebut. Konferensi tersebut berlangsung di ruang PHS7C050 gedung parlemen Uni Eropa.
Bagi kita di Indonesia kiranya sudah sepatutnya membaca tren ini berpotensi untuk tetap menghidupkan terus gerakan separatisme di Aceh.

Apalagi melalui konferensi ini, akan dijadikan forum untuk mempresentasikan sebuah tinjauan umum mengenai keadaan minoritas di Asia Tenggara. Sehingga dalam kerangka tema besar tersebut, gerakan pro kemerdekaan Aceh akan memasukkan agenda kemerdekaan Aceh dengan menggunakan isu pelanggaran hak-hak asasi manusia di Aceh sebagai alasan pembenaran untuk menghidupkan terus gerakan meng-internasionalisasikan gerakan pro kemerdekaan Aceh di forum internasional. Dan Parlemen Eropa terkesan sangat mendukung sekali gerakan-gerakan separatisme di beberapa negara di Asia Tenggara yang disamarkan melalui tema Hak-Hak Minoritas dan Kerjasama Regional di Asia Tenggara.

Apalagi ketika Ketua Presidium ASNLF berencana mempresentasikan makalah tentang lemahnya penyelesaian HAM melalui perjanjian MoU Helsinki yang tidak ada hasilnya sama sekali meskipun sudah satu dekade lamanya. Untuk alternatifnya, ketua presidium ASNLF itu akan memberikan solusi dengan menyerukan komunitas internasional untuk menghormati tuntutan rakyat Aceh untuk keadilan dan penentuan nasib sendiri.

Jika ini benar, berarti gerakan ASNLF meng-internasionalisasikan isu Aceh merdeka memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), adalah dengan menggunakan isu keadilan dan hak penentuan nasib sendiri, atau the right to self determination sebagai pintu masuk.

Maka itu keputusan Parlemen Eropa untuk membolehkan keikutsertaan pihak ASLNF maupun Organisasi Papua Merdeka(OPM) pada konferensi internasional Parlemen Eropa di Belgia jelas telah mempertunjukkan itikad yang tidak baik terhadap pemerintah Indonesia sebagai pihak yang sepenuhnya berdaulat atas Aceh maupun Papua hingga sekarang.

Apalagi fakta mempertunjukkan bahwa baik ASLNF maupun OPM adalah organisasi ilegal yang dilarang di Indonesia, sehingga upaya parlemen Eropa mengundang mereka sama dengan upaya merusak hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Bahkan ditinjau dari sudut pandang MoU Helsinki sekalipun, manuver ASNLF tetap dipandang sebagai upaya untuk menggagalkan perdamaian di Aceh. Sebab dengan telah ditandatanganinya Mou Helsinki, permasalahan konflik atau perselisihan antara Indonesia dengan GAM sudah dianggap final atau kedua belah pihak sudah menyatakan islah.

Manuver ASNLF justru bisa dinilai untuk mementahkan kembali kesepakatan Helsinki.
Karena itu pemerintah Indonesia, khususnya KBRI di Jerman dan Belgia, secara khusus perlu memonitor secara intensif Organisasi Bangsa dan Rakyat yang tak Terwakili (UNPO), Taiwan Foundation for Democracy (TFD), Haella Foundation dan lobi politikus asal Estonia, Urmas Paet, karena keempat unsur tersebut jelas-jelas mempunyai itikad yang tidak baik kepada Indonesia.
(Hendrajit)

Tuntutan kemerdekaan Papua, RI-KNPB ‘berebut pengaruh’

Heyder Affan, Wartawan BBC Indonesia, 14 April 2016

Perebutan pengaruh antara pemerintah Indonesia dan kelompok pendukung kemerdekaan Papua di kawasan Pasifik terus berlanjut menyusul unjuk rasa ratusan orang di Papua yang menuntut agar diakui oleh sebuah blok regional di kawasan Pasifik, Rabu (13/04).

Sementara Indonesia terus mendesak agar statusnya di organisasi Melanesian Spearhead Group, MSG, meningkat dari anggota asosiatif menjadi anggota penuh, kata seorang anggota DPR.

MSG, adalah sebuah blok regional di kawasan Pasifik, yang meliputi Fiji, Vanuatu, Papua Nugini dan kepulauan Solomon. Organisasi dibentuk pertama kali pada 1988.

Semula sebagai observer (peninjau), Indonesia diterima sebagai anggota asosiatif MSG pada KTT ke-20 di Honiara, Kepulauan Solomon pada Juni 2015 lalu, tetapi selalu diprotes oleh organisasi Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP).

Lanjut ke Sumber Berita: BBC News Indonesia

Staf Khusus Presiden Blusukan ke Lapas Biak

Biak, Jubi/Antara – Staf khusus Presiden Joko Widodo, Lenis Kogoya, blusukan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Biak Numfor, Papua, Selasa 96/10/2015).

Kunjungan blusukan staf Presiden ke Lapas Biak diterima Kalapas, Danang Agus Triyanto, dan melakukan pertemuan dengan narapidana kasus makar ‘Bintang Kejora” Oktovianus Warnares dan Agustinus Sawias.

Lenis Kogoya mengakui kunjungan ke Lapas Biak untuk melihat dari dekat tentang aktivitas narapidana politik yang sedang menjalani hukuman karena kasus pidana dialami para narapidana kasus makar.

“Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi memberikan pengampunan grasi kepada narapidana kasus makar di Papua,” katanya.

Ia berharap dengan data dan hasil tatap muka dengan narapidana kasus makar warga binaan Lapas Biak akan disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dalam mengambil kebijakan terhadap Papua.

Salah satu narapidana makar, Oktovianus Warnares, menyatakan menolak pemberian grasi atau bentuk pengurangan hukuman atas kesalahan yang dibuatnya saat pengibaran bendera “Bintang Kejora’pada 1 Mei 2013 di kantor Diklat Jalan raya Adibay distrik Biak Timur.

“Saya harus menjalani hukuman selama enam tahun. Putusan Mahkamah Agung tetap saya jalani demi negeri Papua,” kata Oktovianus.

Usai tatap muka dengan narapidana kasus makar, staf khusus Presiden Jokowi, meninjau kamar narapidana.(*)

Kecewa dengan Gubernur dan DPRP

JAYAPURA – Menyusul adanya Surat Menteri Dalam Negeri RI No “161.97.2104/SJ tertanggal 27 April 2015 perihal penetapan Perdasus No 6 Tahun 2014 yang ditujukan kepada Gubernur Papua, dengan memerintahkan kepada Gubernur Papua sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mempertimbangkan kembali substansi materi Perdasus No 6 Tahun 2014 tentang keanggota DPRP melalui pengangkatan periode 2014-2019, ditanggapi Ketua Barisan Merah Putih (BMP) RI wilayah Provinsi Papua, Ramses Ohee.

Ia mengharapkan semua komponen masyarakat Papua untuk bersatu mendesak Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP untuk segera merealisasikan kursi adat di DPRP yang sudah diberikan negara kepada rakyat Papua, sesuai Keputusan MK No 116/PUU-VII/2009.

Dirinya selaku orang tua kesal, karena hak orang asli Papua yang diakui oleh negara tidak diseriusi Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP, karena seolah-olah hak 14 kursi yang diberikan negara, bukan untuk orang asli Papua.

Terutama Gubernur Papua, Lukas Enembe, selaku wakil Pemerintah Pusat menjelaskan keputusan negara ini kepada rakyat Papua, dan duduk bersama DPRP dan MRP untuk membahas aturannya dengan baik yang melibatkan semua komponen masyarakat, setelah itu baru disahkan menjadi Perdasus.

Sebagaimana 9 kursi adat yang sudah dinikmati oleh rakyat Papua Barat. Itu dikarenakan gubernurnya, DPRPnya dan MRP nya serius menyelesaikan hak adat rakyat Papua itu.

“Selama ini terkesan kita rakyat Papua, terutama Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP mempermainkan keputusan negara tersebut. Harusnya, Gubernur Lukas Eneme dan DPRP bertanggungjawab penuh atas keputusan MK ini, malah meninggalkannya dan memperjuangkan hal lain. 14 kursi ini tidak belum jadi, karena Gubernur, DPRP dan MRP tidak pernah duduk sama-sama dan sejalan bahas 14 kursi ini, dan berikan penjelasan yang baik kepada rakyat Papua bahwa kenapa 14 kursi ini belum direalisasikan,”

ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di kediamannya, Jumat, (22/5).

Baginya, jika gubernur dan DPRP tidak punya itikad baik, maka dalam waktu dekat ini pihaknya tetap mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Inspres, demi kebaikan rakyat Papua, dan sebagai wujud nyata pertahanan nasional, serta bahwa Papua benar-benar bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai persetujuan PBB tertanggal 19 November 1969 bahwa Papua didalam NKRI. Itu harga mati.

Terkait dengan pernyataan banyak pihak, diantaranya pakar hukum Ferry Kareth dan mantan anggota DPRP mengenai 14 kursi itu, dirinya menegaskan, Ferry Kareth tidak boleh mengeluarkan pernyataan di media lagi, karena Ferry Kareth adalah sosok yang pernah menyusahkan rakyat Papua dengan tidak memproses keputusan MK dimaksud.

Termasuk pernyataan DPRP juga salah dalam melihat makna putusan MK itu. Pasalnya disini 14 kursi harus memiliki fraksi sendiri di DPRP yang khusus membicarakan hak-hak adat orang asli Papua, bukan berbicara melalui kursi Parpol atau gabungan fraksi yang dicampurkan antara utusan Parpol dan adat.

“Dengan segala kerendahan hati, kami berjuang untuk anak asli Papua duduk di kursi adat DPRP, supaya memperjuangkan hak-hak orang asli Papua, sebab selama ini apa yang kami bicarakan di DPRP lewat kursi Partai Politik (Parpol) tidak didengar, mereka berjalan dengan maunya sendiri-sendiri dan maunya Parpol,”

tukasnya.

Ditegaskannya, dirinya sudah menyurati Presiden Jokowi yang isinya meminta Jokowi segera menerbitkan PP untuk mengeksekusi hak adat di parlemen bagi rakyat Papua, namun jika tidak ada PP, maka Papua bukan bagian dari NKRI.

Ditempat yang sama, Ketua BMP Perwakilan Papua wilayah DKI Jakarta, Willem Frans Ansanay, SH., M.Si, menandaskan, mensikapi polemik 14 kursi yang akibat dari tarik ulur antara kepentingan-kepentingan yang ada di Papua.

Melihat hal itu, dirinya meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk memahami Papua secara komprehensif, yakni Tanah Papua seperti apa, manusia yang mendiaminya seperti apa, dan apa persoalan yang sangat fundamental di Papua, sehingga Papua memiliki karakteristik khusus yang di back up oleh UU Otsus Papua.

“Membangun Papua, tidak bisa dipahami secara parsial, karena ada kepentingan-kepentingan sesat, pemahaman yang sempit tentang tata kelola pemerintahan dan kurang memahami sosial kultural yang ada di Papua,”

terangnya.

Papua dipahami dalam NKRI, sebagai bagian yang utuh bahwa Papua adalah bagian yang utuh dari wilayah NKRI, yang dilegitimasi oleh hukum dunia Internasional, yang kemudian Indonesia berkewajiban membangun Papua. Tahapan Indonesia membangun Papua, kita semua tahu di era pemerintahan orde baru, Papua mengalami degradasi pembangunan yang selanjutnya hal yang sama dialami daerah lain, yang akibatnya terjadi reformasi yang melahirkan tuntutan ekstrim, yang sebagiannya sudah mencapai hasil, seperti Provinsi Timur-Timor yang sekarang menjadi suatu negara didalam kedaulatannya sendiri.

Sementara itu, Papua, dan Aceh termasuk dalam permintaan ekstrim kepada NKRI supaya memiliki kedaulatan sendiri. Termasuk Borneo dan Riau.

Untuk itu, apa yang menjadi persoalan bangsa ini harus dilihat secara utuh, karena dampaknya Papua juga terkena imbasnya, yang pada giliran diterbitkannya UU Otonomi Daerah (Otda) 1969 dan Tahun 2001 UU Otsus diterbitkan pada masa Pemerintahan Mega Wati Soekarno Putri, sebagai alat (UU) kelengkapan negara dalam membangun Papua kedepannya. Namun, apa yang terjadi UU Otsus dalam implementasinya mengalami hambatan, khusus menyangkut 14 kursi itu yang saat ini menjadi polemik.(Nls/don/l03)

Source: Sabtu, 23 Mei 2015 02:05, Kecewa dengan Gubernur dan DPRP

Diplomat Indonesia : Masalah Papua Jadi Sorotan Internasional

Jayapura, Jubi – Salah satu Mantan Diplomat Luar Negeri, Fredik Kambu mengungkapkan bahwa Indonesia banyak disoroti negara – negara di dunia atas tindakan pelanggaran HAM yang terus terjadi di Tanah Papua.

Lelaki yang pernah bertugas di Dubes Brasil dan Belanda ini mengatakan berbagai tindakan aparat bersenjata yang menghilangkan nyawa khususnya di Papua sering menjadi pemberitaan hangat di luar negeri, terutama negara yang peduli dengan Papua.

“Banyak pandangan macam – macam terutama Eropa, Amerika. Mereka itu memperhatikan Papua, mengawasi dan menjaga Papua ini dengan melihat hal – hal yang positif di sini. Banyak (media Internasional-red) menulis yang negatif. Apalagi gerakan tentara baku tembak di perbatasan dan segala macam yang setiap saat terjadi, itu mereka menilai sangat negatif. Jadi mau sangkal bagaimana itu setiap hari ditulis. Daerah lain nggak ditembak begitu, di Papua ini tiap hari,”

kata Kambu disela – sela pertemuan rombongan Departemen Luar Negeri dengan Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano bersama intansi terkait di Kantor Walikota Jayapura, Selasa (17/3/2015) siang.

Dia mengakui ada sebanyak 1.500 lebih lembaga swadaya di luar negeri yang prihatin terhadap kejahatan kemanusian yang menimpa masyarakat Papua.

“Jadi mereka mendukung. Bukan hanya Papua, ada gerakan lain di dunia mereka dukung. Kayak di Eropa, misalnya Jerman sebagai negara pro aktif, Belanda, semua NGO bahkan Inggris yang pernah memberikan rumah untuk salah satu wali kotanya kepada Ketua Papua Merdeka yang ada di London. Tapi Papua Merdeka itu siapa ketuanya yang memimpin Papua Merdeka, itu yang mereka tunggu dan mencari supaya mereka memberikan saran, masukan, dukungan kepada ketua itu,”

kata lelaki asal Sorong ini.

Ia mencontohkan Theis Eluay. Menurut Kambu, negara-negara Eropa sangat kenal Theys Eluay almarhum.

Lanjut Kambu, berbagai pemberitaan yang diangkat media internasional di negara yang pernah dikunjunginya, rata- rata beranggapan bahwa Papua tidak mendapat perhatian dari Indonesia, sehingga Papua terus terisolir.

Dari hasil penjelasan tentang pembangunan Papua yang disampaikan oleh Wali Kota Jayapura ini, kata Kambu akan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa untuk dibagikan kepada negara lain agar diketahui bahwa Pemerintah RI tidak mengabaikan Papua.

”Di kantor kami Deplu itu, buka lihat daftar, banyak yang menyorori negatifnya. Untuk itulah kami berusaha menjawab sorotan negatif itu kepada mereka. Kalau tidak, orang tetap menyoroti terus Papua itu ketinggalan. Padahal banyak hal yang dicapai,”

kata pria asal Sorong tersebut. (Sindung Sukoco)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Sindung Sukoco on March 17, 2015 at 22:58:12 WP [Editor : Victor Mambor]

DPD RI Masukkan RUU Otsus Plus ke Prolegnas

Anggota Komite I DPD RI Ahmat Subadri memberikan cindera mata kepada Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.Ip.JAYAPURA—Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusu Bagi Provinsi di Tanah Papua atau yang sering disebut RUU Otsus Plus terus mendapat dukungan, belakangan diketahui jika Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah memasukkan rancangan peraturan tersebut ke dalam Program Legislasi nasional (Prolegnas).
“Kami baru melakukan rapat Paripurna luar biasa di DPD RI, kami dari DPD sepakat memprioritaskan RUU Otsus Plus masuk dalam Prolegnas,” ungkap Ketua tim komite I DPD RI yang berkunjung ke Papua, Ahmad Subadri dalam sambutannya pada pertemuan DPD RI dengan FORKOMPIMDA bersama pimpinan SKPD di lingkup pemprov Papua di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Kamis (29/01) siang.

Ditegaskannya jika DPD RI mendukung Rancangan Undang-undang Otsus Pemerintahan bagi provinsi di Tanah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurutnya, bagi DPD RI tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi RUU Otsus Plus dan ia juga mengaku pihaknya akan terus mempersiapkan berbagai hal untuk mendorong RUU Otsus Plus.

“Jadi tidak alasan bagi kami untuk tidak mendukung, insyah allah dalam proses selanjutnya DPD RI akan terus dari mulai mempersiapkan berbagai hal terkait RUU Otus Papua, kita akan melakukan serangkaian kegiatan sebagaimana lazimnya dalam penyusunan legislasi,” kata Subadri yang merupakan perwakilan dari Provinsi Banten.

Dijelaskannya dengan adanya empat senator asal Papua yang memperjuangkan RUU Otsus Plus, tentunya akan didukung oleh senator lain sebagai bentuk solidaritas. Sebab, perjuangan RUU Otsus Plus untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

“Dalam mewujudkan hal ini, tentunya kami akan mengundang ataupun akan berkenjung lagi ke Papua. Kami ingin menunjukkan eksisten DPD, Kami semua ini independen jadi tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang bisa mendikte, jadi insyah Allah objektif dalam memperjuangkan RUU Otsus Plus Papua,” terangnya.

Sementara itu, Sekda Papua T.E.A Hery Dosinaen,SIP mengaku, pemprov Papua sementara terus memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus di pemerintah pusat dan juga di DPR RI.

“Perjuangan RUU Otsus Plus terhenti tahun lalu, seiring berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” terangnya.

Saat ini, kata Sekda, Gubernur bersama tim Asistensi sedangkan memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus untuk melakukan pertemuan dengan berbagai lembaga di Jakarta.

“Adapun rancangan undang-undang tersebut, diharapkan ada kewenangan seluas-luasnya bagi pemerintah di Papua untuk mengatur rumah tangga dan segala aspek rumah tangga serta pemerintahan, berdasarkan potensi yang ada di Papua,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Sekda meminta kepada DPD RI untuk memberikan dukungan kepad pemprov Papua, sehingga perjuangan RUU Otsus Plus dapat disahkan sehingga menjadi suatu refrensi hukum yang jelas.

“Sampai saat ini undang-undang nomor 21 tahun 2001 belum mempunyai kekuatan, karena peraturan Otsus selalu bertrabrakan dengan regulasi sektor lainnya,” tambahnya. (ds/don/l03)

Source: Jum’at, 30 Januari 2015 08:56, BinPa

Gubernur: Ancaman Purom Wenda Tak Perlu Ditanggapi

Lukas Enembe S.IP., M.H.JAYAPURA – Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., berharap untuk tidak perlu menanggapi adanya ancaman dari kelompok Purom Wenda yang akan melakukan penembakan terhadap warga, jika anak buahnya Rambo Wonda dan kawan-kawan tidak dilepas oleh pihak Kepolisian.

“Ini baru ancaman, tidak perlu ditanggapi dan saya harap agar Purom Wenda dan kelompok kriminal bersenjata (KKB) lainnya yang masih berada di hutan, tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengganggu masyarakat,”

kata Gubernur Enembe kepada wartawan di Hotel Horison Jayapura, Jumat (30/10) kemarin.

Orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Papua ini, meminta untuk tidak boleh lagi terjadi kegiatan yang mengganggu masyarakat di Papua ini. Sebab dirinya memberikan kesempatan kepada anak-anak Papua yang masih Ada dihutan untuk kembali ke masyarakat guna bersama-sama membangun Papua.

“Tertangkapnya anggota polisi dan TNI sebagai penjual amunisi ke kelompok bersenjata tidak mengagetkan karena hal itu sudah pernah dilaporkan, namun tidak pernah ada tindak lanjut,” katanya.

Dugaan keterlibatan aparat keamanan dalam penjualan amunisi ke kelompok bersenjata sudah sejak dirinya masih menjabat Bupati Puncak Jaya dimana saat itu kekuatan kelompok bersenjata yang selama ini melakukan penembakan masih terbatas.

“Waktu di daerah Tingginambut sering bergejolak para anggota kelompok bersenjata. Nah sekarang mereka dapat amunisi darimana kalau bukan dari aparat keamanan sendiri,”

katanya menanyakan.

Bahkan lanjut dia, Peluru-peluru tersbeut dibeli dengan harga yang bervariasi hingga mencapai Rp1 juta per butir sehingga dengan ditangkapnya anggota yang menjual amunisi maka dugaan itu terbukti.”Amunisi-amunisi itu dijual akibat harga yang ditawarkan cukup tinggi sementara tingkat kesejahteraan aparat keamanan masih terbatas, kata Gubernur Enembe,” katanya.
Gubernur Enembe dirinya sudah melaporkan hal itu kepada Presiden SBY dan Panglima TNI.” Saya tidak persalahkan institusi tetapi person, di Papua itu tidak ada pabrik amunisi, tetapi kenapa mereka (OPM) bisa mendapat amunisi. Jadi itu dari siapa?,” katanya nada bertanya.

“ Saya sudah minta kepada Panglima TNI agar pengeluaran amunisi kepada anggota ditertibkan, pemakaian/pengiriman amunisi harus dihitung. Sebab di sana (pengunungan Papua) itu biaya hidup tinggi, jadi bisa saja mereka menjual amunisi, kalau 1 butir saja bisa Rp1 juta, oknum bisa-bisa saja menjualnya,”

tambahnya.

Bahkan menurut gubernur Papua, permasalahan di Papua itu karena ada saja yang mendukung pergerakan mereka, menyuplai amunisi bahkan mungkin senjata. Jadi pihak Kepolisian dan TNI harus melakukan pengawasan terhadap peredaran amunisi maupun senjata di Papua.

Sekedar diketahui, Tim khusus Polda Papua berhasil menangkap oknum Anggota Nduga beprpangkat Briptu TJ, bersama barang bukti 260 amunisi dari berbagai kaliber yang akan dijual ke KKB.

Selain itu tim juga menangkap lima anggota kelompok bersenjata, termasuk dua DPO yakni Rambo Wonda alias Kolor alias Enggaranggo Wonda dan Derius Wanimbo alias Rambo Tolikara.

Polri Tantang Berperang

Sementara itu Polisi Republik Indonesia, dalam hal ini Polda Papua menantang pimpinan Kelompok Kriminal Bersenjata di wilayah Kabupaten Lanny Jaya, Puron Wenda dan Enden Wanimbo untuk berperang. Penegasan Kapolda ini terkait adanya terror Enden Wanimbo kepada Karo Ops Polda Papua via telepon seluler.

“Enden Wanimbo kemarin menelpon ke Karo Ops dan berbicara seolah-olah mengancam. Saya tantang dia kalau berani turun, ayo kita perang, jangan main ancam-ancam,”

ungkap Kapolda Papua, Irjen Pol Drs. Yotje Mende kepada wartawan di Merauke, Rabu (29/10) kemarin.

Tegas Kapolda, sudah jelas dan nyata-nyata bahwa Enden Wanimbo membuat teori-teori intimidasi terhadap kepolisian, namun teori itu tidak membuat kepolisian gentar. “Teori dia itu salah, kita ini terlatih,” ungkap Kapolda.

Ancaman Enden Wanimbo itu membuat Kapolda merasa berang. Kapolda janji dalam waktu dekat akan mengelar operasi besar-besaran untuk mencari Enden Wanimbo maupun Puron Wenda.

“Kita akan kejar mereka sampai ke ujung dunia. Saya akan melakukan operasi besar-besaran. Kita ini sebagai penegak hukum, kita sudah berulangkali memperingati mereka untuk serahkan diri,”

ujarnya.

Operasi besar-besaran yang akan dilakukan itu dengan target mencari kembali senjata yang selama ini dirampas oleh kelompok kriminal bersenjata, termasuk senjata jenis Arsenal yang menurut Kapolda ada di tangan Poron Wenda.

“Saya akan mencari senjata-senjata saya yang selama ini hilang, termasuk Arsenal yang selama ini di pegang Puron Wenda. Kita monitor dia masih bawa dan info terakhir dia beroperasi di daerah Pireme dan Walingap, Kabupaten Lani Jaya,”

beber Kapolda. (loy/moe/don/l03)

Jum’at, 31 Oktober 2014 17:12, BinPa

Otsus Plus Bukan Ciptakan Papua ‘M’

Yunus WondaJAYAPURA – Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) memuji, perjuangan Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua, Kelemen Tinal dalam memperjuangkan Undang-undang Otsus Plus. Orang nomor satu dan nomor dua di Papua ini telah memberikan yang terbaik untuk kepentingan masyarakat Papua.

”Saya yakin bahwa Pak Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal bekerja dengan hati. Mereka tidak ada kepentingan-kepentingan sesaat, tapi mereka bekerja untuk kepentingan masyarakat Papua, walaupun UU Otsus ini masih di pending,”

kata Yunus Wonda kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (2/10).

Menurut Yunus, semua orang boleh merasa hebat dan pintar, namun justru menghancurkan negeri ini. ”Saya harus garis bawahi, menciptakan Papua merdeka bukan pada posisi Otsus Plus tapi rakyat kita memang luar biasa dan rakyat semua hadir pada saat negeri ini tidak membutuhkan orang pintar, tapi negeri ini membutuhkan orang sederhana dan memiliki hati,”
ujar politisi ulung partai demokrat ini.

Oleh karena itu, ia mengajak semua elemen masyarakat agar tidak berbicara masalah hal yang besar, tapi mari berbicara untuk kepentingan rakyat dalam mewujudkan keinginan rakyat Papua.

“Boleh memberikan kritik dan lain-lainnya, tapi mari juga berikan dukungan. Sebab belum tentu benar yang kita bicarakan itu. Mari kita satu hati untuk mendorong Otsus Plus ini,”

ujarnya.

Disinggung apakah sudah dilakukan evaluasi selama ini? Yunus Wonda menyampaikan, rancangan pembuatan UU Otsus Plus telah dievaluasi melalui MRP dengan menghadirkan 300 lebih orang Papua, baik Papua maupun Papua Barat. “Jadi semua itu rakyat yang evaluasi bukan pemerintah yang melakukan evaluasi,” tegasnya.

Menurut dia, karena Otsus dinilai gagal selama kurang lebih 13 tahun, maka presiden memberikan kesempatan kepada Gubernur mencoba melihat secara keseluruhan apa sebenarnya yang menjadi persoalan di Papua.

“Kami tahu dan kami sadar bahwa tidak 100 persen harus sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Tapi paling tidak ada hal yang bisa kita lakukan untuk merubah negeri ini,”

tukasnya.

Oleh karena, dirinya mengajak semua pihak untuk saling mendukung dan saling bergandeng tangan merubah negeri ini. “Apakah ada evaluasi yang nanti menghasilkan hal yang baru. Toh draft otsus plus ini kan bagian dari evaluasi yang dilakukan oleh rakyat Papua,” imbuhnya. (loy/ari/l03)

Sabtu, 04 Oktober 2014 12:29, BintangPAPUA.com

InjuryTime yang Mendebarkan

.JAYAPURA – Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan apapun tentang penundaan pembahasan RUU Otsus Plus yang masih terus dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Kepastian ini nantinya akan diketahui pada akhir bulan ini, apakah disahkan ataukah ditunda untuk dibahas pada anggota DPR RI periode 2014 – 2019.

Demikian disampaikan Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., saat dihubungi via telepon selularnya, Kamis (25/9). “Ya, kalaupun ditunda periode depan, kan tidak masalah toh. Kan pengesahan RUU itu memang wewenangnya DPR-RI. Jadi periode mana saja yang sahkan, tidak ada masalah,” tandasnya.

Namun demikian, menurut Yunus sampai saat ini Tim Asistensi  RUU Otsus Plus terus berjuang agar lebih cepat disahkan, maka hal itu akan lebih baik. “Tapi kalau belum bisapun, tidak ada masalah, karena itu kewenangan mereka. Kita tidak bisa mendikte keputusan DPR RI,”tukasnya.

Seperti diketahui banyak elemen masyarakat yang sampai saat ini masih pesimis RUU Otsus Plus bagi Provinsi di Tanah Papua, akan bisa digolkan oleh DPR RI periode 2009 – 2014.

Saat dicecar dengan pertanyaan, apakah Tim Asistensi RUU Otsus Plus pasrah dengan belum pastinya, RUU ini apakah disahkan atau tidak. Dengan tegas Yunus menampik hal itu. “Kalau sudah pasrah, kita tentunya sudah pulang sebelum tanggal 30 September,”tukasnya.

Namun ditegaskannya sampai saat ini, tim masih berjuang di Badan Legislasi (baleg) – DPR RI, agar RUU ini bisa gol untuk di paripurnakan.

Seperti diketahui, sebelumnya hari Rabu 24 September juga telah berlangsung Rapat Baleg – DPR RI bersama dengan Pemerintah yang dihadiri langsung Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin bersama   Perwakilan Menteri Dalam Negei dan juga Perwakilan Menteri Keuangan.

Sebelumnya Yunus menjelaskan perjalanan tim asistensi menggolkan RUU Otsus Plus ini, sampai saat ini sudah masuk dalam agenda mekanisme, yang sedang berjalan di badan legislasi (baleg) yakni dengan sempurnakan draft Otsus Pemerintah  di Tanah Papua.

Sebelumnya Tim Asistensi RUU Otsus Plus juga telah melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pusat. Dalam pertemuan ini DPD sambut dengan luar biasa dan mendukung. “Dimasa kepemimpinan mereka di saat injury time ini, mereka berharap ada satu kenangan besar yang mereka bisa buat untuk Papua yakni memperjuangkan RUU ini,”paparnya.

Yunus juga menjelaskan sampai saat ini seluruh fraksi mendukung RUU Otsus Plus ini. “Maka kami minta doa dan dukungan dari seluruh masyarakat di Tanah Papua,” katanya lagi. (ds/ari/l03)

Sumber: Jum’at, 26 September 2014 06:42, BintangPapua.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny