Satu Hati Berdoa Untuk Tanah Papua, Jangan Berhenti Berdoa

By Kabar Mapegaa 14.06.00, Oleh: Jeck Ikomou

Sekalipun tidak ada respon, paulus mengajar kita untuk “jangan berhenti berdoa “(1 Tesalonika 5:17). Dengan kata lain, jangan menjadi begitu putus asa oleh kenyataan sehingga anda berhenti berdoa.

Sering anak-anak Tuhan dengan tekun berdoa bertahun-tahun lamanya tanpa jawaban yang nyata, namun mereka terus berdoa dan akhirnya melihat jawaban doa yang luar. Saat lain tidak dapat jawaban doa sampai seseorang itu pulang ke surga lalu jawabab doa yang dahsyat luar biasa terjadi dari belakang setelah seseorang itu tiba di kekalan sorga.

Contoh : Bersaksi latar belakang hidup saya, saya dari Pemabuk Kaliber kota Jayapura Pecandu minuman keras pemimpin miras orang koteka di Jayapura tahun 70, 80-an orang koteka Jayapura waktu itu. Sebagai seorang pegawai Kantor Pos Gaji besar untuk orang koteka Jayapura dan uang gaji saya setiap bulan ditelan oleh NAGA MIRAS tidak pernah saya pegang uang selama saya pegawai Kantor Pos sebab hidup dengan bon-bon miras di kios sekota Jayapura maupun seluruh tanah Papua dan setiap bon tagihan maduk bebdahara gaji dan dipotong habis, begitu kerja dan hidup saya masa mudah ku.

Peristiwa ini didengan oleh mama dikampung Paniai dan Wakeitei setiap tahun, namun mama tercinta saya cuwek saja dengan kabar buruk itu dan dia berdoa terus sampai mama meninggal. Mama tinhgalkan pesan kepada adik saya Yulita , bahwa saya punya anak di Jayapura orang katakan dia peminum miras dan perutnya besar akibat miras, tetapi Yulita kasih tahu Yehezkiel itu bahwa, “Nanti kita akan berjumpa di kota sion kota Allah disana bila Tuhan datang orang-orang kudus.”

Setelah mama saya meninggal doa mama doa orang benar besar kuasanya didengar Tuhan dan saya bebas dari dosa bertobat menerima keselamatan. Bukan sampai batas itu namun Tuhan angkat saya tempat di satu dunia yaitu dunia pelayanan penginjilan & doa menjadi hamba allah full time. Semua Rachmat Anugerah Kasih-Nya Tuhan. Amin.

Olehnya anak-anak, adik-adik, bapak-bapak tetutama mama-mama jangan berhenti berdoa, walaupun anakmu temanmu suamimu terikat dengan dosa miras, seks bebas narkoba ganja rokok pinang berdoa tak boleh putus dan berhenti berdoa. Doa mama besar kuasanya nama Yehezkiel Ikomouw disebut dalam doa mama, nama ku disebut dan terdaftar dalam buku hayat buku kehidupan abadi kekal.

Jangan berhenti berdoa bagi Papua walaupun keadaan tidak memberi buah dan harapan-harapan yang menyenangkan kita , doa terus berdoalah senantiasa kata firman tersebut diatas. Pasti jawaban doa akan datang pada waktunya Tuhan, segala sesuatu indah pada waktunya.

Mari kita anak-anak muda memakai waktu di gunung-gunung, bukit-bukit, lembah-lembah, pantai-pantai uncak-uncak dan lereng-lereng yang permai alam yang indah ciptaan Tuhan kita jadikan tempat berdoa sendirian, dua-dua tiga-tiga sekelompok kompak sepakat berdoa disana doamu sangat berharga bagi Tuhan untuk memberkati negeri ini. Amin!

“PAPUA DI MATA TUHAN”

(Penulis adalah Rakyat Papua)

Editor: Frans Pigai

Sumber: Omboral Facebook, Jeck Ikomou

Amunggut Tabi: Politik Melanesia dan Dukungan Negara-Negara Melanesia

Setelah beberapa kali di tahun lalu menyebutkan gelagat Papua Merdeka di kawasan Melanesia dengan tema politik Melanesia, kini Amunggut Tabi, Gen. TRWP, Sekretaris-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) kembali memberikan catatan lewat email kepada PMnews sbb.

Dengan hormat,

Belakangan ini berbagai tanggapan terhadap perjuangan Papua Merdeka telah berdatangan, baik dari kolonial Indonesia maupun dari negara-negara Melanesia. Tentu saja, kita diperhadapkan dengan tanggapan-tanggapan yang beragam, ada yang mendukung Papua Merdeka, ada pula negara Melanesia yang tidak mendukung langsung.

Negara kolonial Republik Indonesia, khusnsnya lewat Menteri-nya Luhut Binsar Panjaitan juga melakukan gerilya politik ala preman ke seluruh Melanesia, di sebelah kanan membawa racun dan di sebelah kiri membawa madu.

Ada beberapa pokok yang harus dicatat oleh orang Papua dan para tokoh Papua Merdeka:

Pertama, bahwa para politisi dan diplomat yang memberikan pendapat dan tanggapan satu sama lain mereka lakukan dalam kapasitas sebagai negara merdeka, kepada negara merdeka kolonial Indonesia. Di dalamnya, sebagai sesama anggota PBB, seabgai sesama negara berdaulat, sebagai sesama pejabat negara, tentu saja ada etika diplomasi dan etika politik yang patut dijaga di antara para politisi dan diplomat NKRI maupun negara-negara Melanesia. Walaupun NKRI jelas-jelas menunjukkan politik premanisme, dan pernyataan-pernyataannya sangat memalukan, itu janganlah menjadikan kita menjadi sama berpikir dan sama berkata-kata seperti mereka. Kita harus tmapil sebagai yang tahu dan yang bijak, yang bijak dalam berkata dan berpolitik.

Kedua, bahwa kita orang West Papua harus dan mutlak menaruh percaya sepenuhnya dan seutuhnya kepada Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Papua New Guinea, Solomon Islands, New Caledonia, Vanuatu dan Fiji. Setiap saat keraguan muncul, setiap waktu kecurigaan timbul, begitu kecemasan mengemuka, marilah kita dengan sadar, dengan berulang-ulang, mengatakan kepadanya, “Aku percaya Melanesia, aku percaya ras-ku adalah diriku. Aku percaya aku tidak akan pernah menipu diri sendiri. Aku percaya, apapun yang terjadi, berapapun kolonial Indonesia menyogok, betapapun NKRI mengancam, Papua Pasti Merdeka, NKRI pasti harus keluar dari Tanah Leluhur bangsa Papua, West New Guinea, wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua.

Dengan dasar pemikiran dan percaya ini, mari urungkanlah ucapan, sikap dan tindakan yang membantah, menyinggung atau menyesali pernyataan atau tindakan dari negara-negara Melanesia. Alasan apapun yang dikeluarkan, pernyataan apapun yang diucapkan, kita harus percaya dan kita harus yakin, bahwa bagaimanapun juga, kapanpun juga, oleh siapapun juga, “KEBENARAN SELALU dan PASTI MENANG!” dan kebenaran itu ialah bahwa West Papua sebagai wilayah geografis dan Papua sebagai bagian dari Ras Melanesia ialah bagian dari Masyarakat Melanesia, bukan bagian dari Melayo-Indonesia.

Kita harus percaya bahwa para diplomat ulung Melanesia, para politisi pucuk Melanesia, pada saat ini, pada tahun ini, pada dasawarsa ini, dengan hikmat nenek-moyang kita, dengan marifat ke-Melanesia-an kita, dengan bimbingan dan kekuatan dari Sang Panglima Revolusioner Mahatinggi Semesta Alam Sepanjang Masa, Yesus Kristus sedang memainkan pran dan fungsi masing-masing untuk mengantar diri mereka sendiri, bagian dari mereka sendiri, tanah leluhur mereka sendiri, tanah asal-usul mereka sendiri, yaitu West Papua, terlepas dari penjajahan bangsa dan ras lain.

Mereka tahu, mereka sadar, mereka sudah terjun terlibat dalam perjuangan ini. Jauhkan kecurigaan, buang keraguan dan kecemasan.

Kini waktunya kita bangsa Papua, orang Melanesia di West Papua untuk terus berdoa, berpuasa, dan mendukung negara-negara Melanesia dengan DOA dan DANA, sekali lagi mendukung dengan DOA dan DANA, karena yang dibutuhkan pada hari ini, tahun ini, dekade ini, ialah DANA Perjuangan Papua Merdeka, dan doa-doa dari orang beriman, karena ia berkuasa dan sanggup merubah apapun.

Demikian disampaiakn dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, per tanggal 1 Juli 2016.

Amunggut Tabi: Seruan kepada Pejuang dan Organisasi Perjuangan Papua Merdeka

Dari Kantor Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Gen. TRWP Amunggut Tabi atas nama Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP menyerukan agar segera diperhatikan sejumlah hal berikut:

  1. Segera dilakukan perapihan organisasi dan penajaman perjuangan Papua Merdeka, agar ULMWP dan NRFPB segera menyelenggarakan pertemuan-pertemuan secara rutin dan menyeluruh,bersama-sama semua komponen organisasi dan tokoh perjuangan Papua Merdeka, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, dengan satu tujuan bersama, kemerdekaan West Papua dari kolonialisme NKRI.
  2. Agar perapihan dan penajaman program dimaksud dilakukan setelah menerbitkan Panduan Umum/ Master Plan Perjuangan Kemerdekaan West Papua oleh ULMWP sehingga membantu semua pihak untuk mengambil bagian masing-masing menurut kelebihan dan pengalaman setiap pihak pribadi dan organisasi perjuangan yang ada.

    Master Plan dimaksud lengkap dengan Rencana Anggaran Belanja, Anggaran Tenaga dan Anggaran Waktu, dengan target dan framework perjuangan Papua Merdeka yang terorganisir dari sisi dana, tenaga dan waktu;. Kami dari pihak gerilyawan telah memberikan waktu dan kesempatan kepada perjuangan politik dan diplomasi mulai tahun 2006 dan sampai saat ini masih memberikan kesempatan. Oleh karena itu jangan disia-siakan.

  3. Agar Parlemen Nasional West Papua dan Negara Republik Federal Papua Barat, bersama-sama duduk dalam payung ULMWP, segera merangkul semua tokoh, aktivis dan organisasi yang ada demi terus memupuk dan memperkuat persatuan kita yang telah terwujud lewat payung politik ULMWP.
  4. Agar semua gerilyawan atas nama TPN/OPM, TPN-PB dan TRWP tidak terlibat dalam politik dan diplomasi Papua Merdeka, dengan nama Sekretaris Jenderal, Jurubicara ataupun Diplomat, karena itu akan mengacaukan pemahaman dan sikap masyarakat internasional tentang tugas gerilyawan dan tugas politisi dan diplomat. Marilah, para gerilyawan tetap pada prinsip dan tugas pokoknya, tidak berbicara di forum diplomasi dan politik, tetapi tetap menjaga Tanah Leluhur New Guinea dengan memanggul senjata, dan memberikan dukungan doa dan moril, dukungan dana kepada para politisi dan diplomat dan organisasi politik Papua Merdeka.
  5. Agar Parlemen Nasional West Papua segera menyelenggarakan Sidang-Sidang Khusus dan Sidang Paripurna dalam rangka mendukung fungsionalisasi dan kelancaran fungsi organ perjuangan kita bernama ULMWP, bekerjasama dengan NRFPB. Ada banyak hal yang harus disesuaikan, dengan prinsip saling menerima dan saling mengakui, saling mengisi dan saling menopang, saling berkontribusi dan saling menghormati.

Demikian seruan ini kami keluarkan untuk diketahui dan ditindak-lanjuti oleh kita semua, terutama oleh PNWP dan NRFPB.

 

Dikeluarkan di : MPP TRWP

Pada Tanggal: 4 Juli2016

Hormat kami,

 

Amunggut Tabi, Gen. TRWP
BRN: A.DF 018676

Oposisi Fiji mengecam suap dan campur tangan Indonesia dalam urusan internal Melanesia

Minggu, 03 Juli 2016, salampapua.com

Oposisi Fiji mengecam suap dan campur tangan Indonesia dalam urusan internal Melanesia dan panggilan untuk dukungan bagi rakyat Papua Barat.Front Persatuan untuk Fiji Demokrat (UFDF) menuduh pemerintah Indonesia sengaja menyuap dan mendukung [UFDF Juru Bicara Mick Beddoes] pemerintah Fiji incumbent dalam pemilu mendatang setelah Duta Besar Indonesia, Aidil Chandra Salim, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan media bahwa Indonesia pemerintah benar-benar di balik tawaran Commodore Bainimarama untuk menjadi Fiji terpilih sebagai Perdana Menteri.

Dalam sebuah wawancara radio pada tanggal 28 Januari UFDF Juru Bicara Mick Beddoes, mengutuk suap di Indonesia dari Melanesian Spearhead Group (MSG) dengan memberikan setengah juta dolar “dalam pertukaran untuk mengkhianati komitmen MSG kepada orang-orang Papua Barat”.

Dalam Siaran Pers, yang UFDF mengatakan “panggilan untuk Kemerdekaan Papua Barat adalah suatu hal yang tidak hanya kelompok MSG harus mengambil dan dukungan, tetapi para anggota Forum Kepulauan Pasifik termasuk Australia dan Selandia Baru harus bersatu dan mendukung Papua Barat rakyat panggilan untuk kemerdekaan, sama seperti kita semua mencari kemerdekaan kita dari penjajahan beberapa dekade yang lalu. ”

The UFDF mengatakan bahwa hal itu “akan mengajukan protes resmi terhadap campur tangan pemerintah Indonesia dalam politik dalam negeri Fiji serta dalam MSG.”

The UFDF mengatakan “itu bersimpati dengan rakyat Papua Barat dan yakin bahwa setelah pemilu 2014, pemerintah baru dipilih oleh rakyat akan mengembangkan kebijakan yang mendukung dan lebih menarik terhadap upaya rakyat Papua Barat untuk Kemerdekaan.”

UPDATE: 12 Februari 2014Dalam laporan terbaru pengusaha Fiji dan mantan Politikus Kaliopate Tavola mengakui bahwa Fiji digunakan MSG (MSG) misi pencari fakta ke Papua Barat untuk membahas transaksi perdagangan dengan Indonesia.

Duta untuk 2014 Perdagangan Pasifika Kaliopate Tavola mengatakan sementara tujuan misi adalah untuk MSG untuk melihat situasi di Papua Barat, itu juga merupakan kesempatan bagi Fiji untuk mencari kesepakatan bilateral.Kunjungan ini diamanatkan oleh para pemimpin MSG untuk menilai penerapan Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan (WPNCL) untuk menjadi anggota dari MSG.

Kepala koalisi Andy Ayamiseba mengatakan misi pencari fakta jatuh pendek dari mandatnya.”Bagi saya dan Koalisi Papua Barat Nasional untuk Pembebasan (WPNCL), yang disebut MSG kunjungan menteri delegasi ke Indonesia dan Papua Barat adalah konflik kepentingan untuk Fiji dan Kepulauan Solomon,” kata Mr Ayamiseba Vanuatu Daily Post.

Meskipun Mr Tavola tidak memiliki rincian perjanjian bilateral, katanya bantuan bilateral ke Fiji akan berguna, terutama yang berasal dari Indonesia, negara yang memiliki banyak potensi.”Fiji adalah pemimpin delegasi yang pergi menemukan dan terpisah dari mandat MSG. Keuntungan untuk Fiji jelas keuntungan melalui perjanjian bilateral yang dilakukan, serta apa yang akan berasal dari situasi Papua Barat, “katanya.

Luhut Binsar Panjaitan itu Preman Politik Tidak Jauh Berbeda dari Milisi Jalanan

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyebut cara kerja Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak jauh berbeda daripada cara berpikir dan cara bekerja preman politik dan milisi jalanan. Cara kerjanya jauh tidak bermartabat daripada para aktivis Papua Merdeka.

Berikut petikan wawancara Papua Merdeka News (PMNews) dengan Gen. Tabi (TRWP) lewat Ponsel:

PMNews: Belakangan ini kami telah menyiarkan beberapa seruan dan catatan dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP). Kali ini kami mau tanyakan tanggapan khusus tentang kegiatan yang dilakukan oleh Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM Republik Kolonial Indonesia.

TRWP: Antara Luhut Panjaitan dengan Preman Tanah Abang tidak jauh berbeda, beda tipis. Perbedaannya Preman Tanah Abang jarang dilihat di TV, semenara yang ini selalu suka tampil di TV, bahkan bawa diri berwisata politik ke sana-kemari, sampai-sampai mau masuk ke kamar tidur orang-orang Melaneisa pula.

PMNews: Ada beberapa hal yang kami mau klarifikasi atas pernyataan ini. Pertama, masalah Pak Luhut dengan Preman Tanah Abang Jakarta, kedua Pak Luhut yang suka pamer di TV dan ketiga masalah masuk ke kamar tidur orang Melanesia. Kami minta jelaskan satu per satu.

TRWP: OK. Pertama, coba semua orang saat ini pikirkan apa perbedaan preman Jakarta di Tanah Abang dengan Preman Pemerintahan Jokowi hari ini? Sedikit-sediki bicara “babat”, sedikit-sedikit paksa kehendak dan ambisi, malahan orang ini selalu mengancam sesama menteri juga, bukan hanya dia mengancam orang Papua. Malah orang Papua disuruh ke Melanesia sana, tinggalkan Indonesia.

Jadi, bukan hanya kelakuannya, tetapi pengetahuannya mirip preman, dan juga cara berpikirnya juga sama saja.

Kedua, dia selalu “show of force”, mengundang Pendeta di Tanah Papua, mengundang pegiat HAM dari berbagai kalangan, mengungan korban G-30 S/PKI, menegur dan mengancam menteri lain. Jadi dia tampail seolah-olah dialah NKRI sejati, yang lainnya penipu. Yang dikejarnya hanyalah “agar mBak Mega senang”, hanya sampai di situ. Dia tidak punya banyak kepentingan dengan NKRI, sama seperti mBak Mega sendiri.

Ketiga, ada Menteri Luar Negeri, ada protokol negara, ada etika politik dan diplomasi internasional, tetapi ini menteri kerjanya serobot sana-sini, menyeberang perbatasan semaunya, masuk ajak menteri-menteri bertemu, kejar para duta besar diajak berwisata politik ke mana-mana dengan hiburan-hiburan malam ala Melayu-Indonesia, inilah membunuh karakter, akal sehat, nurani manusia. Ini hanya melakukan pekerjaan service di permukaan, padahal semua orang Melanseia tahu dari lubuh hati terdalam, West Papua harus terlepas dari NKRI.

Dia masuk ke negara-negara Melanesia bukan hanya senyum-senyum, tetapi dia juga membawa madu dan racun di tangan kiri dan kanannya.

Ini semua kan model operasi preman, bukan?

Cuman sayangnya, orang ini adalah seorang Jenderal, tetapi ruang berpikir, kedalaman berpikir dan kerjaannya tidak mewakili pangkatnya. Apalagi, langkah-langkahnya tidak mewakili tugasnya sebagai Menteri Koordinator. Tidak mengkoordinir, tetapi malah terjun sendiri kemana-mana, malahan melebihi Tuhan.

PMNews: Puas, sangat puas. Sudah jelas,

TRWP: Masih ada banyak komentar tentang orang ini, tetapi sampai di stu dulu. Yang jelas orang ini tidak mewarnai kolonial Indonesia, dia tampil sebagai mewakili sukunya, mewakili dirinya, mengatas-namakan Negara. ini yang hebatnya lewat batas, di satu sisi memalukan sebenarnya.

PMNews: Apa tanggapan TRWP atas keterlibatan beberapa kedutaan negara Melanesia dan perwakilan dari Tanah Papua dari pihak masyarakat sipil dan aktivis HAM?

TRWP: Sudah kami katakan tadi. Preman kan di tangan kanan ada madu, di tangan kiri ada racun. Jadi, selama dia bergerak, kedua tangan diacungkan. Yang mau madu, ya nurut saja.

PMNews: Kalau begitu caranya, nanti semua negara Melanesia akan ikut kemauan NKRI?

TRWP: Jangan salah! Itu kemauan NKRI! Itu persis yang mereka mau! Tetapi realitas lapangan kan tidak begitu! NKRI punya kemampuan sebesar apa untuk menaklukkan Melanesia? Menaklukkan diri sendiri saja tidak sanggup. Indonesia kalau punya Gus Dur baru akan bisa, tetapi saya beliau sudah almarhum. Jokowi bukan orangnya. Jokowi dilahirkan dengan tugas lain. Dan Luhut Binsar Panjaitan dilahirkan untuk mengacaukan peta politik Indonesia.

PMNews: Kami sangat berterimakasih. Untuk menghemat berita ini agar pesannya sampai, kami cukupkan sampai di sini dulu. Selamat pagi.

TRWP: Terimakasih dan selamat pagi. Ingat bahwa cara kerja Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak jauh berbeda daripada cara berpikir dan cara bekerja preman politik dan milisi jalanan. Cara kerjanya jauh tidak bermartabat daripada para aktivis Papua Merdeka

Sengkarut Diplomasi Pasifik Selatan

23 June 2016, Angelo Wake Kako, Harian Indoprogress

NDONESIA membuat terobosan baru dalam membangun hubungan kerjasama antar negara. Jikalau pola kerjasama selama ini lebih fokus dengan negara-negara besar, atau negara Utara, maka kali ini Indonesia mencoba menjajaki negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Papua Timur (PNG), Fiji, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan sejumlah negara pasifik lainnya menjadi target kerjasama yang hendak dibangkitkan. Sebagai realisasinya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM langsung melakukan lawatan (Kompas, 13/2/2016). Salah satu misi yang dibawa adalah persoalan Papua. Pasifik Selatan menjadi penting ketika berbicara mengenai Papua. Bagaimanapun, rumpun bangsa penghuni negara-negara Pasifik Selatan merupakan bangsa Melanesia yang sama dengan suku bangsa di Papua, Maluku dan juga Nusa Tenggara Timur. sebagaimana diketahui bahwa Organisasi negara-negara Melanesia (Melanesian Spearhead Group) atau MSG telah memberikan tempat kepada Papua sebagai peninjau, dan isu pelanggaran HAM di Papua menjadi isu utama yang menjadi perjuangan MSG di dunia internasional. Pada titik inilah, diplomasi Pasifik Selatan dipandang mendesak.

Pertanyaan reflektifnya adalah manakah yang lebih penting antara diplomasi Pasifik Selatan sebagai ancaman eksternal keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ataukah pembangunan yang berkemanusiaan di Papua, sebagai masalah internal terhadap ancaman disintegrasi bangsa? Ibarat api dan asap, riakan di wilayah Pasifik Selatan tidak akan pernah berhenti tatkala api di Papua tidak mampu dipadamkan. Singkatnya, pemerintah harus fokus pada penyelesaian masalah Papua. Pendekatan diplomasi Pasifik Selatan sedang menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menjadikan masalah Papua sebagai propaganda dari negara lain yang ingin merongrong keutuhan NKRI. Hemat penulis, tanpa adanya kesadaran dan kejujuran dari pemerintah tentang permasalahan Papua, niscaya pendekatan apapun yang diakukan di Papua, ibarat membuang garam di laut.

Nasionalisme Papua

Pemerintah Indonesia sudah saatnya harus menyadari bahwa nasionalisme Papua itu ada. Dalam diri orang Papua terdapat nasionalisme ganda, yakni nasionalisme Papua dan nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Papua berbasis pada ras Melanesia yang berkulit hitam dan berambut keriting, sementara nasionalisme Indonesia mengacu pada Bhineka Tunggal Ika. Penyemaian Nasionalisme Papua telah dilakukan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1925 melalui pendidikan formal berpola asrama, sementara penyemaian keindonesiaan baru dimulai sejak tahun 1945 (Bernarda: 2012). Nasionalisme Papua berawal dari munculnya sikap anti – amberi (orang bagian Timur yang membawa budaya Melayu) akibat kebrutalan perlakuan tentara jepang dan orang Maluku dan Sulawesi Utara pada saat itu. Selain itu, lambannya pembangunan dan sikap pemerintah belanda di Batavia yang mengabaikan masalah Papua memberikan kontribusi bagi kebangkitan nasionalisme Papua (Penders,2002)

Berangkat dari latar sejarah seperti itu, masih relevankah pengerahan pasukan ke wilayah Papua dalam jumlah yang besar dan memunculkan kekacauan dan keresahan bagi warga sipil Papua? Bukankah segala penindasan dan pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Papua semakin menumbuhkan nasionalisme Papua?

Perjumpaan penulis dengan beberapa mahasiswa Papua beberapa waktu lalu di Jayapura, semakin menguatkan asumsi bahwa aparat keamanan menjadi biang kerok kemarahan masyarakat Papua. Rupanya, sakit hati ketika sanak keluarganya yang meninggal tertembak timah panas aparat keamanan kian hari kian membatu. Apakah Otsus (otonomi khusus) dan janji pembangunan yang dikampanyekan Jokowi dapat mengobati sakit hati mereka?

Otsus dan Janji Damai

Berbicara tentang Otsus, pasti hanya ada satu hal yang terlintas, yakni membanjirnya uang dalam jumlah besar ke wilayah Papua. Besaran dana yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, malah melahirkan berbagai masalah seperti korupsi para elit lokal Papua. Lagi-lagi hasil diskusi dengan beberapa mahasiswa Papua, masih meyakini bahwa dana Otsus tidak lebih ibarat permen yang diberikan bagi anak Papua yang sedang merengek nasibnya. Besaran dana akhirnya menjadi tidak efektif untuk dikelola demi pembangunan masyarakat Papua, lantaran masyarakat memilih apatis. Apatisme tersebut sungguh beralasan, karena yang mereka butuhkan adalah kedamaian. Apa artinya segepok uang yang diterima tangan kanan, di saat bersamaan tangan kiri harus melepas kepergian sanak saudara yang harus meninggal karena hujaman peluru para serdadu? Apalah artinya sejumlah uang yang diperoleh sementara hidup hanya menunggu mati karena HIV AIDS menjadi “peluru lunak” yang mematikan lapisan generasi? Di sinilah, letak masalah pembangunan Papua. Papua harus dibangun dengan hati agar kedamaian senantiasa dirasakan oleh segenap insan penghuni cendrawasih.

Mengenai kedamaian di tanah Papua, sebenarnya pemerintah Indonesia sudah jauh hari memikirkannya sebelum melahirkan Otonomi Khusus bagi Papua. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua sudah mendorong dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dengan harapan untuk memperkuat integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komisi ini diharapkan dapat mempersempit kesenjangan interpretasi antara pihak Papua dan Jakarta, khususnya dalam aspek kesejarahan dan penyelesaian berbagai pelanggaran HAM yang terjadi. Sudah 15 tahun Undang-Undang ini berjalan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi masih menjadi mimpi. Parahnya, di tengah penantian hadirnya komisi tersebut guna menyelesaikan aspek kesejarahan dan pelanggaran HAM di Papua, sejak Otsus berlaku, perilaku aparat keamanan semakin menjadi liar, seakan sedang berada di medan perang. Ratusan nyawa manusia Papua hilang di ujung senapan tanpa penyelesaian yang jelas. Ribuan warga Papua kehilangan kebebasan, mereka ditangkap, dipenjara atas nama “Makar”.

Pendekatan Kesejahteraan Berbasis Rekonsiliatif

Rekonsiliasi menjadi urgen. Rekonsiliasi tentu hanya bisa dilakukan apabila semua pihak berkomitmen untuk menghentikan seluruh gejolak berdarah yang sering terjadi di tanah Papua. Konsekuensi dari rekonsiliasi adalah tidak lagi terdengar berita hilangnya nyawa manusia Papua di ujung senapan tentara, Polisi ataupun orang tidak dikenal seperti yang selama ini sering terjadi. Hal yang paling ekstrim untuk dilakukan adalah dengan menarik pasukan bersenjata yang semakin banyak dikerahkan ke Papua. Pengerahan pasukan mengindikasikan bahwa negara masih menggunakan security approach dalam menangani masalah Papua yang sejauh ini dinilai gagal. Pendekatan keamanan tentu akan melahirkan berbagai masalah turunan yang tidak akan pernah menyelesaikan persoalan.

Semangat rekonsiliasi sebenarnya bertalian dengan pendekatan kesejahteraan dalam artian kesejahteraan batiniah. Untuk apa sejahtera kalau tidak mencakupi aspek lahiriah dan batiniah? Untuk apa memobilisasi pembangunan dengan sejumlah instrumen didalamnya tanpa memberikan rasa aman bagi masyarakat setempat? Sejumlah gebrakan pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah patut diapresiasi. Kita menunggu kiranya pembangunan yang difokuskan untuk Papua, sekali lagi, tidak hanya menjadi “permen”, sebagai pemanis bibir belaka. Gebrakan pembangunan dengan mengedepankan semangat rekonsiliatif antara pemerintah Indonesia dan Masyarakat Papua adalah sebuah kemendesakan. Tanpa menghabiskan energi untuk berjibaku dengan pergolakan yang terjadi di Pasifik Selatan ataupun negara lainnya. Karena masalah sesungguhnya adalah bagaimana membangun Papua dengan hati. Bukan terjebak dengan gejolak yang terjadi di luar negeri. Mari wujudkan Papua sebagai tanah damai. Tunjukkan kepada pihak luar bahwa Indonesia mencintai Papua sebagai sesama saudara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.***

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional UI/Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Periode 2016-2018

Terlibat Dalam MSG, Pemerintah Indonesia Bisa Digugat Ke MK

Jayapura, Jubi – Sebagai negara pluralis, Indonesia diharapkan tidak terlibat atau masuk dalam kelompok negara yang berbasiskan ras, seperti Kelompok Negara-negara Melanesia (Melanesian Spearhead Group/MSG).

Hal ini dikemukakan kepada media oleh pengamat intelijen Susaningtyas NH Kertopati di Jakarta, Senin (20/6/2016). Nuning menanggapi kehadiran Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Desra Percaya pada pertemuan tingkat menteri luar negeri MSG yang berlangsung di Lautoka, Fiji, Kamis (16/6/2016).

Dalam pertemuan tingkat menteri MSG ini, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk pertama kalinya hadir secara resmi dalam sebuah forum MSG. Kehadiran ini diprotes oleh delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya.

Keberatan Indonesia ini, menurut Desra karena Indonesia beranggapan Papua telah diwakili oleh delegasi Indonesia dalam pertemuan di Lautoka ini.

Melalui saran pers Kementerian Luar Negeri, Jumat (17/6/2016) Indonesia menjelaskan penolakan atas klaim ULMWP yang disebut sebagai gerakan separatis.

“ULMWP adalah gerakan separatis di negara yang berdaulat. Gerakan ini tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili rakyat Papua Barat,” kata Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya dalam pertemuan Tingkat Menteri Melanesian Spearhead Group (MSG).

Meski sepakat dengan pernyataan Desra ini, Nuning menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang ingin hadir dalam pertemuan tersebut.

“Kehadiran delegasi Indonesia itu bisa dimainkan di tingkat internasional secara sepihak,” ujar Nuning, dikutip beritasatu.com

Ia mengingatkan, politik luar negeri yang spesifik seperti kasus MSG ini bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena tidak konstitusional. Kalau tidak berhati-hati, pemerintah menurutnya bisa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

“Karena melanggar sila ke-3 Pancasila. Pasal itu menyebutkan, hubungan luar negeri dan politik luar negeri didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara,”

jelasnya.

Indonesia, lanjut Nuning adalah negara pluralis, sehingga tidak bisa masuk ke organisasi yang dibentuk berdasarkan ras.

“Sebagai bangsa demokratis pluralis terbesar ketiga, jangan sampai kita terjebak dengan politik ras. Kita harus berhati-hati,” tuturnya.

Indonesia telah melobi intens beberapa negara anggota penuh MSG di wilayah ini untuk melawan upaya ULMWP menjadi anggota penuh di MSG. Namun dukungan akar rumput di negara-negara Melanesia untuk penentuan nasib sendiri Papua Barat dan kegiatan diplomasi internasional atas masalah Papua ini semakin kuat. (*)

14 Juli, KTT Khusus MSG Digelar di Honiara

Jayapura, Jubi – Para Menteri Luar Negeri dan pejabat senior dari negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) telah mengadakan pertemuan di Lautoka, Fiji. Hasil pertemuan, yang belum dikonfirmasi ini, membicarakan agenda-agenda apa saja yang akan dibicarakan dalam KTT forum pemimpin Melanesia di Kepulauan Salomon, pertengahan bulan depan.

Tawaran organisasi perjuangan Papua Merdeka, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk keanggotaan penuh pada forum MSG dan pengangkatan secara resmi Direktur Jenderal MSG yang baru, Amena Yauvoli, disebut-sebut menjadi dua agenda yang nantinya akan dibahas, menurut laporan Radio New Zealand, Kamis (16/6/2016).

Pertemuan di Fiji itu dilakukan menjelang pertemuan khusus para pemimpin MSG yang rencananya dijadwalkan akan berlangsung di ibukota Honiara, negara Kepulauan Salomon pada 14 Juli.

KTT pemimpin MSG awalnya dijadwalkan untuk diselenggarakan di Port Vila, Vanuatu, pada bulan lalu. Kemudian terjadi perubahan dan dipindahkan ke Port Moresby, Papua Nugini.

Namun, kegiatannya kembali tersendat dan harus ditunda lagi untuk yang kedua kalinya.

Penundaan itu disebabkan jadual para pemimpin yang bertabrakan dengan kegiatan pertemuan pemimpin dari forum Afrika, Caribian dan Pasifik (ACP) di mana pemerintah Papua Nugini menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT ACP yang berlangsung sejak 29 Mei-1 Juni di Port Moresby.

Saat pertemuan ACP berlangsung, PNG juga tidak membolehkan pemimpin Gerakan Pembebasan Papua, Octovianus Mote, masuk ke Papua Nugini. Dan, sebelumnya, tokoh politik Papua Benny Wenda juga menghadapi hal serupa, penolakan dari pemerintah PNG. (*)

Papua Ingin Lepas Dari NKRI, Nah lho….Apa Kata Dunia?

Gelombang aksi unjuk rasa untuk mendesak Referendum dan Kemerdekaan bagi Papua Barat terus berdatangan. Tuntutan ini dipicu sikap pemerintah RI yang tak kunjung mampu menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Hal inilah kemudian yang menakibatkan ratusan mahasiswa papua yang berada di sejumlah daerah menggelar aksi turun ke jalan, menyuarakan keinginan mereka lepas dari NKRI.

Padahal Pada Maret lalu, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Panjaitan, agar menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Bahkan pertengahan Mei lalu, terbentuklah Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun ternyata tim ini ditolak oleh sebagian warga Papua sendiri.

Demonstrasi penolakan ini dilakukan bersamaan dengan kunjungan Luhut ke Papua, hari Kamis (16/6). Luhut datang untuk mendorong penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua dan Papua Barat.

Bersamaan dengan aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat Papua atas kedatangan Luhut, di Jogyakarta juga digelar aksi serupa. Lebih dari 300 mahasiswa Papua di Yogyakarta, menggelar demonstrasi pada Kamis siang (16/6). Mereka menuntut hak bagi bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri.

Menurut Roy Karoba, penanggung jawab aksi demonstrasi di Yogyakarta, Luhut dan tim bentukannya tidak akan mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM itu. Meskipun ada delapan nama aktivis dan tokoh masyarakat asli Papua tergabung dalam tim terpadu, ruang gerak mereka tetap akan terbatas. Roy bahkan menuntut pembentukan tim dalam skala lebih luas, yang melibatkan organisasi internasional.

“Pada intinya rakyat Papua tidak bersepakat, jika kemudian negara membentuk tim pencari fakta sendiri, karena jelas negara adalah aktor pelanggaran HAM di Papua. Indonesia mestinya menerima usulan pembentukan tim pencari fakta yang telah diusulkan oleh beberapa negara seperti Pacific Island Forum dan Melanesian Spearhead Group,” kata Roy Karoba.

Gelombang aksi unjuk rasa serupa, juga terjadi di kota Malang, Jawa timur. Puluhan mahasiswa asal Papua yang mengenyam pendidikan di kota Malang, menuntut referendum dan kemerdekaan Papua barat. Rencana semula, Pemuda Papua akan melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD Kota Malang, namun ditengah perjalanan dihadang ratusan personil Kepolisian, Kodim serta organisasi massa militer lainnya.

Polisi bersikeras, aksi unjuk rasa mahasiswa Papua merdeka dinilai ilegal, karena tidak memiliki ijin. Selain itu, polisi melihat aksi mereka sudah mengganggu kedaulatan dan menghina lambang negara. Pada salah satu poster yang diusunng massa aksi terpampang bendera merah putih yang dicoret dan diganti dengan bendera Papua merdeka, bintang kejora.

Sempat terjadi adu mulut, antara aparat kepolisian dengan massa aksi, saat aparat berusaha membubarkan kerumunan massa yang dianggap mengganggu kelancaran arus lalu lintas di kawasan alun-alun tugu kota Malang, Jawa Timur. Aksi menuntut kemerdekaan papua tersebut akhirnya berakhir, setelah aparat keamanan berhasil menggiring puluhan mahasiswa papua ke dalam truk polisi, dengan pengawalan ketat aparat, untuk dibawa ke Mapolresta Malang. (marksman/ sumber : metrotvnews.com dan voaindonesia.com)

https://jakartagreater.com

Aksi KNPB Bersama Rakyat West Papua di Yalimo Berjalan Lancar

YALIMO, WENE-PAPUA – Pada hari 15 Juni 2016.aksi Nasional di seluruh Papua dari Sorong sampai Merauke Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Parlemen Daerah (PRD) Wilayah Yalimo bersama rakyat Papua Barat di Yalimo melakukan aksi demo damai.

Berikut stekmen politik sekaligus tuntutan rakyat Papua Barat wilayah Yalimo:
1. Menolak Tim penanganan pelanggaran HAM di Papua Buatan Jakata
2. Menolak dialog Jakata – Papua.
3. Menundukung papua masuk anggota penuh di Melanesian Spearhead Group (MSG) dan
4. Rakyat Papua menuntut penentuan Nasib sendiri (Referendum) bagi West Papua
Aksi yang dipusatkan di jantung Kota Elelim tersebut berjalan dengan lancar, aman, tertip dan terkendali. Dan juga sedang berlangsung sampai berita ini di turunkan.

Berikut foto-foto selengkapnya:

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny