Survei: 60 Persen Rakyat Papua Tolak Berpisah dari RI

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei Indikator Politik menemukan 60 persen Orang Asli Papua (OAP) menolak berpisah dari Indonesia, sementara hanya 18 persen yang mendukung gagasan merdeka.

“Sebagian besar mereka setia pada negara (Indonesia), sedangkan 22 persen tidak memiliki pendapat,” kata Direktur Riset Indikator Politik, Hendro Prasetyo, Jumat (05/05) dilansir dari The Jakarta Post.

Survei tersebut dilaksanakan mulai 23 Maret hingga 3 April 2017 di berbagai wilayah di seluruh Papua. Jumlah responden sebanyak 700 orang dan pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode multistage random.

Lebih jauh, survei ini juga menemukan 77 persen responden puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo di Papua. Selain itu, survei ini juga mengungkapakan bahwa kebutuhan dasar seperti air bersih, layanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur merupakan isu yang paling penting bagi rakyat Papua.

Editor : Eben E. Siadari

Stop diwarnai baliho Drans Kaisepo dalam perayaan Paskah

Pahlawan NKRI, Frans Kaisiepo dalam Operasi Militer NKRI
Pahlawan NKRI, Frans Kaisiepo dalam Operasi Militer NKRI
Pahlawan NKRI, Frans Kaisiepo dalam Operasi Militer NKRI
Pahlawan NKRI, Frans Kaisiepo dalam Operasi Militer NKRI

Stop diwarnai baliho Drans Kaisepo dalam perayaan Paskah. Foto-foto di bawah itu, adalah sebuah baliho yang di pasang oleh Aparat Indonesia yang bertugas di Biak, di dalamnya foto uang baru bergambar Frans Kaisepo dan penulisan perikop baliho adalah, bangsa yang besar adalah,bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya dan lanjut pahlawan nasional Frans Kaisepo Putra Biak,

Logo yang mereka pakai di dalam baliho tersebut ini Logo Kodam Cenderawasih, Maka itu baliho tersebut yang militer pasang ini adalah untuk mempengaruhi Masyarakat wilayah adat Byak-Saireri, agar Nasionalisme Sejarah West papua oleh masyarakat adat wilayah Byak dapat dibunuh (Pro dan kontra)

Jadi kami harap kepada Masyarakat adat di wilayah Byak tidak boleh terpengaruh dengan apa yang sedang di lakukan oleh musuh kita di daerah ini, sebab kita saat ini memang ada perhatian jadi pantas bila anda mau jadi berwajah topeng dll, tetapi ingat berapa tahun kedepan apa yang akan terjadi kepada anak cucuh kita, ingat anak cucu kita mereka akan lebih menderita dari pada kita saat ini

Di bawah ini adalah pertanyaan buat kita orang papua:

  • Mengapa kami rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia?
  • Mengapa kami rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan Papua merdeka mereka?
  • Kapan kami mau berhenti berjuang?

 

Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu:

  1. Wilayah geografis jelas dan pasti
  2. masyarakat (penduduk) dengan budaya dan ras yang jelas
  3. perangkat Negara West Papua sudah siap
  4. sejarah pendirian Negara West Papau dan sejarah perjuangan pembebasan dari Belanda dan dari Indonesia sudah jelas dan tidak dapat diganggu-gugat
  5. realitas dukungan Negara-negara Melanesia, Pasifik Selatan dan Afrika sudah jelas memberikan lampu hijau

 

By, Melpa Sampari

Ini Hal PERTAMA yang NKRI Mau Orang Papua Pikirkan dan Siarkan

Ada tiga hal yang NKRI berdoa, berharap, upayakan dan bersyukur agar dipikirkan dan  disiarkan, dibesar-besarkan oleh orang Papua dalam rangka memperkuat posisi pendudukan dan penguasaannya atas tanah dan bangsa Papua. PMNews berdoa, dengan memahami hal-hal ini, orang Papua bisa mengatur strategi pemberitaan dan penulisan artikel secara bijaksana sehingga apa yang kita lakukan tidak memberi makan kepada doa dan harapan NKRI dan Malayo-Endos.

Yang pertama, dan terutama, Melayo-Endos lewat perangkat NKRI memasang jaring dan jerat di sana-sini, lewat lembaga-lembaga seperti DPRP, DPR RI, Pemerintah Provinsi, Komnas HAM, DPD, Partai Politik, dan LSM dan menanamkan bibit “harapan” bahwa ada sesuatu yang baik, yang benar, yang membantu orang Papua, yang menyelamatkan orang Papua datang dari Jakarta.

Banyak orang Papua, yang tadinya menamakan diri “pejuang Papua Merdeka”, pemuda Papua merdeka, tokoh Papua Merdeka, saat ini sudah tidak bicara Papua Merdeka lagi. Mereka menjabat di dalam struktur pemerintah NKRI. Mereka katakan kepada PMNews dan tokoh Papua Merdeka, “Kami masuk ke dalam sistem dulu, dari dalam baru kita goyang”. Kalimat ini sama persis dengan mengatakan, “Saya tidak sanggup melawan, jadi saya menyerah saja”.

Baca berita-berita Gubernur di Tanah Papua, baca berita-berita Ketua dan anggota DPR yang ada di Tanah Papua, baca para pejuang apa yang dikatakan LSM dan pejuang HAM di Tanah Papua, baca berita atau tuntutan dari bangsa Papua terhadap NKRI, yang disiarkan berbagai berita. Perhatikanlah, dan akuulah, sampai hari ini, masih kuat di dalam benak dan hati orang Papua, mengharapkan ada “kebaikan datang dari Jakarta”.

Itulah sebabnya orang Papua selalu menuntut NKRI untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM, itu juga sebabnya para pejabat kolonial NKRI di Tanah Papua selalu meminta pemerintah pusat memperhatikan proyek-proyek, memberikan dana Otsus secara penuh, menyetujui berbagai Perdasus/ Perdasi akan operasional di Tanah Papua, dan sebagainya. Intinya, masih saja ada orang Papua “ditanamkan harapan” di dalam benak dan hati mereka, sehingga mereka “masih memiliki harapan” dan “masih berharap” bahwa NKRI akan mengambil langkah-langkah untuk “membantu” atau “berbuat baik” terhadap bangsa Papua dan Tanah Papua.

Gen. TRWP Mathias Wenda dalam suatu upacara bendera pada tahun 2006 mengatakan,

Orang Papua seharusnya bertanya dan menjawab, “Apakah patut orang Papua menaruh harapan kepada NKRI dan Malayo-Endos untuk berbuat baik?” Untuk menjawab pertanyaan itu, orang Papua harus pertama-tama menjawab pertanyaan, “Apa tujuan kedatangan dan keberadaan NKRI di Tanah Papua: membawa bantuan kemanusiaan, ataukah datang sebagai perampok dan pencuri yang menjajah?”

Selanjutnya kita perlu mencatat bahwa salah satu bukti kuat bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah dan diperbudak tau bangsa yang tidak memenuhi syarat untuk merdeka ialah bangsa menggantungkan harapan dan nasib baik kepada bangsa lain, dan mengharapkan bangsa lian memperbaiki nasibnya.

  • Banyak bukti, bukan?
  • Kalau ada pelanggaran HAM, orang Papua minta Komnas HAM dan Dewan HAM PBB, Presiden NKRI yang turun tangan, bukan?
  • Kalau PEPERA 1969 salah, orang Papua menuntut NKRI dan PBB yang selesaikan kesalahan Pepera, bukan?
  • Kalau orang Papua mau ada pembangunan gedung sekolah atau jalan raya di Tanah Papua, selalu mengeluh kepada Presiden NKRI untuk membangunnya, bukan?
  • Kalau orang Papua mau menjadi kaya, selalu mengharapkan NKRI untuk memberikan modal dan membantu orang Papua menjadi kaya, bukan?
  • Kalau ada orang Papua yang terkena bencana dan musibah kelabaran misalnya, orang Papua berteriak kepada Jakarta untuk mengatasi dan membantu, bukan?

Singkatnya, semua bangsa di dunia sudah tahu sekarang, bahwa bangsa Papua itu bangsa yang cengeng, bangsa yang selalu berharap nasibnya diperbaiki oleh orang lain, bangsa yang menggantungkan harapan hidupnya kepada bangsa lain, bangsa yang tidak pernah mengakui kesalahannya sendiri di masa lalu, tetapi selalu menunjuk jari kepada pihak lain sebagai yang bersalah, dan selalu menunjukkan diri sebagai bangsa korban, bangsa lemah.

Bangsa Papua ialah bangsa pengemis. Orang Papua sering memarahi orang Jawa yang mengemis di jalan-jalan. Padahal dia lupa, bahwa secara kolektif, bangsa Papua jelas-jelas adalah “bangsa pengemis”.

3 Hal yang Akan Dihindari Pemberita NKRI tentang Papua

Artikel sebelumnya kami disebutkan beberapa hal yang sangat disukai dan disenangi disiarkan oleh sumber berita kolonial NKRi (Malayo-Endos) terkait bangsa dan tanah Papua: (1) berita keindahan alam Papua, (2) berita kekayaan alam Papua; (3) berita festival-festival, (4) berita pembangunan yang dilakukan NKRI di West Papua.

Dalam artikel ini Papua Merdeka News (PMNews) mencatat tiga hal yang akan diusahakan sekuat tenaga untuk dihindari dalam menyiarkan tentang Tanah Papua, bangsa Papua, dan Negara West Papua.

Yang pertama ialah bahwa penjajah Malay0-Endos tidak akan menyiarkan tentang kemajuan-kemajuan kampanye Papua Merdeka di kawasan Pasifik dan di dunia internasional.

Apapun yang terjadi di dalam negeri dan di luar negeri, di pentas politik dan diplomasi Papua Merdeka akan sekuat-tenaga dihindari. Memang ada pengamat politik, ada juga tokoh NKRI seperti Amin Rais mengatakan, “Papua Merdeka is a matter of time”. bukan akan jadi atau tidak, tetapi hanya soal waktu. Akan tetapi suara-suara seperti ini dimatikan.

Sejarah mengajarkan kita bahwa semakin sebuah perjuangan ditekan, semakin perjuangan itu mendapatkan momentum. Kita tunggu saja, apakah NKRI sanggup mematikan aspirasi dan perjuangan Papua Merdeka.

Hal kedua yang selalu dihindari penjajah Malay0-Endos adalah berita tentang kerusakan alam dan kehancuran yang disebabkan oleh kahadiran NKRI dan aparatnya. Perampokan tanah, intimidasi, teror, pembunuhan terjadi hampir setiap hari di dan terhadap tanah dan bangsa Papua, akan tetapi berita-berita penderitaan dan kerusakan alam selalu dihindari. Malahan yang disiarkan ialah keberhasilan pembangunan, dan pemberontakan Kelompok Sipil Bersenjata (KSP) yang mengganggu pembangunan.

Mereka menyamakan para pejuang Papua Merdeka sebagai pengganggu, sementara NKRI hadir untuk membangun. Yang sebenarnya terjadi ialah bahwa NKRI hadir untuk menghancurkan alam dan adat Papua, bukan untuk membangun. Menebang pohon, menggali gunung dan gunung menjadi lembah, mengusir masyarakat asli dan membunuh yang melawan, kan sebuah perusakan, sebuah pembasmian, pelanggaran Hak Asasi dari makhluk manusia, tumbuhan, roh dan hewan.

Hal ketiga yang selalu dihindari NKRI dalam menyiarkan tentang tanah dan bangsa Papua ialah pendapat dan tanggapan orang Papua terhadap keharidan manusia Malay0-Endos dan NKRI. Mereka menganggap kehadiran Malay0-Endos di Tanah Papua adalah sebuah keharusan dan orang Papua wajib menerimanya, tanpa alasan apapun.

Dengan dasar itu, mereka merasa apapun yang mereka lakukan di atas tanah dan bangsa Papua wajib diterima oleh orang Papua. Singkatnya mereka merasa berhak atas tanah Papua, berhak mengatur bangsa Papua. Apalagi, didasari atas Undang-Undang NKRI, mereka merasa berwenang untuk memaksa bangsa Papua menaati apa yang mereka kehendaki.

Bangsa Papua selama ini selalu menuntut dilakukan referendum, pemungutan suara kembali di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memberikan kesempatan kepada orang Papua untuk memilih apakah bersatu dengan NKRI atau keluar dari NKRI, akan tetapi hal itu dianggap sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Mereka menganggap apapun sejarahnya, benar atau salah, tidak usah dipersoalkan, sejarah sudah berlalu. Sekarang kita memandang ke depan. Apapun yang salah, biarlah kita lupakan. Kita menatap ke depan, kita upayakan perbaiki ke depan. Oleh karena itu, apapun yang dipandang oleh bangsa Papua dalam hubungan dengan NKRI dan Malay0-Endos tidak perlu dipikirkan.

3 Ciri Berita Produk Melayo-Endos NKRI Cyber Army

Bukti kedua berita diproduksi media Cyber Army NKRI adalah bahasa Indonesia tersusun secara gramar tidak Indonesia-wi. Akan terlihat jelas ditulis oleh anggota TNI dan Polri yang baru tamat SMA dan SMP yang ditugaskan dalam pasukan Cyber Army sehingga tulisan bahasa Indonesia mereka akan sangat kelihatan tidak Indonesia-wi, malahan kelihatan ke-Jawa-an, ke-Jakarta-an, ke-Batak-an, dan bukan ke-Indonesia-an.

Saat ini coba saja baca berita-berita di blog orang Papua berikut

  1. http://www.papuapost.com
  2. http://www.tabloidjubi.com
  3. http://www.tabloid-wani.com

lalu bandingkan dengan blog berikut:

  1. http://www.papuanews.id
  2. http://www.kabarpapua.com
  3.  www.pasificpos.com

Bukti kedua ialah pemberitaannya lebih menonjolkan berita olahraga yang adalah bagian dari berita hiburan daripada berita-berita menyangkut kehidupan sehari-hari seperti ekonomi, bisnis, keuangan atau sosial dan budaya. Dalam kehidupan manusia di dunia, olahraga menjadi bagian dari “hiburan”, bukan bagian dari berita utama.

Olahraga masuk ke dalam kategori hiburan rakyat. Bagaimana mungkin, begitu teganya NKRI yang menduduki dan menjajah Tanah Papua begitu teganya melupakan realitas kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik dan menganggapnya tidak ada masalah, lalu hanya menghiasi halaman-halaman beritanya dengan berita-berita olahraga? Siapa yang terhibur, siapa yang menghibur?

Bukti ketiga berita Cyber Army Malayo-Endos ialah berita itu cenderung menyudutkan elit politik, pejuang atau aktivis atau orang Papua pada umumnya. Akan terbaca dengna jelas ada kecenderungan menyalahkan Gubernur Papua, Bupati, Anggota DPRD dan DPRP atau organisasi bangsa Papua di luar NKRI seperti KNPB, AMP, FRI-West Papua dan sebagainya.

Berita-berita ekonomi akan berakhir dengan kalimat-kalimat seperti berikut

  1. Pemerintah pusat lewat Presiden Jokowi telah menunjukkan niat baik….
  2. Pemerintah pusat sudah berbuat banyak, tetapi pemerintah daerah tidak memanfaatkan …..
  3. Otsus sudah bergulir … tahun tetapi masih banyak kekurangan karena tidak dijalankan dengan baik sebagaimana….
  4. Gangguan keamanan yang diciptakan oleh kelompok sipil bersenjata….

Jadi, intisarinya tergambar dengan jelas, kesalahan pokok ada di pihak orang Papua, entah itu penjabat negara kolonial atau pejuang Paupa Merdeka, asal mereka orang Papua disalahkan, dan ada posisi yang jelas membenarkan NKRI dan membenarkan pemerintah pusat.

Pertanyaan berikutnya ialah: Apa yang harus kita lakukan?

Pertama, tertawakan saja bahwa Anda sudah tidak dapat mereka tipu lagi. Kedua, yakinlah kebenaran pasti akan membuktikan dirinya benar dan akan menang untuk selama-lamanya. Ketiga, berdoalah dan terus berjuang, sampai Papua Merdeka. Jangan kecut, jangan hilang akal, jangan bingung, tetap teguh dan tetap maju melangkah.

OPM NKRI dan OPM yang sudah Menjadi ULMWP

Ada begitu banyak bukti tentang OPM buatan dan piaraan NKRI dibandingkan dengan OPM yang asli, tetapi PMNews hendak menyebutkan tiga dari antara mereka, dalam rangka memperjelas pemahaman kita terhadap berita-berita buatan NKRI lewat Pasukan Cyber Army NKRI dan berita berdasarkan kebenaran mutlak.

Pertama, OPM selalu disebutkan sebagai Organisasi Bersenjata, bukan organisasi politik. Namanya saja “organisasi”, “Papua”, “merdeka”, tetapi sebuah organiasi selalu saja dianggap dan disebut sebagai sebuah organisasi bersenjata yang bergerilya di hutan-hutan di New Guinea.

Aneh tapi nyata. Hal-hal aneh tapi nyata menjadi hal yang biasa di Indonesia. Mobil Presiden dibawa lari sama mantan Presiden kan hal biasa. Ketua DPR RI menyebut nama Presiden dalam percakapan dengan perusahaan asing juga sudah dianggap wajar. Bantuan tanpa uang makan dan uang rokok di seluruh Indonesia dianggap “berdosa”. Itukah fakta kehidupan NKRI? Aneh tapi nyata.

OPM tidak mungkin punya senjata, jangankan bergerilya di hutan. OPM sudah ada di Jayapura kota, sudah ada di Port Moresby kota, ada di Port Vila Kota, ada di London, ada di New York, ada di Honiara, ada di Jakarta. OPM ada duduk di atas kursi, di hadapan meja, bukan memangkul senjata, bukan di hutan dan di kampung-kampung. OPM bukan organisasi saja, tetapi telah menjelma menjadi “nafas” dan “jiwa” dari perjuangan Papua Merdeka.

Walaupun begitu, apa yang dilakukan NKRI? Masih menyiarkan berita-berita seperti ini:

  1. 154 OPM menyerah….
  2. OPM serahkan senjata
  3. OPM menyatakan perang melawan NKRI
  4. OPM ini dan OPM itu….

Jadi, kalau ada OPM yang memangkul senjata, maka itu OPM buatan NKRI. Itu rumus baku, itu rumus pasti. Mari kita camkan dan yakini.

Kedua, Siaran Pers OPM yang menyatakan perang, menyerah dan meminta dialogue pertama-tama disiarkan oleh berita-berita NKRI seperti Kompas, Suara Pembaruan, BeritaSatu, TVOne, MetroTv, Tempo dan Detik.com

Bagaimana mungkin OPM yang sudah punya media Online jauh sebelum NKRI Cyber Army seperti http://www.papuapost.com, http://www.infopapua.org, http://www.freewestpapua.org, http://www.ulmwp.org, http://www.ipwp.org, http://www.ilwp.org dan sebagainya, dan seterusnya, kok harus menggunakan media NKRI untuk menyatakan perang, untuk menyatakan dukungan kepada ULMWP, untuk menyatakan menyerah kepada NKRI?

Hanya orang Papua “bermental budak” yang akan menerima pemberitaan seperti ini sebagai kebenaran.

Ketiga, OPM NKRI akan bebas berkeliaran di kota-kota di seluruh Indonesia, dan melakukan jumpa pers secara bebas di cafe-cafe di mana saja. Mereka akan berbicara keras menentang NKRI, tetapi dengan menggunakan tempat-tempat makan-minum, dan media NKRI. Mereka akan menggugat NKRI, mereka akan menantang NKRI, mereka akan marah kepada NKRI, tetapi lewat media NKRI.

  • Lalu bagaimana dengan OPM yang asli?

OPM yang asli kini sudah menjadi ULMWP, oleh karena itu, kalau ada OPM masih bergerilya, itu pasti OPM NKRI. ULMWP sebagai inkarnasi dari OPM saat ini menjadi anggota MSG dan meminta NKRI untuk berdialogue secara demokratis dan bermartabat lewat mediasi MSG, tetapi kalau masih ada OPM yang menyatakan perang, masih ada OPM yang menyerah, maka itu OPM-OPM buatan NKRI, yang tabiatnya mengikuti tabiat NKRI yang penuh dengan kekerasan dan teror di semua tingkatan dan lapisan, seperti setiap hari disiarkan dalam televisi-televisi kolonial Malayo-Endos sendiri.

Pertanyaan sekarang,

  • apakah OPM NKRI dan OPM West Papua sama?
  • Apakah OPM NKRI sebagian adalah OPM asli?
  • Siapa OPM NKRI dan siapa OPM Asli?

54 OPM Menyatakan Diri Kembali ke NKRI

JAKARTA, KOMPAS.com

– Sebanyak 154 anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) bertobat. Mereka menyatakan diri kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Berdasarkan siaran pers resmi TNI Angkatan Darat yang diterima Jumat (24/3/2017), 154 anggota OPM itu tiba di Kampung Sinak Distrik Sinak Kabupaten Puncak Jaya pada 15 Maret 2017.

Didampingi oleh Komandan Koramil 1714-04/Sinak Lettu Inf Yusuf Rumi dan pendeta Zakarias Tabuni, mereka bersama-sama menghadap Bupati Puncak Jaya Wilem Wandik untuk menyatakan berhenti angkat senjata dan bergabung kembali ke Indonesia.

Hadir pula dalam momen penting itu, Anggota DPRD daerah pemilihan Sinak, sejumlah SKPD Kabupaten Puncak, tokoh adat serta tokoh agama lainnya.

Mereka kembali bukan tanpa alasan. Mereka merasa tidak mendapatkan apa-apa selama mengikuti gerakan separatis bersenjata pimpinan Lekagak Telenggen dan Gombanik Telenggen.

Bupati Wilem menggelar simbolisasi penerimaan kembali mereka ke NKRI dengan penyerahan sehelai bendera merah-putih. Setelah itu, mereka diperbolehkan kembali ke kampung halamannya masing-masing.

Diketahui, 154 anggota OPM kelompok Utaringgen Telenggen itu berasal dari Kampung Weni dan Kampung Rumagi, Distrik Mageabume, Kabupaten Puncak Jaya. Wilayah itu berbatasan dengan Distrik Yambi, kabupaten yang sama.

Ada beberapa permintaan dari para eks separatis itu. Pertama, mereka meminta jaminan keamanan dari TNI dan Polri pascamenyerahkan diri. Sebab, keputusan mereka itu diyakini membuat bekas pimpinan mereka marah dan hal itu membahayakan keselamatan mereka dan keluarga

Kedua, mereka juga meminta pemerintah setempat membangun honai yang laik dan sehat untuk ditinggali. TNI, Polri dan pemerintah setempat sepakat untuk memenuhi permintaan mereka.

Penulis : Fabian Januarius Kuwado
Editor : Sabrina Asril

Indonesia Berkomitmen Bantu Fiji di Bidang Kepolisian

Metrotvnews.com

Indonesia Berkomitmen Bantu Fiji di Bidang Kepolisian
Pertemuan Menlu Retno Marsudi dan Menhan Fiji bahas bantuan bidang kepolisian (Foto: Dok.Kemenlu RI).

, Jakarta: Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi bertemu dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan Fiji, Ratu Inoke Kubuabola pada 14 Maret kemarin.

Selain itu, Inoke mengunjungi Indonesia juga dalam rangka kerja sama dalam bidang kepolisian.
“Komitmen Indonesia untuk bekerja sama dengan negara-negara Melanesia untuk meningkatkan kapasitas di bidang kepolisian,” ucap Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu 15 Maret 2017.
Sementara, dalam pertemuannya dengan Menlu Retno, dibahas mengenai hubungan bilateral dua negara dan bidang kepolisian itu sendiri.
Dibicarakan juga peran Indonesia di Melanesian Spearhead Group (MSG) dan peran Indonesia di dalam pembangunan negara-negara Pasifik.
Arrmanatha menambahkan, Inoke ini sebelumnya adalah Menlu Fiji. Sekitar setahun yang lalu, ia dipercaya untuk menjabat sebagai Menhan Fiji.
Selama ini, Indonesia juga memperjuangkan agar kelompok separatis Papua yang menyebut dirinya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), untuk bergabung dengan MSG.
Namun dengan Papua Nugini yang akan menjadi Ketua MSG yang dimulai pada Januari 2017, penentuan anggota penuh akan dilakukan pada pertemuan tingkat kepala negara. Pertemuan itu akan berlangsung sekitar September 2017.

(FJR)

Jadi Dubes Selandia Baru, Tantowi Diminta Jernihkan Isu soal Papua

Jakarta – Politikus Partai Golkar Tantowi Yahya siang tadi dilantik sebagai Duta Besar RI untuk Selandia Baru. Komisi I DPR berharap Tantowi bisa menjernihkan isu soal Papua di negara-negara sekitar Selandia Baru atau di kawasan Pasifik.

“Untuk Mas Tantowi, senior sekaligus sahabat saya, jujur, melepasnya agak berat. Beliau banyak memberi warna di Komisi I. Sehingga harapan saya juga cukup tinggi, agar keberangkatan beliau ke Selandia Baru dapat membawa manfaat luas bagi hubungan RI-Selandia Baru,” ungkap Wakil Ketua Komisi I Meutya Hafid dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (13/3/2017).

Kepada kolega satu partainya itu, Meutya memiliki harapan khusus terkait dengan missed information soal Papua dari negara-negara Pasifik yang merugikan nama Indonesia. Sebelum menjadi dubes, Tantowi memang merupakan anggota DPR yang bertugas di Komisi I.

“Agar beliau dapat menjadi duta yang baik, terutama dalam isu Papua. Untuk menjelaskan dan meluruskan missed information mengenai Papua yang sering ditangkap salah, terutama di negara-negara Pasifik,” ujar Meutya.

“Ini terutama menanggapi beberapa negara Pasifik yang hampir selalu bicara keras namun salah tentang Papua di forum-forum internasional, termasuk PBB,” imbuhnya.

Meski negara-negara yang kerap mempermasalahkan isu Papua, disebut Meutya, hanya negara kecil dan hanya sedikit, itu dapat mencoreng nama besar Indonesia. Tantowi diminta berperan agar missed information tersebut dibenahi.

“Meskipun mereka negara kecil dan jumlahnya sedikit, jika dibiarkan terus juga mengganggu nama Indonesia di kancah internasional. Saya harap Pak Dubes Tantowi Yahya dapat melakukan pembicaraan khusus dengan negara tersebut yang tidak jauh letaknya dari Selandia Baru,” papar Meutya.

Dia pun menyarankan Tantowi mengajak pemerintah Selandia Baru membantu Indonesia terkait masalah ini. “Atau lebih baik lagi jika dapat mengajak pemerintah Selandia Baru juga menggaungkan ke negara-negara di kawasan mengenai pentingnya komitmen untuk menghargai kedaulatan Indonesia,” Meutya menambahkan.

Hari ini Presiden Joko Widodo melantik 17 duta besar dari 23 yang diajukan ke DPR. Menurut Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari, bukan berarti sisanya tidak mendapat rekomendasi dari Dewan.

“Lolos semua, yang dilantik sementara baru 17, karena yang sudah selesai administrasi di negara tujuan dan sudah siap diberangkatkan mungkin baru 17. Sisanya menunggu penyelesaian administrasi di negara penempatan,” ucap Kharis saat dihubungi terpisah, Senin (13/3).

“Hal ini bisa terjadi karena masing-masing negara tujuan berbeda-beda, ada yang cepat selesai, ada yang agak lambat. Sesuai dengan mekanisme di negara tujuan penempatan,” sambungnya.

Sebelumnya, setelah dilantik, Tantowi mengaku mendapat pesan khusus dari Presiden Jokowi. Ia juga menyebut ada tiga tantangan yang harus dihadapi pada tugas barunya, yakni di bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Secara politik, dia diakreditasikan juga ke dua negara di Pasifik, yaitu Samoa dan Kerajaan Tonga.

“Saya diminta Presiden menjalin komunikasi yang baik dengan negara-negara tersebut karena kita punya kepentingan politik yang besar di kawasan Pasifik. Bukan hanya soal Papua, tapi juga isu-isu lainnya,” kata Tantowi, Senin (13/3).
(ear/rna)

PIANGO: “Indonesia tak bisa lagi pura-pura polos di Panggung PBB”

Nabire, Jubi – Asosiasi NGO Kepulauan Pasifik menuding respon Indonesia terhadap pidato Vanuatu di Sidang Dewan HAM PBB (UNHRC) ke-34 sebagai upaya pengalihan perhatian komunitas internasional terhadap pelanggaran HAM yang terus terjadi di West Papua.

Emele Duituturaga, direktur eksekutif PIANGO sampai pada kesimpulan itu  setelah Indonesia menuding Vanuatu “memolitisasi isu West Papua untuk tujuan politik domestiknya” dalam respon hak jawabnya di UNHRC di Jenewa (1/3).

“Reaksi Indonesia ini sangat kekanak-kanakan, dan sebetulnya hanya menelanjangi ketiadaan kemanuannya untuk menghormati dan menegakkan nilai-nilai yang menjadi milik komunitas internasional bangsa-bangsa , yaitu PBB,” ujar Duituturaga seperti dikutip Pacific Islands News Association, Minggu (5/3/2017).

Respon Indonesia, menurut dia adalah ciri khas politik ‘pecah belah dan menangkan’ dengan menjatuhkan Vanuatu namun kemudian menawarkan bantuan untuk isu-isu dugaan pelanggaran HAM-nya, “Itu sebetulnya (kepanikan) untuk merespon permintaan Koalisi Pasifik memperlakukan anggota keluarga Pasifik, yakni West Papua, dengan hormat dan bermartabat,” kata dia.

Menurut Duituturaga, Koalisi Kepulauan Pasifik untuk West Papua (PICWP) tidak akan meminta PBB mengirimkan Pelapor Khususnya ke West Papua jika mereka tidak memegang banyak bukti atas apa yang dialami rakyat West Papua.

Berdasarkan laporan HAM terkait West Papua, jumlah korban dan kasus-kasus pembunuhan diluar peradilan dan penyiksaan tidak berkurang signifikan dari 2012 sampai 2016.

 “Penahanan politis meningkat tiga tahun terakhir, dan semua korban penyiksaan dan pembunuhan dari data mitra kami adalah orang asli Papua. Sementara orang asli Papua hanya sekitar 40% dari penduduk Papua namun mereka lah 100% dari korban. Ini jelas wujud elemen kekerasan rasial oleh praktik aparat keamanan.”

Sejak tahun 2007 Indonesia juga tidak mengijinkan prosedur khusus apapun mengunjungi West Papua, dan wilayah itu, lajut Duitutraga sebagian besar tetap tertutup bagi para pengamat HAM internasional. “Jurnalis asing pun tidak bisa dengan bebas melakukan liputan karena ditemani intel, sehingga sulit membuat laporan independen,” tudingnya.

“Ketika bukti-bukti sudah sangat banyak tunjukkan ribuan orang West Papua yang merupakan penduduk Kepulauan Pasifik kehilangan nyawanya, dan mereka berjuang memberikan pandangan alternatif untuk mengelola sumber daya mereka sendiri hingga memotivasi negeri Pasifik membangun koalisi, maka sekarang Indonesia harus menyadari tak bisa lagi pura-pura polos di panggung PBB,”

ungkap Duituturaga.

Sementara itu, terpisah pada Jum’at lalu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir, seperti dilansir CNN Indonesia mengklaim bahwa PBB tidak akan menyelidiki isu pelanggaran HAM tersebut, karena menurut dia pernyataan Vanuatu hanya sebatas kekhawatiran politis dan bukan berdasarkan penyelidikan.

“Kalau [pelanggaran HAM] itu ada, pasti akan menjadi sorotan dari publik dan mekanisme yang berlaku di Indonesia,” kata Arrmanatha di Gedung Kemlu RI.

Menurut Nasir, pernyataan Vanuatu itu bukan pernyataan berdasar investigasi, melainkan hanya bersifat politis sehingga tidak bisa langsung ditindaklanjuti.(*)

Reporter :Zely Ariane
zely.ariane@tabloidjubi.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny