Pemerintah Indonesia Terapkan Standar Ganda untuk Warga Negaranya Sendiri

Demonstrasi pro Papua merdeka
Demonstrasi pro Papua merdeka dan kelompok pendukung negara Islam Indonesia. Foto: Ist.

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — Pemerintah Indonesia dinilai menerapkan standar ganda kepada warga Negara. Ada perbedaan perlakuan antara orang Papua yang berideologi Merdeka dan kelompok beridelogi Negara Islam Indonesia di provinsi lain di Indonesia. Standar ganda ini berlaku juga dalam hal kebebasan pers.

Dalam wawancara elektronik, malam ini, Rabu (06/08/14), Peneliti Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono mengatakan, di Papua, selama puluhan tahun, aktivis Papua biasa ditangkap, sering disiksa dan dihukum penjara, dari hanya beberapa tahun sampai 15 tahun, hanya karena mereka bicara soal merdeka. Mereka dikenai pasal-pasal makar.

Tetapi, jika dibandingkan, cita-cita dari ISIS maupun Jamaah Islamiyah, bahkan Hizbut Tahrir, adalah mendirikan negara Islam di Indonesia, pemerintah melakukan advokasi berbeda. ISIS dan Jamaah Islamiyah memakai kekerasan. Hizbut Tahrir tak menggunakan kekerasan.

Selengkapnya di MAJALAHSELANGKAH.com

KSB Tembak Mati Tukang Ojek

JAYAPURA [PAPOAggota polisi saat berpatroli usai terjadi penembakan yang dilakukan KSB di Mimika. Aksi penembakan seperti ini kembali terjadi di Kabupaten Lanny jaya yang berujung meninggalnya, Narsito, seorang tukang ojek, Kamis (17/7/2014). S]- Hanya berselang sehari, pasca penembakan di Tingginambut Puncak Jaya yang menewaskan seorang warga bernama Kallo, Rabu (16/7/). Kini Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) kembali berulah. Kali ini KSB menembak mati seorang tukang ojek bernama Narsito (40) di kampung Dogome Kabupaten Lanny Jaya, Kamis (17/7/2014) sekitar pukul 17.00 Wit.

Warga kampung Yokobag ini tewas ditempat kejadian, setelah timah panas mengenai kepala belakang hingga tembus pipi kanan.”Di tempat kejadian perkara polisi menemukan selongsongan peluru jenis FN. Korban diperkirakan ditembak dari dengan jarak sekitar 1 meter,” ujar Kabid Humas Kombes (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono, S.Ik di Mapolda Papua, Kamis (17/7/2014).

Kabid Humas mengatakan, kejadian itu berawal saat korban mengantarkan penumpang Tiom, ibu kota Kabupaten Lannya menuju distrik Malagaineri.”Saat sampai di tempat tujuan, korban langsung ditembak dari belakang hingga meninggal dunia,”ujarnya.

Dengan adanya aksi teror penembakan tersebut, mantan Wadir Intelkam Polda Papua itu sampaikan di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya masih ada kelompok kriminal bersenjata.

“Yang jelas bahwa dengan adanya penembakan tersebut menunjukkan bahwa masih adanya kelompok kriminal bersenjata yang mengganggu kamtibmas di wilayah Lany Jaya,” katanya.

Menurut Kabid Humas, perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir dan di maafkan, sehingga pihaknya terus berupaya mempelajari dan mendalami kasus penembakan pengojek yang bisa meresahkan warga setempat.

“Kejahatan ini harus di tindak dan di bawa ke depan hukum dan saya pastikan bahwa pelaku akan di bawa ke depan hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” katanya.

Sementara itu, Plt Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, S.Sos mengatakan Komnas HAM mengutuk aksi penembakan yang menimbulkan korban jiwa baik di Lanny Jaya, maupun kejadian sebelumnya di Puncak Jaya.

Menurut Frits, Komnas beranggapan bawah apa yang dilakukan oleh KSB tersebut termasuk pelanggaran HAM sebab menghilangkan nyawa orang lain.”Kami minta kepada KSB agar menjelaskan maksud dari aksi penembakan tersebut hingga menimbulkan korban jiwa di kalangan masyarakat sipil,”.[tom]

Jum’at, 18 Juli 2014 01:27, PAPOS

Pileg di Distrik Mulia Diwarnai Kontak Senjata: Satu orang Tewas

Jayapura, 9/4 (Jubi) – Proses pencoblosan di Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya diwarnai kontak senjata antara aparat keamanan dengan kelompok sipil bersenjata (KSB) di Kampung Puncak Senyum, Rabu (9/4).Salah satu dari kelompok tersebut tewas tertembak.

Komandan Kodim 1714/PJ, Letnan Kolonel (Inf) A. Risman via seluler menuturkan kontak tembak terjadi di kampung puncak senyum antara Tim yonif 751 yang dipimpin Kapten (Inf) Syaikoni dengan kelompok sipil bersenjata.

Kelompok dari Pilia sekitar 10 orang dan seorang bernama Wakanio Enumbi dari kelompok itu tewas,” kata Risman, Rabu (9/4).

Selain menembak mati salah satu dari kelompok tersebut, pihaknya juga berhasil menyita satu pucuk senjata api laras panjang jenis SS1 V5 dan amunisi sebanyak 17 butir.

“Korban tewas diduga terlibat penyerangan Polsek pirime, penembakan anggota brimob di Wandegobak dan merampas senjata api Arsenal milik Brimob di Wandegobak, korban sebelumnya juga telah masuk daftar DPO (Daftar Pencarian Orang),”

ujar Risman.

Kapolda Papua, Inspektur Jendral (Pol) Tito Karnavian membenarkan penembakan tersebut. Menurutnya itu terjadi saat anggota TNI yang berjaga di satu pos melihat ada warga yang membawa senjata api.

Melihat hal itu, anggota TNI hendak mendatangi warga tersebut. Namun, dikatakan Tito, warga tersebut langsung menembaki anggota yang kemudian dibalas oleh anggota,.

satu anggota kelompok itu tewas dan yang lainnya melarikan diri,” kata Tito, Rabu (9/4) kemarin.

Namun begitu, Tito mengaku tidak mengetahui pasti jumlah kelompok tersebut. “Saya dapat informasi dari Kapolres bahwa yang meninggal ini juga terlibat dalam penyerangan sebelumnya di Puncak Jaya kasus yang lama dan disita juga satu senjata api,” ujar Tito.

Sementara itu, Ketua KPU Papua, Adam Arisoy, menilai insiden itu tidak berpengaruh pada jalannya pemilihan umum. Dia juga telah berkomunikasi dengan KPU Puncak Jaya dan mendapat informasi bahwa situasi pada saat pencoblosan aman terkendali.

Bunyi letusan senjata mungkin itu sudah biasa bagi mereka,sekalipun nyawa taruhannya,” kata Arisoy, Rabu (9/4).

Dari data kepolisian yang diberikan Kabid Humas Polda Papau, Komisaris Besar (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono kepada sejumlah jurnalis melalui Blackberry Masengger (BBM). mengatakan korban tewas itu bernama Wakanio Enumbi, diduga terlibat kasus penembakan terhadap anggota Brimob pada 3 Desember 2011 di kali Semen Puja, penembakan Kapolsek Mulia, Ajun Komisaris (Pol) Dominggus Awes pada 24 November 2012 di Puncak Jaya, juga terlibat aksi penembakan di Tolikara (10/9/2012), penembakan Polsek Pirime (27/10/2012) dan penembakan Brigadir dua (Pol) Sukarno (28/1/2012) di Mulia, Puncak Jaya. (Jubi/Indrayadi TH)

Demonstran Internasional Minta Pembebasan Tahanan Politik Papua

Protes di London, Inggris. Foto: Helen Saunders/Survival

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — Hari ini, 2 April 2014, 100 orang demonstan meminta pembebasan segera terhadap tahanan politik di Papua dalam sebuah demonstrasi damai di luar Kedutaan Besar Indonesia di London, Inggris yang diselenggarakan TAPOL, Survival Internasional dan Amnesty Internasional Inggris.

Dalam keterangan tertulis yang diterima majalahselangkah.com malam ini mengatakan, demonstran meminta partai politik dan kandidat Presiden Indonesia untuk mendukung pemenuhan hak berdemokrasi di Papua dalam menghadapi pemilihan umum nasional untuk calon legislatif, minggu depan. Demonstrasi serupa juga diselenggarakan di Skotlandia, Belanda, Australia, Selandia Baru, Australia, dan Papua.

Di Jayapura, sekitar pukul 10:00 pagi hari ini, polisi melepaskan tembakan kepada peserta aksi damai yang meminta pembebasan terhadap tahanan politik Papua. Polisi menyebut mereka “monyet” dan dua orang telah ditangkap. Laporan awal mengindikasikan bahwa dua orang yang ditahan di Polresta Jayapura mengalami penyiksaan dan tidak diperbolehkan menemui pengacara hukum mereka.

Di London pukul 13:00 masing-masing demonstran memrepresentasikan 76 orang tahanan politk yang saat ini berada di balik jeruji di Papua yang secara simbolik diborgol dan ditutup mulutnya untuk menunjukkan pembungkaman kebebasan berekspresi di Papua.

Pendemo dan mantan tahanan politik Burma, Ko Aung menyatakan,

“Saya menghabiskan enam tahun di penjara untuk menyerukan perlawanan atas ketidakadilan di Burma. Sekarang saya berdiri di sini untuk memberikan solidaritas kepada kawan-kawan di Papua yang mengalami hal yang sama.”

Meskipun kepedulian internasional tentang situasi politik dan HAM di Indonesia telah meluas, namun partai politik di Indonesia tetap tidak memiliki agenda yang ditawarkan untuk situasi damai di Papua. Beberapa demonstran menantang para kandidat Presiden untuk memberikan perhatian dan menjelaskan kebijakan mereka terhadap Papua.

Para demonstran mengangkat plakat yang berisi: “Jokowi, wartawan asing boleh masuk Papua?”  dan “Bakrie, maukah bebaskan tapol Papua?”

Pada surat kepada Duta Besar Indonesia di London, HE Teuku Mohammad Hamzah Thayeb, yang dikirimkan hari ini, penyelenggara demonstrasi, TAPOL menyatakan bahwa terdapat 537 peristiwa penangkapan politik di Papua pada 2013, dua kali lipat dari jumlah penangkapan di tahun 2012.

Kasus yang dilaporkan berupa penyiksaan dan perlakukan buruk dalam tahanan berjumlah tiga kali lipat dibandingkan tahun 2012, sementara kasus yang melibatkan penolakan akses kepada pengacara atau pengadilan yang tidak adil berjumlah dua kali lipat dibandingkan tahun 2012.

Surat itu menunjukkan bahwa terungkapnya peningkatan besar dalam tindakan penangkapan yang bernuansa politik ‘sangat mengganggu dalam masa menjelang pemilihan umum nasional Indonesia minggu depan. Minimnya ruang demokrasi di Papua berarti bahwa Pemilu hampir tidak relevan untuk banyak orang Papua.’

Tahanan politik Papua Dominikus Surabut hari ini mengirimkan pesan dari penjara Abepura ke seluruh para demonstran, yang menyatakan: Kebebasan dan demokrasi tidak bisa dibunuh dan dipenjarahkan, sebab rohnya absolut, tak bisa seseorang atau Negara manapun bisa gagalkan. Kepada para pekerja HAM dan Demokrasi dunia, kita tidak bisa berdiam membisu, tetapi kita terus kepalkan tangan dan jiwa kita secara bersama-sama menyelamatkan dan menempatkan berdemokrasi pada tempatnya.

Surabut ditahan pada 19 Oktober 2011 dan saat ini menjalani tiga tahun hukuman di penjara karena keikutsertaannya dalam pertemuan politik secara damai di Jayapura.

Berdasarkan perkembangan pemantauan bersama yang dipublikasi oleh Papuan Behind Bars, tahanan politik di Papua sering disiksa dan dipaksa untuk mengakui kesalahan. Banyak dari mereka dipukuli dan menjadi subjek dari tindakan kejam dan merendahkan martabat seperti digunduli, dipaksa untuk saling berkelahi atau tidak diberikan makan atau pengobatan yang layak.

Pembatasan pada organisasi internasional dan media asing yang bekerja di Papua Barat berarti bahwa banyak pelanggaran terjadi dalam rahasia, dan pelaporan yang independen adalah hampir mustahil. Ini adalah masalah serius di wilayah yang dikenal menjadi tuan rumah dari salah satu konsentrasi tertinggi pasukan keamanan di dunia.

“Jika Indonesia tidak memiliki hal yang disembunyikan di Papua, mengapa mereka tidak memperbolehkan jurnalis dan organisasi internasional datang ke Papua?,”

ujar Paul Barber, koordinator TAPOL dalam keterangan itu.

“Tujuh puluh enam tahanan politik di Papua tidak dapat disembunyikan dari dunia,”

ujar Paul.

Organisasi internasional dan mekanisme PBB semakin menanyakan pembatasan terhadap hak atas kebebasan berekspresi di Papua yang tidak dapat diterima. Pada November 2012, Working Grup PBB tentang Penahanan Sewenang-wenang mengeluarkan pendapat bahwa penahanan terhadap Filep Karma, selama 15 tahun penjara karena mengibarkan bendera Bintang Kejora adalah pelanggaran terhadap hukum internasional.

Pada Mei 2012, pada sesi Laporan HAM Berkala Universal (Universal Periodic Review) Indonesia pada Dewan HAM PBB di Jenewa, Pemerintah Indonesia menerima rekomendasi untuk mengundang pelapor khusus PBB tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi, Frank La Rue.

Meskipun kunjungan tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada awal tahun 2013, namun kunjungan tersebut dibatalkan secara sepihak oleh pemerintah Indonesia. Pada Mei 2013, Ketua Komisi HAM PBB, Navi Pillay menyampaikan situasi kritis terhadap serangan kebebasan berekspresi yang terus berlanjut di Papua.

TAPOL menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menghentikan tuduhan kepada aktivis politik Papua dengan tuduhan kriminal, meminta pembebasan tanpa syarat terhadap tahanan politik, memenuhi standar internasional mengenai perlakuan terhadap tahanan dan memperbolahkan akses terbuka bagi internasional jurnalis, organisasi HAM dan humaniter.

TAPOL juga meminta para kandidat Presiden untuk membuat agenda setting tentang pelaksanaan HAM, termasuk pembebasan tahanan politik tanpa syarat sebagai pemenuhan hak dasar dan berdemokrasi bagi orang-orang Papua.

Diketahui, berdasarkan update terbaru yang dipublikasi oleh Papuans Behind Bars, terdapat setidaknya 76 orang tahanan politik di Papua yang dipenjara hingga akhir Februari 2014.

Orang Papua di Balik Jeruji adalah satu proyek kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.

Penangkapan politik didefinisikan oleh Papuan Behind Bars berupa penangkapan-penangkapan yang tampaknya bermotif politik dan dapat mencakup penangkapan yang terjadi dalam konteks politik seperti demonstrasi atau berbagai wadah yang digunakan oleh orang-orang maupun organisasi yang secara aktif berpolitik; penangkapan terhadap orang-orang yang aktif dalam politik atau kerabat mereka, penangkapan terhadap orang-orang karena dugaan keterlibatan politik mereka; penangkapan terhadap kegiatan politik seperti menaikkan bendera atau terlibat dalam kegiatan perlawanan sipil; penangkapan massal, dan penangkapan yang bermotif politik dengan tuduhan kriminal yang direkayasa. (Yermias Degei/MS)

Yermias Degei | Kamis, 03 April 2014 02:06,MS

Lihat foto di sini: KLIK

Demo Damai Tuntut Bebaskan 76 Tapol Papua, Polisi Tangkap 2 Mahasiswa

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura menangkap 2 mahasiswa Papua, Alfares Kapisa (25) dan Yali Wenda (20) dalam sebuah demonstrasi damai yang digelar Solidaritas Mahasiswa Peduli Tapol (Tahanan Politik) Papua di depan Gapura Universitas Cenderawasih (Uncen) Waena, Jayapura, Rabu (02/04/14).

Demonstrasi digelar mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jayapura dalam rangka meminta pembebasan 76 Tapol Papua yang mendekam di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan di tanah Papua.

Alfares Kapisa, mahasiswa Kedokteran Uncen dan rekannya Yali Wenda ditangkap dalam pembubaran paksa oleh polisi yang bersenjata lengkap di depan Gapura Uncen sekitar pukul 10:30 waktu setempat.
Selanjutnya, dua mahasiswa Papua ini dibawa ke Polresta Jayapura untuk diinterogasi.

“Kami sedang berada di Polresta. Mereka dua (Alfares Kapisa dan Yali Wenda:red) sedang diinterogasi.  Alfares mendapat intimidasi sampai luka-luka di pipi kiri. Kucuran darah membuat jas almamaternya penuh dengan darah. Demikian juga Yali Wenda luka-luka di kepala,”

kata aktivis HAM Papua, Elias Petege kepada majalahselangkah.com sore tadi melalui telepon selulernya.

Tidak Ada Akses untuk Bertemu

Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Papua, Olga Helena Hamadi dan Pendeta Dora Balubun telah berada di Polresta sekitar pukul 18:30 waktu setempat atas permintaan rekan-rekan dan orang 2 mahasiswa itu. Tetapi, kedatangan mereka sia-sia. Mereka tidak mendapatkan akses untuk menemui 2 mahasiswa itu.

Kepada majalahselangkah.com, melalui pesan singkatnya, Olga mengatakan,

“Katanya Kasat tidak ada di tempat. Lalu, saya telepon Kapolres, tapi katanya mereka lagi periksa jadi belum bisa ketemu. Saya jadi heran juga, padahal mereka dua ini tidak di rutan, ada kemungkinan 2 mahasiswa ini dapat pukul.”

“Kami tidak dberi akses bertemu, jadi kami pulang. Padahal, kami datang ke sini atas permintaan teman-temannya dan orang tua 2 mahasiswa ini,”

kata Olga.

Terkait penangkapan dan pembatasan akses ini, majalahselangkah.commenghubungi  Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Pol Drs Sulistyo Pudjo, tetapi telepon tidak aktif. Terpaksa, majalalahselangkah.commengirimkan pesan singkat untuk konfirmasi, tetapi hingga berita ini ditulis belum ada balasan.

HIngga berita ini ditulis, Alfares Kapisa dan Yali Wenda masih ditahan di Polresta Jayapura. (Yermias Degei/MS)

 Yermias Degei | Rabu, 02 April 2014 23:24,MS

AMP “Indonesia, Amerika Serikat dan PBB ” Mengakui Kedaulatan Papua Barat

Yogyakarta — Puluhan Mahasiswa Papua yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Jogyakart, telah gelar demo damai  dengan menuntut kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Amerika Serikat (AS)dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) segera memberikan Hak Penetuan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat.Kamis/13/03/2014. Pagi.

Massa aksi kemudian melakukan longmarch dari Bundaran UGM Jam 09.00 WIB menuju titik nol kilometer di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta.
 
Kordinator umum aksi Aby Douw,
“mengatakan kepada http://www.suarakolaitaga.blogspot.com, bahwa , Negara Indonesia, Amerika Serikat dan PBB untuk mengakui kedaulatan Papua Barat yang di deklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai suatu Negara”.
Kordinator aksi Paskalena Daby,
”Berikan kebebasan untuk menentukan nasif kami. Segerah ! Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah Papua, hentikan eksploitasi dan tutup seluruh perusahaan milik kaum imperialis, seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco. Dinilai, perusahaan-perusahaan itu membawa malapetaka bagi Bangsa Papua Barat”.
Menurut Roy Karoba salah satu anggota AMP mengatakan,
“ada pun berbagai operasi militer telah dilancarkan oleh pemerintah kolonial Indonesia untuk membungkam perlawanan Rakyat Papua yang menolak kehadiran Indonesia. Militer menjadi satu-satunya tameng untuk berhadapan dengan Rakyat Papua. Dari masa kepemimpinan Soekarno hingga SBY-Boediono, militer tetap menjadi alat yang paling reaksioner dalam menghadapi gejolak perlawanan Rakyat Papua. Ratusan ribu nyawa Rakyat Papua telah hilang oleh kebiadaban Militer Indonesia”.
Papua sudah merdeka. Tetapi kemerdekaan orang Papua itu telah direbut dan diperkosa oleh Indonesia,PBB, Amerika dan Belanda pada tanggal 19 desember 1961 disebut TRIKORA, ketika papua merdeka selama 18 hari, ujar Roy.
Dalam orasi salah satu anggota AMP Boy mengatakan,
“Kami menilai ketrlibatan PBB dalam status politik rakyat papua barat tidak manusiai dan demkratis, sebab perjanjian New York (New York Agreement) 15 agustus 1962 tidak melibatkan satupun orang papua, selain itu juga aneksasi West Papua kedalam Indonesia 1 mei 1963 adalah awal operasi Militer Indonesia diatas tanah west papua hingga saat ini atau awal penderitaan rakyat papua, dan PEPERA 1969 cacat Hukum dan moral. “
Lanjut Boy.
 
Sebelum adalanya pelaksanaan PEPERA 1969 Pemerintan Indonesia telah kontraka karyah perusahan Kapitalisme/Imperialisme Amerika Serikat pada tanggal 7 Apri 1967, sedangkan pelaksanaan PEPERA pada tanggal 14 juli-2 agistus 1969. Ujar, Boy.
AMP menuntut
“Indonesia, Amerika Serikat dan PBB Berikan Kebebasan dan Han Menetukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Sebagai Solusi demokratis sesuai hukum yang berlaku”.
tegas Daby. (K)Wenas Kobogau
Kamis, 13 Maret 2014|12:33,kbgnews

 

Sikapi Pelanggaran HAM, AMP Akan Gelar Aksi

Sejumlah Massa Aksi di Yogyakarta Saat Membentangkan Bendera Bintang Kejora, Pada Peringatan Hari Aneksasi ( 1 Mei 2013 )
Sejumlah Massa Aksi di Yogyakarta Saat Membentangkan Bendera Bintang Kejora, Pada Peringatan Hari Aneksasi ( 1 Mei 2013 )

Yogyakarta (12/03/2014 – Guna menyikapi berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembungkaman ruang demokrasi yang terus menerus dilakukan oleh aparan militer Indonesia (TNI-POLRI) di Papua selama ini, maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] berencana menggelar aksi penyikapan yang rencananya akan dilaksanakan pada hari kamis (14/03/2014) di Yogyakarta.

Selain menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM dan pembungkaman ruang demokrasi yang dilakukan militer Indonesia terhadap rakyat Papua, AMP juga akan menyuarakan

“Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”,

sebab menurut AMP Hak Menentukan Nasib Sendiri merupakan satu-satunya jalan terbaik untuk penyelesaian permasalahan Papua.

Telius selaku Sekertaris AMP Komite Kota Yogyakarta ketika dihubungi menyatakan bahwa

“kami menggerlar aksi ini untuk menyikapi segalah bentuk penggaran HAM dan pembungkaman terhadap ruang demokrasi di Papua, Indonesia dengan kekuatan militernya selalu melegalkan segalah cara untuk melindungi kepentingan investor asing yang tidak pernah memperhatikan kehidupan orang asli Papua yang memiliki hak atas segalah kekayaan alam yang ada di Papua”,

tegas Telius.

Selain itu, menurut Telius

“aksi kali ini juga sebagai bagian praktek yang akan dilakukan oleh kader-kader/anggota AMP yang baru saja menyelesaikan Pendidikan Politik (DIKPOL) beberapa hari yang lalu”,

kata telius.[rk]

Baku Tembak di Yapen, 1 OPM Tewas

Unofficial Morning Star flag, used by supporte...
Unofficial Morning Star flag, used by supporters of West Papuan independence (Photo credit: Wikipedia)

Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) Pudjo Sulistyo Hartono, S.Ik.JAYAPURA –Aksi baku tembak antara kelompok bersenjata yang diduga keras TPN/OPM dengan aparat keamanan gabungan TNI-Polri, terjadi di daerah Sasawa Kabupaten Yapen Papua, Sabtu 1 Febuari sekitar pukul 10.30 WIT. Satu anggota kelompok bersenjata tewas, sedangkan dua aparat keamanan tertembak.

Selain menewaskan satu anggota OPM, aparat juga berhasil mengamankan barang bukti milik Yohasua, berupa senjata rakitan laras panjangan yang digunakan melakukan penyerangan terhadap aparat keamanan, serta berhasil mengamankan sebanyak 11 orang TPN-OPM lainnya yang saat itu melakukan penyerangan terhadap aparat keamanan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua, Kombes (Pol) Pudjo Sulistyo Hartono, S.Ik., saat dikonfirmasi Bintang Papua, membenarkan telah terjadi kontak senjata antara TNI-Polri dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tersebut.

Dijelaskan, terjadinya kontak senjata oleh aparat TNI-Polri dan kelompok Kriminal Bersenjata tersebut karena mendapat informasi bahwa KKB melakukan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) di kawasan Sasawa Kepulauan Yapen, yang diduga dibawah pimpinan Fernando Warobai.

“Atas informasi itu, aparat keamanan yang dipimpin langsung Kapolres dan Dandim langsung menuju ke lokasi dengan menggunakan darat dan laut lalu tiba-tiba di berondong dengan senjata,” jelasnya pekan kemarin.

Dari kontak senjata yang berlangsung selama beberapa menit itu, anggota polri bernama Briptu Robert salah satu anggota Pol Air Polres Yapen mengalami luka tembak di bagian lutut dan Praka Hashim salah satu anggota Kodim Yapen mengalami luka serpihan rekoset di bagian punggung, dan Marlon Bonay salah satu warga sipil yang bertugas sebagai Motoris mengalami luka tembak di bagian pinggang.

“Dari kontak senjata itu juga, aparat keamanan berhasil menewaskan satu dari kelompok mereka bernama, Yohasua Arampay (38), yang selanjutnya aparat keamanan berhasil menguasai lokasi kejadian sehingga langsung melakukan penyisiran di lokasi tersebut,”

paparnya.

Usai menguasai lokasi kejadian, aparat keamanan berhasil mengamankan sebanyak 11 orang Kelompok Kriminal Bersenjata tersebut dan berhasil menyita barang bukti berupa, , senjata api rakit sebanyak 13 buah, senjata laras panjang sebanyak 11 buah, dua pucuk senjata laras pendek, dua buah sangkur, dua buah bom Dopis, dua buah Busur, 20 anak Panah, satu Tombak, satu buah Hanphone, sejumlah pakaian loreng, dua bua bendera Bintang Kejora, sejumlah Bama dan obat-obatan lainnya.

Pudjo menandaskan, situasi paska terjadi penembakan tersebut situasi dan kondisi di daerah Kepulauan Yapen mulai kondusif, dan aktifitas masyarakat berjalan lancar, namun aparat keamanan terus melakukan pengamanan untuk menghindari adanya balasan dari kelompok mereka.

“Situasi sekarang aman saja, sementara kesebelas orang yang sudah diamankan kini masih dalam pemeriksaan oleh penyidik Reskrim Polres Kepulauan Yapen, dan kemungkinan mereka akan dibawa ke Mapolda Papua untuk diperiksa lebih lanjut,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam pres release dari Pendam XVII/Cenderawasih yang di diterima Bintang Papua, Minggu (2/2) kemarin menyebutkan, patroli gabungan TNI-Polri berhasil menggagalkan kegiatan latihan militer KKB di wilayah Yapen Barat Kabupaten Kepulauan Yapen dibawah pimpinan Fernando Warobai di Kampung Sasawa Distrik Kosiwo Kabupaten kepulauan Yapen tersebut.

Setelah mendapat informasi bahwa di kampung Sasawa Distrik Yapen Barat telah berlangsung latihan militer yang dilakukan oleh kelompok KKB wilayah Yapen Barat, maka aparat gabungan TNI-Polri bergegas melaksanakan patroli gabungan untuk melakukan penyergapan, yang dipimpin langsung oleh Dandim 1709/YW Letkol Inf Dedi Iswanto dan Kapolres Kepulauan Yapen AKBP Anwar Narsim.

Setibanya di perbatasan Kampung Mariarotu dan Kampung Kanawa tepatnya, di sungai Semboi Tim Patroli gabungan TNI-Polri mendapat gangguan tembakan dan selanjutnya terjadi kontak tembak yang menyebabkan kelompok KKB mundur kearah Pantai.

Setelah keadaan dapat dikuasai oleh Tim Patroli gabungan TNI-POLRI selanjutnya Patroli gabungan melakukan penyisiran dan berhasil menemukan Gapura bertuliskan “Anda memasuki Zona Merah” serta satu buah bendera Bintang Kejora.

Selanjutnya, tim gabungan melakukan penyisiran di tepi pantai dengan menggunakan Speed boat lalu tiba-tiba mendapat gangguan tembakan kembali dari kelompok KKB dan terjadi kontak tembak yang mengakibatkan Praka Nur Hasim anggota Kodim 1709/YW luka ringan (lecet/goresan dipinggang kanan bagian belakang) dan Briptu Robert Anggota Polres Yapen luka tembak di paha kanan luar serta satu orang masyarakat, sopir Speed Boat luka lecet.

Ketika menguasai lokasi kejadian, aparat mendapat 1 orang anggota KKB tewas di tempat atas nama Yohasua Arampayai serta senjata rakitan Laras Panjang 15 Pucuk, Pistol rakitan 3 Pucuk beserta puluhan amunisi senjata, bendera Bintang Kejora 2 lembar, pakaian Loreng 22 buah, Dokumen kegiatan Konsolidasi, Struktur TNP/B dan Konferensi I standarisasi Pertahanan Nasional serta 10 (sepuluh) orang anggota KKB ditangkap dan diamankan di Polres Kepulauan Yapen untuk menjalani pemeriksaan. (loy/don/l03)

Senin, 03 Februari 2014 02:21, BintangPapuacom

Enhanced by Zemanta

Polisi bubarkan demo mahasiswa Papua di Solo

Demo mahasiswa Papua (foto:Bram/Okezone)
Demo mahasiswa Papua (foto:Bram/Okezone)

Sindonews.com – Ketegangan mewarnai aksi demontrasi ratusan warga Solo, saat menggelar demo tandingan puluhan mahasiswa Papua di Solo, Jawa Tengah. Warga mulai resah dengan aksi mahasiswa Papua yang kerap berdemo dengan membawa simbol-simbol Bintang Kejora dan menuntut Papua merdeka.

Massa Papua pun dihadang dan dipaksa bubar oleh warga Solo. Ketegangan itu terjadi pada Kamis 19 Desember 2013 siang, saat ratusan warga Solo turun ke jalan menggelar aksi tandingan di Bundaran Gladag Solo.

Mereka mendekat dan akan membubarkan aksi mahasiswa Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Beruntung, puluhan personel polisi langsung bertindak cepat mengamankan kedua kelompok yang tengah bertikai.

Warga membawa bendera merah putih, dan berbagai spanduk dan poster. Namun spanduk yang mereka bawa berisikan tuntutan NKRI serta pengukuhan tanah Papua sebagai bagian dari NKRI.

Mereka sengaja menghadang aksi mahasiswa Papua yang sedang melakukan longmarch menuju Bundaran Gladag untuk berunjuk rasa menuntut kemerdekaan Papua.

Tak ada kata sepakat dari kedua kelompok membuat pihak kepolisian memutuskan membubarkan aksi massa warga Papua. Polisi pun akhirnya menyediakan sebuah

Unofficial Morning Star flag, used by supporte...
Unofficial Morning Star flag, used by supporters of West Papuan independence (Photo credit: Wikipedia)

bus untuk mengevakuasi mahasiswa Papua. Dengan pengawalan ketat polisi, akhirnya mahasiswa Papua dievakuasi meninggalkan Bundaran Gladag.

Dalam dua bulan terakhir, puluhan warga Papua ini terus menggelar aksi demo menuntut Papua merdeka. Dalam setiap aksinya, mereka sering mengibarkan dan membentangkan atribut Bintang Kejora.

Aksi warga Papua di Kota Solo kali ini, telah membuat resah banyak kalangan warga Solo. Terlebih, tuntutan aksi mereka merupakan bagian dari makar untuk memisahkan diri dari NKRI.

(san)

Septyantoro Aji Nugroho, Kamis, 19 Desember 2013 − 20:10 WIB, SindoNews

Enhanced by Zemanta

KNPB Minta Polda Segera Cabut DPO

Sekjend KNPB Ones Suhuniap didampingi salah satu anggota KNPB Assa Asso ketika menggelar jumpa persJAYAPURA – Ditetapkannya dua pentolan aktivis Papua Merdeka, yakni Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni dan Juru Bicara (Jubir) Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wim Rocky Medlama, mendapatkan tanggapan dari dua aktivis KNPB .

Tanggapan itu datang dari Sekjend KNPB Ones Suhuniap didampingi salah satu anggota KNPB Assa Asso ketika menggelar jumpa pers, di Halte Perumnas III, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Selasa (3/12) kemarin sore.

Sekjend KNPB Ones Suhuniap meminta kepada pihak kepolisian dalam hal ini Polda Papua segera menarik Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Ketua PNWP Buchtar Tabuni dan Jubir KNPB Wim Rocky Medlama.

“Kami menilai hal ini tak wajar, dikarenakan fakta di lapangan sangatlah berbeda dan juga kami menilai pihak Polda Papua mengeluarkan DPO kepada dua rekan aktivis kami dianggap sebagai suatu skenario belaka untuk membunuh kedua teman kami tersebut,”

kata Ones demikian sapaan akrabnya.

Selain itu, Ones mengatakan seharusnya Polda Papua melihat persoalan yang terjadi di lapangan, jangan Polda Papua hanya mengeluarkan DPO saja tapi harus bertanggung jawab terhadap salah satu anggota KNPB atas nama Matius Tengket yang tewas dibunuh oleh aparat.

“Kami meminta kepada pihak Polda Papua segera menyelidiki satu per satu anggota Polresta Jayapura Kota yang saat itu sedang melaksanakan tugas di lapangan, karena aktor penyebabnya kejadian adalah Wakapolres Jayapura Kota beserta anggotanya,”

pintanya.

Ia mengklaim bahwa selama ini anggota Polresta Jayapura Kota yang selalu arogan di lapangan, sehingga hal itu membuat terjadinya korban jiwa dan harta benda.

“Maka itu kami meminta kepada Komnas HAM untuk membuat surat permohonan ke dunia internasional sebagai suatu wujud prihatin atas pelanggaran HAM yang terjadi selama ini di Papua, sehingga dunia internasional dapat turun untuk menghentikan kasus tersebut. Supaya biar jelas siapa penyebabnya dan jangan cuma mau menyudutkan kami (KNPB) saja,”

‘pintanya lagi.

Ia mengatakan, bahwa pihak Polda Papua dan Polresta Jayapura Kota beserta anggotanya untuk melihat persoalan tersebut secara mendetail dan mereka harus bersama – sama untuk bertanggung jawab kepada setiap korban dari rakyat sipil seperti yang dialami Matius Tengket.

“Kami mendesak kepada pihak Polda Papua segera menghapus (menarik) DPO terhadap dua rekan kami. Sebetulnya Buchtar Tabuni maupun Wim R. Medlama tidak bersalah dan aksi demo yang kami lakukan itu sudah sesuai dengan Undang – Undang (UU) yang berlaku di negara Indonesia ini,”

desaknya.

“Kalau aparat tidak bubarkan kami secara paksa, pasti tidak akan terjadi korban jiwa dan apabila Polda Papua tidak mencabut DPO tersebut, maka kami akan meminta kepada dunia internasional untuk menyelesaikan masalah di Papua dan juga untuk melakukan penyelidikan,”

tegasnya.

Selain itu, Ones juga meminta kepada jurnalis (wartawan) asing untuk segera ke Papua guna meliput konflik yang berkepanjangan di Papua.

“Dan, secara tidak langsung kami menilai kondisi di Papua hingga saat ini adalah darurat militer, dikarenakan aktivis KNPB maupun tokoh – tokoh politik Papua Merdeka merasa sudah tidak aman padahal kami lakukan perjuangan dengan cara damai,”

tukasnya. (Mir/don/l03)

Rabu, 04 Desember 2013 14:41, Binpa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny