Kapolsek Mulia Dominggus Naik Pangkat

INILAH.COM, Jakarta – Kapolsek Mulia, AKP Dominggus Octavianus Awes, yang diduga tewas ditembak dua pelaku dari kelompok separatis Papua, mendapatkan penghargaan kedinasan dari Mabes Polri.

“Almarhum mendapat penghargaan kedinasan menjadi Kompol, setingkat lebih tinggi dari AKP,” ucap Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Selasa (25/10/2011).

Kapolsek AKP Dominggus Octavianus, NRP 65100665, mendapatkan penghargaan kedinasan setelah tewas sekitar pukul 11.30 WIT, Senin (24/10/2011).

Dominggus yang sehari-hari melakukan pengamanan di Bandara Mulya, Puncak Jaya, Papua, tewas setelah ditembak senjata api miliknya yang berhasil direbut dua pelaku separatis. [mvi]

Pembunuhan Kapolsek Mulia Diduga Spontan, Percaya?

INILAH.COM, Jakarta – Pembunuhan Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus, diduga dilakukan spontan tanpa perencanaan.

Hal ini dikatakan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Sutarman, usai mengikuti upacara pembukaan Latihan Kesiapsiagaan dan Ketanggapan TNI-Polri Dalam Penanggulangan Aksi Terorisme di Mako Brimob Kepala Dua, Selasa (25/10/2011).

“Kalau merencanakan mungkin tidak, karena pelaku kekerasan di sana selalu melihat kalau personil sendiri, tidak ada yang mengawal, tidak ada pengawalnya. Bisa direbut senjatanya oleh mereka,” terangnya.

Pihaknya belum bisa memastikan apakah penembakan Kapolsek Dominggus terkait dengan Kongres Rakyat Papua III. Karena polisi tengah mendalami melalui penyelidikan. “Kan tim kita baru turun,” ujar Sutarman.

Sebelumnya diberitakan, Kapolsek Mula, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus tewas setelah diserang dua pelaku yang diduga dari kelompok separatis, Senin (24/10/2011) sekitar pukul 11.30 WIT. Dominggus tewas seketika setelah ditembak dibagian hidung dan kepala. [mah]

Papua Memanas, Kapolda dan Pangdam Layak Dicopot

INILAH.COM, Jakarta – Komisi III DPR menilai petugas kemanan di Papua, harus bertanggung jawab dengan terus memanasnya kondisi disana. Jika tidak mampu meredam situasi di Papua, Komisi III DPR meminta agar Kapolda dan Panglima Kodam (Pangdam) dicopot dan digantikan.

“Komisi III harus meminta Presiden agar mengintruksikan kepada Kapolri dan Panglima TNI agar mencopot Kapolda dan Pangdam,” tegas anggota Komisi III Nasir Jamil dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan perwakilan warga Papua di DPR, Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Selain itu, Nasir Jamil mengatakan pergantian Kapolda dan Pangdam merupakan sesuatu yang mendesak, sehingga mampu cepat bekerja untuk mengungkap kasus pembunuhan di Papua. “Presiden juga harus minta agar Kapolda dan Pangdam yang baru diberi waktu 7 kali 24 jam untuk mengungkap,” jelasnya.

Sementaran sejumlah masyarakat Papua mengadukan keamanan yang tidak kondusif di Papua. Bahkan, mereka yang hidup di sekitar area PT Freepot Indonesia mengaku hidup dalam ketakutan. Mereka juga menyampaikan sikap. Mereka meminta tindakan tegas dan riil dari Pemerintah. “Kami tidak tahu apakah Indonesia ini Afghanistan?,” kata seorang perwakilan menyampaikan keheranannya.[bay]

Di Bandara, Kapolsek Mulia Tewas Ditembak OTK

JAYAPURA [PAPOS]- Wilayah Provinsi Papua nampaknya belum bisa tenang, satu masalah belum selesai, sudah muncul masalah lain. Penembakan di PT. Freeport, kabupaten Mimika belum tuntas, sudah terjadi lagi penembakan di kabupaten Puncak yang disinyalir dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka [OPM] di Bandara Udara Mulia, Senin [24/10] sekitar pukul 11.30 Wit. Korbanya adalah Kapolsek Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua, Ajun Komisaris Polisi Dominggus Oktavianus Awes tewas ditembak.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Komisaris Besar Wachyono saat dikonfirmasi wartawan membenarkan terjadinya peristiwa penembakan yang dialami Kapolsek Mulia di Bandara Udara, Puncak Jaya. Penembakan itu terjadi sekitar pukul 11.30 WIT.

Awalnya kata Kabid Humas, Kapolsek tengah memonitor kegiatan di Bandara Mulia seperti biasanya dan berdiri di depan pesawat Mav yang parkir di Bandara, kemudian datang dua orang pria tak dikenalnya menghadang dan mengeroyoknya hingga terjatuh.

Seketika itu juga, para pelaku merampas senpi milik korban jenis Revolver Taurus XK 25609 dan menembaknya ke arah hidung sebelah kiri dan bagian leher kiri yang mengakibatkan meninggal dunia.

Menurut Wachyono, dari informasi saksi-saksi yang diperoleh di lokasi kejadian, pelaku sebanyak 2 orang disinyalir merupakan kelompok criminal bersenjata. ”Ciri-ciri kedua pelaku menggunakan pakaian warna merah dengan tinggi badan sekitar 150 cm, bertubuh kurus dan tidak menggunakan sepatu. Satu lagi berpakaian hitam, dengan tinggi badan sekitar 160 cm, berpostur kurus dan tidak menggunakan sepatu,” ungkapnya.

Dikatakan, begitu kejadian, anggota Polres dan anggota Polsek Mulia langsung melakukan pengejaran terhadap kedua pelaku. Namun, para pelaku berhasil kabur, ke ara hutan.

Sementara itu, korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Mulai untuk mendapat pertolongan pertama, namun korban tidak berhasil di selamatkan hingga meninggal di perjalanan menuju ke rumah sakit. ”Korban sempat dilarikan ke RSUD Mulia Kabupaten Puncak Jaya untuk mendapat perawatan lebih lanjut namun nyawanya sudah tidak tertolong lagi. Kemarin korban diterbangkan ke Jayapura, untuk kemudian menuju kampung halamannya,”jelasnya

Kejar Pelaku

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menginstruksikan agar pelaku kekerasan dan makar di Papua ditindak tegas. “Pelaku tindakan makar dan pelaku tindak kekerasan baik terhadap rakyat maupun aparat di Papua akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” katanya di Jakarta, Senin.

Setelah pembubaran Kongres III Papua medio pekan lalu, yang berujung adanya korban jiwa pada Senin, Kapolsek Mulia Kapten D.O Awes ditembak orang tidak dikenal di Bandara Mulia, Puncak Jaya. Peristiwa berawal dari keinginan Kapolsek Awes yang ingin mengambil barang di pesawat di Bandara Mulia. Tiba-tiba dia diserang seseorang yang diduga berasal dari Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) yang langsung merebut pistol di pinggangnya.

Pistol yang dirampas itu digunakan pelaku untuk menembak Awes dan saat korban tersungkur pelaku menembak kembali di bagian kepala korban.Secara keseluruhan korban meninggal dunia dengan luka di bagian kening, kepala, dan dada dekat leher.

Menko Polhukam Djoko Suyanto meminta apara terus melakukan pengejaran dan tindakan hukum terhadap pelaku kekerasan tersebut.”Semua harus ditindak sesuai hukum yang berlaku di negara ini,” katanya menegaskan.

Djoko menegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah final termasuk pemberian otonomi khusus bagi Papua dalam rangka mendukung pembangunan di provinsi tersebut.”Jika masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaan otonomi khusus, pemerintah telah membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat yang akan rutin mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus di Papua. “Dana yang dikucurkan untuk pelaksanaan otonomi khusus di Papua tidak kecil, mencapai triliunan rupiah, maka harus pertanggungjawaban dan evaluasi,” katanya

Perintahkan Anggota

Markas Besar Polri menimbang untuk meningkatkan status keamanan di Bumi Cenderawasih, Papua. Polisi masih menunggu hasil penilaian akhir tim Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) pimpinan Komisaris Jenderal Polisi Imam Sujarwo. “Ini menjadi penilaian kami. Untuk itu kami sudah perintahkan anggota di sana,” kata juru bicara Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam, dalam keterangan pers di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Senin 24 Oktober 2011.

Menurut Anton, tim Mabes Polri yang dipimpin Imam Sujarwo memang sudah berada di Papua. Polisi juga mengerahkan anggota dari Polda Papua.”Tim dari Baharkam di sana, di bawah pimpinan Kepala Baharkam. Kami juga meminta bantuan TNI untuk mengejar mereka (pelaku),” kata mantan Kapolda Jawa Timur ini.[ant/loy]

Diberi Gelar ‘Pahlawan’, Peti Jenasah Dibalut BK

Dua Jenasah disemayamkan dan Dibaluti Bendera BK
Dua Jenasah disemayamkan dan Dibaluti Bendera BK

SENTANI– Dua dari tiga korban yang ditemukan tewas di perbukitan belakang Korem 172/PWY pasca pembubaran peserta Kongres III oleh aparat TNI dan Polri, dikuburkan di Waibron, kampoung halaman mereka, Jumat (21/10) kemarin. Keduanya masing-masing-masing-masing, atas nama Yakobus Samonsabra dan Max Asayeuw warga asli Waibron, Distrik Sentani Barat.

Pemakaman korban dilakukan Jumat (21/10), kemarin sore sekitar pukul 03.00 WIT. Isak tangis histeris keluarga korban mewarnai pengantaran jenasah yang akan diserahkan ke para-para adat untuk disemayamkan di Waibron. Sejumlah pelayat yang diantaranya kerabat, masyarakat dan sejumlah pasukan Penjaga Tanah Papua (petapa) juga turut serta mengantarakan ke tempat peristirahatan terakhirnya. Menariknya, dua korban ini mendapat penghargaan sebagai pahlawan penjaga perdamaian Tanah Papua dan dibaluti Bendera Bintang Kejora di atas dua peti jenasah ini.

Proses pemakaman dari keluarga menyerahkan ke pasukan perdamaian tanah papua kemudian diserahkan secara resmi ke para-para adat, karena pasukan penjaga tanah Papua menjaga aset-aset daripara adat untuk mengawal hak-hak dasar yang dimana secara terbukti mereka telah gugur melaksanakan tugas untuk mengamankan jalannya kongres rakyat Papua III.

Kepala keamanan petapa wilayah Mamta Elias Ayakeding menuturkan saat di temui Bintang Papua di para-para adat penyerahan korban kemarin sore menuturkan “Saya sangat sayangkan tindakan aparat kepada pasukan Petapa, mereka ini adalah pasukan perdamaian tanah papua ko bisa di dinuh,”ujar Elias heran. Tambahnya,sedangkan pasukan perdamaian ini mereka tidak bawa apa-apa satu pucuk senjatapun mereka tdak punya, bahkan peluru pun tidak ada,tapi kenapa mereka menjadi korban pengamanan KRP III ini.”tegasnya.

Saat bintang Papua memasuki wilayah Waibron, Jumat sore (21/10) suasana mulai dari jalan Kartosari hingga Waibron Sentani Barat tampak sunyi sepi dan tidak ada terlintas mobil anggkutan umum, kendaran pribadi dan motor bahkan tidak nampak masyarakat yang ada di pingir jalan

Banyak isu-isu yang masyarakat dengarkan terkait kematian korban kongres rakyat papua III (KRP),yang diantaranya penyerangan susulan dan pembakaran pasar baru dan pasar lama yang mengakibatkan seluruh masyarakat yang berada di Sentani tengah dan Sentani Barat was-was.

Sempat aparat kepolisian datang ketempat pemakaman yang di pimpin langsung oleh Kapolres Jayapura AKPB. Mathius Fakhiri. SIK dan dua truk anggota polres sejumlah 30 orang. Mereka hanya mengucapkan belasungkawa sedalam-dalam atas meninggalnya dua korban. Seteah utu kembali, karena rupanya kehadiran aparat di sana tidak diinginkan oleh masyarakat dan keluarga korban.

Menurut ahcmad warga Hawai Sentani yang saat di wawancarai oleh bintang Papua “saya saat ini merasa cemas karena banyak isu yang berkembang di telinga masyarakat, di antaranya akan diadakan pembakaran pasar. saya juga merasa cemas terhadap keluarga saya,karena anak dan cucu saya sering berpergian diluar rumah makanya saya suruh pulang cepat biar tidak terjadi apa-apa diluar sana,harapan kami masyarat Papua itu harus lebih aman dan tentram behubungan masyarakat-masyarakat papua terkenal masyarakat yang penuh dengan rasa cinta damai dan kasi sayang,”katanya. (fer/don/L03)

Melenceng dari Agenda, Kongres Rakyat Papua III Danggap Makar

Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III
Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III

JAYAPURA- Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung di Padang Bulan Abepura Papua, Rabu 19 Oktober akhirnya dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan, dianggap mengancam keutuhan NKRI, karena membentangkan bendera bintang kejora (symbol Papua Merdeka) dan mendeklarasikan terbentuknya negara Papua Barat. ‘’Tindakan Yaboisembut dan kawan-kawannya adalah ancaman bagi keutuhan bagi NKRI, karena mendeklarasikan berdirinya negara republik demokratik Papua Barat, jadi tindakan aparat membubarkan secara paksa sangat tepat dan sesuai aturan yang berlaku di negeri ini,’’tegas Izak Karubaba Ketua Forum Komunikasi NKRI Provinsi Papua, Kamis 20 Oktober. Lanjut dia, Forkorus dan sejumlah pengikutnya telah bertopeng di balik masyarakat adat Papua, untuk melegitimasi tindakannya mendirikan negara dalam negara. ‘’Forkorus telah mengikis hak dasar orang Papua, dengan kerap mengatasnamakan seluruh masyarakat adat asli Papua untuk kepentingan politiknya, sehingga negara harus menangkap dan memprosesnya sesuai hukum yang erlaku,’’tegasnya.

Ketua Laskar Merah Putih Provinsi Papua, Nico Mauri juga menandaskan hal senada, bahwa kongres Rakyat Papua yang awalnya untuk memperjuangkan hak dasar orang Papua, telah dimanipulasi Forkorus Yaboisembut untuk kepentingan politiknya yakni Papua merdeka. ‘’Kongres telah melenceng dari agenda sesungguhnya yakni memperjuangkan hak dasar orang asli Papua, menjadi deklarasi berdirinya sebuah negara Papua Barat, jelas itu tindakan ilegal dan harus ditindak karena mengancam keutuhan negara dan bangsa,’’paparnya.

Menurut Nico, langkah aparat keamanan membubarkan secara paksa kongres adalah tepat, karena kongres sudah menjadi ajang makar. ‘’Tindakan aparat sudah sesuai UU, apabila ada yang mengancam negara harus ditindak,’’tegasnya.

Mengenai adanya jatuh korban dari rakyat tak berdosa, Nico Mauri menegaskan, itu adalah sebuah resiko, dan Forkorus Yaboisembut yang mengklaim dirinya sebagai presiden Republik demokratik Papua Barat harus bertanggung jawab. ‘’Dia (Forkorus) harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban tak berdosa, karena agenda kongres telah melenceng dari aturan, jadi dia mesti diproses,’’ tukasnya.

Tapi lanjut Nico, jika memang ada prosedur yang salah dalam penanganan pembubaran paksa kongres Rakyat Papua, aparat keamanan juga harus mempertanggung jawabkannya. ‘’Harus diselidiki kalau memang ada yang salah penerapan hukum dari aparat keamanan,’’singkatnya.

Yang pasti, tegas Nico lagi, Forkorus harus mempertanggung jawabkan tindakannya sesuai dengan hukum, karena aksinya mendeklarasikan sebuah negara diatas negara, aparat kemudian bertindak.

Laskar Merah Putih, Forum Komunikasi NKRI, Barisan Merah Putih, Pemuda Panca Marga, Yon Serna Trikora RI, Gelora 45, LIRA dan Forum Kominkasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat RI menyakan sikapnya yakni, menolak tegas pendeklarasian dan penyusunan kabinet Pemerintahan Negara Frederasi Republik Papua Barat 19 Oktober kemarin, karena tidak sesuai dengan amanat konstitusi NKRI dan UU 45. Menolak tegas penggunaan bendera bintang kejora di seluruh Tanah Papua. Selaku Anak-anak adat asli Papua yang tergabung dalam organisasi diatas, menolak tegas seluruh keputusan Kongres 3 Rakyat Papua, karena kegiatan tersebut adalah Makar yang telah menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia. Di mohon kesedian TNI/Polri di Tanah Papua agar bertindak cepat tepat tegas, menahan pelaku penyelenggara kongres III rakyta Papua, agar dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya yang menentang NKRI serta simbol negara. Polda Papua harus tegas mengusut tuntas penyandang dana kegiatan kongres sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI.

Diserukan kepada seluruh masyarakat Papua tidak terprovokasi disaat peserta kongres pulang ke daerahnya masing-masing, dan Polres sert Kodim disetiap kabupaten, harus menertibkan setiap peserta kongres yang turun naik kapal laut, pesawat agar tidak menyampaikan hal-hal yang akan menimbulkan keresahaan masyarakat umum di wilayah masing-masing. Apabila ada oknum yang melakukan tindakan melawan hukum agar ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nico Mauri juga berjanji, akan terus mengawal proses hukum terhadap Forkorus Yaboisembut dan rekan-rekannya. ‘’Kami yang tergabung dalam forum putra-putri pejuang Papua Barat, akan terus mendorong aparat penegak hukum memproses Forkorus dan teman-temannya, seusai dengan aturan yang berlaku,’’tukasnya.

Sementara Jubir Tapol Napol Saul Bomay atas nama Dewan Komando Revoludsi juga menyatakan, menolaK dengan tegas Negara Federasi Papua Barat yang dideklarasikan dalam Komngres Rakyat Papua II 19 Oktober 2011.

Alasannya, karena Negara Federasi yang sesungguhnya dideklarasikan itu masih bagian dari Republik Indonesia, sehingga ditolak. Menurut Saul Bomay Negara Federasi yang ditawarkan dan diproklamasikan sesungguhnya berawal dari gagalnya Otsus Papua dan Otsus sesungguhnya menawarkan Negara Federasi, dan kelompok Dewan Komando Revolusi Militer TPN OPM menolak hasil kegagalan otsus yang ditawarkan dalam Negara Federasi, selain menolak Federasi, Dewan Revolusi tetap mempertahankan Deklarasi 1 Juli 1971 yang diperingati sebagai hari proklamasi Kemerdekaan Republik Papua Barat secara defakto dan Dejure yang akan diperjuangkan secara Hukum Internasional.

Baik Dewan Revolusi TPN OPM, KNPB punya sikap sama menolak Negara Federasi dalam NKRI, sebab yang kami inginkan adalah kemerdekaan penuh sebagai sebuah Negara terlepas dari Republik Indonesia, ungkap Saul Bomay saat bertandang ke redaksi Bintang Papua Kamis( 20/10).(jir/Ven/don/l03)

Dua Tersangka OPM Masih Pemberkasan

Jayapura- Dua tersangka TPN/OPM kasus pembakaran taksi dan penembakan di tanjakan Kampung Nafri, yang sebelumnya ditangkap 31 Agustus lalu di perbukitan Skyland, kini masih dalam proses pemberkasan oleh tim penyidik Polres Kota Jayapura. Untuk kelengkapan berkas kedua tersangka TPN/OPM itu, Senin (19/9) kemarin, tim Penyidik Polres Jayapura Kota memeriksa 2 saksi tambahan. “Kita sudah memanggil 2 saksi tambahan hari ini (kemarin) untuk melengekapi berkas perkara terhadap 2 tersangka pelaku pembakaran taksi serta pelaku penembakan di Kampung Nafri,” kata Kasubag Humas Polres Jayapura Kota, Ipda Heri Susanto SH saat dikonfirmasi wartawan, Senin (19/9) kemarin diruang kerjanya . Dikatakan, untuk hasil pemeriksaan terhadap kedua saksi tambahan pihaknya belum bisa dibeberkan karena mereka masih tahap pemeriksaan oleh Penyidik Reskrim Polres Jayapura Kota.

“Penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti saat terjadi pembakaran di tanjakan Skyland dan penembakan di Tanjakan Kampung Nafri beberapa bulan lalu untuk memperkuat berkas perkara terhadap kedua tersangka yang berhasil ditangkap di tanjakan Skyland 31 Agustus lalu,” ujarnya

Kasubag Humas menuturkan, selain memeriksan kedua saksi ini pihaknya juga akan memanggil saksi lainnya, sehingga proses penyerahan pemberkasan lebih cepat. “Untuk pemanggilan saksi orang yang melihat orang yang lolos pada saat sekelompok kriminal bersenjata melakukan penembakan terhadap warga,” tandasnya

Dijelaskan, khusus tersangka PK terlibat dalam kasus pembakaran dan pembunuhan sopir taksi serta penembakan di Kampung Nafri tanggal 1 Agustus 2011 lalu, sedangkan tersangka EK hanya terlibat kasus pembakaran dan pembunuhan terhadap sopir taksi di tanjakan Skyland.

“Untuk itu, terkait pemeriksaan terhadap saksi-saksi ini mudah-mudahan terungkap pelaku lainnya. Yang jelas, polisi akan terus bekerja melakukan pengejaran terhadap pelaku pembunuhan sopir taksi dan pelaku penembakan di KIampung Nafri yang selama ini terjadi,”jelasnya.(CR32/don/l03)

BP, Senin, 19 September 2011 18:04

OPM Larang Keras Pelaksanaan Kongres Papua III

JAYAPURA – Organisasi Papua Merdeka kembali melarang keras seluruh bentuk dialog, kongres maupun musyawarah besar yang melibatkan rakyat Papua dalam membicarakan persoalan di bumi cenderawasih. OPM berpendapat, kemerdekaan bangsa Papua diperkirakan akan terjadi diakhir tahun 2011 atau pertengahan 2012 mendatang. “OPM memprediksikan kemerdekaan akan terjadi tidak lama lagi, jadi semua mohon bersabar dan tenang,” kata Lambert Pekikir, Koordinator Umum OPM di Jayapura, Kamis (15/9) malam. Ia mengatakan, kemerdekaan bangsa Papua Barat telah diatur oleh mekanisme internasional sesuai dengan keputusan sidang tanggal 2 Agustus 2011 di London, Inggris. “Semua berkas keputusan tanggal 2 Agustus juga sudah diserahkan pada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi oleh badan hukum internasional untuk Papua, ILWP,” ujarnya.

International Lawyer for West Papua (ILWP) kata dia, dibackup oleh 50 ahli hukum dunia. “Proses ini bahkan telah ditangani langsung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ini sesuai dengan pernyataan dari Sekjen PBB pada tanggal tujuh di New Zealand,” katanya.

Oleh sebab itu lanjutnya, Markas besar OPM/TPN memerintahkan pada seluruh pertahanan komando sesuai dengan instruksi dari kantor pusat OPM, agar tidak boleh melakukan aksi penembakan, aksi brutal, aksi sabotase dan tindakan dalam bentuk apapun. “Yang kedua, kepada seluruh elemen pergerakan di tanah Papua, untuk tidak boleh melakukan keputusan-keputusan apapun lewat forum-forum, semua sabar, menanti, menunggu apa yang akan diambil oleh PBB, itu termasuk kongres Papua tiga, KTT dan apapun bentuknya, tidak boleh,” tegasnya.
Ia juga meminta agar TNI dan Polri yang bertugas untuk tidak lagi mengintimidasi seluruh aktivis Papua. “Jangan lagi menekan rakyat Papua Barat dan aktivis pergerakan, mari kita sama-sama mendukung jalannya proses demokrasi seperti yang diatur oleh PBB sesuai mekanisme internasional,” tandasnya.

Sebagai anggota PBB, OPM mengharapkan Indonesia harus menghormati mekanisme yang sementara dibangun dan tidak membuat gerakan tambahan. “Nah ini yang harus diperhatikan, mari kita dukung proses demokrasi ini dengan baik,” katanya lagi.

Rencana pelaksanaan kongres Papua III di Jayapura, akan digelar dari 16 hingga 19 Okotober 2011 mendatang. Kongres tersebut bakal didukung Presidium Dewan Papua, Yepena (Youth Papua National Authority), West Papua National for Leader Nation, dan Bintang 14 Melanesia Barat.

Tema kongres tersebut adalah ‘Mari Kita Menegakkan Hak-hak Dasar Orang Asli Papua di Masa Kini dan Masa Depan’. Kongres Papua III sebagai lanjutan dari Kongres Papua II tahun 2000 yang juga membahas aspirasi murni dan hak-hak dasar orang asli Papua.

Rencananya kongres tersebut akan mengundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai keynote speaker. Agenda kongres antara lain membicarakan soal kesejahteraan, hak masyarakat Papua, dan penataan Papua ke depan.

Dikatakan Pekikir, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Lawyer for West Papua di London, Inggris, dengan tema West Papua: the Road to Freedom, digelar oleh dua lembaga solidaritas Papua – Free West Papua Campaign dan International Lawyers for West Papua.
Konferensi tersebut membahas proses integrasi tahun 1969 yang bermasalah secara hukum dan politik. “Semua sudah diputuskan disana, putusannya antara lain menyiapkan jalan bagi kemerdekaan, jadi tidak ada lagi kongres atau dialog,” katanya.

Tekat panitia penyelenggara Kongres III Rakyat Papuya untuk menggelar Kongres pada pertengahan Oktober 2011, tampaknya tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Hal itu sebagaimana ditegaskan Selpius Bobii selaku ketua panitia saat menggelar jumpa pers di Asrma Yunas Harapan, Jumat (16/9). “Ada atau tidak ada tempat, agenda tetap jalan. Tidak bisa ditunda lagi,” tegasnya.

Dikatakan, Tim 7 yang dipimpinnya dalam waktu dekat segera berangkat ke Jakarta untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yodhoyono. “Tim 7 akan menemui Presiden Republik Indonesia di Jakarta guna menyampaikan pemberitahuan resmi dan undangan kepada Bapak presiden RI agar dapat memberikan ruang demokrasi kepada Rakyat Papua untuk menyelenggarakan pesta demokrasi Rakyat papua tertinggi dan sekaligus mmebuka secara resmi KRP III,” ungkapnya lagi.

Konggres yang digelarnya dengan focus pada penegakan hak-hak dasar orang asli Papua di masa kini dan masa mendatang, menurutnya bukan tidak mungkin ada pihak yang mendukung maupun pihak-pihak yang tidak suka atau tidak mendukung. Sehingga ia menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat di Papua untuk tidak mudah terprofokasi terhadap issu-issu yang diluar koordinasi dengan pihak panitia pelaksana kongres.

Kongres yang menurutnya juga bertujuan untuk menguatkan apa yang menjadi agenda Jaringan Damai Papua (JDP) yakni mendorong terlaksananya dialog Papua-Jakarta.

“Kami juga menghimbau kepada seluruh Rakyat Papua untuk melaksanakan doa dan puasa kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa,” himbaunya.

Dalam hal tersebut, menurutnya doa dan puasa dilaksanakan selama dua minggu pada Bulan Oktober 2011. Selain itu juga menghimbau untuk penciptaan suasana hening selama dua mingu di akhir Bulan Juni 2011. “Doa dan puasa ini bertujuan untuk mengosongkan segala pikiran jahat yang ingin membuat situasi dan kondisi yang tidak kondusif di seluruh Tanah papua dan merekonsiliasi diri,” jelasnya.

Disinggung tentang upayanya meminta pihak DPRP untuk memfasilitasi pertemuan dengan presiden, dikatakan bahwa pihak panitia telah memasukkan surat ke DPRP. “ Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu ini bisa mendapat jawaban dari DPRP,” jelasnya.(aj/jer/don/l03)

BP, Jumat, 16 September 2011 23:25

Sipil Tak Berhak Menyimpan Senjata

JAYAPURA—Anggota Komisi A DPRP dr Johanes Sumarto menegaskan, pihaknya membenarkan tindakan aparat Polres Paniai yang memberikan batas waktu atau deadline kepada Panglima TPN/OPM John Yogi di Paniai untuk segera mengembalikan dua pucuk senjata yang diduga dirampasnya dari tangan aparat pada 26 Juni 2011 lalu.

Apabila dua pucuk senjata ternyata belum dikembalikan sesuai batas waktu yang diberikan, maka aparat Polres Paniai akan melakukan penyisiran dan pengejaran terhadap TPN/OPM tersebut. Demikian disampaikan Johanes Sumarto ketika dihubungi Bintang Papua diruang kerjanya, Rabu (7/9). Dia mengatakan, seorang warga sipil seperti John Yogi tak berhak memiliki atau menyimpan senjata. Apalagi senjata tersebut dirampasnya dari tangan aparat yang tengah melakukan tugas keamanan.
“Itu adalah tindakan pidana yang hukumannya sangat berat,” tandasnya.

Namun demikian, lanjutnya, pihaknya juga mendukung upaya Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (KINGMI) di Tanah Papua Pdt. Dr Benny Giay melakukan negosiasi dengan warga sipil untuk mengembalikan dua pucuk senjata itu.

Karena itu, ucapnya, pihaknya menyarankan agar pihak Gereja mengadakan negosiasi kepada John Yogi agar ia mengembalikan senjata yang dirampasnya kepada pemerintah. Perlu juga dilakukan pendekatan dengan pihak Kapolda Papua Irjen Pol Drs BL Tobing. Apabila Kapolda setuju atau tidak dilakukan penyisiran dan pengejaran terhadap TPN/OPM. Tapi dua pucuk senjata itu harus segera kembali menyangkut keamanan dan ketertiban di daerah.

Dia menyampaikan beberapa alternatif yang bisa digunakan terkait rencana penyisiran dan pengejaran terhadap TPN/OPM. Pertama, negosiasi dilakukan pihak Gereja yang difasilitasi Polri. Kedua, tetap dilakukan penyisiran sesuai aturan diperbolehkan. Tapi pihak Gereja atau Komnas HAM Perwakilan Papua diikutsertakan untuk menghindari kekerasan, penyiksaan terhadap warga sipil dan lain lain. “Apabila mereka ikut pasti lebih terjamin,” katanya.

Ketiga, pihak Gereja tak boleh menghalangi John Yogi diproses hukum karena siapapun warga negara mempunyai kedudukan sama dihadapan hukum agar orang juga jera melakukan tindak pidana.
“Kalau tak dilakukan tindakan hukum maka orang akan seenaknya sedikit sedikit melakukan negosiasi padahal pidana itu tak ada negosiasi,” tukasnya.

Terpisah, Angota Komisi C DPRP Albert Bolang SH menegaskan, pihaknya menentang tindakan polisi yang melakukan penyisiran. Pasalnya, hukum di Indonesia tak mengenal adanya penyisiran. Kata kata penyisiran yang kini menjadi bahasa bahasa yang seolah olah gampang dibuat itu sebenarnya mengundang ketakutan kepada masyarakat karena traumatik masyarakat di daerah Pegunungan cukup besar dengan kata kata penyisiran.

Alangkah eloknya, urai pakar hukum ini, apabila tak dilakukan penyisiran, tapi kembalikan kepada aturan hukum. Kalau ada pelaku tindak pidana silakan dikeluarkan surat penangkapan dan kemudian bisa melakukan penangkapan terhadap siapa pelaku tindak pidana karena pelaku tindakan pidana itu tanggungjawabnya adalah orang perorangan bukan dikolektifkan. Sehingga harus ada bahasa yang enak didengar dan tak membuat masyarakat terkungkung dari bahasa yang menakutkan itu. “Di wilayah Pegunungan sudah traumatik terhadap kata kata yang sifatnya akan melibatkan seluruh masyarakat disana,” ungkapnnya. “Kalaupun polisi mengambil langkah ambilah langkah hukum misalnya dijadikan tersangka kemudian kalau dia sudah tertangkap jadikanlah dia terdakwa dan dihukum sesuai aturan hukum.” (mdc/don/l03)

BintangPapua.com, Kamis, 08 September 2011 00:11

Penolakan Pihak OPM ‘Dimentahkan’

JAYAPURA—Pernyataan Ketua Dewan Tertinggi Revolusi OPM, Lambertus Pekikir yang menolak Kongres Rakyat Papua III dan cenderung menyepakati Referendum yang dilakukan International Lawyers for West Papua (ILWP) untuk menggugat PEPERA 1969 di Mahkamah Internasional, ditanggapi dingin Penanggungjawab Kongres Rakyat Papua III Selpius Bobbi ketika dihubungi di Jayapura, Jumat (2/9). Dia menegaskan, pihaknya menerima dan menghargai pernyataan yang disampaikannya sebagai bagian dari demokrasi. Tapi Kongres Rakyat Papua III tetap jalan sesuai agenda yakni di Jayapura pada 16-19 Oktober 2011. Pernyataan Lambertus Pekikir tersebut bukan mewakili TPN/OPM. Pasalnya, struktur organisasi TPN/OPM belum tertata rapi. Tapi apabila stukturnya telah ditata rapi dan ternyata Panglima Tertinggi TPN/OPM mengatakan menolak rencana Kongres Rakyat Papua III itu sah sah saja.

Menurutnya, sayap sayap perjuangan dan pergerakan rakyat Papua Barat terdiri dari sayap sipil, sayap diplomasi dan sayap militer. Kongres Rakyat Papua III adalah konsolidasi sipil. Apabila Lambertus Pekikir merasa perjuangan rakyat Papua penting dan bermanfaat bagi masa depan Papua dia juga bisa melakukan konsolidasi diri.

Dia mengatakan, Lambertus Pekikir sejatinya harus memberikan apresiasi bahwa sipil terus berjuang dan bukan diam. “Kami juga tak mengganggu agenda yang mereka usung. Jadi sama sama menghargai agar penegakan kebenaran dan keadilan berjalan secara baik,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani Franzalbert Joku menyatakan, rencana menggelar suatu pertemuan akbar dalam bentuk apapun untuk membahas kepentingan masyarakat Papua bukanlah sesuatu hal yang gampang atau bisa dilakukan secara sepihak oleh para kelompok yang mewakili aliran tertentu.

Menurutnya, pertemuan seperti itu bila dipandang perlu harus melibatkan seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) dan dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai hukum yang berlaku di negara ini dan seizin pemerintah pusat dengan Term of Reference (TOR) dan dasar hukum yang jelas dan minimal disepakati semua pihak.

“Diluar dari ini semuanya akan jadi sia sia dan counter productive bagi siapa saja,” ungkapnya. (mdc/don/l03)

BintangPapua.com, Jumat, 02 September 2011 17:10

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny