Wolas Krenak : Pemerintah Pusat Abaikan Hak Masyarakat Adat

MANOKWARI, Cahayapapua.com– Anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), TH. Wolas Krenak menilai pemerintah pusat mengabaikan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumberdaya alam Papua.

“Selama ini kementerian kehutanan banyak memberikan izin HPH kepada investor dari Jakarta maupun dari luar negeri untuk mengelola hutan tanpa memperhatikan kepentingan dan hak masyarakat pemilik hak ulayat,” kata Wolas di kantor MRP PB di jalan Trikora, Taman Ria Manokwari, Selasa (11/12).

Mengutip temuan Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi dan sejumlah LSM lingkungan hidup soal dugaan pelanggaran pengelolaan hutan produksi oleh sejumlah perusahaan pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Wolas menegaskan agar pemerintah pusat menertibkan penerbitan izin IUPHHK.

Menurut Wolas pemerintah pusat tidak pernah melibatkan masyarakat terutama pemilik hak ulayat dalam penerbitan surat izin tersebut. MRPB yang merupakan representasi lembaga masyarakat adat selama ini juga menurutnya tak pernah dilibatkan.

“Pemerintah pusat tidak menghargai UU Otsus,” kata Wakil Ketua Panitia Musyawarah (PNMUS) MRPB ini. “Padahal Masyarakat Papua memiliki Undang-Undang adat sebagaimana diamanatkan UU Ostus. Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan hal tersebut.”

Meski demikian ia mengatakan, salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan di bumi Papua juga disebabkan oleh oknum orang Papua sendiri. Dikatakan selama ini banyak kepala suku yang begitu mudah untuk menyerahkan lahannya untuk dikelola para investor dengan imbalan uang yang sebenarnya menurut Wolas tidak seimbang dengan kerusakan yang bakal terjadi.

Terkait hal tersebut ia mengaku saat ini MRPB tengah berupaya melakukan pelurusan sejarah marga dan silsilah orang asli papua. Upaya ini dilakukan untuk memastikan sejumlah marga dan suku asli papua yang ada di Papua Barat. Itu juga untuk memastikan penguasaan lahan oleh suku-suku yang ada di Papua Barat. ”Saat ini kami tengah berdiskusi dengan suku-suku yang ada di Papua Barat untuk menjaring data,” ujarnya

Tak hanya itu MRP-PB menurutnya kini tengah berupaya merumuskan Rancangan Peraturan Daerah khusus (Raperdasus) tentang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam di Bumi Papua Barat. | Toyiban

December 13th, 2012 by admin CP

Enhanced by Zemanta

Noken Harus Jadi Ikon Papua

Catatan PMNews:
Dulu ada Operasi Koteka, di mana di jalan masuk kota Wamena didirikan Posko-Posko yang membagikan Pakaian Kain, alias Pakaian Modern. Setiap orang yang masuk ke kota dipaksa melepaskan pakaian Adatnya, bernama Koteka, lalu diharuskan mengenakan pakaian modern. Mereka juga diancam akan ditembak kalau kembali pakai Koteka. Banyak orang tua yang tidak sanggup akhirnya memilih untuk tidak pernah datang ke kota sejak itu.

  • Apakah Operasi Koteka WAJIB dilakukan NKRI, dan Noken Wajib dipelihara NKRI? Bukankah keduanya melekat kepada peri-kehidupan orang Koteka di pegunungan Tanah Papua?

  • Bukankah begini cara kerja kaum penjajah di seluruh dunia?

JAYAPURA [PAPOS] – Dinas Pariwisata Jayapura menilai bahwa Noken (tas anyaman multifungsi kerajinan tangan rakyat setempat) yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Bergerak harus menjadi ikon di bumi Cendrawasih itu.

Hal itu dikatakan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Papua Eveerth Merauje di Jayapura, Rabu terkait keputusan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation) atau Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan menetapkan Noken sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Bergerak dalam Sidang UNESCO di Paris, Prancis, pada 4 Desember 2012.

“Noken harus diupayakan menjadi ikon dan ciri khas orang Papua,” katanya. Dikatakanya bahwa dengan diakuinya Noken itu maka secepatnya hal ini perlu diapresiasikan oleh semua pihak yang ada di wilayah tersebut.

“Noken melukiskan identitas dan jati diri pribadi dan suku di Papua,” katanya. Ia menilai bahwa menindaklanjuti keputusan salah satu badan khusus di PBB itu maka pemerintah daerah di provinsi itu harus memberikan perlindungan hukum, yakni Perda untuk upaya pelestarian Noken.

Ia juga mengatakan noken perlu dimasukan dalam pelajaran disekolah-sekolah yang ada didaerah tersebut sebagai suatu kearifan lokal, sehingga para generasi muda penerus bangsa tidak melupakan tentang noken. “Saya setuju jika noken dimasukan dalam pelajaran muatan lokal di sekolah,” katanya.

Sementara itu, Marshel Suebu dari Komunitas Noken Papua (Konopa) yang telah mematenkan merk daganganya di Kemenkumham RI dengan nama “konopa” mengatakan pihaknya terus berupaya untuk melestarikan noken sebagai bagian dari budaya orang Papua.

“Dan kami ingin lestarikan noken. Tentunya perlu kajian-kajian yang mendalam dari pihak-pihak yang berkompeten karena noken menurut kami mempunyai makna yang sangat mendalam,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Noken atau tas rajutan khas Papua akhirnya diakui sebagai Warisan Budaya Dunia Tak Bergerak dalam Sidang UNESCO di Paris, Prancis, pada 4 Desember 2012.

“Hari ini jam 10.30 waktu Paris Noken diakui oleh UNESCO. Delegasi Republik Indonesia termasuk dari Papua juga hadir dan kita semua patut bersyukur dan bangga pada Papua,” kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti dalam pesan singkat yang diterima di Pekanbaru, Riau, Selasa (4/12). [ant/ida]

Terakhir diperbarui pada Sabtu, 08 Desember 2012 00:54

Ratusan Warga Palang Jalan Menuju Lokasi Raimuna

Kamis, 27 September 2012 22:53, BintangPapua

JAYAPURA—Merasa tak ulayatnya selama ini digunakan untuk pelayanan publik tanpa ganti rugi, Ratusan warga dari Suku Kaigere di Kabupaten Jayapura nekat melakukan pemalangan jalan menuju Buper, tempat akan dilaksanakannya iven bergengsi, Raimuna Nasional X 2012. Pemalangan ini dilakukan Kamis (27/9) mulai pukul 09.00 WIT—16.00 WIT. Akibatnya, kendaraan roda dua dan roda empat yang khusus mempersiapkan pelaksanaan Raimuna di lokasi tersebut terhambat.

Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK yang dikonfirmasi Kamis (27/9) membenarkan pihaknya telah menerima laporan kasus dugaan pemalangan jalan menuju Buper yang dilakukan masyarakat dari Suku Kaigere. Pemalang ini menuntut Pemerintah Provinsi Papua segera membayar ganti rugi hal ulayat tanah adat sebesar Rp 1,8 Miliar.
Sekda Papua drh. Constant Karma yang tiba di lokasi kejadian meminta agar masyarakat Suku Kaigere membuka kembali palang supaya kendaraan dapat melewati jalan tersebut. Namun demikian, masyarakat menolaknya. Akhirnya terjadi pertemuan antara Sekda Papua dan Abner Kaigere sebagai wakil masyarakat, disepakati Pemerintah Provinsi Papua menyepakati membayar ganti rugi senilai Rp 1 Miliar. Tapi pembayarannya direalisasikan akhir tahun ini. Masyarakatpun membuka palang. Aktivitas kendaraan normal kembali. (mdc/don/l03)

Perjuangan Hak Dasar Orang Papua Jangan Samakan Teroris

Minggu, 23 September 2012 21:04

Thaha: Terkait Pelantikan Kapolda Papua Tito Karnavian

Thaha Muh Al-Hamid, SekJend PDP
JAYAPURA— Sekjen Presidium Dewan Papua (DPD) Thaha Alhamdid berharap rakyat Papua yang berjuang menuntut hak-hak dasarnya seperti hak-hak kedaulatan politiknya, hak-hak budayanya, hak-hak ekonominya itu bukan teroris. Sehingga dalam menghadapinya jangan disamakan dengan penanganan teroris.

Hal ini diungkapkan menyusul pelantikan Kapolda Papua yang baru Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian menggantikan Inspektur Jenderal Polisi Bigman L Tobing oleh Kapolri Jenderal Polisi Drs Timur Pradopo di Gedung Rupatama, Mabes Polri Jakarta, Jumat (21/9) pagi.

Sekjen Presidium Dewan Papua (DPD) Thaha Alhamdid ketika diwawancarai di Jayapura, Minggu (23/9) petang menilai pergantian ini sudah tepat.

Namun demikian, katanya, penugasan mantan Komandan Densus 88 Anti Teror ke Papua, apakah ini dalam rangka memastikan di Papua ini teroris silakan dicari tahu. Tapi yang jelas bahwa rakyat Papua yang berjuang menuntut hak-hak dasarnya seperti hak-hak kedaulatan politiknya, hak-hak budayanya, hak-hak ekonominya itu bukan teroris.

“Saya yakin Tito tak mungkin menyamakan perjuangan hak dasar sebagai teroris. Itu nggak mungkin. Tapi kalau ada teroris dia punya ilmu dia kejar,” ujarnya.

DIkatakan, penugasan Tito ke Papua tentunya mempunyai alasan. Pertama, dia mempunyai karier panjang. Walaupun mungkin ada ketakutan di kalangan rakyat Papua dia ini mantan Komandan Densus 88 Anti Teror. Tapi jangan lupa mantan Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto juga mantan Komandan Densus 99 Anti Teror. Tapi yang menarik dari Tito, ujarnya, dia satu angkatan dengan Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw.D ari sisi komunikasi mencair.

Kedua, karier Tito masih panjang. Dia termasuk perwira yang sangat cemerlang di Mabes Polri tentu dia tak akan mengorbankan kariernya. Tito juga seorang cendikiawan dan kandidat doktor di salah-satu Univeritas terkenal di Singapura.

“Jadi saya kira ada background education dalam mana akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan ketika ia menjabat Kapolda Papua,”tukas dia.

Pasalnya, selama ini Kapolda menjelang pensiun dikirim ke Papua. Itu celaka. Pengalaman menunjukan terjadi split perhatian atau perhatiannya terbelah karena dia tak perlu mengamankan kariernya lagi. Tapi Tito beda.
“Dan ini sudah dari dulu kita usulkan. Saya ingat sudah tiga kita ketika tokoh-tokoh masyarakat, pendeta, pastor bertemu dengan Komisi I DPR RI minta agar Kapolda ke Papua jangan menjelang pensiun nanti kerjanya mencari terus. Kapan dia mau jaga keamanan dan ketertiban untuk rakyat,” tuturnya. (mdc/don/l03)

Saatnya Orang Papua Membedakan antara Hak Ulayat, NKRI dan Modernisasi (Pembangunan)

Pemalangan SD Inpres Samofa oleh Opin/Papos, Tuesday, 31 July 2012 00:00 sama dengan berbagai demonstrasi lain yang terjadi di berbagai tempat di bumi karena ada persoalan negara-bangsa dan masyarakat adat yang telah ada sejak lama.

Kehadiran negara-bangsa sebagai bagian dari proyek Pencerahan yang bertujuan membebaskan diri dari beleunggi Teokrasi dan Feudalisme seerti pedang bermata dua. Di satu sisi modernisasi membantu manusia membenahi diri dan peradabannya sehingga kini manusia modern identik, bahkan disebut juga manusia beradab. Sebagai bagian dari proses modernisasi maka negara-negara dibentuk.

Sejak negara-bangsa dibentuk, maka pembentukan negara baru itu diletakkan ke atas dasar bangunan masyarakat adat yang telah ada. Negara dengan segala kekuatan dan kelengkapannya telah lama memaksakan kehendaknya dan menaklukkan masyarakat adat. Banyak tanah leluhur telah dirampas, didudukui, dikleim dan diambil-alih negara. Bahkan tanah dianggap sebagai kekayaan negara, bukannya kebanggaan manusia penghuni setempat yang telah lama mendiami dan memaliharanya.

Proses pendudukan NKRI atas Tanah Papua juga terjadi proses yang sangat memalukan. Pepentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 telah dimanipulasi habis. Secara teoritis tidak ada seorangpun dari Tanah ini yang pernah menyatakan “Silahkan masuk” dan menandatangani Surat Penerimaan NKRI ke pulau New Guinea bagian barat. Kelanjutan dari proses yang penuh skandal ini ialah pengambil-alihan tanah-tanah adat orang Papua atas nama “pembangunan”, dan “kemajuan”. Kini UU Otsus 2011 telah menjamin sepenuhnya semua Masyarakat Adat di seluruh Tanah Papua untuk mengambil-alih, mengkleim kembali tanah leluhur yang telha dirampas NKRI.

Kehadiran RI di Tanah Papua Mengancam Eksistensi OAP

Tuesday, 07-08-2012 13:07:03 Oleh MAJALAH SELANGKAH

Oleh Sdr. Antekos *)

Latar Belakang

Papua diintegrasikan secara sepihak ke dalam Republik Indonesia (RI), yaitu melalui penyerahan kedaulatan dari pemerintah Negara Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963 melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bernama: United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) hingga saat ini; pembangunan yang diselenggarakan di Papua dihadapkan kepada berbagai permasalahan.

Salah satu permasalahan yang terjadi di Papua adalah adanya pemahaman masyarakat Papua bahwa Integrasi merupakan pengambilalihan tanah Papua menjadi wilayah NKRI bagi mereka Papua bukan integrasi ke NKRI. Karena sampai saat ini Bangsa Papua tidak pernah mengakui integrasi Papua ke dalam Negara Indonesia.

Bentuk konkret orang Papua tidak mengakui intgrasi itu terwujud melalui pemberontakkan Organisasi Papua Merdeka ( OPM ), yang dimulai pada tanggal 26 Juli 1965 di Manokwari dan sampai saat ini, kelompok pro-Merdeka masih menutut keadilan, karena Bangsa Papua telah Merdeka tahun 1961, yang diberikan oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Namun dengan kepentingan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB, Negara Papua yang telah merdeka itu, dimasukan kedalam Negara Indonesia secara paksa. Motifnya kepentingan ekonomi. Dengan maksud kekayaan alam Papua diambil oleh mereka misalnya adalah PT. F Reeport, minyak bumi di Sorang , Gas alam, kekayaan laut dan penembangan hutan oleh pengusaha asing.

Selain itu banyak imigran yang di datangkan dari luar Papua, transmigrasi dan pemekaran provinsi, pemekaran kabupaten, distrik dan kampung yang membuat orang Papua semakin termarginal. Akhirnya orang asli Papua mengalami ketidakadilan, penindasan, kekerasan, perampasan hak dan kepadatan penduduk. Berbagai persoalan tersebut Organisasi Papua Merdeka (OPM), berjuang bersama masyarakat sipil di pedalaman Papua, untuk bangkit bersama menutut haknya, yakni MERDEKA.

Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan satu kebenaran sehingga sampai sekarang mereka tetap menuntut harga dirinya sebagai Bangsa Pribumi dan mau MERDEKA. Untuk menutup mata perjuangan tersebut pemerintah Indonesia memberikan otsus dan UP4B. Indonesia tidak perlu membodohi mereka dengan OTSUS, UP4B dan pemekaran Provinsi, Kabupaten dan lain-lain. Karena perjuangan yang dibuat oleh bangsa Papua untuk memperoleh Kemerdekaan.

Menurut hemat saya Indonesia harus mengerti persoalan, karena rakyat Papua tidak minta OTSUS,UP4B atau pemekaran yang menghabiskan tenaga, pikiran dan uang bermiliaran rupiah. Orang Papua masih merasa bahwa kehadiran Negara Indonesia di tanah Papua mengancam eksistensi orang asli Papua. Karena kehadiran Indonesia merupakan sebuah ancaman, maka orang Papua mau merdeka agar dapat mengatur dirinya sendiri.

Pokok Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, terlebih bahwa secara fisik TPN atau militer OPM tidak memiliki kekuatan yang berarti bila dibandingkan dengan Tentara Nasional Indoesia atau ABRI, namun dalam arti “ ideologi masih kuat. Karena soal ideologi tidak bisa dipadamkan dengan kekuatan militer Indonesia. Ideology tidak bisa dipadamkan dengan kehadiran OTSUS –UP4B, karena ideologi selalu diwariskan dalam generasi ke generasi sehingga sulit dipadamkan. Dengan demikian Papua merdeka sulit dipadamkan dengan pembangunan, pemekaran, uang Respek dan kekuatan militer.

Jadi sampai kapan pun idealisme Papua Merdeka dari Negara Indonesia tidak akan pernah memadamkan ideology ini. Kata lain bahwa ideologi merupakan satu prinsip hidup atau satu sikap yang dibangun oleh masyarakat Papua sendiri di dalam budaya dan diwariskan dari turun-temurun sesuai dengan permasalahan, masih tetap berkembang dalam setiap suku yang ada di Papua. Kalau ideology ini telah berhasil pasti rakyat Papua merasa bahagia selama-lamanya karena ideologinya dapat terwujud. Sebelum dicapai mereka terus berjuang dan sampai kapanpun. Ideologi bagaikan seorang ibu kehilangan anaknya ia terus mencari, walaupun ada tantangan dan hambatan hidup ia terus mencari sampai dapat, demikian juga ideologi Papua Merdeka sama prinsipnya.

Papua Kaya dengan Kekayaan Alam

Dengan latar bekang di atas Bangsa Papua samapai saat ini pemerintah Indonesia kurang memperhatikan yaitu, keadilan dan perlindungan. Karena negara merasa yang lebih penting adalah sumer daya alam ( SDA ) dari pada manusianya. Hal demikian Papaua yang dahulu damai mejadi tidak damai menjadi. Sehingga negara datangkan militer dan imigran tidak sesuai dengan aturan hukum Internasionla,yaitu masyarakat pri bumi yang harus dibei salvation tidak dibuat, yang terjadi adalah ketidakadilan, penindasan dan kekerasa militer di seluruh tanah Papua.

Tetapi hanya demi kepentingan ekonomi mereka selalu membuat teror, pembunuhan secara misterius ( OTK), sebenarnya dibalik semuanya tujuan utama adalah menguasai wilayah seluruh tanah Papua, mengkuras kekayaan alam dan popularitas semata. Kalau kita melihat kaca mata Tuhan merupakan tindakan kejahatan yang tidak manusiawi,yaitu menlangar hukum 10 perintah Allah, yaitu “jangan membunuh dan jangan mencuri ( Kel. 20: 1-17), tetapi sekarang negara Indonesia tidak peduli lagi dengan hukum Tuhan,maka setiap militer, non militer dan pemimpin Negara yang pernah terlibat dengan masalah Papua akan diadilih oleh Tuhan sesauai dengan perbuatannya. Karena ia tidak mampu memberikan jaminan kehidupan bagi bangsa Papua.

Berangkat dari ini bangsa Papua tidak ada kepercayaan kepada pemerintah Indonesia, karena sistem yang dipake oleh pemerintah Indonesia terhadap bangsa Papua tidak sesuai dengan budaya sehingga inti persoalan tidak pernah selesaikan dengan tuntas. Maka bangsa Papua semakin mengalami kepunahan secara perlahan-lahan, dan Negara Indonesia tidak pernah mengakui bahwa kami salah.

Dengan kurangnya kepedulian negara bangsa Papua masih tetap menuntut haknya yaitu kemerdekaan yang pernah ada. Pada hal dalam UUD 45 alinea pertama berbunyi “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu ,maka penjajah an di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Namun kemerdekaan itu telah dipaksakan ke dalam Negara Indonesia oleh Amerika, Belanda dan PBB, hanya demi kepentingan ekoomi ( sumber daya alam ), maka sampai sekarang bangsa Papua masih memperjuangkan haknya agar hak yang diambil itu bisa dikembalikan. Pada hal dalam UUD-45 di atas sudah ada kebenaran, dan pada tahun 1961 Papua telah merdeka. Namun hanya demi kepentingan ekonomi, tidak diberikan peluang untuk membas menentukan nasib sendiri, memang tahun 1969 telah diadakan Refreedom,namun tidak sesuai dengan hukum Internasional, yaitu terjadi ketidakadilan dalam refreedom, karena rakya Papua ditodong dengan senjata sehingga tidak semua orang memilih dan kenyataan adalah perwakilan saja memilih hak suara.

Oleh karena itu, dari tahun 1961 sampai sekarang bangsa Papua masih tetap dijajah dan sekarang mereka berjuang untuk merdeka dengan diplomasi Internasional. Sebab perjuangan bangsa Papua sudah mendunia dan kemungkinan suatu saat kebenarannya akan dinyatakan melalui kuasa Tuhan. Biarlah sekarang bangsa Papua mengalami ketidakadilan, penindasan, kekerasan dan pembunuhan tetapi hatiku mengalami ketengan, sebab hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku,aku tidak akan goyah” (Mzm 62), dan aku terus berjuang di dalam Tuhan agar Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dapat memperoleh pengkuan. Atas kekuatan Mazmur ini, saya percaya Papua pasti merdeka.

Orang lain datang mengambil kekayaan dan dijajah kita jangan takut,melainkan berani dan setia berjuang bersama Tuhan. Sebab di dalam Dia ada kemenangan dan kemenangan itu akan terjadi dan jangan kecil hati. Walaupun orang Papua sekarang menjadi penonton di atas kekayaannya yang berlimpa-limpa. Kita juga sadar bahwa penderitaan ini merupakan Salib Tuhan dan harus tetap sabar menerima itu sebagai penderitaan Kristus. Karena kita minta merdeka negara Indonesia tidak mau lepas, dengan mengatakan Papua bagian dari NKR. Dengan demikian pemerintah telah memberikan OTSUS, kemudian UP4B secara paksa, pada hal rakya Papua mengatakan tidak.

Tujuannya adalah agar rakyat bangsa Papua jangan lagi bicara Merdeka sehingga Indonesia matian-matian menyakini Dunia dengan mengatakan Papua bagian dari NKRI tetapi NKRI bukanlah harga mati. Karena Negara ini suatu saat akan lepas bertubi-tubi,yaitu Papua lepas, Ambon lepas, Kalimatan lepas, Sulawesi lepas, Bali lepas dan Ace pun akan lepas, dan yang masih tinggal hanya jawa sendiri. Karena rakyat lebih pintar untuk menilai kebenaran dan keadilan,bila ke dua hal ini tidak sesuai dengan hati mereka pasti akan mengatakan merdeka, tetapi bangsa Papua tidak seperti itu, karena Papua sudah pernah punya Negara sendiri,tetapi dicapblok ke dalam Indonesia demi kepentingan ekonomi semata.

Penderitaan bangsa Papua tidak bisa dihapus dengan uang, OTSUS, UP4B, dan pemekaran provinsi, kabupaten, desa dan keca mata. Bangsa Papua meminta adalah keadilan karena harga dirinya telah dirampas oleh penjajah Indonesia. Karena Negara Indonesia kurang peduli dengan rakyat yang sementara menderita. Di lebih banyak mengkritisi Negara lain daripada melihat diri sendiri,misalnya masalah Israel dan Palestinan Indonesia campur tangan. Pada hal terhadap bangsanya sendiri juga mengalami penindasan, kekerasan dan ketidakadilan. Menurut hemat saya lebih baik kita mengurus rakyat saya yang menderita.

Dalam kaitan dengan Papua Negara tidak pedulih dengan orang Papua, namun lebih mencintai kekayaan alam dari pada orang Papua yang sementara mengalami kepunahan di atas kekayaan alamnya sendiri ( Genosida), kalau Negara tidak pedulih,maka tidak sampai 2020 orang Papua akan habis dari tanah Papua, yang ada hanya tinggal nama.

Jadi, saya harapkan orang-orang Papua harus menyadarinya dan jangan tinggal ikut-ikutan dengan orang lain, dan buanglah sikap minum -mabuk, korupsi dan seks bebas. Karena tidak lama lagi orang Papua akan habis, bila ditawarkan kepentingan Indonesia harap jangan terima,mislanya pemekaran dan pertambangan tanpa melalui dewan adat. Karena saya melihat Negara ini, tidak menghargai manusia Papua, tetapi ia melihat diri kita seperti babi rusa di hutan, sehingga dia selalu membantai tanpa takut nilai kemanusiaan.

Menurut hemat saya sebenarnya orang Papua juga adalah manusia bukan babi rusa yang ditembang setiap hari. Karena orang Papua dan orang Jawa, orang Makasar, orang Sumatra, orang Ambon dan semua merupakan ciptaan Allah yang harus diberikan hak yang sama lalu dilindunginya. Karena itu, bukan membantai dan menindas tetapi menyelamatkan mereka dengan memberikan hidup yang layak seperti dirinya sendiri, bukan sikap otoriter dan mileteristik terhadap mereka yang ditindas.

Dengan kondisi ini saya sebagai anak negeri; hari ke hari dan tahun ke tahun air mata mengalir terus menerus dengan melihat orang-orangku menderita. Selain manusia Papua, alam Papua juga ikut hancur demi kepentingan kolonial Indonesia dan Amerika. Aduh saya kasihan tidak punya tempat tinggal lagi untuk meletakan kaki, karena semua kekayaan diambil orang dan hutan hancur, ke mana saya harus pergi?.

Saya dahuluh merasa menikmati dengan kekayaan alamku, tetapi kini ternyata menjadi miskin di atas tanah yang kaya raya. Saya hanya menjadi penonton seperti pendatang jawa tinggal jauh-jauh. Aduh sedih hatiku. Akan ke manakah anak cucuku ke depan? Karena kekayaan alam Papua telah dirampas semuanya, dari kolonial Indonesia. Pada hal saya belum pernah menikmati satu pun kekayaan alam yang telah diwariskan oleh Allah leluhurku.

Apa alasannya mereka bisa datang merampas hak saya?. Sebenarnya semua bangsa di dunia ini, Allah telah memberikan haknya masing –masing sesuai dengan kebutuhannya. Karena saya kekayaan yang sama juga kolonial Indonesia, Allah telah berikan segala kekayaan alam, yaitu kekayaan yang sama Tuhan telah memberikan,yaitu tanah, hutan, air, batu dan segala isinya, tetapi ia masih merampas juga hak saya, sangat memalukan dan tidak adil. Saya sekarang semakin disingkirkan dan tidak dihargai sebagai hak miliknya. Di manakah hak saya Pak SBY ? Aduh, pak di mana keadilanmu?, saya tidak membutuhkan uang, OTSUS, UP4B dan Pemekaran. Sedangkan yang saya butuhkan dari pak adalah mengembalikan kedaulatan kami. Bukan mendatangkan TNI-POLRI di tanah Papua. Karena orang Papua semakin dibunuh oleh TNI-POLRI.

Solusi

Dengan konteks demikian saya mau katakana bahwa “ Kehadiran Negara Indonesia di tanah Papua Eksistensi orang Asli Papua semakin mengancam”. Oleh karena itu, solusi dari saya bagi rakyat bangsa Papua adalah mengembalikan kedaulatannya yang telah dirampas tahun 1961. Kalau memang Negara ini punya hati nurani lebih baik memberikan tuntutan rakyat Papua.

Walaupun Negara Indonesia hati berat untuk memberikan haknya, tetapi bangsa Papua pasti terus berjuang sampai akhir hayat karena ideologi tidak mungkin mati bersama manusia karena ia selalu berkembang dalam perkembangan zaman. Sebenarnya yang dituntut oleh orang Papua adalah kemerdekaan tahun 1961 , yaitu Pengakuan. Walaupun Negara Indonesia masih keras kepala,tetapi keputusan sudah di depan pintu, Indonesia tidak bisa buat apa-apa dan secara paksa harus diberikan pengakuan. Karena dalam Kongres ketiga di Lapangan Sakeus, Jayapura, 19 Oktober 2011, kita sudah mendeklarasikan Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB). Kongres selama tiga hari sejak 17 Oktober itu sudah membentuk Dewan Nasional Papua Barat yang sudah memilih Presiden Republik Federal Papua Barat Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menteri Edison Warumi.

Deklarasi itu didukung oleh tujuh wilayah adat di Papua. Kongres tersebut sah dan tidak illegal, karena yang diselenggarakan adalah rakyat Papua yang punya negeri ini. Kongres menurut hemat saya Kongres merupakan solusi terbaik bagi rakyat Papua untuk mau mengakhiri penderitaan mereka. Sehingga sekarang rakyat Papua sedang mendorong di Makah Umum PBB agar Negara baru tersebut dapat diakui oleh masyarakat Internaonal, Amerika, Belanda, Indonesia, PBB, dan Negara-negara dunia lain sebagai sahabat dengan Negara Republik Federal Papua Barat ( NRFPB). Walaupun Negara Indonesia tidak mau pusing, lalu memberikan pembangunan kepada rakyat Papua dengan anggaran miliran rupiah , tetapi menurut saya itu bukan solusinya.

Sesuai dengan pendapat Menteri luar negeri Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) bapak Jacob Rumbiak sesumbar mengatakan bahwa mereka bisa merdeka dan berdaulat paling lambat dua tahun lagi. Karena menurut beliau ada 111 Negara telah mendapat dukungan, misalnya dari 111 Negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, dan Jepang.
dan akan kemungkinan mereka juga akan memberikan pengakuan. Jadi sekarang bagaiman Negara Indonesia memberikan pengakuan sebelum negara lain memberikan pengakuan terhadap Negara Papua, karena Indonesia adalah colonial terhadap Bangsa Papua.

Kalau air sudah meluap dia tidak bisa mempertahankan. Karena politik Papua sudah mendunia dan bahkan Negara-negara sahabat Papua mendukung untuk Papua lepas dari NKRI. Sudah terjadi pengakuan; Indonesia tidak punya hak lagi mengambil kekayaan alam Papua dan otomatis angkat kaki dari tanah Papua. Kami duluh dipandang sebagai orang tidak mampu dan budaya primitive, tetapi kami sekarang lebih pintar berpolitik Internasional dari pada Indonesia, karena buktinya adalah masalah Papua menjadi masalah Internasional, sehingga kita jangan menutup diri terhadap penderitaan bangsa Papua. Sebab Dunia luar lebih peduli masalah Papua.

Menurut saya NKRI TIDAK selamanya harus jadi satu dan kalau selalu sebut NKRI harga mati saya kira tidak tepat. Karena Bangsa Papua punya harapan diberikan pengakuan dan kita tungguh hari saja. Indonesia jangan merasa remeh perjuangan bangsa Papua dan sekarang bangaiman engkau memberikan pengakuan kepada Negara Papua secepatnya, sebelum air ombak dibatang lehermu.

Penutup

Orang Papua merupakan bangsa negoroid dan ras Melanesia. Mereka memilihki kemampuan untuk mengenali situasi perkembangan politik di Papua dan jangan diam seperti ibu hamil, tetapi bangkit dan bersatu semua elemen masyarakat, pemuda, mahasiswa dan organ. Karena kehadiran Negara Indonesia di tanah Papua Eksistensi orang aslih Papua semakin diancama, dan hari ke hari dibunuh secara misterius oleh oknum tertentu (orang tak dikenal), sampai sekarang TNI-POLRI tidak mampu mengungkapkan pelaku,maka kita harus tahu bahwa negara ini tidak punya kemanusiaan dan kebenaran hukum untuk ditegakan. Sehingga dengan situasi seperti ini, jalas-jelas eksistensi kita sedang diancam,jadi kita harus bersatu mendorong Negara Republik Federal Papua Barat ( NRFPB) dapat diberi pengakuan. Jadi saya harapan pengakuan menjadi solusi untuk mengakhiri penderitaan rakyat kita.

Oleh karena itu, kita jangan terus tidur tetapi mari kita bangkit bersama memperjuangkan harga diri kita lebih cepat lebih baik. Agar Negara colonial Indonesia jangan membuat kita dijajah terus. Harta kekayaan kita semakin habis, orang Papua juga semakin hari mati ditembak oleh TNI-POLRI, karena mereka tidak memperhitungkan nilai kita sebagai manusia yang sama di hadapan Tuhan.

Apakah saya sadar Saudara saya sedang dibunuh? Ataukah saya tidak mau pusing dengan penderitaan sesama saya, karena saya juga mendukung kolonial Indonesia untuk membunuh dan merampas harga diri orang Papua? “Marilah kita mulai lagi karena kita belum buat apa-apa”, dengan bergandengan tangan bersama. Karena perjuangan kita ini, berjalan tanpa persatuan dan kesatuan,apa yang kita perjauangkan menjadi sia-sia.

Demkian juga alam perjuangan jangan mengatasnamakan organ, karena yang mau Merdeka bukan organ atau kelompok,melainkan Bangsa Papua,jadi kita harus bersatu teguh , demi Papua merdeka. Kalau lambat Bangsa Papua yang sedikit ini, akan habis dan tinggal nama saja,lalu orang lain merampas kekayaan kita dan tanah leluhur nenekmoyang kita akan dikuasai oleh orang lain, jika kalau kita terlambat langkah pasti habis total yang tinggal hanya kenangan saja.

*) Mahasiswa Sekolah Tinggih Filsafat Teologi- Fajar Timur (STFT- F T )

Kantor PT Angkasa Pura I Biak Disegel Massa

Kantor PT Angkasa Pura I Biak diduduki oleh puluhan massa dari enam marga yang mengaku sebagai pemilik hak ulayat dan belum dibayarkan. Meski disegel, namun aksi itu sama sekali tidak mempengaruhi penerbangan di Bandar Undara Frans Kaisiepo Biak, Jumat (21/10) kemarin.

Tuntut Badar Udara Kaisiepo Diganti Rugi Rp 200 Miliar

BIAK-Puluhan warga melakukan pemalangan sekaligus penutupan Kantor PT Angkasa Pura I Biak Bandar Udara Frans Kaisiepo, Jumat (21/10) kemarin. Akibatnya, kantor tersebut sama sekali tidak melaksanakan aktivitasnya, ada satu dua pegawai yang masih terlihat namun mereka tidak bisa masuk dalam ruangan karena semua pintu ditutup massa.

Meski demikian, namun aktivitas di Bandar Udara Frans Kaisiopo Biak tidak terganggu. Pasalnya, massa hanya melakukan penyegelan dan penutupan terhadap kantor tersebut sehingga hanya aktivitas karyawan PT Angkasa Pura I Biak yang lumpuh total.

Massa yang mengaku gabungan dari enam marga pemiliki hak ulayat tak hanya melakukan pemalangan kantor, namun semua pintu kantor tersebut ditutup rapat-rapat. Bahkan sepanjang depan kantor mulai dari pintu dinding terpampang sejumlah pamflet dan spanduk.

Tak hanya itu, bagian depan kantor itu dikasih tali rafia layaknya police line dengan maksud tidak ada kendaraan yang bisa masuk dalam wilayah Kantor PT Angkasa Pura I Biak itu. Keenam marga yang dimaksud sebagai pemilik hak ulayat adalah Wakum, Rumaropen, Yarangga, Romsumbre, Rumbiak dan Simopiaref.

Puluhan massa yang sebagiannya juga adalah kaum ibu-ibu memilih duduk di depan sepanjang Kantor Angkasa Pura itu sejak pukul 07.30 – 18.00 WIT. Mereka mendapat pengawalan ketat dari aparat keamanan Polres Biak Numfor. Meski melakukan pemalangan, namun mereka terlihat tertib dan hanya memili duduk, walaupun kadang ada satu-satu kali dari massa itu berteriak menuntut supaya lokasi yang digunakan Bandar Udara Frans Kasiepo digantu rugi.

“Sejak tadi pagi memang tidak ada karyawan yang berani masuk kantor, dan bagaimana bisa masuk kantor kalau semua pintu ditutup dan dijaga ketat oleh masyarakat. Saya juga tidak melihat pak Manager datang,” kata salah satu pegawai PT Angkasa Pura I Biak yang enggan namanya dikorankan sambil berlalu meninggalkan Cenderawasih Pos.

Aksi penutupan Kantor PT Angkasa Pura I Biak yang dilakukan itu dinilai sebagai salah satu puncak kekecewaan mereka atas pembayaran ganti rugi sebesar Rp 200 miliar yang belum direalisasikan. Pasalnya mereka mengaku sudah dua kali melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah dan pihak PT Angkasa Pura I namun hingga saat ini belum ada realiasasi, hal itu yang dinilai menjadi pemicu dilakukannya pemalangan.

“Kami menutup Kantor PT Angkasa Pura I Biak sebagai bentuk kekecewaan terhadap ganti rugi tanah Badar Udara Frans Kaisiepo yang belum diselesaikan sampai saat ini. Pertemuan sudah dua kali dilakukan namun sama sekali tunturan Rp 200 miliar tidak ada realisasinya, lalu sampai kapan dan akan kah pertemuan terus,” kata Koordinator Aksi Pemalangan, Dance Rumaropen kepada wartawan di lokasi penyegelan itu.

Mereka menyatakan terus akan menduduki Kantor PT Angkasa Pura I Biak hingga ada jawaban pasti dan realiasi pembanyaran tuntutan mereka. “Kami akan terus menduduki kantor ini sampai ada kejelasan dan realisasi pembayaran ganti rugi tanah Bandar Udara Frans Kaisiepo sejak zaman Belanda hingga saat ini,” tandasnya.(ito/nan)

Hentikan Penerbangan ke Degeuwo!

JUBI — Masyarakat Adat Suku Mee, Moni dan Wolani yang berdomisili di sepanjang Kali Degeuwo, Kabupaten Paniai, melarang pengusaha helikopter dan pesawat Susi Air melayani penerbangan ke kawasan penambangan emas.

“Kami masyarakat tiga suku ini menyatakan bahwa mulai sekarang tidak boleh ada mobilitas kegiatan penambangan emas dan penerbangan dari Nabire ke kawasan Degeuwo,” ujar Pemangku Otorita Adat Suku Wolani, Willybrodus Magai, saat jumpa pers di Nabire, Sabtu (17/9).

Helikopter dan Susi Air yang selama ini melakukan penerbangan ke dan dari Degeuwo, menurut Magai, turut mendukung kegiatan penghancuran eksistensi kehidupan masyarakat setempat pasca adanya operasi penambangan emas secara ilegal yang masih berlangsung hingga saat ini.

“Kami mau tutup lokasi pendulangan, jadi penerbangan itu harus segera distopkan,” tegasnya.

Larangan itu juga termuat dalam pernyataan sikap yang ditandatangani dan cap jempol sejumlah Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, Kaum Intelektual dan Lembaga Adat.

Ditanya tentang larangan penerbangan tersebut, Kepala Kampung Baya Biru, Yahya Kegepe mengaku bukan keputusan satu dua orang. Pernyataan itu, kata dia, hasil kesepakatan semua pihak melihat berbagai fenomena sejak Degeuwo dijadikan lokasi pendulangan emas. “Demi masyarakat kami, saya mendukung,” singkatnya.

Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani Moni (AISWM), Thobias Bagubau menegaskan bahwa pernyataan sikap yang diserahkan kepada pihak terkait pada saat seminar sehari di Guest House Nabire, Selasa (13/9), merupakan keputusan dari masyarakat adat dalam upaya menutup areal pertambangan emas liar di Degeuwo.

“Sekali lagi kami tegaskan bahwa Helikopter dan Susi Air itu berhenti terbang ke Degeuwo,” ujar Thobias Bagubau. (Jubi/Markus)

SATURDAY, 17 SEPTEMBER 2011 20:52

MRP yang Baru Harus Berani dan Profesioanl

JAYAPURA- Menyusul telah dilantiknya Pimpinan MRP Periode 2011-2016 diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga tertinggi untuk melaksanakan Amanat UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus. Bahkan dengan dilantiknya pimpinan MRP ini sekaligus bisa menjawab keraguan masyarakat selama ini terhadap keberadaan MRP.

“Tetapi pertanyaan saya sebagai pengamat sosial politik apakah anggota MRP yang akan didudukkan di masing-masing nanti akan jauh lebih baik, berani dan profesional dari anggota MRP yang lalu,”jelas Seorang Pengamat Sosial Papua Marthinus Ayomi, SH saat bertandang ke kantor Redaksi Bintang Papua, Jumat (16/9) kemarin. Dikatakan untuk menjawab pertanyaan itu, ada di tangan pimpinan MRP yang baru saja dilantik, bagaimana kemampuan menformat anggotanya serta menyusun strategi dan proram, sehingga lembaga ini bisa memainkan perannya, dalam mengangkat dan melindungi hak-hak dasar orang asli Papua.

Sebab tidak dapat dipsangkal bahwa keberadaan MRP periode yang lalu tidak lebih dari sekadar hanya simbol semata, namun ompong tidak bisa menjalankan amanat otsus. Hal itu lanjutnya, dapat dimaklumi karena memang MRP lalu adalah buatan pemerintah atau MRP situasional, sehingga tidak banyak yang mereka bisa buat.

Padahal kewenangan MRP sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Otsus, cukup luas. Namun tidak diimplementasikan. Ini disebakan banyak faktor, selain karena memang juga tidak ditunjang SDM yang memandai, juga karena proses perekrutan mereka tidak sesuai aturan hanya situasional.

Dicontohkan ada sejumlah pasal dalam UD Otsus yang memberikan penguatan kepada MRP dan jika itu dilaksanakan, maka hak-hak dasar orang asli Papua asli Papua bisa terakomodir, tidak terbaikan seperti yang dirasakan saat ini.

Dikatakan, tugas dan kewenangan MRP sudah cukup jelas diatur dalam sejumlah pasal UU 21 tahun 2001. Antara lain Pasal 20 ayat a dan e yang mengatur soal kewenangan MRP, pasal 12 a pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur harus orang asli Papua, bukan yang direkayasa atau dinobatkan,. 14 C tentang penetapan perdasus, 22 a soal kewenangan MRP mengajukan pertanyaan inisiasi usulan dan pendapat. Selama ini tidak dilaksanakan MRP periode lalu, sehingga ini bisa menjadi PR bagi MRP jilid II.

Lanjutnya MRP bisa menggunakan pasal 7 yaitu pasal penutup meminta amandemen UU Otsus.

Sebagai pengamat mengakui sangat menghargai dan memberikan apresiasi kepada caretaker Gubenuer dalam sambutannya saat pelantikan, yang menyebutkan tentang hak-hak dasar orang asli Papua. Hal ini menunjukkan bahwa penjabat Gubernur mengerti dan memahami betul tentang UU Otsus dan kewenangan-kewenangan MRP sebagai benteng terakhir dalam meperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua. Dikatakan, ada tiga hak dasar yang dipahami, Calon gubernur dan Wakil Gubernur adalah Asli Papua, MRP sebangai benteng terakhir pelaksanaan Otsus, dan MRP merupakan kunci atau pengawal dalam pelaksanaan UU Otsus. “Saya menilai seruan Caretaker Gubernur ini mengembalikan kepercayaan MRP sebagai lembaga tertinggi mengangkat hak dasar orange sli Papua, mendudukkan UU Otsus sejajar dengan undang-undangundang lainnya di Negara ini,”jelasnya.

Ditambahkan. status quo UU Otsus telah disahkan dan tandatangani oleh Presiden Mewati Seokarno Putri sebagai bapak proklamator, dan UU Otsus telah dilembarkan negarakan. Ini berarti UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus sudah sejajar dengan peraturan dan Undang-undang lainnya di Indonesia dibawah UUD 45 seperti, Perpu Tap MPR, dan peraturan lainnya. Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk mengesampingkan UU Otsus dan UU atau peraturan lainnya di Indonesia. (don/don/l03)

BP, Jumat, 16 September 2011 23:25

Kecewa, Pedagang Ikan Kembali Palang Jalan

JAYAPURA-Lantaran kecewa dengan janji pemerintah yang akan memberikan ganti rugi belum ditepai, pedangan pasar ikan dok 9 yang sehari sebelumnya dibongkar kiosnya, melakukan aksi pemalangan serta pembakaran ban mobil di ruas jalan depan pasar sebagai wujud ketidak percayaan pedagang terhadap janji tersebut.

“Kami telah berupaya untuk bertemu dengan walikota Jayapura untuk menyelesaikan masalah pembongkaran ini, namun dipersulit saat ingin menemui walikota sehingga warga melakukan pemalangan untuk mempertanyakan janji kepala Disperindakop Kota Jayapura tentang ganti rugi,” ujar Amos Nuboba mewakli padagang.

Dirinya juga menambahkan, para pedagang serta nelayan akan membangun pasarnya sendiri guna membantu perekonomian warga.” Kami telah sepakat untuk membangun pasar sendiri sehingga tidak saling kejar mengejar dengan pemerintah kota,”kata mereka.

Sementara Walikota Jayapura Drs Benhur Tomi Mano yang turun ke lokasi langsung melakukan dialog dengan warga terkait aksi pemblokira jalan tersebut. Walikota berjanji akan berupaya untuk mencari solusi yang terbaik secepatnya sehingga warga dok Sembilan yang juga adalah wilayah daerah kepemimimpinan nya mendapat ketenangan dalam mencari nafkah . Walau demikian para pedagang tetap berjualan di pasar tesebut guna memenuhi kebutuhan mereka sampai ada kesepakatan lebih lanjut terhadap penyelesaia masal tersebut.(cr32/don/l03)

BP, Kamis, 15 September 2011 23:34

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny