Pelantikan Ketua Definitif MRP Jilid II Secepatnya

JAYAPURA—Pelantikan Ketua Definitif Majelis Rakyat Papua (MRP) Jilid II akan dilakukan secepatnya. Jika sebelumnya telah melakukan pemilihan ketua definitif, maka rencananya pelantikan ketua MRP terpilih akan diselenggarakan pada pertengahan bulan ini. Demikian diungkapkan Ketua Sementara MRP J.Wamrauw Senin (12/09) ketika ditemui di Swissbelt Hotel Jayapura. “Ketua MRP terpilih telah ditetapkan yaitu atas nama Matius Murib yang terpilih melalui rapat pleno beberapa waktu lalu,” tandasnya.

Untuk itu, lanjutnya, pelantikan akan dilakukan bulan ini paling lambat tiga hari kedepan, dimana pelantikan ketua defenitif terpilih akan dilakukan secepatnya.

“Ketua MRP terpilih telah dilaporkan kepada Penjabat Gubernur Provinsi Papua untuk dilakukan pelantikan sehingga diharapkan pelantikan ketua MRP terpilih dapat dilakukan dalam waktu dekat, mengingat jadwal pemilihan Gubernur Provinsi Papua akan berjalan pada bulan Oktober,” ujarnya.
Disebutkannya, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Gubernur untuk pelantikan Ketua MRP terpilih, dimana nama sudah diajukan kepada Gubernur sehingga hanya tinggal menunggu pelantikan saja.

“Diharapkan dengan terpilihnya dan akan dilakukannya pelantikan terhadap ketua terpilih adalah sebagai bagian dari proses untuk menghadapi pemilihan Gubernur Periode 2011-2016 mendatang,” tukasnya.

Ditambahkannya, tiga hari kedepan akan dilakukan pelantikan ketua MRP, dimana diharapkan pelantikan ini dapat dilakukan dengan cepat sebagai bagian dari pemilihan Gubernur mendatang. (dee/don/l03)

Keaslian Orang Papua Jadi Fokus

JAYAPURA—Keaslian orang Papua sebagaimana diamanatkan UU No 21 Tahun 201 atau UU Otsus bahwa gubernur dan wakil gubernur Provinsi Papua harus orang asli Papua yang belakangan ini ramai diperdebatkan, menjadi fokus konsultasi publik Badan Legislasi (Baleg) DPRP di 4 wilayah di Provinsi Papua dalam pekan terakhir ini masing-masing Timika, Merauke, Biak dan Wamena. Pasalnya, konsultasi publik ini dalam rangka meminta masukan masyarakat untuk menyempurnakan Raperdasus Pilgub.

Demikian disampaikan Ketua Pansus Pilgub DPRP Ruben Magay usai rapat pembahasan Raperdasus Pilgub di Kantor DPRP, Jayapura, Kamis (8/9).

Dia mengatakan, masalah masalah krusial lainnya yang dibicarakan dalam konsultasi publik tersebut antara lain menyangkut masa jabatan gubernur bagi kandidat yang sudah dua kali memegang jabatan apakah memungkinkan untuk ketiga kalinya, kewenangan penyelenggara Pemilukada antara DPRP dan KPU, Calon Gubernur dari jalur independen yang telah mendaftar di KPU.

Menurunya, DPRP mempunyai kewenangan untuk proses pendaftaran pencalonan dan proses verifikasi administrasi calon, mengajukan usulan kepada MRP untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan.

Terkait tahapan verifikasi faktual pasangan calon gubernur perorangan (independen) pihaknya sudah menyerahkan kepada KPU selanjutnya KPU menyerahkan kepada DPRP. Setelah itu diplenokan di DPRP untuk calon calon yang lolos verifikasi.

“Jadi DPRP yang menentukan verifikasi pasangan calon mana yang lolos dan mana yang tak lolos verifikasi baik dari partai politik maupun perseorangan,” katanya.

Kata dia, setelah disahkan diserahkan kepada KPU untuk pencabutan No Urut peserta Pemilukada serta melaksanakan seluruh proses pemilihan dan penetapan pasangan calon gubernur.

Wakil Ketua Baleg DPRP Albert Bolang menandaskan menyangkut dua kali masa jabatan gubernur dinyatakan secara tegas dalam Raperdasus Pilgub ini.

“Jadi tak ada kata berturut turut. Pokoknya dia sudah menjabat gubernur sebanyak dua kali tak punya peluang lagi untuk maju ketiga kalinya,” imbuhnya.

Menurut dia, konsultasi publik di 4 wilayah di Provinsi Papua. Kemudian merampungkan hasil konsultasi publik pihaknya akan melakukan konsultasi publik di Jakarta pada pekan depan sekaligus menggelar pleno Baleg DPRP.

Selanjutnya melakukan pertemuan dengan eksekutif menyangkut kesepakatan bersama hasil pembahasan di Baleg DPRP dan eksekutif. Tahap akhir kesepakatan tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRP dan bersama Badan Musyawarah DPRP menetapkan jadwal paripurna. Didalam proses paripurna ada paripurna lanjutan, paripurna pembahasan di Fraksi DPRP, jawaban gubernur, tanggapan akhir Fraksi DPRP dan ditetapkan sebagai Perdasus Pilgub. (mdc/don/l03)

http://bintangpapua.com, Kamis, 08 September 2011 23:43

LMA Merauke Desak PT Medco Bayar Rp45 Miliar

JAYAPURA–Lembaga Masyarakat Adat Malind Anim di Merauke mendesak PT Medco Papua Industri Lestari segera membayar ganti rugi penggunaan lahan seluas 2.800 hektar yang dipakai sebagai hutan tanaman industri di Buepe, Distrik Okaba, sebesar Rp45 miliar.

Perusahaan milik Arifin Panigoro itu dinilai telah merampas hak masyarakat adat dan tidak menepati janji. “Ya mereka harus bayar, itu juga desakan dari masyarakat, jadi tidak boleh ada alasan lagi,” kata Albert Gebze Mouyend, Wakil Ketua LMA Malind Anim, Selasa (9/8).

Ia mengatakan, PT Medco yang sudah beroperasi selama dua tahun tidak pernah memberi peluang bagi pemilik tanah untuk berkembang. “Masyarakat sudah menunggu sangat lama, nilai ini juga sudah turun dari sebesar Rp65 miliar, seharusnya perusahaan tanggap dan melunasi,” ujarnya.

Menurutnya, tarik ulur pembayaran tanah dapat membuka pintu terjadinya konflik berkepanjangan. LMA kata dia juga mendukung seluruh upaya masyarakat yang berencana akan menyegel dan menyita barang milik perusahaan. “Pemilik perusahaan harus datang ke Merauke dan menyelesaikan masalah ini, kalau tidak bisa ada konflik,” kata Albert.
Tuntutan masyakarat kampung Sanggase, di Distrik Okaba diajukan semenjak tujuh bulan lalu. Alhasil, hingga kini perusahaan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membayar. “Kami minta etikat baik dari perusahaan, jangan putar-putar lagi,” kata Amambol Balagaize, warga Sanggase. Sementara itu pihak Medco Papua menyatakan belum sanggup membayar sesuai permintaan warga. Tuntutan dirasa begitu besar dan tidak tepat. “Ini sangat berat,” kata Aradea Panigoro, pimpinan PT Medco Papua Industri Lestari di Merauke.

Aradea menuturkan, perusahaan hanya bisa menyelesaikan tanggungjawabnya sebesar Rp8 miliar yang diangsur bertahap. Pihaknya juga bersedia membangun fasilitas umum dan mendirikan tempat ibadah.

Bupati Kabupaten Merauke, Romanus Mbaraka menegaskan, pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam masalah tersebut. Pemerintah menginginkan polemik pembayaran ganti rugi bisa diselesaikan segera. “Kami hanya memediasi, tapi ini semua tergantung pada perusahaan, pemerintah juga tidak akan membuat masyarakat menunggu lama,” pungkasnya. (jer/roy/lo2)

Ditulis oleh redaksi binpa
Rabu, 10 Agustus 2011 15:30

Dialog Sarana Terbaik !

JAYAPURA – Wacana dialog untuk menyelesaikan konflik-konflik di Papua dengan melibatkan seluruh komponen yang digagas Jaringan Damai Papua (JDP), rupanya sejalan dengan pemikiran Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut,S.Pd.

Menurutnya, dialog merupakan sarana terbaik untuk mencari solusi yang tepat penyelesaian konflik antara Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia.

“Kami bertekad untuk mencari solusi atas berbagai persoalan politik, keamanan, hukum dan HAM, Ekonomi dan lingkungan hidup serta sosial budaya di Tanah Papua melalui suatu Dialog antara Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia, yang dimediasi pihak ketiga yang netral,” tandasnya. Hal itu diungkapkan Forkorus dalam salah satu pidatonyapada perayaan hari Pribumi Internasional yang dilakukan DAP di Kampung Sabron Yaru, Distrik Sentani Selatan.

Dalam pidato Ketua DAP yang diterima Bintang Papua dari Satf Khusus DAP Dominikus, selain menyebutkan tujuh poin seruan dan 4 poin pernyataan, juga menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa pribumi maupun UU Dasar 1945.

“Dalam Sidang Dewan HAM PBB pada bulan Juni 2006 di Kota Jeneva, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Deklarasi PBB tentang Bangsa Pribumi. Pemerintah Indonesia juga telah menandatanggani Dokumen yang sama di Sidang Umum PBB di New York pada tanggal 13 September 2007. Dengan demikian, telah jelas bahwa Negara dan Pemerintah Republik Indonesia bukan saja menyetujui atau mendukung Deklarasi PBB, tetapi dengan sendirinya terikat dan berkewajiban melaksanakan setiap butir dari Deklarasi PBB tentang Bangsa Pribumi.

Dikatakan, meskipun pemerintah Indonesia telah melaksanakan kewajiban dan komitmennya untuk membangun masyarakat adat Papua lewat UU Otonomi Khusus, menurut Forkorus bahwa kenyataannya hingga saat ini, kondisi sosial ekonomi dan budaya serta sipil politik masyarakat adat Papua semakin buruk dan termarjinalkan. “Ketika hak-hak masyarakat adat Papua tidak terpenuhi, maka pemerintah telah lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang hak-hak bangsa pribumi maupun UU Dasar 1945,” tandasnya.

Dalam seruannya yang terdiri 7 poin, ia meminta kepada seluruh masyarakat adat Papua untuk membangun persatuan dan kekuatan bersama sebagai satu bangunan yang kokoh.

“Jangan terus memberi diri untuk dipecah belah dengan kampanye PILKADA yang cenderung mengadu domba sesama masyarakat adat, atau isu-isu dan cara-cara yang menciptakan konflik diantara masyarakat adat Papua, atau antara masyarakat adat Papua dengan pihak lain sebagai mitra yang setara dan yang saling menguntungkan,” serunya.

Seruan berikut, yakni menyatakan bahwa tanah Papua harus dibebaskan dari tindakan kekerasan dan penindasan dan harus dibangun sebagai Tanah Damai, Tanah yang penuh Berkat.

“Karena itu Dewan Adat Papua juga menyerukan pentingnya satu para-para dialog internal antara Pimpinan adat, Pemimpin gereja dan para Pimpinan Agama, politisi Papua, para birokrat Papua, anggota parlemen maupun LSM guna bersama-sama mencari solusi dalam mengatasi persoalan masyarakat adat Papua yang dari hari ke hari justru semakin memperihatinkan,” jelasnya.

Poin berikut, forkorus menyebutkan bahwa pihaknya memandang bahwa pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan gagal melakukan perlindungan dan pengoyaman serta ketrentraman warga sipil di Tanah Papua tanpa terkecuali. “Untuk itu, kami menghimbau kepada pemerintah untuk secara proaktif dan professional menanganinya,” lanjutnya.

Selanjutnya, dinyatakan bahwa tanah adalah Ibu dan warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dirawat dengan baik untuk kebahagiaan kita dan anak cucu masyarakat adat Papua.

“Karena itu, Dewan Adat Papua menyerukan kepada seluruh tokoh adat dan anak adat Papua untuk tidak menjual tanah-tanah adat. Pembangunan investasi di Papua tidak boleh menghilangkan hak masyarakat adat atas tanahnya,” tandasnya.

Dewan Adat Papua, juga menyerukan kepada seluruh masyarakat adat Papua untuk secara aktif membantu dan atau mengambil inisiatif dalam melestarikan bahasa ibu, mengembangkan pendidikan tradisional secara landasan yang kokoh bangunan nilai dan tatanan kehidupan bangsa yang bermartabat. Selain itu, kita meningkatkan ketahanan panganan berbasis tanaman makanan lokal masyarakat adat Papua.

Masih dalam seruan Dewan Adat Papua, dinyatakan bahwa DAP mendesak Pemerintah Republik Indonesia, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dunia Usaha, Lembaga-lembaga Internasional yang berada di Tanah Papua serta seluruh masyarakat adat di Tanah Papua dan diluar Tanah Papua untuk membantu penyelesaian Konflik Kekerasan di Tanah Papua dengan jalan dialog sebagai sarana terbaik;

Sedangkan dalam seruan terakhirnya (ke tujuh), DAP mendesak aparat kepolisian tidak melupakan dan terus berupaya mengungkap dibalik penembakan terhadap Aktivis HAM alharhum Opinus Tabuni.

Di akhir pidatonya, Forkorus menegaskan tentang pandangannya DAP, bahwa sampai saat ini, eksistensi Masyarakat Adat Papua tidak diakui oleh pemerintah Indonesia.

“Eksistensi dan perjuangan masyarakat adat Papua masih sering dilihat dalam perspektif politik sehingga dengan mudah memunculkan justifikasi yang mengarah pada aktifitas separatis dan makar,” ungkapnhya.
Sementara itu, Perayaan Hari Pribumi Internasional Tahun 2011 yang jatuh pada Selasa (9/8) bisa menjadi refleksi terhadap prilaku kekerasan yang terus dialami warga pribumi atau orang asli untuk memikirkan strategi melindungi diri dari semua ancaman dari luar dan bertahan hidup pada nilai nilai kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun, dengan begitu bisa bertahan hidup di era transformasi saat ini.

“Kami menyampaikan selamat bagi mereka yang merayakannnya,” Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Matius Murib menegaskan via ponsel kepada Bintang Papua, Selasa (9/8) malam.

Menurut dia, terkait dengan tanggal 9 Agustus adalah Hari Pribumi Internasional, masyarakat Papua bisa rayakan, hanya masih trauma dengan tahun 2008 ketika perayaan itu terjadi insiden penembakan terhadap seorang warga sipil Opinus Tabuni di Wamena, yang belum juga terungkap aparat kepolisan hingga saat ini.

“Komisi untuk masyarakat pribumi di PBB tentu memantau perkembangan kasus kasus yang dialami warga termasuk orang asli Papua dan lain lain,” ujarnya. (aj/mdc/don/l03)

Selasa, 09 Agustus 2011 21:44
http://bintangpapua.com/headline/13523-dialog-sarana-terbaik-

Besok, DAP Peringati Hari Pribumi

JUBI — Dewan Adat Papua (DAP), Selasa (9/8) akan memperingati hari pribumi internasional. Rencananya peringatan hari pribumi ini akan diikuti masyarakat Papua di kota Jayapura.

“Besok DAP akan peringati hari pribumi internasional. Peringatan ini direncakan akan berlangsung di Desa Dosay, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Papua,” kata Dominikus Sorabut sari DAP Papua kepada tabloidjubi.com di Abepura, Senin (8/8).

Dominikus mengaku, peringatan akan dilakukan dalam bentuk doa syukur. “Besok semua orang Papua diharapkan hadir. Karena hari itu merupakan hak bagi semua,” tandasnya.

Peringatan hari pribumi ini juga ternyata didukung oleh elemen intelektual muda pribumi Papua, diantaranya Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua se Indonesia (AMPTPI).

“Besok ada peringatan hari Pribumi internasional. Ada doa dari bangsa Papua untuk memperingati hari ini. Doa bersama ini difasilitasi DAP,” kata Ketua AMPTPI, Markus Haluk saat dikonfirmasi via ponselnya.

Hari pribumi internasional lahir dari Deklarasi PBB 13 September 2007 tentang Perlindungan Bangsa Pribumi Internasional (United Nations Declaration on the Rights Indigenous Peoples). (J/06)

TABLOID JUBI:

http://tabloidjubi.com/daily-news/jayapura/13581-besok-dap-peringati-hari-pribumi-.html

MK Kabulkan Judical Reviuw Sama Saja Merobek Otsus

JAYAPURA [PAPOS]- Kaukus Papua di Parlemen Republik Indonesia [RI] dan Dewan Pimpinan Rakyat Papua [DPRP] secara tegas menolak pengajuan judical review [JR] pasal 12 a UU Nomor 21/2001 tentang otonomi khusus [Otsus] Papua yang diajukan Kamaruddin Watubun, SH.

Penolakan itu disampaikan Koordinator Kaukus Papua di Parlemen RI, Paskalis Kosay, MM lewat telepon selularnya kepada Papua Pos, Rabu [6/7] pagi. ‘’Kami dari kaukus Papua parlemen RI menolak pengajuan yudical reviuw yang diajukan oleh saudara Kamaraddin Watubun,’’ kata Paskalis.

Sebab mantan wakil ketua DPRP ini menilai jika Mahkamah Konstitusi [MK] mengabulkan gugatan Kamaruddin Watubun, makna kekhususan Otsus Papua akan hilang, pada akhirnya orang Papua akan mengembalikan UU Nomor 21 tahun 2001 tersebut kepada pemerintah pusat. ‘’Jadi kalau sampai MK mengabulkan judical reviuw yang diajukan, karena UU Otsus tidak ada lagi kekhususannya, maka kita kembalikan saja Otsus tersebut,’’ tegasnya.

Ketika disinggung bahwa Kamaruddin Watubun telah mendapat pengakuan sebagai anak adat. Mantan calon wakil Gubernur Papua periode 2005-2010 ini mengatakan pengakuan terhadap Kamaruddin Watubun hanya untuk mendapatkan hak sebagai orang, bukan hak sebagai orang asli Papua.

Sedangkan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, itu haknya orang asli Papua. Jika sampai hak jabatan tertinggi ini dirampas oleh orang yang bukan orang asli Papua, maka Otsus dianggap gagal. ‘’Otsus harus kita pahami secara menyeluruh. Otsus jangan diartikan secara sepenggal-sepenggal. Apa jadinya Papua ini, jika semua orang yang bukan asli Papua menjadi anak adat kemudian menjadi Gubernur dan wakil Gubernur. Kekhususan dalam Otsus tidak ada artinya, sama saja Otsus gagal,’’ katanya.

Untuk itu, ia meminta kepada semua unsure masyarakat yang tinggal di Papua agar lebih menghormati dan memberikan kesempatan kepada para putra-putri asli Papua terbaik di tanah Papua untuk bersaing secara sehat menjadi Gubernur dan wakil Gubernur dalam membangun tanah Papua menuju masyarakat yang lebih sejahtera. ‘’Mengapa sih kita ini tidak bisa melihat orang asli Papua berkarya membangun negerinya ditanah leluhurnya sendiri. Kalau bukan di tanah Papua. Mari kita hargai hak-hak asli orang Papua sebagai anak negeri membangun tanah sendiri,’’ tukasnya.

Bukan Asli Papua

Sementara ditempat terpisah ketua komisi A DPRP, Ruben Magai, S.IP saat jumpa pers meminta agar orang yang bukan asli Papua tidak melakukan judicial review tentang ke asliaan orang Papua ke Mahkamah Konstitusi [MK].

Dikatakannya, roh Undang- undang Nomor 21 tahun 2001 ada 2 hal penting tercantum didalamnya. Pertama adalah MRP, bagaimana MRP mengakomodir hak-hak asli masyarakat adat. Sedangkan yang ke-2 adalah pengakuan tentang bagaimana ke asliaan orang Papua. ‘’Dua itu saja inti dari UU Otsus,”ujar Ruben kepada wartawan di ruang rapat komisi A DPRP, Rabu [6/7] siang.

Oleh karena itu, sangat aneh jika ada oknum-oknum tertentu yang bukan orang asli Papua melakukan judicial review tentang keaslian orang Papua dalam undang-undang Otsus pasal 1 pada huruf T yang mengatakan tentang orang asli Papua.

Sedangkan pasal lain adalah kewajiban Pemerintah dalam membangun masa depan orang Papua ada 5 bidang penting, diantaranya, Pendidikan, Kesehatan, Infrasuktur, peningkatan kesejahteraan dan penegakan Hukum dan Ham.’’ ‘’Itu semua adalah kewajiban Negara untuk orang asli Papua yang pada masa lalu tidak dilakukan. Atas dasar itu UU otsus diberikan untuk mempercepat menanggulangi dari ketertinggalan masa lalu oleh Pemerintah terhadap Orang Papua,’’ tandasnya.

Tetapi kata politisi ulung partai Demokrat ini, yang paling penting dari semua itu adalah MRP dan pengakuan orang asli Papua yang dinilai mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua. Didalam kewajiban Pemerintahlah membangun orang Papua dibutuhkan perhatian khusus dari Negara dan di dalam Motto ”Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.

Untuk itu, Ruben Magai berpesan kepada Komarudin Watubun agar tidak merobek-robek UU ke asliaan orang Papua, dimana telah jelas-jelas bahwa yang bersangkutan bukan orang asli Papua. Apabila ternyata apa yang diajukan Komaruddin Watubun dikabulkan MK, berarti ia ikut merobek-robek UU tentang ke aslian orang Papua. Orang seperti itulah yang dapat mengembangkan isu-isu kegagalan Otsus di Papua yang memberikan legitimasi memprovokasi ketidak percayaan Pemerintah Pusat terhadap Provinsi Papua.

‘’Jadi saya minta bagi saudara-saudara pendatang diperlukan pemahamannya terhadap persoalan ini, berfilosofi di Papua juga harus benar-benar terarah untuk masyarakat Papua. Sejarah masa lalu orang Papua sudah berlalu. Jangan lagi ada oknum –oknum yang tidak bertanggung di atas Tanah Papua ini yang dapat memperkeruh suasana politik di Papua. Ada baiknya oknum tersebut ikut membangun Papua lebih baik dan maju menuju masyarakat yang lebih sejahtera,’’ ujarnya.

‘’Sekaligi kami tegaskan Mahkamah Konstitusi bahwa yang bukan orang asli Papua tidak bisa melakukan revisi judicial review Ke MK. Sebab dalam UU Otsus secara jelas telah memuat antara asli dan tidak asli orang Papua berbeda sekali. Otsus lahir karena adanya tuntunan Merdeka,”tukasnya.[cr -62].

Written by Cr-62/Papos
Thursday, 07 July 2011 00:00

Tuntut Rp 50 M, Warga Palang PT Sinar Mas

SENTANI – Puluhan warga Distrik Kaureh dan Yapsi di wilayah Pembangunan IV Kabupaten Jayapura memalang PT Sinar Mas sejak Senin (6/6)kemarin dibawah pimpinan ketua Lembaga Masyarakat Adat Griminawa, Daud Masari. Palang akan dibuka jika perusahaan memenuhi tuntutan warga sebesar Rp 50 miliar. Menindaklanjuti permasalahan tersebut, sebanyak lima anggota Dewan Kabupaten Jayapura yakni, wakil Ketua I DPRD, Kornelis Yanuaring, Ketua Komisi A, Zaharudin, Ketua Komisi B Dorince Mehue, serta Decky Yakore dan Hana Wasanggay, mendatangi lokasi pemalangan, Selasa (7/6). Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Jayapura ketika ditemui kemarin menjelaskan, pemalangan perusahaan kelapa sawit itu merupakan buntut dari tuntutan ganti rugi lahan seluas 12 ribu hektar yang belum dibayar PT Sinar Mas.
Perusahaan raksasa itu sendiri memakai kurang lebih 22 ribu hektar untuk membangun perkebunan sawit berskala luas.

Pemalangan tersebut juga merupakan klimaks dari tuntutan warga setelah mendapatkan bocoran tentang Tawaran Konsep Kemitraan untuk pengembangan usaha kelapa sawit Sinar Mas II Lereh, antara PT Sinar Mas group dengan komunitas masyarakat adat Distrik Kaureh dan Distrik Yapsi.

Dimana draft penawaran Pemerintah terhadap kesepakatan kerjasama tersebut antara lain memuat opsi yang dirasa salah oleh warga. Akibatnya mereka memblokir aktivitas perusahaan sampai dengan perusahaan membayar tuntutan sebesar 50 miliar rupiah.

Bukan itu saja, warga juga meminta agar Pimpinan Daerah dalam hal ini Bupati dan pimpinan Perkebunan Sinar Mas di Jakarta yakni Ny Biolin agar datang ke lokasi untuk memberikan penjelasan terhadap tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh masyarakat.

“Ya mereka juga meminta pimpinan daerah serta, pimpinan utama perusahaan sinar Mas Ibu Biolin agar datang ke lokasi,” ujar Yanuaring didampingi Ketua Komisi B dan ketua Komisi A kepada wartawan kemarin.

Menyikapi hal tersebut, sekretais Dewan Pimpinan Cabang Partai Buruh Kabupaten Jayapura, Ottow Samon kepada wartawan mengatakan bahwa Pemerintah sebenarnya telah memiliki itikad baik untuk mengakomodir tuntutan masyarakat tersebut dengan membuat draft. Hanya saja draft tersebut tidak dilaksanakan secara maksimal oleh pihak perusahaan.

Ditegaskannya, pemalangan tersebut murni merupakan tuntutan masyarakat yang tidak ada kaitannya dengan politik. Sehingga menurutnya, DPRD akan segera membentuk pansus untuk menuntaskan permasalahan tersebut, “sebab jika tidak akan menimbulkan permasalahan lain seperti konflik dan sebagainya,” ucapnya.

Apalagi akibat pemlangan, lanjutnya, ada ribuan buruh yang terlantar karena tidak bisa bekerja, dan sudah tentu hal ini akan mempengaruhi pendapatan hidup mereka yang akan dibayar oleh perusaaan.

“Saya selaku sekretaris DPC partai buruh Kabupaten Jayapura berharap agar Dewan segera membentuk pansus untuk menyelesaikan masalah ini, sebab jika tidak, ini bisa bermuara pada konflik antara warga nanti,” ujarnya.

Sementara itu informasi lain yang diperoleh media ini, bahwa draft kerjasama yang diajukan pemerintah pada 22 Juni 2010 ternyata tidak bisa diakomodir oleh pihak perusahaan karena draft tersebut tidak memiliki juknis (petunjuk teknis) dan juklak (petunjuk pelaksanaan). (jim/jer)

Stop Ambil Pasir dan Batu

WAROPEN [PAPOS] Pinggiran pantai sepanjang jalan Urei Faisei sampai jalan Waren rawan terjadi abrasi pantai. Pengikisan abrasi pantai itu setiap saat semakin melebar ke tempat

pemukiman dan bahu jalan yang akan membawa dampak lebih parah lagi, jika tidak dilakukan pembenahan.

Menyikapi terjadinya abrasi pantai, Bupati Waropen, Drs. Yesaya Buinei, MM, usai membuka peringatan Hari Lingkungan Hidup kemarin, di gedung pertemuan kepada wartawan mengatakan, faktor utama pelebaran abrasi pantai, akibat pengambilan pasir laut yang seharusnya tidak boleh terjadi. “Bibir pantai mulai jalan Urfas sampai jalan Waren, akan lebih parah terjadi abrasi apabila pasir laut seenaknya diambil. Oleh karena itu, stop mengambil pasir laut dari kawasan itu,” tegasnya.

Lebih jauh bupati mengemukakan perhatian Pemerintah Kabupaten Waropen dalam mencegah perluasan abrasi pantai, Dinas Pekerjaan Umum (PU) mengambil langkah pengamanan kawasan pantai yaitu membangun talud secara bertahap. “Untuk membangun talud pengaman abrasi dengan panjang puluhan kilometer, tentu harus dilakukan secara bertahap. Tidak semudah membalikkan telapak tangan,” katanya.

Dikatakannya, untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan talud pantai, menjadi salah satu pekerjaan rumah Pemkab Waropen lewat Dinas PU. Tetapi di balik itu semua, bupati meminta agar pengambilan pasir hendaknya dihentikan. “Jangan kita korbankan kawasan pantai, tetapi hendaknya kita saling menjaga kelestarian pantai sejak sekarang,” ajak bupati.

Penguatan pemerintah untuk melindungi kawasan pantai dan melarang penggalian pasir, kata Bupati Buiney, pihaknya sedang menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang bahan galian C seperti pasir dan batu. Dengan demikian, begitu perda tentang larangan bahan galian C sudah diatur, maka penggalian pasir dan batu di kawasan Urfas sampai Waren tidak boleh terjadi lagi.

“Kendati perdanya belum disahkan, hendaknya bahan galian di kawasan itu sebenarnya tidak boleh diambil,” ujarnya, seraya menambahkan, rakyat jangan memikirkan jalan pintas dengan mengorbankan kawasan pantai untuk mendapat pasir dan batu.

Gambaran kawasan pantai mulai jalan Urfas sampai jalan Waren, kawasan jalan terbentang

di pinggir laut dengan panjang kurang lebih 16 kilometer ini, hunian masyarakat terus meningkat. [rin]

Written by Thamrin/Papos
Friday, 10 June 2011 00:00

Ketua DAP Nyaris Diciduk Polisi

SENTANI[PAPOS] – Ketua Dewan Adat Papua(DAP) Forkorus Yamboisembut S,Pd nyaris di ciduk Polisi, karena diduga kuat melakukan pencemaran nama baik, dimana Forkorus menuding ada oknum aparat yang ingin membunuh dirinya dengan memberikan sejumlah uang kepada seorang warga kampung Waibron untuk membunuh ketua DAP itu.

Rencana penangkapan terhadap Forkorus oleh aparat kepolisian Polda Papua yang kurang lebih berjumlah 50 orang, Selasa (12/1) lalu sekitar Pukul 13.00 wit mendapat perlawanan dari Forkorus, bersama sejumlah penjaga Tanah Papua, sehingga terjadi pertengkaran mulut yang cukup panas sehingga penangkapan tersebut di batalkan.

“ Saya tidak bermasalah dengan polisi dan tidak ada urusan dengan Hukum Negara ini, kalau mau proses silahkan proses Kasus opinus Tabuni jangan proses saya,” ujar Forkorus dengan nada tinggi kepada Polisi ketika berada di kediamanya dikampung Sabron.

Sementara itu Polisi yang di pimpinan Wakapolres Jayapura dan beberapa perwira dari Polres Jayapura yang mengunakan persenjataan lengkap itu, mendapat perlawanan dari penjaga Tanah Papua, setelah mendangar keberadaan Polisi di kediaman Ketua Dewan Adat Papua itu lansung berdatangan ke TKP.

Hanya saja pada kesempatan tersebut, kedua belah pihak lebih memilih untuk tidak melanjutkan pertikaian, namun lebih memilih untuk mencairkan sutuai sambil menunggu perkembangan lanjutnya.

“Kami akan kembali melakukan koordinasi dengan pimpinan, karena kondisi Forkorus juga masih dalam keadaan kurang sehat, jadi penangkapan akan kami lakukan dengan kekuatan yang lebih besar,” ujar Wakapolres Jayapura AKP Chris Pusung SIK kepada wartawan ketika berada di TKP.

Menurut dia, kekuatan yang ada saat ini sebenarnya cukup untuk melakukan penangkapan Ketua Dewan Adat Papua itu, hanya saja pihaknya masih mempertimbangkan masalah kesehatan Forkorus sendiri, tetapi dalam jangka waktu satu dua hari kedepan akan dipersiapkan pasukan lebih baik lagi termasuk Brimo Polda Papua akan ikut memberikan dukungan sehingg semua dapat berjalan dengan lancar.

Menurut Chris, tuduhan Ketua Dewan Adat Papua terhadap kepolisian bahwa akan melakukan pembunuhan terhadap dirinya harus di pertangung jawabkan. Oleh sebab itu polisi harus mengambil langkah-langkah hukum. [nabas]

Written by Nabas/Papos
Thursday, 13 January 2011 00:57

Kritikan Ketua DAP, Dianggap Biasa

JAYAPURA—-Sorotan Ketua Dewan Adat (DAP) Forkorsus Yoboisembut yang menilai Komnas Ham penakut, ditanggapi suatu hal yang biasa oleh Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib, SH. DIkatakan, kritikan Ketua DAP tersebut, sebagai suatu kriktik membangun dan juga motivasi atau dorongan untuk lebih konsisten dan serius mengungkap fakta fakta yang berkaitan dengan kasus HAM di Papua.Demikian disampaikan ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Sabtu (5/12). Ia dimintai tanggapannya terkait pernyataan Ketua DAP Forkorsus Yoboisembut yang menyoroti bahwa selama ini Komnas HAM takut mengungkap sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terus menerus terjadi di Papua sebagaimana dilansir Bintang Papua, Kamis (2/12).

Menurutnya, pihaknya juga menyampaikan kepada semua pihak termasuk DAP bahwa Komnas HAM mempunyai kewenangan mengungkap fakta fakta atau peristiwa peristiwa yang diduga melanggar HAM. Sedangkan terkait proses hukum adalah kewenangan aparat penegak hukum sesuai fungsinya masing masing. “Komnas HAM membatasi pada pengungkapan fakta,” katanya. Dia menambahkan, pihaknya mengakui beberapa kasus pelanggaran HAM justru Komnas HAM belum mengungkapnya tapi secara umum semua fakta fakta yang terjadi Komnas HAM sudah sering mengungkapnya.

Jadi prinsip yang dianut Komnas HAM, ujarnya, sebagai lembaga mandiri, independen, netral dan tak memihak. Dalam pengungkapan fakta atau rekomendasi rekomendasi Komnas HAM kepada siapapun atau pihak manapun baik aparat maupun masyarakat yang dari fakta menunujukkan mereka bertanggungjawab pihaknya merekomendasikan.“Lalu proses berikutnya kalau dia diduga kuat terlibat dan bertanggungjawab yakni proses berikut sesuai dengan kewenangan masing masing,” ungkapnya. (mdc/don/03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny