Aktivis HAM Mendesak Pemerintah Indonesia Bebaskan Tahanan Politik

Jakarta – Kalangan aktivis hak asasi manusia mendesak pemerintah membebaskan aktivis dan sineas film asal Papua Dominikus Sorabut dari penjara. Sorabut adalah aktivis yang meraih penghargaan internasional, kemarin.

Aktivis kemanusiaan dari Human Right Watch (HRW) Andreas Harsono yakin Sorabut tidak bersalah atas kasus makar yang ditimpakan kepadanya. Dia pun mendesak pemerintah membebaskan ratusan tahanan politik di seluruh daerah.

“Kami minta Pemerintah Indonesia membebaskan Dominikus Sorabut. Karena kami percaya dia tidak bersalah. Sama halnya kami tidak percaya Putu Oka Sukantara (korban peristiwa 1965 dan peraih penghargaan -red) bersalah ketika dia dipenjara sepuluh tahun antara 1966 sampai 1976 tanpa pengadilan. Kami minta Pemerintah Indonesia berhenti mengingkari keberadaan tahanan politik di negara ini dan membebaskan semuanya. Sekarang ada lebih dari 110 tahanan politik di seluruh Indonesia. Kebanyakan orang Papua dan Ambon,”

kata Andreas.

Sebelumnya, lembaga pemantau kemanusiaan HRW memberi penghargaan internasional kepada dua orang Indonesia. Mereka adalah sastrawan sekaligus korban peristiwa 1965-1966 Putu Oka Sukantara. Selain dia, penghargaan juga diraih aktivis dan pembuat film asal Papua Dominikus Sorabut. Saat ini dia menjalani hukuman tiga tahun penjara atas kasus makar saat mendeklarasikan Republik Federal Papua Barat.

Thursday, 10 January 2013 11:13 , kbr68h

Lagi, Keluarga Pertanyakan Proses Hukum Oknum TNI Yang Tembak Mati Pendeta

TNI-AD

 Merauke – Anis Jambormase, keluarga dari pendeta wanita Frederika Metalmeti (38), kembali mempertanyakan proses hukum terhadap kedua oknum anggota TNI yang telah melakukan penembakan terhadap anak mereka, pada 21 November 2012, di Boven Digoel, Papua.

“Sampai saat ini janji dari Danrem 174/ATW Merauke, dan Pangdam XVII/Cenderawasih masih kami pegang, di awal tahun yang baru ini kami sangat berharap proses hukum dapat segera dituntaskan.”

Pernyataan tersebut disampaikan Jambormase, ketika menghubungi suarapapua.com, Senin (7/1/2013) siang tadi, dari Tanah Merah, Boven Digoel, Papua.

Menurut Jambormase, pihak TNI melalui Danrem 174/ATW Merauke telah memastikan bahwa pelaku penembakan adalah oknum anggota TNI, dan telah berjanji akan di hukum yang seberat-beratnya, bahkan juga berjanji memecat oknum anggota tersebut.

“Kami keluarga akan terus menunggu kapan proses persidangan di Mahkamah Militer TNI di Jayapura dilangsungkan,”

kata Jambormase.

Sementara itu, secara terpisah Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Jansen Simanjuntak, ketika dihubungi wartawan media ini siang tadi, mengaku semua berkas perkara tersangka sudah di serahkan ke Mahmil TNI.

“Saat ini Mahmil sedang pelajari kelengkapan berkas-berkas tersebut, jika sudah benar-benar lengkap, maka proses persidangan akan segera digelar dalam waktu dekat,”

katanya melalui sambungan telepon seluler.

Menurut Kapendam, sejak awal Panglima telah berjanji akan memproses kasus tersebuah sampai ke ranah persidangan, dan oknum anggota yang melakukan perbuatan tersebut akan dihukum seberat-beratnya.

“Kami minta keluarga dapat percaya pada janji bapak panglima, beliau tidak main-main dengan kasus ini, proses hukum akan tetap digelar,”

ungkapnya.

Sebelumnya, seperti diberitakan media ini (baca: Ironis, Dua Oknum Anggota TNI Tembak Mati Pendeta), pada tanggal 21 November 2012, dua orang oknum anggota TNI dikabarkan menembak mati pendeta wanita Frederika Metalmeti tak jauh dari markas kepolisian Tanah Merah, Boven Digoel.

Ketika keluarga menemui salah satu petugas Rumah Sakit yang melakukan otopsi terhadap jenazah korban, ditemukan luka tembak, serta luka memar di sekujur tubuh korban.

Ada tiga tembakan, dikepala korban, dada sebelah kiri, lengan sebelah kanan, kemudian ada luka memar dan sayatan alat tajam di muka korban.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjend TNI Christian Zebua, ketika bertemu dengan Komnas HAM RI, pada 30 November 2012 lalu, juga berjanji akan menghukum seberat-beratnya oknum anggota TNI tersebut, dan bahkan sampai pada proses pemecatan yang bersangkutan.

Monday, January 7, 2013, 14:07, SP

 

 

Gustaf Kawer : Tim Siap Mendampingi Simeon

gustaf

Jayapura — Keluhan Keluarga Simeon Daby, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengenai tidak adanya pengacara yang mendampinggi Simeon ditangapi  Tim Pengacara Koalisi Untuk Penegakan Demokrasi Untuk Papua, Gustaf Kawer. Kawer mengatakan pihaknya siap mendampingi persidangan Simeon Daby. Kesiapan tim Koalisi untuk demokrasi itu tidak bisa terwujud, menurut Gustaf, terkendala dana.

“Kalau dampingi mereka (setiap persidangan Aktivis KNPB), sejak awal kita sudah ada kemauan. Problemnya adalah kami tidak punya dana operasional ke Wamena,”

kata Gustaf menanggapi keluhan keluarga Simeon Daby tentang proses penahanan, pembuatan BAP dan penyerahan dari tahanan polisi ke tahahan kejaksanan tanpa didampingi pengacara, Kamis (2/1).

Sementara itu, anggota pegacara lain, Olga Hamadi mengatakan dirinya belum dihubungi soal mendampingi persidangan Simeon. Namun, menurut Olga, pihaknya siap mendampingi kalau pihak keluarga menghubunginya.

“Saya belum dihubungi soal itu oleh pihak keluarga.  Nanti, kalo dihubunggi, pasti akan saya tanggapi,”

kata Olga Hamadi, pegacara sekaligus, Koordinator Koontras Papua.

Sebelumnya, keluarga Simeon berharap pihak pengurus pusat KNPB bisa membantu dalam mencarikan pengacara yang akan mendampinggi Simeon.

“Kami berharap teman-teman Simeon yang ada di Jayapura bisa membantu mencari pengacara,”

kata keluarga Simeon.

Pihak KNPB pusat mengaku sudah berusaha menghubungi pengacara yang akan mendampinggi Simeon. Pengacara yang dihubungi  sudah bersedia ke Wamena.

“Kami jalan pada tingkatan koordinasi dengan pengacara. Pengacara kaka Gustaf Kawer dan Olga Hamadi sudah bersedia ke Wamena,”

kata Juru Bicara KNPB pusat, Roky Wim Medlama, kepada tabloidjubi.com, Kamis (3/1)

Hanya, menurut Roky Medlama, ada pihak-pihak yang membatasi.

“Pegacara sudah siap ke Wamena (tapi) ada yang mengahalangi ini menjadi persoalan,”

kata Wim, Kamis (3/1). Mengenai ini, Gustaf maupun Olga tidak memberikan komentar. (Jubi/Mawel)

Sunday, January 6th, 2013 | 19:11:30, TJ

Sejak Ditahan, Ketua KNPB Baliem Belum Didampingi Pengacara

Aksi demo KNPB (Dok. Jubi)
Aksi demo KNPB (Dok. Jubi)

Wamena — Menurut keluarga Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Balim, Simeon Daby, sejak penahanan oleh kepolisian, pembuatan Berita Acara Perkara (BAP) hingga penyerahan ke tahanan Kejaksaaan, Simeon tanpa didampingi pengacara atau penasehat hukum.

Simeon ditahan bersama Mekky Kogoya dan Ima Mabel pada tanggal 15 Desember 2012 di Holima, Distrik Hubykossy dengan tuduhan peledakan bom di Kantor DPRD Jayawijaya dan sejumlah kasus lainnya di Wamena.

“Sejak penahanan kami keluarga tidak tahu ada pengacara yang mendampinggi atau tidak,”

kata Tinus Daby, ayah Simeon ke tabloidjubi.com lewat telepon selulernya, ketika dihubungi pada Jumat (4/1).

Menurut Tinus, keluarga hanya tahu lewat informasi, bahwa Simeon akan menjadi tahanan Jaksa pada bulan Januari.

“Bulan Januari 2013 ini, Simeon akan diserahkan ke tahanan jaksa dari Polres. Semua proses yang terjadi, pihak Polres Resort Jayawijaya tak pernah melayangkan pemberitahuan resmi. Kami keluarga belum terim laporan resmi dari polisi, bahwa anak kami ditahan,”

katanya.

Tinus juga mengatakan, dirinya mengetahui persoalan pemeriksaan anaknya, Simeon hanya melalui pemberitaan media dan lisan. Sehingga pihak keluarga belum mengetahui pengacara yang mendampingi Simeon dalam seluruh proses pembuatan BAP dan persidangannya nanti.

“Kami belum tahu pengacara yang akan mendampingi,”

katanya.

Akibat belum ada pengacara, kata Tinus, keluarga berharap ada pegacara yang menawarkan diri untuk menjadi pendamping Simeon dengan teman-temannya.

“Kami mengharapkan ada pengacara yang mau mendampinggi Simeon naik sidang,”

katanya.

Selain itu, lanjut Tinus, pihaknya berharap pihak pengurus KNPB pusat bisa membantu dalam mencarikan pegacara yang akan mendampingi Simeon.

“Kami berharap teman-teman Simeon yang ada di Jayapura bisa membantu mencari pengacara,”

katanya.

Namun menurut pihak KNPB pusat, pihaknya sudah berusaha menghubungi pengacara yang akan mendampingi Simeon. Pengacara yang dihubunggi  sudah bersedia ke Wamena.

“Kami jalan pada tingkatan koordinasi dengan pengacara. Pengacara kaka Gustav Kawer dan Olga Hamadi sudah bersedia ke Wamena,”

kata Juru Bicara KNPB pusat, Roky Wim Medlama ke tabloidjubi.com, Jumat (4/1).

Hanya saja, menurut Roky, ada pihak-pihak yang membatasi.

“Pengacara sudah siap ke Wamena ada yang mengahalangi, ini yang menjadi persoalan,”

katanya.  (Jubi/Mawel)

 Friday, January 4th, 2013 | 20:05:16, TJ

Masyarakat Menunggu Proses Hukum

Pastor John Djonga
Pastor John Djonga

Wamena – Hingga kini masyarakat masih menunggu sikap konkrit dari pemerintah untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku pembakaran honai Dewan Adat Papua Wilayah Baliem La Pago.

“Apalagi janji itu disampaikan secara terbuka waktu pertemuan di halaman kantor bupati Jayawijaya (18/12/2012). Di tengah-tengah masyarakat,”

kata Pastor Jhon Jonga Pr, pekan lalu.

Menurutnya, dengan adanya proses hukum, pemerintah menunjukkan tanggungjawabnya sebagai pelaku dan menghindari praktek-praktek impunitas. Meskipun disadari proses tersebut sulit mengobati luka hati orang Baliem.

“Honai bagi orang Baliem adalah lambang kekuatan, lambang kesuburan dan eksistensi, apalagi kalau ada “ka’ane ke (baca: kaneke), pusat warisan leluhur yang merupakan tokoh mitos masyarakat Jawawijaya. Terdapat arah hidup dan hidup yang  harmonis. Dibakarnya honai adat adalah tindakan yang sangat tidak terpuji,”

jelasnya.

Ia menambahkan, peristiwa pembakaran merupakan dendam yang sulit diampuni oleh orang Wamena. Karena honai yang terbakar itu ada ‘kaneke’, pembakaran honai adat menjadi dendam yang sulit untuk diakhiri.

“Harus ada proses hukum yang didahulukan dengan pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan,”

ucapnya.

Baginya, pembakaran tersebut merupakan cara-cara penyerangan baru yang dibuat oleh pihak keamanan tanpa melihat nilai-nilai dalam budaya orang Baliem.

Proses hukum harus dilakukan terbuka supaya masyarakat tahu.
Pastor Jhon berharap setelah natal dan tahun baru, pihak kepolisian jangan lagi berkilah apalagi menunda proses hukum yang ada.

“Termasuk jangan lagi mengintimidasi masyarat, sebab setelah kejadian tersebut masyarakat menjadi takut karena masih dikejar-kejar terus,”

jelasnya. (Tim/AlDP)

January 2, 2013, www.aldp-papua.com

UU Teroris Akan Memanaskan Situasi Politik Papua

jitu

Jayapura — Adanya wacana Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyatakan tidak ragu menerapkan Undang-Undang (UU) Terorisme di Papua, karena maraknya aksi penembakan oleh orang tak dikenal (OTK) ditanggapi berbagai pihak.

Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial), Poengky Indarti menegaskan, UU Teroris tidak terpat diberlakukan di Papua, karena justru akan kian memanaskan situasi politik Papua.

“UU Teroris tidak tepat diberlakukan di Papua, karena penerapan UU tersebut justru akan menambah panas situasi politk di Papua. Penerapan UU Teroris rawan melanggar HAM, karena defini teroris yg terlalu luas. Saya khawatir akan banyak kasus penyiksaan dan salah tangkap. Yang menjadi masalah pemerintah adalah masih adanya kelompok-kelomok yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah,”

tegas Poengky Indarti ke tabloidjubi.com, Senin (24/12).

Menurut Poengky, untuk menghadapi kelompok tersebut, pemerintah seharusnya mengajak mereka berdialog secara damai. Selain itu kebijakan pemerintah di Papua juga harus bersifat bottom-up, agar rakyat Papua tidak merasa dipinggirkan dan diabaikan.

“Untuk menghadapi kekerasan bersenjata, yang harus dilakukan polisi justru menggiatkan operasi menghentikan penyelundupan senjata dan memperketat pemberian ijin kepemilikan dan pengunaan senjata api. Jika pemasok senjata adalah aparat dan pejabat, maka mereka harus dihukum beratm,”

kata Poengky Indarti.

Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Ruben Magay beberapa waktu lalu juga menolak wacara tersebut. Ia mengatakan, tidak perlu.

“Saya rasa tidak perlu. Jika di Papua dikatakan ada teroris, kita harus dilihat dari kinerja aparat. Jangan isu lain dijawab dengan isu lain. Teroris yang sudah terindikasi peledakan sekarang sejauh mana polisi bisa mengidentifikasi. Berapa ancaman yang teridentifikasi. Inikan penting.Jangan kelompok masyarakat berbicara tentang demokrasi, ditembak dan diskenariokan, lalu dinyatakan bahwa itu kelompok teroris. Itu tidak boleh. Kalau ada penemuan senjata dan amunisi, lalu darimana senjata itu? Ini bukan emas yang masyarakat dulang dari bawah tanah. Jadi UU Teroris tidak tepat diterapkan di Papua. Mari kita pilah-pilah persoalan dan meluruskan kepemilikan senjata dan amunisi serta bahan peledak yang ditemukan di Papua. Itu kan didatangkan dari luar sehingga pengamanan dan pemeriksaan di pelabuhan serta bandara harus diintensitaskan. Itu yang penting,”

kata Ruben Magay.

Sebelumnya, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Pol Komjen Pol Sutarman mengungkapkan, Polri tidak ragu untuk UU) Terorisme di Papua, karena maraknya aksi penembakan oleh OTK.

“Kita juga tidak ragu-ragu untuk menerapkan pasal terorisme kalau mereka sudah membunuh orang-orang yang tidak berdosa,”

kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Pol Komjen Pol Sutarman di Jakarta, Rabu (19/12).

Sutarman mengatakan, hal tersebut dapat diterapkan karena adanya tindakan dengan menggunakan senjata yang menakutkan masyarakat termasuk terorisme.

“Seperti kejadian di Aceh beberapa waktu yang lalu menjelang pilkada selanjutnya kita tangkap dan dapat dikenakan seperti itu di Papua yang menembaki orang tidak berdosa dan pendatang baru. Itu wilayah Indonesia tidak ada sensitif walaupun itu otonomi khusus,”

terang Sutarman. (Jubi/Arjuna)

 Monday, December 24th, 2012 | 15:45:17, TJ

Penanganan Hukum Tapol-Napol Perlu Ditinjau Kembali

Arjuna-Jubi-Suasana-Sidang-Paripurna-DPRP1Jayapura — Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) yang membidangi Pemerintahan, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menggap perlu adanya upaya peninjauan kembali penangan hukum terhadap para tahanan politik-narapidana politik (Tapol/Napol).

Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magay mengatakan, dalam laporan dan tanggapan Komisi A saat pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2013 dan Raperda Non APBD, Kamis malam (20/12), ada beberapa poin yang disampaikan komisi A termasuk penangan Hukum dan HAM.

“Untuk penanganan Hukum dan HAM, Komisi A menilai perlu adanya upayah meninjau kembali penanganan hukum terhadap Tapol/Napol. Ini untuk membangunan kepercayaan atau upayah perdamaian politik antara pemerintah dengan orang asli Papua,”

kata Ruben Magay, Jumat (21/12).

Selain itu menurutnya, Komisi A meminta agar kebijakan terhadap sapirasi demokrasi tidak dilakukan dengan pendekatan keamanan dan kekerasan termasuk menstigma kelompok tertentu. Akan tetapi hendaknya dilakukan dengan cara yang lebih dmokratis dan memperhatikan hak-hak masyarakat sipil khusunya orang asli Papua.

“Aparat keamanan khususnya pihak kepolisian agar lebih bersikap profesional dalam menjalankan fungsi penegakan hukum serta upayah-upayah yan g dilakukan mengedapankan proses hukum dan asas praduga tak bersalah,”

ujarnya.

Untuk konsep Pertahanan dan Kemanan, Komisi A dalam laporannya pada sidang pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2013 dan Raperda Non APBD juga menganggap perlu adanya konsep bersama terhadap masalah pertahanan keamanan negara antara Pemda, Panglima, Kapolda, Lantamal, DPRP dan MRP. Koordinasi secara berkala untuk menyamakan persepsi penanganan masalah pertahanan dan kemanan daerah perlu dilakukan agar tidak terjadi penafsiran dari berbagai institusi.

“Pendekatan keamanan di Papua harus memperhatikan hak-hak hidup masyarakat asli Papua. Jangan sampai terjadi tindakan-tindakan keamanan termasuk operasi penyisiran yang menyebabkan pengungsian dan masyarakat ketakutan”.

Karenanya Komisi A mendukng penuh gagasana dialog yang sejajar dan bermartabat yang sedang dilakukan Jaringan Damai Papua dan seluruh komponen masyarakat Papua, guna menyelesaikan masalah Papua secara damai tanpa kekerasan. Komisi A berhadap adanya upaya serius dari Pemerintah Provinsi Papua untuk membangun agenda-agenda bersama untuk mendorong proses dialog yang sejajar dan bermartabat,” tandas Ruben Magay. (Jubi/Arjuna)

 Friday, December 21st, 2012 | 14:55:44, TJ

Polisi Selidiki Pelaku Pembacokan Anggota TNI

AYAPURA— Polri dan TNI melakukan penyisiran guna menemukan pelaku pembacokan seorang Anggota Koramil Abepura, Serda Dwi Sutrisno di Jalan Youtefa Grand Tembus Perumnas IV, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Rabu (19/12) sekitar pukul 18.30 WIT. Sementara itu, Tim Reskrim Polres Jayapura Kota terus menyelidiki Orang Tak Dikenal (OTK) yang membacok Anggota TNI yang kini masih buron.

Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK ketika dikonfirmasi, Kamis (20/12) mengatakan, pasca kejadian pihaknya melakukan Olah TKP, meminta keterangan saksi, mengumpulkan barang bukti serta meminta Visum et revertum atas luka bacok yang diderita korban.

Detail kronologis, korban mengendarai sepeda motor Yamaha Mio DS 4681 JQ melaku dari arah Abepura dengan tujuan Perumnas III Waena. Sesampainya di Apotik Matahari Abepura korban melihat saksi Listiani (16) Pelajar SMA PGRI Waena sedang menunggu mobil angkutan di pinggir jalan, melihat hal tersebut korban menawarkan kepada saksi untuk ikut bersama-sama karena satu jalur menuju ke Perumnas III sehingga korban langsung berboncengan dengan saksi menggunakan sepeda motor. Sesampainya di TKP tiba –tiba datang tersangka dengan mengenakan topeng sambil membawa parang langsung menghadang korban, kemudian tersangka mengayunkanparang ke arah kepala sebelah kiri korban sehingga mengakibatkan luka robek. Setelah itu tersangka mengambil secara paksa tas berisikan laptop dan dompet milik korban. Selanjuntnya tersangka melarikan diri menuju arah semak-belukar. Melihat kejadian tersebut saksi langsung berteriak meminta tolong kepada warga yang melintas diTKP untuk mengevakuasi korban menuju RS Dian Harapan Waena. (mdc/don/l03)

Jumat, 21 Desember 2012 08:18, Binpa

Enhanced by Zemanta

Rencana MRPB Teliti Silsilah Orang Asli Papua Perlu Dikaji

MANOKWARI , cahayapapua.com─Rencana Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP-PB) melakukan

Papua Merdeka
Papua Merdeka (Photo credit: Roel Wijnants)

penelitian tentang sejarah marga dan silsilah orang asli Papua boleh jadi merupakan langkah yang tepat dalam perspektif pelurusan sejarah orang asli Papua.

Namun, sebaiknya MRP-PB perlu mengkaji terlebih dahulu mekanisme dan pendekatan yang akan dipergunakan dalam penelitian sejarah tersebut.

Hal ini penting agar niat baik lembaga kultural masyarakat asli Papua itu bisa mencapai hasil yang maksimal, terutama agar hasil dari penelitian itu bisa diakui oleh orang asli Papua.

Jika kedua hal tersebut tidak ditata dengan baik, upaya MRP-PB tersebut kemungkinan tidak akan mendapat hasil yang maksimal, bahkan bisa gagal total.

“Sebab, kepercayaan masyarakat adat terhadap kinerja MRPB saat ini cenderung menurun,” tulis dosen Fakultas Sastra, Universitas Negeri Papua Richard S. Waramori dalam siaran pers yang diterima Selasa, (18/12).

Pada awal 2013 nanti, sejumlah LSM di Papua Barat telah berencana melakukan kajian yang kurang lebih sama dengan apa yang akan dilakukan MRP-PB itu. Yakni terkait pemetaan batas-batas wilayah adat suku-suku di tanah Papua termasuk suku-suku di Papua Barat.

Karenanya, Richard menyarankan, MRP-PB berkoordinasi dengan sejumlah LSM tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih terutama dalam hal data.

Ini juga penting, karena menuruntya, masyarakat adat termasuk yang ada di wilayah paling terpencil sekalipun sudah mulai tidak percaya terhadap berbagai kegiatan penelitian termasuk kalangan akademisi maupun Pemerintah Daerah.

Hal ini karena masyarakat adat jarang merasakan hasil positif dari kegiatan-kegiatan penelitian itu. Dirinya berharap MRP-PB memetakan secara jelas untuk kepentingan apa dan kepada siapa kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan.

“Sebaiknya MRPB menyerahkan kepada lembaga yang berkompeten, seperti LSM atau perguruan tinggi, khususnya jurusan Antropologi,” anjurnya. |Zack Tonu Bala

Women in the Indonesian province of "Papu...
Women in the Indonesian province of “Papua Barat” (“West Irian”) Permeso estas donita de aŭtoro de la fotografio por publikigi ĝin en Vikipedio. (Photo credit: Wikipedia)

December 18th, 2012 by admin, CP

Enhanced by Zemanta

KontraS Minta Evaluasi Kebijakan Keamanan di Papua

JAYAPURA [PAPOS] – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] Papua meminta pemerintah mendorong dan mengevaluasi kebijakan keamanan di Papua. Termasuk menolak pasukan organik dan non-organik serta rasionalisasi jumlah TNI dan Polri di Tanah Papua.

KontraS mengkhawatirkan, jika penambahan pasukan di Papua, bukannya membantu, malah menambah korban-korban kekerasan lagi di Tanah Papua.

Hal ini diungkapkan Plh Sekretaris BUK, Nehemia Yaribab dalam konferensi pers, didampingi Koordinator KontraS Papua, Olga Hamadi SH, Jumat [7/12) kemarin di Sekretariat KontraS Papua, Padang Bulan, Distrik Heram.

Memperingati tragedy Abepura berdarah 12 tahun silam, yaitu 7 Desember 2000 lalu, yang tidak tersentuh hukum pelaku-pelakunya, kata Nehemia masih meninggalkan trauma bagi para korban dan keluarganya.

Ia menuturkan, kasus pelanggaran HAM di Papua mulai dari tahun 1969 sampai saat ini, begitu banyak tertumpuk tanpa ada proses hukum yang jelas. Yang ada bagi orang Papua secara umum, rasa ketidakadilan, trauma dan luka yang sangat mendalam.

Dari sekian banyaknya kasus yang terjadi di Tanah Papua, dirinya menilai, ada tiga kasus yang kini masih dalam kategori kasus pelanggaran HAM berat. Di antaranya, kasus Abepura sejak tahun 2000 silam, Kasus Wasior 2001 dan kasus Wasior 2003.

“Ketiga kasus ini, hanya 1 kasus yang dibawa ke proses pengadilan HAM permanen di Makassar pada tahun 2005 silam. Namun khusus untuk kasus Abepura yang terjadi pada tanggal 7 Desember tahun 2000 silam tidak ada penjelasan hukum yang jelas,”

ujarnya.

Padahal, jelas dia, kasus tersebut terjadi pada pukul 01.30 Wit terhadap Mapolsekta Abepura dengan pembakaran ruko Abepura karena tindakan orang tak dikenal (OTK) yang mengakibatkan 1 (satu) anggota polisi meninggal dunia bernama, almarhum Bripka Polisi Petrus Eppa dan 3 orang lainnya mengalami luka-luka.

Bahkan, di tempat yang sama dilakukan pembakaran ruko yang berjarak 100 meter dari Markas Mapolsek Abepura, kemudian terjadi juga penyerangan dan pembunuhan Satpam di Kantor Dinas Otonom Kotaraja, Abepura.

Pada hari yang sama, ia menuturkan, penyerangan ke Mapolsek Abepura, AKBP Drs. Daud Sihombing, SH setelah menelpon Kapolda Brigjen Pol Drs. Moersoertidarno Moerhadi D untuk langsung melaksanakan perintah operasi,” jelasnya. Berdasarkan perintah itu, kata Nehemia, aparat langsung melakukan pengejaran terhadap tiga asrama mahasiswa, yakni Asrama Ninmin, Yapen Waropen, dan Asrama IMI (mahasiswa Ilaga) serta tiga pemukiman penduduk sipil lainnya.

Tidak hanya itu. anggota Brimob melakukan pengrusakan, pemindahan paksa (Involuntary displace persons), ancaman, makian, pemukulan dan pengambilan hak milik (right to property) mahasiswa dan mahasiswa digiring ke dalam truk dan dibawa ke Mapolsek.

“Pemukulan, penangkapan dan penyiksaan (Persecution) berulang-ulang kali terhadap masyarakat yang tidak tahu menahu di pemukiman penduduk sipil kampung Wamena di Abe Pantai, Suku Lani asal Mamberamo di Kotaraja dan suku Yali di Skyline,” katanya.

Berdasarkan pelanggaran HAM tersebut, Nehemia menyatakan sikap kepada kepada pemerintah. Pertama, Presiden Republik Indonesia dalam hal Ini Komnas HAM segera menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat Wasior dan Wamena, karena proses hukum masih tidak jelas di Kejaksaan Agung. Komnas HAM Jakarta dan harus menjelaskan kepada para keluarga korban sampai dimana tahapan proses tindaklanjut atas pelanggara yang terjadi.

Kedua, mendesak kepada Gubernur Provinsi Papua, DPRP dan MRP untuk mendorong dan mengevaluasi secara resmi atas kebijakan keamanan di Papua dan menolak pasukan organik dan organik serta rasionalisasi jumlah TNI dan Polri di Tanah Papua yang akan mengakibatkan korban-korban baru di Tanah Papua.

“Terakhir, kami minta hentikan segala macam upaya dan bentuk kekerasan, baik itu penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembungkaman demokrasi dan lainnya,” tukas Nehemia.

Sementara itu, Koordinator KontraS, Olga Hamadi SH, mengemukakan, pelanggaran HAM di Papua tidak hanya seperti yang dipaparkan. Masih banyak kasus masih ditutup oleh aparat kepolisian, bahkan pelaku yang melakukan pelanggaran HAM di Papua menurutnya sekan-akan dipelihara.

“Terbukti, pelaku pelanggaran HAM tidak diberikan hukuman berat, melainkan diberikan hukuman yang begitu ringan-ringan. Anehnya lagi, ketika dibebaskan langsung naik pangkat setelah dipindahkan dari jabatannya,”

ujar Olga menyayangkan.

Olga menilai, ketika pelangaran HAM di tanah Papua tidak ditindaklanjuti sampai ke proses hukum, ditakutkan akan semakin banyak kasus pelanggaran HAM lainnya di tahun-tahun yang akan datang.

Untuk itu, pihaknya tidak akan pernah berhenti untuk menyampaikan hal ini kepada pemerintah, karena masyarakat menginginkan keadilan. “Jangan melakukan pelanggaran HAM lalu tidak diproses, itu yang tidak kita inginkan,” ujar Olga. [loy]

Terakhir diperbarui pada Sabtu, 08 Desember 2012 00:57

Sabtu, 08 Desember 2012 00:55m Ditulis oleh Loy/Papos

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny