Tapol Napol Harus Dapat Pelayanan Manusiawi

JAYAPURA – Kunjungan Jeremy Bally aktivis Tapol Napol yang melakukan kunjungan simpati dan solidaritas ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura juga mendapat tanggapan dari Tokoh Intelektual Papua, Franzalbert Joku.

Kepada Bintang Papua, Rabu (18/12), Franzalbert Joku mengungkapkan, para tahanan termasuk Tapol Napol adalah warga negara yang hanya untuk sementara dibatasi kebebasannya bergerak secara leluasa, karena satu dan lain hal. Untuk itu, Tapol Napol harus mendapatkan pelayanan dan perhatian manusiawi.

Menurut Franzalbert Joku, semua tahanan perlu diberikan perhatian dan perlindungan yang sama sesuai hukum negara yang berlaku, walaupun perbuatan dan hukumannya berbeda beda.

“Namun hak asasi tetap melekat pada diri Tapol Napol sampai kapanpun. Mereka-Tapol Napol memang harus diberikan perhatian dan pelayanan sama,”

ujarnya singkat.

Sementara itu, DPRP menegaskan pemerintah jangan selalu menganggap Tapol/Napol Papua seperti musuh negara, karena mereka adalah orang-orang yang betul-betul dengan sadar dan hati ikhlas membela apa yang mereka rasa hak mereka.

Sekretaris Komisi A DPRP yang membidangi masalah Hukum, HAM dan Luar Negeri Julius Miagoni, S.H., menyampaikan ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Rabu (18/12). Hal ini terkait Jeremi Bally (27), aktivis Kanada kepada Tapol/Napol Papua, yang mengunjungi Tapol/Napol yang selama ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Abepura dengan tuduhan tindakan pidana makar, antara lain : Filep Karma, Forkorus Yaboisembut, Selpius Bobii, Dominikus Serabut, Viktor Yeimo dan lain-lain.

Jeremi Bally juga menyampaikan 40 kartu pos dan pesan lain, yang dikumpulkanya dari aktivis Papua di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan New Zealand, guna memberi dukungan kepada Tapol/Napol di Papua, ketika bersepeda keliling dunia selama 6 bulan terakhir sejak Juli 2013 lalu.

“Kami memberikan apresiasi kepada aktivis Kanada yang mengunjungi Tapol/Napol Papua, karena dia juga seorang manusia yang datang menyampaikan kepedulian kepada manusia lain di Papua,”

kicau Miagoni.

Sedangkan terkait harapan aktivis internasional, agar pemerintah Indonesia memperlakukan Tapol/Napol Papua secara manusiawai, sebagaimana disampaikan Plt. Sekretariat Komnas HAM Perwakilan Papua Fritz B Ramandey, S.Sos., M.H., dikatakan Miagoni, pihaknya sependapat. Tapi, ujar Miagoni, Tapol/Napol Papua perlu diperlakukan khusus.

Pertama, Tapol/Napol Papua tak memenuhi unsur-unsur tindak pidana makar. Kedua,Tapol/Napol Papua tak melakukan pelanggaran dan kejahatan terhadap negara. Tapi mereka hanya membela apa yang mereka rasa punya hak. Ketiga, harus ada perubahan sikap setelah keluar dari tahanan.

Miagoni menjelaskan, Tapol/Napol Papua harus diperlakukan secara khusus, karena definisi makar mempunyai kriteria bahwa seorang betul-betul melakukan tindakan makar, seperti ada unsur sudah pegang alat tajam dan menyerang negara.

“Secara logika Tapol/Napol Papua tak melakukan sebuah kejahatan. Mereka itu orang-orang yang sehat jasmani sehingga tak perlu dibina, sehingga pemeritah harus mengerti out-put yang akan diperoleh setelah orang keluar dari tahanan, lanjut Miagoni.

Sesungguhnya, ujar Miagoni, Tapol/Napol Papua selama ini ditahan dengan alasan makar. Padahal mereka belum memenuhi unsur-unsur tindak pidana makar.

“Dan selama ini negara ini kan menahan orang itu kan tak jelas. Ini semacam balas dendam saja, karena seharusnya sebagai sebuah negara dia harus perhitungkan setelah dia ditahan kira-kira orang itu setelah keluar seperti apa, karena tujuan orang ditahan kan dibina setelah dia bebas dia tak lakukan hal-hal yang sama,”

beber Miagoni.

Dikatakan, selama ini negara tak memperhatikan Tapol/Napol, karena Indonesia menyangkut tahanan-menahan siapa saja atas nama negara mau tahan boleh saja. Tapi perlu juga dipertimbangkan setelah dia bebas dari tahanan harus ada perubahan.

“Jangan setelah dia keluar dari tahanan dia malah tambah jahat lagi,”

tukas Miagoni. (ven/mdc/don/l03)

Kamis, 19 Desember 2013 02:09, BinPa

Enhanced by Zemanta

“Demo Papua Merdeka Jangan Dilarang”

Kapolda Papua Irjenpol Drs. M. Tito Karnavian, MA.PhD: Dasar hukum kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Unjuk rasa yang bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, tentu telah melanggar UU.

TPN-OPM_lagiiiKETUA Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yoman mengatakan, pelarangan atas unjuk rasa berbau ‘Papua Merdeka’, sejatinya telah membekukan ruang berdemokrasi rakyat dalam menyampaikan aspirasi. Bila dibatasi, justru akan makin memperkeruh persoalan Papua.

“Akar persoalan Papua, atau perjuangan rakyat Papua bukan hal yang baru, perjuangan ini menyangkut ideologi, sehingga disini butuh pendekatan ideologi, kalau polisi melarang, itu bukan jalan yang bijaksana, justru hanya akan memperkeruh masalah dan menumbuhkembangkan benih-benih nasionalisme Papua,”

katanya kepada Suluh Papua, di Jayapura, kemarin.

Menurut dia, pelarangan berdemo telah memperdalam ideologi Papua.

“Saya harap, Polisi kembali belajar sejarah bangsa Papua, sejarah sejak Pepera 1969, pemerintah juga harus sadar bahwa orang Papua bukan bodoh, Polisi telah salah menilai kami,”

tegasnya.

Baginya, orang Papua berjuang untuk sebuah harga diri. Bukan berdemo menuntut penurunan harga Bahan Bakar Minyak atau korupsi. “Orang Papua tidak urus korupsi dan tidak urus BBM, ini suatu penghinaan yang luar biasa kalau dibilang berdemo sebaiknya untuk BBM atau korupsi, kalau korupsi, silahkan anda (polisi) mengurusnya,” ucapnya.

Yoman menegaskan, sebagai pemimpin umat dan rohaniawan, dirinya mendengar langsung suara umat dan tak bisa menyembunyikannya.

“Saya tidak bisa menyembunyikan, umat Tuhan sudah hampir 50 tahun berjuang untuk nasib sendiri, walaupun nyawa menjadi taruhan, walaupun mereka diculik dan dipenjarakan, tapi idelogi mereka tidak pernah dipenjara. Mengapa ada anak-anak yang baru lahir 1990an telah berjuang melawan Indonesia, itu artinya ada masalah, ini persoalan status politik, pelanggaran HAM berat, kegagalan pembangunan dan Otsus, itu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri,”

paparnya.

Pelarangan terhadap unjuk rasa para aktivis dan warga Papua menyuarakan kebebasan, selayaknya dihentikan. “Di luar negeri, bendera Bintang Kejora berkibar dimana mana, itu telah memperkenalkan Papua, jadi, untuk menyelesaikan masalah Papua, butuh dialog damai, dialog yang jujur, setara antara pemerintah Indonesia dengan Papua difasilitasi pihak ketiga, silahkan polisi urus BBM, korupsi dan lain-lain, intinya penjahahan di Papua harus diakhiri,” ulas Yoman.

Ia meminta pemerintah dan kepolisian membuka kesempatan bagi warga Papua menuangkan aspirasi. “Demo Papua Merdeka harus diberikan ruang, harus dihargai, bukan dilarang-larang,” pungkasnya.

Sebelumnya Kapolda Papua Irjenpol Drs. M. Tito Karnavian, MA.PhD mengungkapkan, dasar hukum kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum telah diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Sehingga jika sebuah unjuk rasa bertujuan untuk memisahkan diri dari NKRI, tentu telah melanggar UU.

“Tugas kita untuk memfasilitasi supaya penyampaian pendapat berjalan lancar, tapi harus dipahami pula bahwa ada pembatasan terkait materi demo, khususnya KNPB yang jelas-jelas bertentangan dengan UU karena mengarah pada perpecahan keutuhan dan persatuan bangsa, track record mereka juga selama menggelar aksi (kerap) meresahkan masyarakat,”

jelas Kapolda saat menggelar coffe morning dengan insan pers di Jayapura, belum lama ini.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998, lanjutnya, bahwa setiap warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan moral dan etika yang berlaku di masyarakat umum, menaati hukum dan ketentuan perundang-undangan, menjaga keamanan dan ketertiban, serta keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Pawai, demo, mimbar bebas dan lain lain tentang pemberantasan korupsi, rencana kenaikan BBM, tak ada masalah karena tak melanggar batasan. Tapi bila demo mengangkat isu kemerdekaan, jelas melanggar, seharusnya adalah menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa,”

kata Kapolda.

Pekan lalu, demonstrasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Kota Jayapura, berujung anarkis. Buchtar Tabuni, Ketua Parlemen Papua Barat dan juru bicara KNPB Wim Rocky Medlama, masuk daftar pencarian orang Polda Papua. “Kami mencari dan ingin minta keterangan dari dua orang yang sudah dimasukkan DPO itu,” kata Wakapolda Papua Brigjen Pol Paulus Waterpauw.

Berdasarkan laporan, Buchtar Tabuni dan Wim Rocky Medlama dituding paling terlibat dalam mengorganisasikan massa KNPB ketika berdemo di Expo-Waena.

Pada saat unjuk rasa berlangsung, lanjut mantan Kapolresta Jayapura itu, massa KNPB telah melukai sejumlah warga, merusak fasilitas umum serta meresahkan warga Kota.

“Saya harap kedua orang ini bisa segera datang untuk memberikan keterangan terkait demo pekan kemarin,”

katanya.

Sementara itu, pada Rabu dini hari, satu korban yang berprofesi tukang ojek meninggal di RS Dian Harapan setelah enam hari menjalani masa kritis akibat trauma senjata tajam di beberapa bagian tubuh. (JR/R4/L03)

Sabtu, 07-12-2013, SuluhPapua.com

KNPB Minta Polda Segera Cabut DPO

Sekjend KNPB Ones Suhuniap didampingi salah satu anggota KNPB Assa Asso ketika menggelar jumpa persJAYAPURA – Ditetapkannya dua pentolan aktivis Papua Merdeka, yakni Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni dan Juru Bicara (Jubir) Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wim Rocky Medlama, mendapatkan tanggapan dari dua aktivis KNPB .

Tanggapan itu datang dari Sekjend KNPB Ones Suhuniap didampingi salah satu anggota KNPB Assa Asso ketika menggelar jumpa pers, di Halte Perumnas III, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Selasa (3/12) kemarin sore.

Sekjend KNPB Ones Suhuniap meminta kepada pihak kepolisian dalam hal ini Polda Papua segera menarik Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Ketua PNWP Buchtar Tabuni dan Jubir KNPB Wim Rocky Medlama.

“Kami menilai hal ini tak wajar, dikarenakan fakta di lapangan sangatlah berbeda dan juga kami menilai pihak Polda Papua mengeluarkan DPO kepada dua rekan aktivis kami dianggap sebagai suatu skenario belaka untuk membunuh kedua teman kami tersebut,”

kata Ones demikian sapaan akrabnya.

Selain itu, Ones mengatakan seharusnya Polda Papua melihat persoalan yang terjadi di lapangan, jangan Polda Papua hanya mengeluarkan DPO saja tapi harus bertanggung jawab terhadap salah satu anggota KNPB atas nama Matius Tengket yang tewas dibunuh oleh aparat.

“Kami meminta kepada pihak Polda Papua segera menyelidiki satu per satu anggota Polresta Jayapura Kota yang saat itu sedang melaksanakan tugas di lapangan, karena aktor penyebabnya kejadian adalah Wakapolres Jayapura Kota beserta anggotanya,”

pintanya.

Ia mengklaim bahwa selama ini anggota Polresta Jayapura Kota yang selalu arogan di lapangan, sehingga hal itu membuat terjadinya korban jiwa dan harta benda.

“Maka itu kami meminta kepada Komnas HAM untuk membuat surat permohonan ke dunia internasional sebagai suatu wujud prihatin atas pelanggaran HAM yang terjadi selama ini di Papua, sehingga dunia internasional dapat turun untuk menghentikan kasus tersebut. Supaya biar jelas siapa penyebabnya dan jangan cuma mau menyudutkan kami (KNPB) saja,”

‘pintanya lagi.

Ia mengatakan, bahwa pihak Polda Papua dan Polresta Jayapura Kota beserta anggotanya untuk melihat persoalan tersebut secara mendetail dan mereka harus bersama – sama untuk bertanggung jawab kepada setiap korban dari rakyat sipil seperti yang dialami Matius Tengket.

“Kami mendesak kepada pihak Polda Papua segera menghapus (menarik) DPO terhadap dua rekan kami. Sebetulnya Buchtar Tabuni maupun Wim R. Medlama tidak bersalah dan aksi demo yang kami lakukan itu sudah sesuai dengan Undang – Undang (UU) yang berlaku di negara Indonesia ini,”

desaknya.

“Kalau aparat tidak bubarkan kami secara paksa, pasti tidak akan terjadi korban jiwa dan apabila Polda Papua tidak mencabut DPO tersebut, maka kami akan meminta kepada dunia internasional untuk menyelesaikan masalah di Papua dan juga untuk melakukan penyelidikan,”

tegasnya.

Selain itu, Ones juga meminta kepada jurnalis (wartawan) asing untuk segera ke Papua guna meliput konflik yang berkepanjangan di Papua.

“Dan, secara tidak langsung kami menilai kondisi di Papua hingga saat ini adalah darurat militer, dikarenakan aktivis KNPB maupun tokoh – tokoh politik Papua Merdeka merasa sudah tidak aman padahal kami lakukan perjuangan dengan cara damai,”

tukasnya. (Mir/don/l03)

Rabu, 04 Desember 2013 14:41, Binpa

12 Massa KNPB Jadi Tersangka

JAYAPURA — Polres Jayapura Kota menetapkan 12 massa pendemo KNPB menjadi tersangka. Ke-12 tersangka ini sebelumnya diamankan bersama dengan 29 orang lainnya pasca aksi demo KNPB di Expo Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura, Selasa (26/11).

“Tidak menutup kemungkinan dari 12 tersangka ini akan berkembang juga kalau mereka bisa menyampaikan siapa lagi pelaku-pelaku yang bersama dengan mereka,” tegas Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, S.IK., ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Kamis (28/11).

Kapolres menambahkan, pihaknya tetap akan minta pertanggung jawaban atau keterangan penanggung jawab aksi demo yakni Ketua Umum KNPB Buchtar Tabuni dan juga Korlap Rocky Medlama.

“Nanti akan kita buat surat panggilan kalau beliau diundang mau datang lebih bagus. Tapi kalau memang tidak pasti kita akan layangkan surat panggilan,” tukas Kapolres.

Dikatakan, setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif terhadap 29 orang pada Rabu (27/10), 17 orang sudah dikembalikan dan masih sisa 12 orang yang dijadikan tersangka. Mereka kini tengah menjalankan proses penyidikan.

Kapolres menuturkan, dari 12 tersangka, seorang diantaranya dijerat UU Darurat, karena terbukti membawa senjata tajam. Sedangkan 11 tersangka lainnya dijerat pasal 170 yakni secara bersama-sama melakukan pengrusakan baik barang maupun orang. Sedangkan pasal 351 melakukan penganiayaan terhadap manusia atau orang.

Sebagaimana diwartakan, aksi demo KNPB tersebut berakhir rusuh mengakibatkan 3 warga terluka, ruko dijarah, 5 mobil dirusak, 1 gerobak pedagang asongan serta merusak kaca rumah penduduk. (Mdc/don/l03)

Jum’at, 29 November 2013 02:07, Binpa

4 Anggota TPN-OPM Divonis Penjara

JAYAPURA – Empat orang yang sebelumnya ditangkap lantaran dicurigai sebagai anggota TPN-OPM, akhirnya divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1 A Jayapura, Kamis (7/11). Para terdakwa dijerat dengan pidana pasal  110 KUHP ayat 1 (jo) 106 KUHP dengan hukuman pidana yang berbeda. Untuk tiga terdakwa masing-masing, Isak Demetouw, Nikodemus Sosomar dan Soleman Teno dihukum pidana penjara selama 2 tahun 2 bulan. Sedangkan satu terdakwa lainnya, Daniel Nerotou, divonis 1 tahun penjara.

Vonis yang diberikan kepada 3 terdakwa ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Toman Ramandey, S.H., yang menuntut ketiganya diganjar empat tahun penjara. Majelis Hakim yang diketuai Dolman Sinaga, S.H., mempertimbangkan sikap para terdakwa yang selama persidangan cukup kooperatif.

Berdasar keterangan di ruang sidang, perkara ini berawal pada, 3 Maret 2013, saat Anggota Satgas Yonif 755 Yalet yang saat itu tengah berjaga di Pos Satgas, Kampung Nengke, Distrik Pantai Timur Kabupaten Sarmi, mendapat laporan dari warga yang melihat ada anggota TPN-OPM yang tengah melintas di jalan menuju Kampung Yamna. Petugas kemudian menindak lanjuti laporan warga dengan melakukan pengejaran terhadap orang yang dimaksud.

Setelah dilakukan pengejaran, kemudian didapati dua buah sepeda motor yang ditumpangi oleh para terdakwa yang selanjutnya ketika dimintai untuk menunjukkan KTP, namum tidak memiliki kartu identitas, sehingga oleh petugas dilakukan penggeledahan. Dalam penggeledahan kemudian ditemukan uang tunai Rp20 juta, catatan hasil pertemuan tentang pelaksanaan pesta mama Papua, Kartu Anggota TPN-OPM atas nama Nikodemus Sosomar yang telah jadi terdakwa.

Selain itu, petugas juga menemukan satu buah atribut bendera Bintang Kejora berukuran kecil, sangkur komando dan kemudian setelah dilakukan pemeriksaan di jok motor yang ditumpangi terdakwa, didapati pula 3 buah botol berisikan serbuk belerang. Semua temuan petugas kini telah menjadi barang bukti atas perbuatan para terdakwa. (art/don/l03)

Sumber: Sabtu, 09 November 2013 06:36, Binpa

Enhanced by Zemanta

TNI AU Datangkan Pesawat Tempur ke Papua

Pesawat Tempur Yang Didatangkan Ke Papua

SENTANI – Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara II (Pangkoopsau II) Marsekal Muda Agus Supriatna, memberikan perhatian khusus kepada Papua yang berada di perbatasan negara. Perhatian tersebut, dengan mendatangkan pesawat tempur taktis ke Papua untuk memperketat penjagaan terhadap pesawat asing yang masuk ke wilayah Papua.

“Kita bersyukur karena pemerintah telah mempercayakan kepada kami, khususnya TNI AU hinga akhirnya bisa membeli pesawat tempur taktis seperti Tucano dari Brazil, yang akan di standby-kan di wilayah Papua,”

ungkapnya kepada wartawan Kamis (18/10) kemarin.

Menurutnya, pesawat tempur yang akan diletakkan di Papua merupakan rencana strategis, mengingat Papua merupakan daerah perbatasan. Dengan adanya pesawat tempur taktis itu, Agus berharap akan bisa memantau keadaan dan situasi di Papua secara keseluruhan.

“Itu sangat strategis kalau kita standby-kan di sini nantinya. Namun karena pesawatnya belum lengkap 16 unit, maka memang belum kita gerakkan, namun suatu saat nanti akan kita standby-kan di sini,”

sambungnya.

Disinggung mengenai pesawat asing yang beberapa kali “mampir” ke wilayah Papua tanpa ijin, Agus membenarkan adanya hal itu. Dan dalam rangka itulah pihaknya akan mendatangkan pesawat tempur taktis tersebut ke Papua. Namun menurut Agus, menyikapi adanya pesawat asing yang masuk ke wilayah RI, pihak TNI AU, khususnya Pangkalan Udara yang ada di Papua, selalu menindak tegas terhadap pesawat asing yang masuk ke wilayah Papua.

“Makanya kita simpan radar di Biak dan di Merauke juga. Radar itu nantinya untuk pengawasan itu, jadi setiap ada pesawat-pesawat yang unschedule (di luar jadwal izin “red) maka kita pasti amankan. Kalau mereka tidak ada ijin, maka kita tidak akan keluarkan pesawat tersebut hingga mereka mengurus perizinannya,”

jelasnya.

Bukan hanya itu saja, Marsekal TNI Agus juga mengklaim beberapa kali telah menangkap pesawat yang datang dari Australia maupun PNG ketika berada di Merauke dan beberapa tempat yang ada di Papua. Jika ditemukan benda-benda yang tidak sesuai dengan izin, maka akan disita.

“Jadi kalau ada kamera, video, dan lain sebagainya akan kita ambil. Jangan-jangan mereka ingin mendokumentasikan sesuatu. Pokoknya harus ada izin dahulu. Kalau tidak ada ijin, kita akan rampas, dan mereka harus bertanggungjawab,”

tegasnya. (rib/fud/mas)

 Saturday, 19 October 2013 02:49,elshampapua.org

KNPB Mnukwar – Penolakan Surat Pemberitahuan Oleh KAPOLRES Manokwari pada Hari/Tanggal Rabu, 11 September 2013

Aksi demo KNPB dalam rangka memperingati Hari demokrasi internasional 16 september mendatang Komite Nasional Papua Barat wilayah mnukwar, telah memasukan surat Pemberitahuan Ke POLRES Manokwari pada Hari/tanggal, Selasa, 10 September 2013. namun kami Ketua KNPB Mnukwar dipanggil oleh KAPOLRES Mnukwar pada Hari/tanggal, Rabu, 11 Oktober 2013, Jam 10:10 WPB, dengan didampingi oleh satu orang anggota KNPB, langsung menghadap Ke KAPOLRES manokwari namun kapolres didampingi oleh Oleh DANDIM manokwari dan KASAT LANTAS dan Jajaranya, kami langsung bertemu didalam ruang Kerja KAPOLRES Manokwari, dengan tegas KAPOLERS Manokwari mengatakan bahwa surat pemberitahuan yang dikasih masuk oleh KNPB kami tolak dan tidak kami izinkan KNPB untuk melakukan longmars aksi demo damai dalam bebas berekspresi dan alasan yang klasik disampaikan oleh POLRES manokwari bahwa KNPB tidak terdaftar di KESBANGPOL, setelah itu KAPOLRES Manokwari memberikan kesempatan kepada DANDIM Manokwari, dengan tegas DANDIM Manokwari mengatakan bahwa, kami akan membatu dan membackup POLRES Manokwari dengan kasih turun Pasukan TNI untuk menghadang atau menindak tegas kepada KNPB dan Massa Rakyat Papua Barat apabila melakukan aksi demo damai dalam berekspresi.

Menanggapi dari Sikap KAPOLRES dan DANDIM Manokwari bahwa Ketua Komite Nasional Papua Barat “KNPB” Wilayah Mnukwar sesuai dengan hari demokrasi Internasional yang ditetapkan oleh oleh PBB pada tanggal 16 September 2013, bahwa kami akan tetap turun jalan dengan melakukan aksi demo damai dalam bebas berekspresi dan Bebas menyampaikan pendapat didepan umum atau publik baik lokal, nasional dan Internasional.

Dan Bagian LANTAS mengatakan bahwa aksi longmars juga akan macet lalulintas.

dan pada akhirnya kami sampaikan bahwa KNPB Mnukwar kami akan tetap turun jalan! dan Bapak POLRES dan DANDIM silakan bertindak sesuai dengan Perintah dan Kami KNPB akan tetap memperingati hari demokrasi internasional yang ditetapkan oleh PBB pada 16 September 2013.

Polres Diinstruksikan Waspadai Freedom Flotilla

Polres Diinstruksikan Waspadai Freedom Flotilla.

Jayapura,22/8 (Jubi)-–Kedutaan tenda Aborigin berupaya untuk bertemu dengan Duta Besar Indonesia, Rabu(21/8) untuk memberikan jaminan agar tidak ada tindakan agresif yang akan diambil terhadap aktivis hak asasi manusia(HAM) di Papua Barat dalam misi perdamaian bersama perahu Freedom Flotilla

Konferensi pers ini diadakan di luar Kedutaan Besar Republik Indonesia, 8 Darwin Avenue, Yarralumla ACT 2600 pukul 11 pagi, Rabu( 21/8).

Kedutaan Tenda Aborigin menyerukan sanksi terhadap pemerintah Australia dan juga penyelidikan PBB untuk memulai pencarian fakta pelanggaran HAM di Papua Barat.

Aktivis Aborigin tidak menerima pernyataan Senator Bob Carr yang telah mengabaikan hak asasi manusia dan menyerukan PBB untuk memberikan sanksi kepada Pemerintah Australia karena telah mengulangi lagi pelanggaran hak asasi manusia.

“Senator Carr dan pemerintahannya perlu diingatkan atas kewajiban Australia untuk menghormati dan membela Hak Asasi Manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat,”tulis press release dari Aborigin Tent Embassy melalui juru bicaranya Alice Haines yang dikutip tabloidjubi.com, Kamis(22/8).

Tenda Aborigin juga menambah dunia telah mengamati dengan seksama bagaimana Pemerintah Australia dalam urusan Pencari Suaka dengan PNG di Pulau Manus salah satu Provinsi terkecil di Papua New Guinea.

“Sekarang kita melihat serangan yang tidak beralasan kepada pejuang demokrasi dan HAM berjuang dengan penuh kedamaian di atas kapal kecil yang terdaftar di Pemerintah Australia,”tulis pesan Tenda Abroigin.

Dikatakan Senator Carr telah mengundang pemerintah Indonesia dan PNG untuk menangkap dan menahan para aktivis hak asasi manusia, yang akan membuat mereka tahanan politik di bawah instrumen-instrumen hukum internasional yang sama. Jika pemerintah Australia dan Indonesia yang melanjutkan sikap bermusuhan mereka terhadap ekspedisi HAM yang sah. “Kami menyerukan kepada tingkat tertinggi PBB untuk campur tangan dan memberikan jaminan keselamatan kepada para penumpang kapal Freedom Flotilla, “tegas Tenda Aborigin.

Selanjutnya pesan dari Tenda Aborigin, bahwa PBB harus memastikan investigasi terhadap pendudukan Indonesia di Papua Barat dan terdapat sebanyak 500.000 orang atau lebih telah kehilangan nyawanya. Dijelaskan juga bahwa dalam situs dunia di Pegunungan tengah Papua terdapat sebuah tambang emas terbesar, yang telah memakan korban dan konflik selama bertahun-tahun dengan pemerintah di pengasingan dan di penjara dalam tahanan-tahanan politik di Jayapura.

Australia telah melalui semua ini sebelumnya dengan pembebasan Timor Leste (Timor Timur) dan juga akhir dari rezim Apartheid di Afrika Selatan. “Kami telah mendengar pemerintah kita memanggil orang-orang teroris atau aktivis yang tidak bertanggung jawab hanya polos, dan dalam kasus ini kedua negara. Itu soal waktu sebelum ‘teroris’ Nelson Mandela menjadi salah satu tokoh dunia yang paling dicintai demi kebebasan dan Presiden bagi rakyatnya. Ini akan terjadi dengan didudukinya wilayah Papua Barat, semua itu hanya masalah waktu,’tulis pesan dari Kedutaan Tenda Aborigin di Australia.

Senator Carr bisa menjelaskan peran pemerintah Australia dalam kasus-kasus konflik yang menghilangkan nyawa masyarakat karena didorong oleh kepentingan pertambangan di Bougainville (Rio Tinto), Papua New Guinea dan sekarang di Papua Barat perusahaan tambang Rio Tinto dalam usaha patungan dengan Freeport dalam memperluas operasi penambangan di sana.

Senator Carr bisa menjelaskan bagaimana dalam 50 tahun masyarakat adat di Papua Barat telah berubah dari 96% dari populasi di Tanah Papua menjadi sekitar 50% pada tahun 2000. “Dalam tahun 2030 populasi orang Papua akan menjadi hanya 13 % saja,”tulisnya.

Apa yang akan Senator Carr memilih untuk menyebut sisa-sisa dari kaum masyarakat adat Papua Barat?

Ini adalah tetangga Australia dekat, hanya 300 km ke utara, namun kebanyakan orang Australia tahu apa-apa tentang pelanggaran HAM berat yang dibuat oleh pemerintah mereka sendiri. Bukan hanya melalui perusahaan pertambangan, tetapi juga melalui hubungan militer dan AFP untuk pasukan keamanan Indonesia .

Senator Carr tolong jelaskan bagaimana salah satu dari ini, Densus 88, sebuah kekuatan yang terkait dengan penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum bagi aktivis kemerdekaan, menerima dukungan keuangan dan operasional dari Polisi Federal Australia?

Sudah waktunya bagi PBB untuk bertindak segera dan sekarang melindungi armada Freedom Flotilla dan mendukung media yang independen, peneliti, kebenaran bagi pencari fakta, untuk pergi ke Papua Barat dan mengungkap kebenaran di balik pelanggaran Australia atas hak asasi manusia.

Freedom Flotilla sudah berada di Kepulauan Thursday, selain itu pulau ini juga dekat dengan Kepulauan Selat Tores di mana terdapat masyarakat asli Asutralia di Kepulauan Selat Tores. Wajah mereka mirip atau sama persis dengan masyarakat Suku Malind Anim di Kabupaten Merauke.

Orang-orang Kepulauan Selat Tores termasuk dalam kebudayaan Melanesia, terkenal sebagai nelayan ulung, sikapnya sangat mandiri dan bangga sekali atas budaya mereka. Mereka juga berusaha agar nama mereka tercantum dalam Departemen Urusan Aborigin dan Kepulauan Torres.

Kepulauan Selat Torres terdiri dari seratus pulau lebih tetapi hanya 21 yang dapat didiami dan memiliki 13 masyarakat dengan pimpinan suku masing-masing. Jaman dulu suku-suku ini saling berperang sampai ke Utara Pulau New Guinea.

Jumlah penduduk kepulauan yang berpusat di P Thursday hampi mencapai enam ribu orang dan selebihnya berada di daratan Australia. Dilihat dari ras mereka berasal dari Melanesia agak berbeda dengan penduduk Aborigin tetapi termasuk dalam penduduk asli Australia. Diperkirakan masyarakat Kepulauan Selat Tores tiba di sana sebelum 1600 an dari Tanah New Guinea, lalu terjadi percampuran perkawinan dengan orang-orang Aborigin.

Meskipun saat ini orang-orang Kepulauan Torres sudah menjadi minoritas dalam jumlah yang paling sedikit populasinya kekukuhan mereka sebagai suku bangsa Melanesia tidak pernah sirnah sedikitpun. Pada 1988, mereka juga mengadakan pertemuan dan menuntut kemerdekaan dari Pemerintah Australia. Walau sebenarnya ini hanya taktik saja untuk menarik perhatian Pemerintah Australis di Canberra.

Dikabarkan Freedom Flotila melakukan perjalanan kebebasan dan kampanye budaya antara masyaralat asli Aborigin melalui Selat Torres khususnya di Pulau Thursday, pulau terbesar pusat masyarakat Melanesia Selat Torres hingga masuk ke Kota Daru di wilayah Selatan PNG pada awal September.(Jubi/dominggus a mampioper)

Enhanced by Zemanta

Komite HAM Dunia Soroti Kekerasan di Papua

Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti
Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti

Poengki IndartiJayapura – Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus menyoroti kekerasan yang sedang berlangsung di Papua dan menyesalkan penggunaan kekuatan berlebihan oleh pasukan keamanan Indonesia. Ironisnya, tidak ada mekanisme yang efektif yang tersedia untuk pertanggungjawaban hukum anggota militer yang melakukan kekerasan.

Dalam siaran Pers Bersama Fransiscans Internasional, Human Rights and Peace for Papua (ICP), Imparsial, Kontras, Tapol and the West Papua Networkomite HAM Dunia melihat, pengulangan kejadian kekerasan di Papua menunjukkan tingginya angka pembunuhan yang terjadi di luar hukum terutama dalam dua tahun terakhir, dan salah satu yang menjadi sorotan adalah penggunaan kekerasan dalam membubarkan protes damai di Papua.

Hal itu terungkap dalam diskusi tentang Papua di Komite HAM PBB yang berlangsung di Jenewa beberapa hari lalu. “Diskusi tentang Papua di Komite HAM PBB menunjukkan bahwa pelanggaran HAM yang sedang berlangsung di Papua terus menjadi perhatian utama bagi masyarakat internasional,”ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti melalui pesan elektroniknya, Senin 15 Juli.

Disisi lain, Komisi HAM PBB menilai pengadilan militer Indonesia dalam banyak kasus tidak terbuka untuk umum dan kurang transparan, kurang adil, dan independen. “Kami sebagai delegasi Indonesia dalam pertemuan itu sudah menjelaskan bahwa pengadilan itu umumnya dapat diakses oleh publik,”ucapnya.

Bahkan, sambung Poengki Indarti, Indria Fernida dari Tapol di London terkejut melihat Indonesia kekurangan lembaga untuk menolak pelanggengan budaya impunitas .

“Korban kecewa dengan kegagalan pengadilan militer di Papua dan sangat membutuhkan mekanisme pengaduan yang efektif atas pelanggaran yang dilakukan oleh militer,” kata Indria Fernida.

Komite HAM menekankan bahwa pengadilan untuk anggota militer yang bertanggung jawab harus terbuka, adil, transparan dan akuntabel. Masyarakat sipil yang menghadiri peninjauan ini mengharapkan Komite HAM memberikan rekomendasi yang kuat kepada pemerintah untuk meninjau UU Pengadilan Militer.

Delegasi Pemerintah menyatakan kepada Komite HAM bahwa media lokal di Papua bebas untuk mempublikasikan berita. Sementara itu, kasus intimidasi, ancaman, dan kekerasan terhadap wartawan lokal di Papua terus berlanjut.

Salah satu contohnya serangan kekerasan terhadap jurnalis Banjir Ambarita.

Dalam penilaiannya, badan PBB ini juga menyesalkan situasi kebebasan berekspresi dan masalah tahanan politik di Papua.

Letnan Jenderal purnawirawan Bambang Darmono, kepala Unit Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat (UP4B), sebagai anggota delegasi pemerintah menanggapi bahwa “kebebasan berekspresi tidak mutlak.” Komite HAM menyesalkan problem terhadap tahanan politik di lembaga
pemasyarakatan Papua. Delegasi pemerintah menyatakan posisinya bahwa Filep Karma, Kimanus Wenda, dan tahanan lainnya sah dipenjara karena ekspresi mereka bertujuan untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Menurut delegasi, pemerintah Indonesia akan terus menghentikan ekspresi damai pandangan politik yang bertujuan memisahkan Papua dari Indonesia dengan memidanakan mereka. Delegasi melihat pembatasan kebebasan berekspresi diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Indonesia.

Budi Tjahjono dari Fransiskan International khawatir bahwa “hal ini menyiratkan upaya memperpanjang pendekatan keamanan yang merugikan di Papua.”

Komite akan mempublikasi kesimpulan observasi dan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia pada akhir July.

Sehingga, lanjut Poengki, Komisi HAM PBB mengevaluasi ulang tentang pelaksanaan kovenan Internasional tentang hak sipil dan politik. “Komisi Hak Asasi Manusia PBB meninjau pelaksanaan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, salah satu hak asasi manusia paling penting yang sudah diratifikasi Indonesia dan pemerintah berkewajiban untuk menjalankan jaminan perlindungan hak-hak itu di Indonesia,”ujar Poengki. (Jir/don/l03)

Selasa, 16 Juli 2013 07:27, Binpa

Enhanced by Zemanta

Sempat Dilarang Polisi, AMP Solo Tetap Turun Jalan

AMP komite kota Solo saat menggelar aksi. Foto: Phaul W.
AMP komite kota Solo saat menggelar aksi. Foto: Phaul W.

Solo — Belasan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi menuntut Papua merdeka di Bundaran Gladag, Solo, Jawa Tengah, Senin kemarin (1/7/2013).

Kordinator aksi, Jhon Waine seperti ditulis dalam pers release yang dikirim kepada www.majalahselangkah.com, mengatakan surat pemberitahuan kepada pihak kepolisian sempat diajukan beberapa hari sebelum aksi digelar namun kepolisian sempat larang dengan alasan bertepatan dengan hari Bhayangkara.

“Saat kami mengajukan surat pemberitahuan aksi di kepolisian, kami sempat di larang untuk melakukan aksi pada tanggal 1 juli 2013 karena bertepatan dengan hari kepolisian yakni hari peringatan Kepolisian atau hari Bhayangkara,”

kata waine.

“Kami diberikan kesempatan aksi pada tanggal 03 Juli 2013, tetapi kami menganggap keputusan itu konyol karena menurut kami jika kami melakukan aksi setelah dua hari peringatan deklarasi bangsa Papua maka kami mengkhianati sejarah bangsa kami yang abadi itu. Meskipun sempat dilarang, kami tetap melakukan aksi tersebut agar publik mengetahui bahwa kami adalah sebuah bangsa yang pernah merdeka,”

lanjutnya.

Kata dia, seusai rangkaian aksi berakhir, saya didatangi seorang polisi dan Ia mengklaim bahwa kami belum memberikan surat pemberitahuan aksi.

“Kami tidak melarang melakukan aksi, kami hargai aksi kamu, lain kali harus berikan surat pemberitahuan ke pihak kepolisisan agar kami mengamankan area sekitar aksi,”

kata seorang aparat kepolisian.

Lanjut dia,

“Biar tidak ada yang diganggu dan tidak ada yg mengganggu. Kalau ada warga solo ganggu aktivitas aksi kamu dan berakhir ricuh siapa yang akan tanggung jawab. Yang jelas kami pihak kepolisian. Makanya, lain kali harus memasukkan surat pemberitahuan,”

kata polisi itu saat menghampiri massa aksi,.

Jhon Waine merasa aksi AMP tidak mengganggu peringatan hari besar kepolisian. Juga kenyamanan warga disekitar area aksi.

“Kami melakukan aksi tidak mengganggu kenyamanan warga, dan juga tidak mengganggu acara peringatan hari kepolisisan itu. Kami hanya melakukan aksi untuk mengaspirasikan ke publik bahwa Papua adalah sebuah Negara yang telah merdeka serta memberitahukan ke publik bahwa keberadaan Indonesia di Papua layaknya sebagai pencuri,”

tulis waine dalam pers release itu.

Ia mengatakan, Indonesia datang dengan jalan membunuh dan menindas orang Papua. Ini fakta sejarah yang sudah terjadi untuk mencaplok Papua masuk ke dalam Indonesia. Hingga kini diatas pencaplokan yang juga dosa besar Soekarno dan kawan-kawan itu masih mengisahkan derita di semua insan Papua.

Bahkan praktek kejahatan militer maupu rezim itu masih saja terjadi di Papua seperti masyarakat Papua dibunuh, ditindas, dianiyaya, diperkosa, dirampok kekayaan alamnya, hak-hak hidupnya dirampas, dimarginalkan dan lain-lain hingga kini masih saja terjadi.

Berikut adalah tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Solo dalam aksi damai.

Pertama, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua barat. Kedua, segera menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik negara- negara imperialis, seperti: Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain di Papua. Serta, menarik militer (TNI/Polri) organik dan non organik dari seluruh tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua. (AE/MS)

Selasa, 02 Juli 2013 17:44,MS

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny