66 Tahun Indonesia Merdeka, Bagaimana Dengan Papua?

PADA 17 Agustus 2011 lalu, hampir sebagian besar rakyat Indonesia merayakaan kemerdekaan negara mereka. Kalau mau jujur, sebenarnya Indonesia belum bisa disebut negara merdeka. Masih banyak rakyat lain yang merasa ‘dijajah’, terutama rakyat Papua. Saya menulis ini sebagai kado ulang tahun untuk negara penjajah –Negara Indonesia.

Arti kemerdekaan yang sesungguhnya ialah semua warga negara merasa diperlakukan secara adil, benar serta hak-hak hidup mereka diperhatikan secara sungguh-sungguh. Tapi yang memprihatinkan, sampai saat ini negara sengaja tidak berlaku adil dan benar terhadap seluruh rakyat, terutama bagi rakyat Papua. Negara perlakukan mereka sebagai kelas nomor dua. Kelas yang hak-haknya tak patut dihargai.

Hampir tiga setengah abad lamanya Negara Indonesia dijajah. Ia dijajah oleh beberapa negara besar yang ada di Eropa –Inggris, Portugis, Spayol, Jepang dan Belanda yang paling lama. Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia sejak tahun 1811 pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles (TSR) sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Ketika TSR berkuasa sejak 17 September 1811, ia telah menempuh beberapa langkah yang dipertimbangkan, baik dibidang ekonomi, sosial, dan budaya (Jan Aritonang, 2004)

Penyerahan kembali wilayah Indonesia yang dikuasai Inggris dilaksanakan pada tahun 1816 dalam suatu penandatanganan perjanjian. Pemerintah Inggris diwakili oleh John Fendall, sedangkan pihak dari Belanda diwakili oleh Van Der Cappelen. Sejak tahun 1816, berakhirlah kekuasaan Inggris di Indonesia. Kembali belandai menjajah Indonesia. Mereka paling lama, tahun 1602 sampai tahun 1942. Kemudian Jepang. Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Yang namanya penjajah jelas akan tidak berlaku adil pada yang dijajah. Hal itu juga yang dirasakan oleh rakyat Indonesia pada masa penjajahaan. Mereka sering diperlakukan tidak adil, wanitanya diperkosa, bahkan banyak dari antara mereka yang dibunuh. Dibanding beberapa negara besar di Asia, Indonesia adalah salah satu negara yang dijajah paling lama. Coba bayangkan, dijajah hampir tiga setegah abad lamanya. Indonesia meraih kemerdekaan berkat pertolongan negara adidaya, yakni; Amerika Serikat. Setelah sebelas hari Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan delapana hari di Nagasaki, kemerdekaan negara Indonesia akhirnya terwujud.

Artinya, Indonesia tidak berjuang secara susah payah untuk mendapatkan kemerdekaan, tetapi kemerdekaan negara Indonesia adalah kado berharga dan tak ternilai harganya yang diberikan secara tidak langsung oleh negara Amerika Serikat.

Senjata nuklir “Little Boy” dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir “Fat Man” diatas Nagasaki. Kedua tanggal tersebut adalah satu-satunya serangan nuklir yang pernah terjadi di dunia. John Hersey dalam laporan tentang Hiroshima memparkan tentang semua peristiwa kelam itu.

Saat itu mata dunia tertuju kepada tragedi bersejarah di Jepang. Amerika Serikat diklaim sebagai negara yang jahat dan biadab. Mereka memusnahkan semua yang ada di Hirosima. Mata negara penjajah di dunia juga sedang tertuju kepada Hiroshima. Bahkan beberapa negara yang sedang menjajah justru melepaskan daerah jajahaan mereka untuk merdeka. Indonesia adalah salah satu contoh negara jajahaan Jepang yang mendapatkan kemerdekaan.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 negara Indonesia memproklamirkan kemerdekaan mereka dari Jepang. Sebelumnya Jepan telah menandatangi surat menyerah. Dunia internasional mengakui kemerdekaan itu. Seantoro rakyat Indonesia, kecuali Papua juga turut bangga dengan kemerdekaan itu. Babak perjuangan untuk meraih kemerdekaan telah dilewati, sekarang bagaimana mengisi kemerdekaan itu. Pergumulan paling berat adalah mengisi sebuah kemerdekaan yang telah diperoleh Negara Indonesia.

Soekarno sebagai sang proklamtor menjadi presiden. Hatta menjadi wakil. Mereka memimpin dengan cukup bijak. Walau beberapa isu penting tentang kedekataan Soekarno dengan agen intelejen Amerika sering nampak. Banyak peristiwa penting yang dilewati. Selama 20 Tahun Soekarno memimpin.

Tahun 1966 kekuasaan Soekarno tumbang. Surat perintah sebelas maret digunakan oleh Soeharto untuk memimpin Indonesia. Partai Komunis saat itu dituduh sebagai separatis yang akan mengganggu keamanan negara. Mayor Jenderal Soeharto menjadi otak untuk penumpasaan itu. Keberhasilaannya membawanya menjadi orang nomor satu. Selama 32 Tahun memimpin dengan Otoriter akhirnya Soeharto tumbang. Mahasiswa bersama rakyat Indonesia mengakhiri kediktatoran Soeharto. Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.

Habibi memimpin hanya dua bulan tujuh hari . Setelah itu pemilu ulang di lakukan, Abdurhaman Wahid terpilih. Gus Dur tak bertahan lama. MPR mendesak Gus Dur untuk mundur. Megawati mengantikannya. Pemilu berikutnya juga di langsungkan, SBY akhirnya terpilh, hingga yang berikut lagi tetap terpilih. Hampir enam orang yang telah memimpin negeri ini. lima di antaranya pria, dan seorang wanita. Tidak semua memperhatikan persoalan yang terjadi di Papua dengan cermat dan bijak, hanya Gus Dur seorang diri yang dianggap sedikit peka dan peduli terhad persoalan di Papua.

Penjajahan di Papua
Saat negara Indonesia diproklamirkan, Papua tidak turut didalamnya. Sabang (Ache) sampai Amboina (Ambon) saat itu menjadi wilayah negara Indonesia. Sumpah palapa, sumpah pemuda dan beberapa sumpah pemuda Indonesia yang lain tidak pernah ada keterwakilan Papua. Ini menandakan bahwa Papua bukanlah bagian dari negara Indonesia.
Pada 1 Mei 1961 oleh intelektual Papua yang tergabung dalam Nieuw Guinea Raad pernah mendeklarasikan kemerdekaan Papua. Saat itu lagu “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan, lambang burung mambruk diperlihatkan, juga bendera bintang kejora dikibarkan dan membentuk pemerintahan sendiri. Tri komando rakyat, salah satunya berbunyi bubarkan negara boneka buataan Belanda, Indonesia juga pernah mayakini bahwa Papua adalah sebuah Negara (P.J Drooglever, 2005).
Tahun 1969 atas usulan Elswot Bungker, akhirnya penentuaan pendapat rakyat diberlangsungkan. Saat itu usulannya satu orang Papua memberikan satu suaranya, bukan beberapa orang Papua mewakili seluruh rakyat Papua, tetapi pemerintah Indonesia berlaku tidak adil, mereka menunjuk 1025 orang Papua untuk memberikan suara mereka mewakili 800.000 orang Papua (Jhon Saltford, 2006).
UNTEA, badan khusus PBB yang ditugaskan untuk memantau perkembangan di Papua juga tak bisa berbuat apa-apa. Pemerintah Indonesia menekan semua gerak-gerik mereka. Ruang demokrasi ditutup rapat. Mereka tidak menghargai hak setiap orang untuk berpendapat, termasuk utusan PBB sendiri. Hasil pepera akhirnya memutuskan bahwa rakyat Papua ikut dengan negara Indonesia. Mereka yang memberikan suaranya mewakili rakyat Papua adalah orang-orang pilihan pemerintah Indonesia. Mereka diancam akan dibunuh jika memilih ikut Papua. Mereka memilih dibawah tekanan.
Setelah Papua integrasi ke dalam negara Indonesia secara sepihak banyak problem yang terjadi. Misalnya, militer mencurigai masih banyak orang Papua menghendaki kemerdekaannya sendiri. Mereka dikejar, diinterogasi bahkan banyak dari antara mereka yang dibunuh. Pelanggaran HAM oleh aparat militer sering terjadi di Papua. Semua berlangsung atas nama kepentingan negara. Orang Papua dianggap tidak penting untuk hidup. Pemerintah lebih mementingkan kekayaan alam orang Papua dari pada manusianya. PT Freeport Indonesia menjadi lahan yang paling menguntungkan bagi pemerintah Indonesia.
Pertumbuhaan penduduk Papua tak nampak. Program keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, hal itu hanyalah akal-akalan untuk menekan penduduk asli Papua. Transmigrasi terus diberlangsungkan di Papua. Orang Papua sungguh tidak berdaya. Orang Papua memang betul-betul di buat tidak berdaya. UU Otsus hanyalah bentuk penjajahaan baru. Pemerintah Indonesia menaruh kecurigaan yang besar terhadap rakyat Papua, dampaknya Otsus tidak diimplementasikan secara baik dan konsekuen. Uang Otsus hanya di nikmati oleh pejabat Papua dan pemerintah Jakarta.
Peraturan daerah khusus yang di buat oleh pemerintah daerah untuk menjaga hak-hak adat masyarakat lokal juga selalu dicurigai. Pemerintah selalu beralasan untuk tidak menyetujui Perdasi maupun Perdasus seperti itu. Rakyat Papua dianggap manusia yang tidak berguna dan tidak perlu dididik.
Rakyat kecil yang seharusnya menikmati dana Otsus tetap terpinggirkan. Betul-betul dibuat tidak berdaya. Pemekaraan malah menimbulkan penyakit baru. Banyak uang Otsus dialokasikan untuk membuka daerah pemekaran. akhirnya lebih banyak uang Otsus dinikmati oleh birokrasi pemerintah dan aparat negara. Rakyat Papua masih tetap di jajah. Dijajah oleh sistem yang tidak memihak. Sepertinya keadilaan tidak pernah ada untuk rakyat Papua. Penjajahaan itu membuat orang Papua sebagai kaum lemah yang sungguh tak berdaya.

Maka pantaslah jika rakyat Papua menuntut hak mereka untuk memisahkan diri, arti lain menuntut merdeka. Semua rakyat Papua, termasuk pejabat-pejabat birkorasi pemerintah sudah muak dengan pemerintah pusat yang tidak pernah menghargai rakyat Papua sebagai manusia beradab. Pemerintah Indonesia merdeka, berarti rakyat Papua juga harus merdeka. Semua orang, termasuk rakyat Papua juga berhak menentukan nasib sendiri. Tidak ada seseorang-pun yang bisa menghalangi hak setiap orang. Negara di dunia manapun mengakui hak-hak itu.
Pemerintah Indonesia perlu membuka diri dan merefleksikan kembali kegagalan mereka dalam membangun Papua. Menyadari bahwa tidak siap memimpin sebuah daerah yang di sebut Papua. Ini juga sudah menunjukan kedwasaan mereka sebagai negara demokrasi. Dunia sedang menanti sikap pemerintah Indonesia.

Kemarin lalu negara Indonesia senang karena telah merdeka. Tetapi bagaimana dengan rakyat Papua yang saat ini sedang dijajah, dan merasa benar-benar belum merdeka. Semoga pemerintah Indonesia sadar akan ketidakmampuaan itu. Hanya satu kebutuhan rakyat Papua saat ini; bebas dari penjajahan Indonesia. Selamat ulang tahun. Selamat bersenang-senang untuk rakyat Indonesia. Untuk rakyat Papua, terus berjuang, sampai harapan dan cita-cita kita tercapai. Kita harus mengakhiri!!!

*Penulis adalah Sekjend Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Indonesia, tinggal di Jakarta.
BintangPapua.com, Jumat, 19 Agustus 2011 17:05

Baku Tembak Hentikan Upacara Bendera, Bupati Paniai Kecewa

Pengibaran Bendera Kolonial Indonesia
Pengibaran Bendera Kolonial Indonesia

JUBI — Bupati Kabupaten Paniai, Naftali Yogi, menyayangkan adanya aksi penembakan di saat sedang berlangsung upacara bendera dalam rangka memperingati hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Lapangan Soeharto, Enarotali, Rabu (17/8).

“Kenapa bisa begitu ya? Kalau ada persoalan, mari kita bicara baik-baik. Saya sangat kecewa dengan penembakan tadi,” katanya saat pertemuan Muspida plus, siang tadi.

Suara tembakan terdengar sekitar pukul 09.30 WIT saat Bendera Sang Saka Merah Putih sedang dikerek petugas Paskibra. Belum sempat membacakan pidato, upacara bendera terpaksa dihentikan, peserta langsung bubar. Mereka berlarian ke Kantor Koramil dan Polsek Paniai Timur, tak jauh dari Lapangan Soeharto, tempat upacara bendera berlangsung.

Kapolres Paniai, AKBP Jannus P Siregar membenarkan adanya penembakan pada dini hari di sekitar kawasan Madi. Saat upacara, selain dari arah Bukit Bobaigo di tepian Danau Paniai, beberapa tembakan juga terdengar dari kawasan perbukitan Enarotali.

Kapolres menambahkan, beberapa jam sebelumnya terjadi aksi “baku tembak” di Madi, tepatnya di sekitar Pagepotapuga dan Uwibutu. “Situasi keamanan Paniai sejak beberapa hari lalu tidak kondusif, ada isu penyerangan. Tetapi kami jamin daerah ini tetap aman,” ujarnya.

Beredarnya isu perang antara TPN/OPM yang bermarkas di Eduda dengan pihak aparat keamanan di Paniai membuat warga ketakutan dan sebagian besar memilih pulang ke kampungnya. Rasa tidak aman makin bertambah dengan banyaknya kabar miring yang tidak jelas, berkembang dari mulut ke mulut maupun melalui handphone (SMS).

Menyikapi hal itu, pimpinan Gereja Katolik dan Kingmi bersama komponen masyarakat serta aktivis HAM di Paniai, Senin (15/8) mengeluarkan “Surat Gembala” sebagai bentuk keprihatinan terhadap situasi keamanan yang sangat meresahkan warga masyarakat sehubungan rencana “perang” tersebut. Dalam surat itu dihimbau agar rencana perang itu jangan sampai mengganggu umat Tuhan yang ada di wilayah Kabupaten Paniai.

Hingga berita ini dilaporkan, situasi Paniai secara umum sudah aman. Tadi sore beberapa orang terlihat di jalan raya, selain membicarakan kejadian yang menegangkan, sebagian rupanya hendak belanja. Tapi, pasar masih lumpuh, kios-kios juga sudah tutup. Beberapa kios yang membuka pintu, langsung diserbu warga untuk membeli keperluannya. (J/04)

Di Kota, Dinodai Pengibaran Bintang Kejora

Aparat kepolisian dan TNI usai berhasil menurunkan bendera Bintang Kejora di perbukitan belakang Kompleks BTN Puskopad, Kamkey, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Selasa (16/8) kemarin.
Aparat kepolisian dan TNI usai berhasil menurunkan bendera Bintang Kejora di perbukitan belakang Kompleks BTN Puskopad, Kamkey, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Selasa (16/8) kemarin.

JAYAPURA – Sementara itu, peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-66 di Kota Jayapura, Rabu (17/8) kemarin dinodai adanya pengibaran bendera yang diklaim sebagai bendera Bangsa Papua Barat yaitu Bintang Kejora, di perbukitan Tanah Hitam, tepatnya di RT 04/RW 03 Kelurahan Asano, Distrik Abepura, Kota Jayapura.

Sehari sebelumnya, tepatnya Selasa pagi (16/8), kelompok kriminal bersenjata itu juga menancapkan dua bendera Bintang Kejora di Perbukitan BTN Puskopad, Abepura. Aparat pun berhasil mengamankan bendera-bendera Bintang Kejora itu, meski harus mengeluarkan tembakan-tembakan agar kelompok sipil bersenjata itu tidak mengganggu saat aparat menurunkan bendera Bintang Kejora itu.

“Kami menduga kalau Bendera Bintang Kejora (di perbukitan Tanah Hitam,red) itu sudah dikibarkan sejak Subuh, tapi baru diketahui oleh sejumlah warga sekitar pukul 09.00 WIT. Itu pun kami langsung melaporkannya ke polisi,” ungkap salah seorang warga bernama Alan kepada Cenderawasih Pos, Rabu (17/8).

Setelah mengetahui adanya aksi pengibaran bendera itu, sekitar pukul 09.00 WIT aparat kepolisian yang dibackup Brimob langsung menuju lokasi dan sekitar pukul 11.00 WIT bendera tersebut berhasil diturunkan oleh Kasat Narkoba Polres Jayapura Kota, AKP. Agustinus, SH dengan cara memanjat pohon karena bendara itu dikibarkan tepat di atas pohon.

Dari pantauan Cenderawasih Pos di lapangan, aparat kepolisian ketika hendak menurunkan bendera tersebut mengeluarkan tembakan ke arah perbukitan tempat lokasi bendera dikibarkan.

Ketika dikonfirmasi wartawan di Mapolsek Abepura Kota, Kapolres Jayapura Kota, AKBP. H. Imam Setiawan, SIK mengakui, ada beberapa informasi yang berkaitan dengan penggagalan pelaksanaan upacara HUT Kemerdekaan RI wilayah di Kota Jayapura dan ternyata informasi tersebut tidak terbukti karena kesiagaan aparat keamanan yang bekerjasama dengan masyarakat.

“Saya memberikan apresiasi bahwa tidak terbuktinya dari kelompok tertentu yang ingin menggagalkan pelaksanaan upacara HUT Kemerdekaan RI kali ini. Saya tegaskan kalau upacara HUT Kemerdekaan RI berjalan aman, lancar, tertib dan tidak ditemukan adanya penggagalan sebagaimana informasi yang beredar,” tegasnya.

Menyoal pengibaran bendera di Tanah Hitam, menurut Kapolres bahwa hal itu tidak bermakna apa-apa, bahkan tidak mempengaruhi NKRI di Papua dan dianggap sebagai simbol-simbol kain yang tidak bermakna.

“Pengibaran bendera itu hanya memprovokasi, namun sayangnya masyarakat tidak terpengaruh tapi malah menganggap hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Untuk itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang sudah kembali mengaktifkan pamswakarsa (siskamling) sehingga tercipta rasa aman,” imbuhnya.

Disinggung soal perkembangan kasus penembakan di Kampung Nafri, Kapolres menjelaskan, untuk kasus Nafri I dan II saat ini pihaknya sedang melakukan pengejaran karena pihaknya sudah bisa mengidentifikasi siapa pelakunya sehingga hanya tahap pengejaran. Ditambahkannya, dalam waktu dekat ini sketsa wajah pimpinan pelaku penembakan Danny Kogoya beserta 19 pengikutnya termasuk salah seorang pelaku bernama Lambert Siep yang diketahui sebagai Kepala Bagian Operasi di wilayah Kota Jayapura akan diterbitkan dalam bentuk Daftar Pencarian Orang (DPO) dan akan disebar ke seluruh penjuru.

Sementara itu Selasa (16/8) pagi, kelompok sipil bersenjata itu menganiaya seorang warga di Kompleks BTN Puskopad Lama, Kamkey, Distrik Abepura, Kota Jayapura. Akibatnya korban terkena panah di bagian punggung sebelah kanan tembus ke bagian depan, namun beruntung, korban berhasil diselamatkan kemudian langsung dilarikan ke rumah sakit guna mendapatkan perawatan medis.

Setelah memanah korban, para pelaku langsung melarikan diri ke arah perbukitan di belakang komplek tersebut. Selanjutnya para pelaku begerak menuju perbukitan sambil menancapkan dua buah Bendera Bintang Kejora ukuran 180 x 140 cm dan 100 x 50 cm di tempat yang tidak berjauhan antara pepohonan.

Aparat keamanan gabungan baik itu dari TNI dan Polri dipimpin Kapolres Jayapura Kota, AKBP. H. Imam Setiawan, SIK dan Dandim 1701/JPR, Letkol ARM. Ihutma Sihombing yang mengetahui kejadian tersebut kemudian langsung melakukan pengejaran terhadap pelaku namun sayangnya para pelaku sudah lebih dulu melarikan diri sehingga aparat hanya berusaha menurunkan dua buah bendera tersebut.

Cenderawasih Pos yang saat itu ikut dalam proses pengejaran dan penurunan dua buah bendera tersebut melihat upaya yang dilakukan aparat keamanan cukup gigih, meskipun saat itu Kota Jayapura dilanda hujan. Bahkan masyarakat yang di sekitar lokasi sangat takut dikarenakan adanya isu yang dilontarkan orang tidak bertanggungjawab soal adanya suara tembakan, kemudian ironisnya lagi bahwa sejumlah sekolah mulai dari TK sampai SMA/SMK terpaksa memulangkan siswanya karena ketakutan mendengar suara tembakan.
Sekitar pukul 07.00 WIT, aparat gabungan berhasil menurunkan sebuah bendera Bintang Kejora kemudian sekitar pukul 09.00 WIT satu bendera lagi berhasil diturunkan, namun dalam proses penurunan bendera tersebut aparat gabungan terlihat mengeluarkan tembakan ke udara guna memberikan perlawanan kepada kelompok tersebut.

Kapolres Jayapura Kota mengatakan, kelompok sipil bersenjata ini sudah menunjukkan eksistensinya.

“Dokumen-dokumen yang sudah kita temukan, ternyata mereka ini adalah kelompok TPN/OPM pimpinan Danny Kogoya yang selama ini mengganggu ketertiban umum yang akibatnya banyak korban,” ungkapnya kepada wartawan usai turun dari perbukitan.

Kapolres juga mengakui bahwa kelompok TPN/OPM pimpinan Danny Kogoya ini telah mengibarkan dua buah bendera Bintang Kejora di dua perbukitan belakang Komplek BTN Puskopad Lama. Sehingga setelah berkoordinasi dengan pihak TNI maka aparat gabungan langsung melakukan pengejaran di sekitar lokasi pengibaran bendera tersebut.

Untuk memberikan ketenangan kepada masyarakat Kota Jayapura khususnya di sekitar lokasi maka pihaknya bersama aparat TNI akan menyiagakan dan menempatkan sejumlah anggota sampai dengan situasi aman. Oleh karena itu, Kapolres menghimbau kepada masyarakat supaya tetap tenang dan bekerjasama dengan aparat keamanan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan gerakan kelompok tersebut. Bukan hanya itu, Kapolres juga menghimbau kepada masyarakat supaya meningkatkan keamanan masing-masing termasuk lingkungan dan keluarga bahkan masyarakat harus menghidupkan kembali pamswakarsa (siskamling).

“Masalah keamanan adalah tanggungjawab kita bersama meskipun inti dari kamtibmas itu adalah tugas aparat keamanan namun perlu adanya kerjasama masyarakat untuk mewujudkan rasa aman dengan memberikan informasi, kemudian peka terhadap situasi dan hidupkan kembali siskamling. Saya berjanji akan berupaya semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan yang ada untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Kapolres menegaskan, pihaknya telah memberikan perintah tegas baik itu kepada anggota polisi maupun TNI untuk tidak ragu-ragu mengambil tindakan tembak di tempat apabila menemukan kelompok itu melakukan perlawanan. Hal ini dilakukan, kata Kapolres, karena masyarakat sudah banyak menjadi korban sehingga saat ini pihak pemerintah harus mengambil sikap tegas meskipun ada beberapa oknum-oknum dari masyarakat tertentu mengucilkan aparat keamanan dalam kasus ini, namun yang jelas untuk kasus ini perlu tindakan tegas.

Sementara itu Wali Kota Jayapura Drs. Benhur Tommy Mano,MM saat ditemui Cenderawasih Pos usai malam resepsi HUT RI di Gedung Serba Guna Kantor Wali Kota Jayapura tadi malam mengaku cukup prihatin dengan berbagai kasus penembakan yang terjadi belakangan ini di Kota Jayapura tercinta ini, karena banyak warga kota menjadi tidak aman dalam melakukan berbagai aktivitasnya, baik itu berkebun, berdagang, nelayan dan sebagainya.

Oleh sebab itu pihaknya mendorong aparat keamanan untuk menuntaskan masalah ini dan mencari akar masalahnya. “Sebagai umat Tuhan kita harus banyak berdoa, agar Tuhan memberikan jalan dan menghindarkan dari masalah-masalah ini, sehingga kita dapat bekerja dengan aman dan damai,” harapnya.

Pihaknya juga bekerjasama dengan aparat keamanan untuk membangun pos polisi di Nafri dan sesuai rencana Kamis (18/7) pagi ini, pihaknya akan melakukan coffee morning bersama para tokoh adat, tokoh agama, para pemimpin paguyuban dan aparat untuk mencari solusi yang baik supaya kota ini menjadi aman.

Wali Kota Jayapura ini mengajak masyarakat untuk menjaga kesatuan dan persatuan, karena dengan persatuan ini maka bisa dilakukan pembangunan. “Kami juga menghimbau agar masyarakat tidak terprovokasi dengan hal-hal yang memperkeruh suasana, karena aparat juga sudah siap untuk mengawal situasi keamanan di kota ini,” himbaunya. (nal/fud)

Kamis, 18 Agustus 2011 , 05:15:00

HUT RI Diwarnai Pengibaran Bintang Kejora

DITURUNKAN: Bendera Bintang Kejora setelah diturunkan oleh apara TNI-Polri dari Tanah Hitam Puskopad. Meskipun HUT RI diwarnai pengibaran bendera Kejora, tetapi pelaksanaan HUT RI ke 66 di kota Jayapura berjalan aman dan lancar.
DITURUNKAN: Bendera Bintang Kejora setelah diturunkan oleh apara TNI-Polri dari Tanah Hitam Puskopad. Meskipun HUT RI diwarnai pengibaran bendera Kejora, tetapi pelaksanaan HUT RI ke 66 di kota Jayapura berjalan aman dan lancar.

JAYAPURA [PAPOS] – Perayaan Hari Ulang Tahun [HUT] Kemerdekaan Republik Indonesia ke-66 yang dilaksanakn di Papua tercoreng dengan dikibarkan bendera Bintang kejora di daerah Gunung Tanah Hitam Puskopad, distrik Abepura, Rabu (17/8) sekitar pukul 09.00 WIT.

Selain pengibaran Bintang Kejora di Tanah Hitam, aksi lainnya menjelang perayaan HUT RI ke 66 di tanah Papua adalah sekelompok Tentara Pembebasan Nasional/ Orang Papua Merdeka [TPN/OPM] berkisara 30 orang menyerang Polsek Komopa, Kabupaten Paniai, Selasa [16/8] dinihari sekitar pukul 01.00 Wit.

Demikian juga distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Rabu [17/8] pagi sekitar pukul 08.30 Wit, seorang prajurit TNI-AD bernama Prada, Jamila dari satuan 753/AVTditembak oleh Gerombolan Sipil Bersenjata saat melakukan pengamanan upacara perayaan HUT RI ke 66 di kampung Wandenggobak, distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya.

Ditempat lainnya, sekitar 30 orang bersenjata yang diduga kelompok Jhon Yogi pimpinan TPM OPM wilayah Pania dan sekitarnya melakukan perampasan senjata milik anggota Polsek Kamofa Kabupaten Pania, Senin [15/8] malam sekitar pukul 01.00 wit.

Data yang diperoleh Papua Pos, bendera Bintang Kejora dikibarkan oleh TPN/OPM yang ditancapkan diatas tiang kayu. Konon setelah mengibarkan bendera bintang kejora mereka langsung melarikan diri ke hutan.

Berdasarkan keterangan saksi salah seorang warga bernama Asmin saat ia berangkat ke Kebun bersama 6 rekannya. Namun, dalam perjalanan melihat jalan dipalang dengan menggunakan kayu dan buah kelapa.

Tak hanya itu saja, warga juga melihat busur panah dengan anak panah yang ditancapkan ke tanah dan pengibaran bendera Bintang Kejora serta pembakaran sebuah gubuk di kebun.

Kemudian sekitar pukul 10.20 WIT aparat kepolisian melakukan penyisiran dan menurunkan bendera yang dikibarkan oleh TPN/OPM sekaligus menjadikannya sebagai barang bukti meskipun pelaku masih belum diketahui.

Ketika dikonfirmasi ke Kapolda Papua, Irjen Pol Drs. B.L Tobing wartawan dilapangan Mandala usai pelaksanaan Upacara Hut RI ke-66 mengatakan, pengibara bendera bintang kejora itu dihiraukan saja. “Sekarang yang terpenting adalah upacara HUT RI dapat berjalan, hikmat, aman dan sukses,” katanya seraya enggan berkomentar.

Sehari sebelumnya, tepatnya Selasa [16/8] sekitar pukul 04.20 WIT juga dikibarkan bendera bintang kejora di dua tempat yang berbeda, tepatnya di tanah Hitam Puskopad, konon lagi saat itu sempat mengeluarkan tembakan dan selanjutnya melarikan diri ke hutan..

Begitru mendapat informasi, gabungan TNI-Polri dipimpin langsung oleh Kapolres Jayapura Kota dan Dandim 1701/Jayapura Letkol ARM I Hutma Sihombing langsung menuju lokasi kejadian sekaligus melakukan penyisiran serta menurunkan bendera tersebut. Sebelum bendera diturunkan aparat sempat mengeluarkan tembakan kearah gunung untuk melakukan penyisiran dan bendera pertama berhasil diturunkan sekitar pukul 08.00 Wit

Usai menurunkan bendera, aparat TNI-Polri kembali menuju ke gunung sebelah untuk menurunkan bendera yang masih berkibar tepatnya di puncak gununga Tanah Hitam hingga pukul 10.45 WIT dan bendera berhasil diturunkan. Setelah berhasil menurunkan bendera, warga setempat melihat secara langsung bendera tersebut di jalan berukuran cukup besar.

Kapolres Jayapura Kota, AKBP H Imam Setiawan SiK didampingi Danmdim 1701/Jayapura, Letkol AMR I Hutma Sihombing membenarkan pengibaran bendera Bintang Kejora itu. “Pelakunya adalah kelompok dari Danny Kogoya yang selama sudah kita ketahui dari dokumen-dokumen yang ditemukan,” paparnya kepada wartawan.

Kapolres mengungkapkan ketika mendapat informasi pengibaran bendera itu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Dandim, setelah itu annggota menuju lokasi kejadian untuk melakukan penyisiran. Hanya saja, kata dia saat dilakukan penyisiran para pelaku keburu melarikan diri. “Mereka lari kearah Arso dan arah Alang-alang V dan saya sudah berkoordinasi dengan Pos TNI Koreem 330 dan sekarang mereka telah menuju kearah itu,” ujar Kapolres

Lanjut Kapolres, untuk memberikan rasa nyaman kepada masyarakat di sekitar Abepura pihaknya sudah melakukan siaga anggota dikompleks-komplkes sampai situasi aman dan normal kembali. Untuk itu, Kapolres mengajak seluruh masyarakat agar tetap tenang dan bekerjasama denga polri, paling tidak memberikan informasi berkaitan dengan gerakan para pelaku. “Kami juga menghimbau kepada masyarakat untuk meningkatkan keamanan masing-masing dilingkungannya,” katanya

OPM Serang Polsek Komopa

Ditempat terpisah sekelompok tentara pembebasan nasional/orang Papua merdeka [TPN/OPM] yang berkisara 30 orang menyerang polsek Komopa Kabupaten Paniai, Selasa [16/8] dinihari sekitar pukul 01.00 Wit.

Akibat penyerangan itu, 2 pucuk senjata api masing-masing dengan nomo seri B 20022 dan B 101187 serta amunis sebanyak 10 butir milik anggota Polri yang bertugas di Polsek Komopa berhasil dirampas oleh OPM.

Perampasan dilakukan oleh para pelaku secara mendadak dengan cara langsung mendobrak pintu dan menodongkan senjata kepada salahsatu anggota Polsek Komopaa bernama Briptu Hendrik dan langsung merampas 2 senjata yang ada di Polsek.

Selanjutnya, para pelaku yang diduga dibawa pimpinan Jhon Yogi itu meminta kepada korban agar memberikan senjata lagi dengan membawanya menuju rumah salah satu anggota Polsek Brigadir latif tujuan meminta senjata api dan saat itu korban Latif menyampaikan bahwa tidak ada senja.

Namun, kelompok tersebut tetap ngotot dengan memaksa keluarga korban Latif ke Mapolsek Komopa untuk mendapatkan senjata. Saat itupula, Kapolsek Komopa beserta seluruh anggotanya siap melakukan perlawanan. Nah, begitu melihat Kapolsek bersama anggotanya sudah siap, para pelaku lari kocar-kacir melarikan diri masuk hutan.

Awalnya sekitar 30 orang bersenjata yang diduga kelompok Jhon Yogi pimpinan TPM OPM wilayah Pania dan sekitarnya, melakukan perampasan senjata milik anggota Polsek Kamofa Kabupaten Pania Senin [15/8] malam kemarin, sekitar pukul 01.00 wit.

Kelompok bersenjata itu, tita-tiba mendatangi Polsek Komofa Kabupaten Pania, lalu melakukan penyanderaan terhadap seorang istrik anggota Polisi yang pada saat itu berada di Polsek tersebut, kemudian kelompok bersentata yang bersangkutan meminta senjata dari anggota Polsek.

Selanjutnya, anggota Polsek Komofa menyerahkan dua pucuk senjata berjenis SKS atau AK-47 buatan cina kepada kelompok bersenjata tersebut, guna menebus istri seorang anggota Polisi yang disandra.

Setelah kelompok bersenjata mendapat dua pucuk senjata, mereka langsung pergi tanpa melukai seorang pun anggota di Polsek Komofa. Tidak ada kontak senjata dalam peristiwa itu, kelompok bersenjata hanya mengambil senjata anggota Polisi langsung melarikan diri.

Informasi peristiwa perampasan senjata ini, dihimpun wartawan Jayapura, dari sumber terpercaya yakni, seorang anggota keamanan yang tak mau namanya dikorankan, Selasa [16/8] kemarin melalui telepon.

Dikatakan, situasi Pania saat ini aman terkendali, namun aparat Kepolisian yang dibekap anggota TNI 753 Nabire masih melakukan siaga di Pania. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kepolisian.

Ketika dikonfirmasi ke Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) Wachyono membenarkan terjadinya penyerangan Polsek tersebut. “Ya, benar laporan sudah kita terima. Akibat kejadian itu 2 pucuk senpi milik polri dirampas mereka, tetapi tidak ada korban jiwa,” ujarnya

Namun, dengan adanya kejadian itu Brimob dan TNI diberangkatkan ke Polsek menggunakan perahu Johnson.’’Saat situasi masih aman dan terkendali,’’ kata Kabid Humas

Prajurit TNI-AD Ditembak

seorang prajurit TNI-AD bernama Prada, Jamila dari satuan 753/AVT ditembak oleh Gerombolan Kelompok Sipil Bersenjata saat melakukan pengamanan upacara perayaan HUT RI ke 66 di kampung Wandenggobak, distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Rabu [17/8] pagi sekitar pukul 08.30 Wit.

Akibat penembakan yang dilakukan kelompok KSB, timah peluru mengenai paha korban pada bagian kanan atas sampai tembus belakang. Bahkan, rekan korban sempat melakukan kontak senjata dengan pelaku, namun mereka berhasil melarikan diri ke hutan, sementara korban langsung di terbangkan ke Jayapura, selanjutnya di evakuasi ke RS Marthen Indey untuk mendapat pengobatan secara intensif.

Saat di konfirmasi ke Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Erfi Triassunu lewat telepon selulernya, membenarkan adanya penembakan tersebut. “Mereka itu kelompok dari GPK yang ingin mengganggu saat pelaksaan upacara 17 Agustus,” ujarnya kepada Papua Pos, Rabu [17/8] kemarin

Meskipun terjadi penembakan, prajurit sempat melakukan penembakan terhadap kelompok tersebut. Aksi ini menurutnya tidak sampai mengganggu jalannya upacara perayaan HUR RI ke 66 di kabupten Puncak Jaya. ‘’Upacara HUT RI ke-66 berjalan dengan aman dan lancer,’’ tandasnya. [eka/loy]

Written by Eka/Loy/Papos
Thursday, 18 August 2011 00:00

HUT RI Diganggu OTK

JAYAPURA – Meski secara umum Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Provinsi Papua kali ini berjalan lancar, namun di beberapa daerah peringatan ini justru diganggu oleh kelompok orang tak dikenal (OTK).

Dari data yang berhasil dihimpun Cenderawasih Pos, seorang Prajurit TNI-AD bernama Prada Jamila dari kesatuan 753/AVT ditembak oleh sekelompok orang tak dikenal (OTK) saat melakukan pengamanan upacara HUT RI di Kampung Wandenggobak, Distrik Mulia Kabupaten Puncak Jaya, Rabu (17/8) pagi sekitar pukul 08.30 WIT.

Akibat tembakan itu, Prada Jamila mengalami luka tembak di kaki bagian paha kanan atas tembus ke bagian belakang.
Gangguan lainnya oleh OTK itu terjadi di Kabupaten Paniai. Tepatnya Rabu (17/8) sekitar pukul 09.30 WIT, OTK itu melakukan penembakan dari arah gunung ke lokasi pelaksanaan upacara HUT RI di Kota Enarotali, Kabupaten Paniai. Namun berkat penjagaan aparat, upacara pun berhasil dilaksanakan hingga tuntas.

Sementara sebelumnya, penembakan oleh kelompok OTK terjadi di Kampung Pagepota dan Uwibutu, dua kampung terdekat di Madi, ibu kota Kabupaten Paniai, Rabu (17/8) pukul 05.00 hingga pukul 07.00 WIT. Dalam kejadian ini tidak ada korban jiwa, hanya terjadi kontak senjata dengan aparat TNI dan polri yang bertugas di sana.

Tidak hanya itu, pada Selasa (16/8) kelompok OTK itu menyerang Polsek Komopa Kabupaten Paniai. Dalam penyerangan ini, dua 2 pucuk senjata api milik Polri masing-masing bernomor seri B 20022 dan B 101187 dan 10 butir amunisi berhasil dirampas oleh OTK itu. Pada kasus penembakan yang terjadi di Puncak Jaya itu, pihak TNI berupaya mengejar pelaku hingga terjadi kontak senjata. “Namun dari kontak senjata serta pengejaran itu, para pelaku tidak bisa ditangkap sebab melarikan diri ke hutan,” ujar sumber terpercaya kepada Cenderawasih Pos. Sedangkan korban penembakan kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Mulia Puncak Jaya dan akhirnya korban diterbangkan ke Jayapura untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut di RS Marthen Indey.

Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Erfi Triassunu saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya membenarkan adanya penembakan tersebut. “Para pelaku penembakan tersebut merupakan sekelompok gerakan pengacau keamanan (GPK) yang berniat mengacaukan pelaksanaan upacara detik-detik proklamasi kemerdekaan,” katanya.

Dalam penembakan yang dilakukan GPK, Pangdam mengatakan bahwa aparat sempat melakukan pencegahan terhadap GPK itu. “Pecegahan yang dilakukan prajurit dengan cara melakukan perlawanan serta pengejaran terhadap mereka, demi terlaksananya upacara pengibaran bendera Merah Putih,” ungkapnya.

Kemudian terkait penembakan di Paniai, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Wachyono saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos membenarkan adanya penembakan tersebut.

“Ya laporannya sudah saya terima, kini kami pihak kepolisian telah melakukan pengamanan di daerah wilayah hukum Polres Paniai itu,” jelasnya Pihaknya menjelaskan, aparat kepolisian berhasil melakukan penjagaan dan pengamanan dalam upacara bendera tersebut hingga sampai pada puncaknya. “Kami pihak kepolisian harus memberikan rasa keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat supaya bendera merah putih harus tetap dinaikan dalam upacara pengibaran bendera tersebut,” terangnya.

Sedangkan pada Selasa (16/8) sekitar pukul 01.00 wit, sumber terpercaya Cenderawasih Pos menjelaskan bahwa sekelompok Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) yang berjumlah sekitar 30 orang dipimpin oleh Jhon Yogi melakukan penyerangan ke Polsek Komopa Kabupaten Paniai.

Dalam penyerangan tersebut, 2 pucuk senjata api masing-masing bernomor seri B 20022 dan B 101187 serta 10 butir amunisi milik Polri yang bertugas di Polsek Komopa berhasil dirampas. ‘Perampasan tersebut dilakukan dengan cara pelaku mendobrak dan menodongkan senjata kepada salah satu anggota Polsek Komopa bernama Briptu Hendrik,” terangnya.

Dijelaskan sumber tersebut, sebelum merampas dua pucuk senjata api itu, kelompok tersebut terlebih dahulu menyandera seorang istri anggota Polsek Kamofa yang pada saat itu berada di Polsek. Selanjutnya kelompok tersebut meminta supaya senjata diserahkan sehingga setelah diserahkan maka istri anggota polisi itu langsung dibebaskan.

“Informasi yang beredar bahwa terjadi penembakan ketika merampas dua pucuk senjata api itu adalah tidak benar. Kelompok itu tidak mengeluarkan tembakan tapi hanya menyandera kemudian membebaskannya setelah mendapatkan senjata dan langsung melarikan diri,” kata sumber itu.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Wacyono ketika dikonfirmasi terkait kejadian tersebut mengaku belum mendapatkan laporan tersebut dan pihaknya masih melakukan kordinasi dengan Kapolres Paniai tentang kejadian tersebut.

Sementara penembakan oleh kelompok orang tak dikenal (OTK) terjadi di kampung Pagepota dan Uwibutu, Kabupaten Paniai, Rabu (17/8) pukul 05.00-07.00 WIT. Dalam kejadian ini tidak ada korban jiwa, hanya terjadi kontak senjata dengan aparat TNI dan Polri yang bertugas di sana.

Selain penembakan di dua kampung tersebut, penembakan juga kembali terjadi sekitar pukul 09.30 WIT di Kota Enarotali saat upacara 17 Agustus digelar.

Pangdam XVII/Cenderawasih Brigjen Erfi Triassunu saat dimintai keterangan di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua Dok II Jayapura, tadi malam membenarkan soal peristiwa tersebut.

Menurutnya setelah terdengar rentetan penembakan itu, aparat keamanan baik TNI dan Polri yang bertugas di dekat lokasi penembakan langsung melakukan pengejaran terhadap para pelaku, dan sempat terjadi kontak senjata dengan aparat keamanan, namun para pelaku lebih dulu menghilang ke dalam hutan, hanya menyisahkan satu buah pistol.

“Mereka ini kelompok yang berusaha mengacaukan peringatan HUT Proklamasi di Enarotali, hanya saja kami belum memastikan mereka ini berasal dari mana,” ungkapnya.

Pangdam menegaskan, meskipun ada pihak yang berusaha mengganggu jalannya peringatan HUT di Papua, namun secara keseluruhan peringatan HUT RI berjalan dengan aman dan lancar.

“Saya menghimbau kepada masyarakat Papua agar tidak terprovokasi. Marilah kita bersama-sama menjaga keamanan, dengan kondisi yang aman, maka pembangunan dan pekerjaanya kita semua bisa aman dan lancar,” tambahnya.

Sementara di Kabupaten Keerom beredar isu bahwa telah terjadi penembakan terhadap seorang anggota kepolisan dari Polres Keerom di di Arso 7, Kabupaten Keerom, Rabu (17/8) sore kemarin.

Namun informasi penembakan ini dibantah oleh Kapolres Keerom, AKBP Drs. Bedjo PS. “Ah itu cuman isu yang dibuat-buat oleh orang-orang tertentu dan tidak bertanggung jawab untuk sengaja memperkeruh situasi keamana dan keteribaan masyarakat di wilayah hukum Polres Keerom,” ungkapnya singkat saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, tadi malam.

AKBP Bedjo menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar. “Secara keseluruhan Kamtibmas menjelang hingga usai upacara HUT RI dalam kondisi yang kondusif. Saya dan anggota telah mengecek langsung informasi tesebut ke lokasi kejadian, namun tidak terjadi penembakan terhadap anggota saya itu,” pungkas Kapolres. ((ro/nal/cak/ben/fud)

Kamis, 18 Agustus 2011 , 05:16:00
http://cenderawasihpos.com/index.php?mib=berita.detail&id=2957

Pangdam Cenderawasih: Bintang Kejora Dua Kali Berkibar

TEMPO Interaktif, Jayapura – Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal Erfi Triassunu mengatakan aksi pengibaran bintang kejora tak mengganggu pelaksanaan upacara Hari Ulang Tahun ke-66 RI. Ada dua bendera lambang kelompok sparatis Papua tersebut yang dikibarkan di Tanah Hitam, Abepura, Jayapura.

Kejadiannya Selasa dan Rabu pagi ini. “Yang tadi pagi kalau tidak salah sekitar pukul enam. Brimob sudah menuju lokasi dan menurunkan bendera itu,” kata Erfi usai upacara memperingati Hari Kemerdekaan, Rabu 17 Agustus 2011.

Apa orang Indonesia pernah Minta Permisi untuk Mengibarkan Merah-Putih mereka di Tanah Papua?
Apa orang Indonesia pernah Minta Permisi untuk Mengibarkan Merah-Putih mereka di Tanah Papua?

Kelompok itu, kata dia, tak lain adalah Organisasi Papua Merdeka. Menurut Erfi, gejolak di Papua tidak mudah diselesaikan secara cepat. Dalam sepekan terakhir sekurangnya empat kasus penembakan dan penyerangan terjadi di kawasan Abepura. Insiden itu, kata dia, hanya ingin menunjukkan bahwa mereka masih eksis di Papua.

Upaya mencegah eksistensi OPM telah dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri. Mereka antara lain menyisir hutan Jayapura pada pekan lalu. Aparat menemukan dokumen rencana penyerangan pada 17 Agustus oleh OPM. Mereka juga mendapati bendera bintang kejora yang bertuliskan dokkumer viaggen central, PO Box 14. 9100 AA Dokkum Holland.

Polisi menduga otak di balik aksi ini adalah Danny Kogoya. “Dia pimpinannya. Dia jadi target utama saat ini,” kata Kepala Polres Kota Jayapura Ajun Komisaris Besar Imam Setiawan. Kasus penyerangan terakhir menimpa seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam, Indrawahyudi. Dia diserang kelompok tak dikenal pada Selasa dini hari.

Korban terkena panah di bagian punggung tembus dada ketika hendak salat subuh di Masjid Nurul Iman BTN Puskopad, Tanah Hitam, Abepura. “Gangguan keamanan ini memang harus ditumpas. Kalau terjadi terus-menerus bisa berbahaya. Jangan sampai warga terprovokasi dengan kasus-kasus ini,” ujar Erfi.

JERRY OMONA

RABU, 17 AGUSTUS 2011 | 11:35 WIB

Aparat Kontak Tembak Dengan OPM di Abepura

Metrotvnews.com, Abepura: Menjelang peringatan HUT RI ke-66, Organisasi Papua Merdeka kembali mencoba mengacaukan keamanan. Kontak tembak sempat terjadi menyusul aksi pengibaran bendera Bintang Kejora di Abepura, Jayapura.

Konntak tembak terjadi saat kelompok OPM pimpinan Dani Kogoya di Abepura, Jayapura mencoba mengacaukan situasi keamanan di daerah Abepura menjelang peringatan kemerdekaan 17 Agustus 2011 besok.

Kelompok OPM sempat merusak sebuah mobil dan menyerang warga, di daerah Kamkei Atas, Abepura, Jayapura.

Seorang korban terkena panah di perut dan kini dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Kotaraja, Jayapura.

Tidak puas dengan aksi tersebut, kelompok OPM mengeluarkan tembakan untuk menakuti warga di pemukiman BTN Kamkei Atas, dan mengibarkan dua buah bendera Bintang Kejora di pegunungan Tanah Hitam.

Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan bersama Dandim kota Jayapura Letkol ARM Ihutma Sihombing beserta pasukan segera melakukan pengejaran di pegunungan Tanah Hitam.

Bendera Bintang Kejora pun akhirnya dapat diturunkan setelah terjadi baku tembak di tengah cuaca hujan dan medan yang berat. Kelompok OPM melarikan diri ke daerah Arso.

Pasca insiden ini, aparat gabungan TNI Polri meningkatkan penjagaan di daerah Nafri, Kamkei, Tanah Hitam, Abepura, Jayapura.(RIE)

Metro Malam / Polkam / Rabu, 17 Agustus 2011 00:14 WIB

Lagi, 2 Mobil Diberondong Peluru

JAYAPURA-Kasus penembakan kembali terjadi di Kota Jayapura. Jika sebelumnya menimpa mobil Mitsubishi Kuda pada Jumat (13/8) atau 3 hari lalu, di Abepantai, maka kali ini hampir di tempat yang sama, tepatnya di tikungan bawah gereja Khatolik Santo Petrus Abepantai, 2 mobil angkutan umum jurusan Abepantai-Abepura, diberondong peluru oleh orang tak dikenal, Senin (15/8) sekitar pukul 19.10 WIT tadi malam.

Dalam kejadian tidak ada korban jiwa, namun dua mobil yang ditembaki itu masing-masing mobil angkot TS 120 DS 7540 AD warna biru yang dikemudikan oleh Nurdin (23) warga Tanah Hitam dan mobil Suzuki Carry DS 7416 JK warna putih yang dikemudikan Syafrudin (35) warga Tanah Hitam Abepura ini mengalami kerusakan akibat terkena tembakan.

Awalnya, mobil mobil angkot TS 120 DS 7540 AD itu melaju dari arah Abepantai sendirian hendak menuju ke Abepura. Dalam perjalanan, tepatnya di tikungan di bawah Gereja Katolik Santo Petrus Abepantai, tiba-tiba ditembaki oleh orang tidak dikenal, sehingga langsung memacu mobilnya dengan kencang menuju ke Abepura. Akibat, penembakan itu, dashboard tepat berada di depan sopir tersebut terkena tembakan hingga mengakibatkan pecah dan terdapat 2 lobang diduga bekas tembakan.

Tidak berapa lama, mobil Suzuki Carry DS 7416 JK warna putih juga menuju ke Abepura dengan membawa 7 orang penumpang. Mobil ini juga ditembaki orang tidak dikenal yang diduga dilakukan dari arah depan di tikungan Abepantai dekat gereja tersebut, hanya berjarak 5 meter dari lokasi penembakan awal.

Akibat penembakan tersebut mobil Suzuki Carry warna putih mendapat tembakan lebih banyak, yaitu 6 lobang bekas tembakan di bagian depan sopir. Tiga di antaranya mengenai kaca depan mobil hingga pecah dan berlobang, sedangkan 3 lobang lainnya mengenai bagian bodi depan mobil.

Syafrudin, sopir taksi DS 7416 JK warna putih yang ditemui Cenderawasih Pos di tempat kejadian mengatakan, awalnya ia memang dari Abepantai menuju ke Abepura mengantar penumpang. “Saya tidak tahu, jika itu bunyi tembakan. Saya tidak mendengar, namun tiba-tiba kaca mobil di bagian depan itu seperti meledak dan kacanya berhamburan,” katanya.

Syafrudin yang belum menyadari jika ditembaki orang tidak dikenal tersebut, awalnya mengira ada orang yang melempar mobilnya tersebut dengan menggunakan batu, sehingga ia masih sempat berjalan pelan-pelan hingga di tikungan Abepantai itu.

Syafrudin mengatakan jika saat itu juga sempat berhenti dan salah seorang penumpang hendak turun, namun penumpang yang lain akhirnya meminta agar melanjutkan perjalanan menuju ke arah Abepura. “Memang tidak ada yang kena,” katanya.

Sementara itu, salah seorang saksi, Marinus Wanimbo (35) warga Abepantai yang saat itu naik ojek dibonceng oleh Pujianto (26) warga Abepantai mengatakan bahwa saat itu ia berada di belakang mobil Mitsubishi T12 DS 7540 AD warna biru tersebut, hendak menuju ke pasar Youtefa untuk mengambil barang miliknya yang tertinggal di pasar.

Saat di perjalanan, ia mendengar bunyi tembakan 2 kali. Saat itu, tidak diketahui bahwa itu suara tembakan, namun terakhir kalinya, ia merasakan seperti ada sejenis binatang ke arah di depannya seperti angin, baru diketahui itu tembakan dari arah kiri jalan.

“Saya hanya mendengar suara letusan, namun saya kira bukan suara tembakan, namun ketika seperti ada barang yang lewat di depan wajah saya seperti angin, saya sadar itu tembakan, namun yang lebih jelas merasakan suara angin yang melintas tersebut adalah tukang ojek yang saya tumpangi,” katanya.

Selanjutnya, ia menyuruh tukang ojek cepat memacu sepeda motornya. Dalam perjalanan ke Tanah Hitam, ia memberitahu dan melarang pengendara dari arah berlawanan untuk menuju ke Abepantai, karena ada penembakan di dekat Gereja.

Aparat kepolisian mendapatkan laporan adanya penembakan orang tidak dikenal itu, langsung mendatangi TKP. Dari pantauan Cenderawasih Pos, tampak anggota Reskrim Polres Jayapura Kota, Polda Papua dan Polsek Abepura Kota tampak melakukan olah TKP, diback up Sat Brimob dan TNI.

Bahkan, dengan menggunakan lampu sorot, aparat kepolisian mencari barang bukti di sekitar TKP, hingga naik di perbukitan yang ada di samping Gereja Katolik itu. Tampak terlihat Wakapolres Jayapura Kota, Kompol Raydian Kokrosono, Kasat Reskrim Polres Jayapura Kota, AKP IGG Era Adinata dan pejabat Polres Jayapura Kota. Tidak berapa lama, datang mobil INAFIS Unit Identifikasi TKP Polda Papua.

Wakapolres Jayapura Kota, Kompol Raydian Kokrosono,SIK yang ditemui di TKP mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.

“Kedua mobil sudah kami amankan ke Mapolsek Abepura,” katanya. Bahkan, dalam kejadian ini, kata Wakapolres, tim Reskrim dari Polda Papua, Polres Jayapura Kota dan Mapolsekta Abepura langsung turun ke TKP.

Ditanya Cenderawasih Pos, apakah pelakunya diduga masih ada kaitan dengan pelaku penembakan di tempat yang sama beberapa hari lalu? Wakapolres mengatakan bahwa kemungkinan masih ada kaitannya. “Mungkin pelakunya masih berkaitan., namun kami tentu masih melakukan penyelidikan lebih mendalam dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi,” imbuhnya.

Akibat terjadinya penembakan itu, banyak warga yang ingin pulang ke arah Abepantai dari Abepura maupun Jayapura terpaksa mengurungkan niatnya. “Saya takut pulang. Lebih baik besok saja baru pulang ke Koya,” ujar Yanto, warga Koya ditemui di depan Pos Yanmor Tanah Hitam.

Kapolres Jayapura Kota AKBP H Imam Setiawan SIK sempat melihat langsung kedua mobil yang terkena tembakan saat sudah diamankan di Mapolsekta Abepura.

Sementara salah satu saksi yang enggan disebutkan namannya mengatakan bahwa saat itu sekitar pukul 19.10 wit melihat tiga orang masyarakat dengan menggunakan senjata pendek mengeluarkan tembakan terhadapnya. “Namun saat itu tembakan mengenai pagar besi pembatas jalan, sehingga saat itu saya mendahului mobil angkot warnah biru,” katanya.

Namun, saat itu saksi sempat mengatakan kepada Nurdin untuk jalan cepat dan langsung menuju pos patmor sebab ada tiga orang masyarakat yang membawa senjata dan menembakin orang yang melihat secara membabi buta. “Namun ternyata saudara Nurdin telah terkena tembakan di bagian dalam mobilnya, tetapi untung tidak apa-apa, selanjutnya kita melaporkan kejadian ke Pos Patmor,” terangnya (bat/fan/ro/cr-170/fud)

OTK KEMBALI BERULAH

JAYAPURA-Kasus penembakan kembali terjadi di wilayah hukum Polres Jayapura Kota. Jika sebelumnya terjadi penembakan mobil Mitsubishi Kuda sebelumnya yang terjadi pada Jumat (13/8) atau 3 hari lalu, terjadi di Abepantai, kali ini hampir ditempat yang sama tepatnya tikungan dibawah gereja menuju kearah Abepura sekitar 30 meter, 2 mobil angkutan umum jurusan Abepantai – Abepura, dan 1 kendaran motor supra x 125 diberondong peluru oleh orang tak dikenal, Senin (15/8) sekitar pukul 19.10 WIT tadi malam.

Namun dalam kejadian penembakan tersebut ini terjadi untuk kedua kalinya di tempat yang sama dilakukan oleh orang tidak dikenal alias OTK, dan dalam kejadian tersebut tidak ada korban jiwa.

Dari data yang dihimpun Cenderawasih Pos di TKP, kejadian itu berawal ketika kedua mobil dan motor tersebut berjalan dari Abepantai hendak menuju ke Abepura,tiba-tiba ditembaki dari arah gunung samping gereja sekitar jarak 50 meter dari jalan raya.

Awalnya, mobil mobil angkot TS 120 DS 7540 AD warna biru yang diketahui dikendarai oleh Nurdin (23) warga Tanah Hitam, Abepura ini melaju dari arah Abepantai sendirian hendak menuju ke Abepura. Dalam perjalanan, tepatnya di tikungan dibawah Gereja Katolik Santo Petrus Abepantai, tiba-tiba mobilya ditembaki oleh orang tidak dikenal, yang diduga pelaku penembakanya dari arah gunung.

Akibatnya, penembakan itu,bodi mobil bagian kanan terkena 2 tembakan dan peluru masih tertinggal didalam spidometer mobil.

Selanjutnya mobil Suzuki Carry DS 7416 JK warna putih yang dikemudikan Syafrudin (35) warga Tanah Hitam Abepura juga menuju ke Abepura dengan membawa 7 orang penumpang.

Dan mobil Suzuki Carry warna putih ini, juga ditembaki orang tidak dikenal yang diduga dilakukan dari arah depan Akibatnya, mobil Suzuki Carry warna putih ini terdapat 6 lobang bekas tembakan di bagian depan sopir. Tiga diantaranya mengenai kaca depan mobil hingga pecah dan berlobang, sedangkan 3 lobang lainnya mengenai bagian bodi depan mobil tersebut.

Syafrudin yang ditemui Cenderawasih Pos di TKP mengakui awalnya ia memang dari Abepantai menuju ke Abepura mengantar penumpang.

“Saya tidak tahu, jika itu bunyi tembakan. Saya tidak mendengar, namun tiba-tiba kaca mobil di bagian depan itu seperti meledak,” katanya.

Syafrudin yang belum menyadari jika ditembaki orang tidak dikenal tersebut, bahkan mengira ada orang yang melempar mobilnya tersebut, masih sempat berjalan pelan-pelan hingga ditikungan Abepantai tersebut.

Syafrudin mengatakan jika saat itu juga sempat berhenti dan salah seorang penumpang hendak turun, namun penumpang yang lain akhirnya meminta agar melanjutkan perjalanan menuju kearah Abepura tersebut. “Memang tidak ada yang kena,” katanya.

Sementara itu, salah seorang saksi, Marinus Wanimbo (35) warga Abepantai yang saat itu naik ojek dibonceng oleh Pujianto (26) warga Abepantai mengatakan bahwa saat itu ia berada di belakang mobil Mitsubishi T12 DS 7540 AD warna biru tersebut, hendak menuju ke pasar Youtefa untuk mengambil barang miliknya yang tertinggal di pasar tersebut.
Saat di perjalanan, ia mendengar bunyi tembakan 3 kali. Saat itu, tidak diketahui bahwa itu suara tembakan,dan saya juga tidak melihat pelakunya pada saat itu kerena sudah gelap.Karena merasa takut sayapun lansung menyuruh tukang ojek untuk balap.

Aparat kepolisian mendapatkan laporan adanya penembakan orang tidak dikenal itu, langsung mendatangi TKP. Dari pantauan Cenderawasih Pos dilapangan, sejumlah anggota polisi dari Polres Jayapura Kota, polsek Abepura dan dibantu TNI,melakukan olah TKP

Wakapolres Jayapura Kota, Kompol Raydian Kokrosono yang ditemui di TKP mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.

“Kedua mobil dan 1 unit motor sudah dan beberapa orang saksi kami amankan ke Mapolsek Abepura untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya

Akibat kejadian tersebut sejumlah warga yang mau pulang kearah koya dan abepante terlihat takut dan berbeloh arah,(cr-170)

“Pelaku Penembakan di Nafri 19 Orang”

IDENTIFIKASI : Sebuah mobil sedang diolah TKP petugas dalam kasus penembakan di tanjakan kampung Nafri baru-baru ini
IDENTIFIKASI : Sebuah mobil sedang diolah TKP petugas dalam kasus penembakan di tanjakan kampung Nafri baru-baru ini

Hasil teridentifikasi dilakukan oleh Polres Jayapura Kota memastikan bahwa penembakan yang dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata terhadap warga sipil sebanyak 19 orang dan mereka orang-orang terlatih.

DEMIKIAN ditegaskan Kapolres Jayapura Kota Imam Setiawan Sik dalam keterangan persnya yang didampingi Kabag Ops, Kompol Junoto, Kasubag Humas, Ipda Heri Susanto serta Perwira Sat Brimobda di Mapolres Jayapura Kota, Senin (15/8) kemarin.

“Dari jumlah para pelaku tersebut, hasil identifikasi yang dilakukan oleh anggota sesuai dokumen penyerangan Nafri ke 2 oleh kelompok Danny Kogoya yang ditemukan oleh tim gabungan TNI/Polri di Markas Danny Kogoya, saat penyergapan, baru-baru ini.

Dikatakannya, dalam dokumen penyerangan Nafri yang kita temukan itu, lengkap dengan nama-nama anggotanya sebanyak 19 orang, dan nama-nama ini akan dipertajam kembali dengan melibatkan semua komponen termasuk TNI untuk melakukan pengejaran terhadap ke 19 nama yang terlampir di dokumen.

Dari hasil operasi ini, terang Kapolres, tim gabungan mendapati 4 bangunan, yang terdiri dari pos penjagaan, gubug, dapur dan markas utama. Untuk di pos penjagaan ini, ada anggota kelompok tersebut yang memantau setiap orang yang masuk, bahkan di depan Pos Penjagaan juga terdapat orang pemantau di garis depan.

“Dari sini gerakan kami ketahuan, sehingga mereka lari, namun kami dapat beberapa barang bukti berupa dokumen-dokumen milik kelompok tersebut, baik menyangkut tata kepangkatan, rencana penyerangan maupun nama-nama yang diduga akan menjadi target kelompok ini,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Kapolres, petugas juga menemukan 3 bendera Bintang Kejora, dua diantaranya merupakan buatan manusia, sedangkan satu lagi buatan mesin yang dilabel dari Negeri Belanda.

”Bendera yang bagus ini ada lambang kecil bendera Belanda dengan bertuliskan “Document Siagn Centrelo”, namun belum bisa dipastikan apakah bendera tersebut didatangkan dari Belanda atau dibuat di Belanda,” terangnya.

Selain bendera, kata Kapolres, pihaknya juga menemukan busur dan anak panah dengan jumlah cukup banyak, namun dimusnahkan ditengah jalan, karena terlalu berat. Disamping itu, petugas juga menemukan alat komunikasi radio rit yang cukup canggih, termasuk beberapa amunisi yang tertinggal di Markas.

Paling terpenting, ungkap Kapolres, petugas menemukan dokumen yang menguatkan bahwa pelaku penyerangan di Nafri adalah kelompok Danny Kogoya. Hanya saja, pihak kepolisian belum bisa mempublikasikan secara detail isi dokumen tersebut.

”Saya tidak bisa menjelaskan lebih detail, yang jelas ada struktur organisasi, ada system pelatihan, ada sistim peraturan urusan dinas dalam (PUD) dan mereka punya displin membatasi penggunaan senter untuk penerangan, bahwa ada jam tertentu mereka turun dan naik gunung serta ada kepangkatan,” jelasnya.

Dijelaskan, dalam dokumen milik Danny Kogoya juga terlampir nama-nama beberapa pejabat dilingkungan Jayapura, termasuk Kapolres Jayapura Kota, AKBP H Imam Setiawan.

”Ada nama-nama pejabat di lingkungan Jayapura, baik itu Danlanud, Dansat Brimob, Kapolsek Abepura, Komandan Marinir, termasuk saya selaku Kapolres, namun saya belum bisa pastikan apakah nama-nama merupakan target atau hal lainnya. Yang jelas saya punya prinsip, mereka jual, saya beli dan mereka bikin rusuh masyarakat, saya sikat,” tandas Kapolres.

Menurut Kapolres, tuntuan masyarakat seratus persen meminta agar diberikan rasa aman. Bahkan, pihaknya mempertanyakan pernyataan salah satu LSM bahwa operasi gabungan TNI/Polri di kawasan Tanah Hitam meresakan masyarakat.

”Masyarakat mana yang diresahkan, jadi rekan-rekan harus memahami pernyataan LSM ini, saya pingin tahu, karena justru masyarakat yang datang dan menuntut agar para pelaku ditangkap,” tegasnya.

Kapolres juga akan mempertaruhkan jabatannya bila kambali terulang kasus Nafri 3, karena dinilai memalukan. ”Saya sangat malu sekali bila ada kasus Nafri jilid 3, dan entah apakah betul atau tidak ada sms beredar bahwa pada tanggal 17 Agustus nanti ada kelompok tertentu yang akan mengacaukan situasi dan kemungkinan kelompok Danny Kogoya, karena saya yakin KNBP tidak seperti itu,” ungkapnya.

Diakui Kapolres, dirinya telah memperingatkan kepada seluruh anggota bahwa hari 17 Agustus merupakan hari kehormatan bangsa Indonesia, maka itu siapa pun yang mencoba mengacaukan pelaksanaan upacara bendera akan dikategorikan sebagai musuh negara.

”Saya perintahkan anggota agar tidak segan-segan, bila mendapati langsung sikat, tangkap dan tembak, karena ini kewibawaan suatu Negara yang harus ditegakan dan saya siap menerima resiko apapun, karena tujuan kapolisian adalah kewibawaan Negara, ketentraman masyarakat dan penegakan hokum,” tegasnya.

Dari dokumen ini akan dikembangkan. Saya hanya menegaskan, siapa yang melakukan tindak pidana, maka dia harus ditangkap, saya sementara menitik beratkan kepada 19 orang pelaku penyerangan Nafri ke 2 yang sudah diidentifikasi satu persatu, termasuk nomor ponsel di markas Danny Kogoya.

“Nomor ini dari luar, yang jelas polisi akan terus bekerja memberikan ketentraman kepada masyarakat dan tagretnya 19 pelaku kasus Nafri 2 yang juga diperkirakan merupakan pelaku kasus Nafri ke-1,” tandasnya.

Disinggung lokasi pasti Markas Kelompok Danny Kogoya ? Kapolres menjelaskan bila dilihat dari peta jarak ke titik markas sekitar 6 kilometer, namun sesuai medan diperkirakan lebih, karena aparat harus melalui beberapa gunung dan lembah.

”Jarak di Peta dengan Medan berbeda dan dari lokasi penembakan di Nafri cukup jauh, namun memang ada jalan menuju ke sana,” terangnya.

Soal apakah ada temuan di Markas yang berkaitan dengan temuan di rumah Danny Kogoya di Tanah Hitam ? Kapolres mengakui tidak ada. Namun, dari dokumen terseut, dijelaskan rencana penyerangan hingga hasilnya, termasuk jumlah korban tewas dan senjata yang digunakan saat penyerangan.

”Ada 4 pucuk senjata yang digunakan dalam penyerangan Nafri 2, karena 3 senjata, yakni jenis Moser, AK, M-16 lupa dilengkapi peluru, sehingga mereka menggunakan parang dan alat tajam, semua terungkap di dokumen mereka,” katanya.

Ketika ditanya apakah kelompok Danny Kogoya, masih ada kaitannya dengan kelompok Matias Wenda atau Guliat Tabuni ? Kapolres mengaku belum bisa berspekulasi, karena sesuai dokumen, penyerangan itu dilakukan kelompok Danny Kogoya.

”Untuk yang mengeksekusi di lapangan bernama Lambertus Siep, yang pernah ditangkap polisi dan Nafri 1, namun karena bukti tidak kuat, mereka dilepas,” tuturnya.[**]

Written by Antonius Loy/Papos
Tuesday, 16 August 2011 00:00

Poengky Indarti: Gugat Pepera, Syaratnya Harus Negara

Yan C. Warinussy
Yan C. Warinussy

Jayapura – Kendati sampai saat ini belum ada laporan hasil resmi dari penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Lawyer West Papua (ILWP) yang digelar di Oxford 2 Agustus lalu, terkait rencana menggugat pelaksanaan Pepera 1969 ke Mahkamah Internasional, namun menurut Imparsial Jakarta, upaya untuk menggugat Pepera ke Mahkamah Internasional tidak akan berhasil bila dilakukan oleh ILWP. Alasannya karena syarat untuk menggungat ke Mahkamah Internasional adalah  sebuah negara, sementara ILWP  sendiri bukanlah suatu negara.  “Pertama, ILWP itu bukanlah sebuah negara, karena yang bisa mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Internasional harus sebuah Negara.  Kedua, Pepera sudah disahkan oleh PBB, dan hampir semua negara mengakui bahwa Papua berada dalam NKRI, jadi saya rasa apa yang di perjuangkan oleh ILWP hanyalah “janji kosong,” karena ILWP tidak bisa melakukan itu,”  kata Poengky Indarti, Direktur Eksekutif Imparsial Jakarta yang juga getol menyoroti sepak terjang militer di Papua maupun sejumlah persoalan HAM di Papua via telepon Rabu (10/8) semalam.

Menurutnya,  apa yang dilakukan oleh Benny Wenda melalui ILWP maupun IPWP sebenarnya merupakan sebuah upaya untuk mencari dukungan dari negara – negara yang merasa berkepentingan dengan lepasnya Papua dari NKRI, tapi rasanya hal tersebut sulit,  karena semua negara kecuali Vanuatu setahu saya sudah bulat mendukung kedaulatan Papua ke dalam NKRI.

“Aksi mereka kemarin tidak lebih upaya mencari dukungan dari beberapa negara yang diharapkan simpatik, kalau sekiranya Pemerintah sudah merasa yakin, bahwa keputusan PBB itu sudah sah, saya pikir tidak perlu terlalu bereaksi yang berlebihan terhadap Konferensi ILWP itu, jadi pemerintah harus fokus bagaimana menjawab apa yang menjadi akar masalah di Papua selama ini”, tandasnya lagi.

Sedangkan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH)  Yan Christian Warinussy, SH  mengatakan bahwa bicara “Legal standing” atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan yang menentukan adalah aturan hukum dan penafsiran Hakim yang akan menangani perkara dimaksud.

“Dalam kaitannya dengan upaya menggugat PEPERA yang tengah di upayakan oleh ILWP, atau siapa saja, apalagi masyarakat Papua bisa mengajukan gugatan, karena terkait dengan hak-hak mereka sebagai rakyat Papua, jadi Hakim yang akan memutuskan nantinya, kalau menurut Hakim yang menangani perkara yang akan di gugat, ILWP mendapat kuasa dari rakyat Papua, bisa saja diterima”, katanya via telepon Rabu (10/8) semalam

Ia menambahkan, namun jauh lebih strategis kalau gugatan dilakukan di tingkat nasional terlebih dahulu, karena Indonesia punya sistem hukum sendiri, karena belum tentu keputusan Hakim di tingkat Mahkamah Internasional bisa serta merta di terapkan ke dalam negara berdaulat seperti Indonesia.

“Jadi saya lebih mendorong untuk dilakukan gugatan ke dalam sistem peradilan Indonesia dahulu, yang ajukan bisa saja Dewan Adat Papua, atau lembaga yang mendapat kuasa hukum dari rakyat Papua, itu prosedur yang jauh lebih tepat”, kata Advokat yang pernah meraih Penghargaan Internasional Jhon Humphrey Award dari Canada di tahun 2005 dalam bidang HAM.

Masih menurut Direktur Imparsial Jakarta, ia berharap semua stakeholder yang ada di Papua mengedepankan upaya – upaya damai dan dialog untuk mencari “jalan tengah”, kalau masing – masing pihak bersikukuh pada pendirian masing – masing, nantinya yang akan di rugikan adalah rakyat Papua yang tidak terlalu memahami masalah politik.

Sementara itu, sehubungan dengan masih berlarut – larutnya masalah di Papua, mulai dari impelementasi Otsus yang tidak berjalan sesuai keinginan rakyat banyak, maraknya aksi kekerasan yang merenggut nyawa warga sipil, serta semakin meningkatnya eskalasi politik dan aspirasi “M”, di nilai sebagai buah dari ketidak seriusan Pemerintah pusat maupun daerah untuk menuntaskan masalah di Papua.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Imparsial Jakarta, Poengky Indarti selaku Direktur Eksekutif kepada Bintang Papua via telepon Rabu (10/8) kemarin, menurutnya Pemerintah masih “setengah hati menuntaskan masalah Papua, bahkan terkesan memang ada upaya pembiaran agar situasi di Papua tetap dalam kondisi saat ini, kisruh.

“ya, kita berharap ada kesungguhan Pemerintah baik pusat maupun daerah untuk merangkul dan menggandeng semua pihak, khususnya mereka yang selama ini menyerukan aspirasi “M” baik secara terang – terangan “menantang” negara, maupun secara halus menggunakan isu – isu lainnya untuk duduk bersama, ada kepentingan yang lebih besar yang harus di utamakan, rakyat Papua”, ujarnya

Ia juga menegaskan bahwa selama ini Pemerintah terkesan sengaja memelihara konflik di Papua, dimana tidak ada kesungguhan untuk menegakkan aturan dan hukum, jadi pertentangan demi pertentangan kebijakan terus di buat oleh Pemerintah, sehingga acap kali pendekatan represif yang di kedepankan, meski pihak mliter sudah menegaskan bahwa mereka telah melakukan perubahan yang drastis dalam menangani masalah Papua, namun kenyataan masyarakat masih merasakan suasana yang tidak berbeda dengan masa – masa sebelumnya.

“Dalam banyak kasus kekerasan, tugas polisi harusnya mengungkap siapa dalang di balik peristiwa tersebut, tapi selama ini tidak ada hasil – hasil yang nyata, jadi masyarakat bertanya – tanya, apakah benar ulah OPM, ataukah OPM gadungan yang tidak bisa di pungkiri ada OPM yang memang di pelihara oleh alat negara untuk tujuan tertentu”, tandasnya.

Untuk itu, semua berpulang ke Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk memberikan pemahaman, menggandeng dan menuntaskan masalah di Papua, karena saat ini bisa di bilang belum tuntasnya masalah di Papua karena Pemerintah tidak pernah serius menuntaskan, alias hanya setengah hati saja.

Contoh kongkrit tidak keseriusan Pemerintah, adalah terkait kegiatan Benny Wenda di Inggris, yang merupakan salah satu daftar buron Interpol, tapi yang bersangkutan bebas menggalang dukungan di luar negeri, dan diketahui, tapi tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

“ini patut dipertanyakan, saya buka di daftar buruan Interpol, selain Nunun Nurbaety, Nazaruddin yang sudah tertangkap, ada nama Benny Wenda juga di dalamnya terkait sejumlah kasus di Papua, tapi pemerintah (Polisi) sama sekali tidak ada upaya penegakan hukum, ini menjadi satu contoh nyata, betapa Pemerintah tidak serius menuntaskan masalah Papua”, jelas Poengky di ujung telepon.

Pemerintah menurutnya sengaja menggantung masalah yang ada di Papua, mulai dari polemik seputar kegagalan Otsus, gangguan kamtibmas dan penembakan yang meresahkan warga sipil, sampai kampanye “M”, sampai hari ini Pemerintah tidak melihat itu sebagai sebuah masalah yang harus di carikan solusinya.(amr/don/l03)

Rabu, 10 Agustus 2011 23:21
http://bintangpapua.com/headline/13571-gugat-pepera-syaratnya-harus-negara

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny