Indonesia, Amerika Serikat dan PBB dituntut mengakui kedaulatan Papua Barat

Yogyakarta, (1/12) — Indonesia, Amerika Serikat dan PBB dituntut untuk segera mengakui kedaulatan West Papua pada 1 Desember 1961”
Sekitar 500an mahasiswa dan masyarakat Papua di Yogyakarta menggelar aksi demonstrasi memperingati HUT Papua Barat yang jatuh pada tanggal 1 Desember.  Aksi demo mulai pada pukul 10.00  WIB. Massa berkumpul dan memulai aksi dari asrama Mahasiswa Papua di jalan Kamasan 1 Yogyakarta. Massa aksi kemudian melakukan longmarch dari asrama Papua menuju titik nol kilometer di perempatan kantor Pos Besar Yogyakarta.
Dalam aksi demo ini, mahasiswa Papua menilai berbagai operasi militer telah dilancarkan oleh pemerintah kolonial Indonesia untuk membungkam perlawanan Rakyat Papua yang menolak kehadiran Indonesia. Militer menjadi satu-satunya tameng untuk berhadapan dengan Rakyat Papua. Dari masa kepemimpinan Soekarno hingga SBY-Boediono, militer tetap menjadi alat yang paling reaksioner dalam menghadapi gejolak perlawanan Rakyat Papua. Ratusan ribu nyawa Rakyat Papua telah hilang oleh kebiadaban Militer Indonesia.
“Hingga saat ini, dapat kita saksikan bagaimana gerakan-gerakan perlawanan Rakyat Papua dibungkam dengan berbagai skenario dan tekanan, intimidasi serta teror untuk mengekang aktifitas perlawanan Rakyat. Hal ini dilakukan oleh Indonesia untuk tetap mengamanan Papua menjadi bagian tidak terpisahkan dari Indonesia.”
bunyi pernyataan sikap mahasiswa Papua yang disebarkan dalam aksi demo tersebut.
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dalam aksi tersebut menuntut Indonesia, Amerika Serikat dan PBB segera mengakui kedaulatan Papua Barat pada 1 Desember 1961. Mahasiswa Papua ini juga menegaskan bahwa 1 Desember 1961 Bukan HUT OPM, tetapi Hari Kedaulatan Papua Barat.
Tampak dalam aksi demo tersebut, massa aksi menggunakan sebuah pick up yang lengkap dengan soundnya. Kemudian ada massa juga yang memakai atribut budaya, tak lupa poster dan ikat kepala bergambar bintang kejora. Meski aksi ini sendiri berjalan dengan aman dan tertib, tampak penjagaan ketat dari aparat keamanan disekitar lokasi aksi. (Jubi/Benny Mawel)
 Saturday, December 1st, 2012 | 23:21:18, www.tabloidjubi.com

Dikabarkan sudah dilepas, 3 Aktivis KNPB masih dicari anggotanya

Jayapura, (1/12)—Tiga aktivis Komite Nasional Papua Barat yang ditahan saat aksi demo tadi pagi (Sabtu, 1/12) masih dicari oleh anggota KNPB.

Seperti diberitakan sebelumnya, tiga orang aktivis KNPB, yakni Victor Yeimo, Alius Asso dan Usman Yogobi ditahan pihak Kepolisian Kota (Polresta) Jayapura saat memimpin massa yang akan melangsungkan aksi demo memperingati 1 Desember di makam Theys Eluay. Ketiganya ditahan karena diduga bertanggungjawab terhadap aksi demo tersebut.

Namun keberadaan Victor Yeimo, Alius Asso dan Usman Yogobi belum diketahui hingga saat ini. Apakah ketiganya masih ditahan atau sudah dilepaskan oleh polisi, masih ditelusuri oleh anggota KNPB lainnya.

“Ya. Ada wartawan yang bilang kalau Victor (Yeimo) sudah dilepaskan tadi. Tapi kami belum tau dia ada dimana. Adik-adik anggota KNPB masih cari dia. HP mereka (tiga anggota KNPB yang ditahan) mati semua.”

terang Sebby Sambom, aktivis HAM Independen kepada tabloidjubi.com, Sabtu (1/12) sore.

Keberadaan ketiga anggota KNPB ini sampai saat ini masih terus ditelusuri. Para pengacara HAM yang biasa mendampingi aktivis Papua juga masih mencari ketiganya. Sebab saat dicek ke Polda Papua dan Polresta Jayapura, para pengacara HAM ini diberitahu oleh polisi bahwa tidak ada yang ditahan paska aksi demo tadi pagi.

“Kami tadi ke Polda dan Polresta tapi mereka (tiga aktivis KNPB) tidak ada disana. Polisi bilang tidak ada yang ditahan di sana (Polda dan Polres).”

kata Olga Hamadi, salah satu pengacara HAM Papua.

Pihak Polda Papua, saat dikonfirmasi tabloidjubi.com menyebutkan bahwa ketiga aktivis KNPB tersebut akan dilepaskan usai pemeriksaan di Kepolisian Sektor (Polsek) Abepura.

“Tadi setelah diamankan di Polsek Abe kemudian diambil keterangan, menurut Kapolres akan dilepas karena belum dapat dilakukan penyidikan lebih lanjut.” kata Kabid Humas Polda Papua, AKBP I Gede Sumerta Jaya.

Namun hingga pemberitaan ini, belum diketahui apakah ketiganya benar sudah dilepaskan atau belum. Jika sudah dilepaskan, keberadaan ketiganya juga masih belum diketahui. (Jubi/Victor Mambor)

Saturday, December 1st, 2012 | 18:23:37, www.tabloidjubi.com

Pangdam : Melawan Saya Akan Lawan

KEEROM – Menjelang 1 Desember 2012 di Wilayah Papua, terkhusus di wilayah Keerom mantap dan tidak ada apa-apa. Aparat keamanan yang ada khususnya TNI siap melaksanakan tugas dengan baik. “Untuk TNI di Papua telah hidup di tengah-tengah saudaranya, bukan musuhnya. Apabila ada gangguan saya perintahkan anggota saya untuk mempertahankan diri, jika bersenjata tidak ada ampun.dari pada Prajurit saya mati dia mati, tetapi saya perintahkan prajurit saya lihat dulu jangan sampai kalian menyakiti rakyat, apalagi melakukan penembakan terhadap masyarakat,” tegas Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Cristian Zebua saat berkunjung ke Kabupaten Keerom, Kamis (29/11) kemarin.

“Secara keseluruhan, 1 Desember tidak ada masalah dan saya optimis masyarakat mau aman, dengan dasar itu 1 Desember pasti aman, apabila ada saudara kita yang tidak berkeinginan baik, saya lawan dengan keras bagi mereka yang ingin melakukan kekacauan pada 1 Desember sesuai perundang-undangan yang berlaku,”katanya.

Sejumlah Pos di Wilayah Perbatasan Bergeser
Sementara itu, Selaku Panglima wilayah Operasi di wilayah Papua XVII Cenderawaih mempunyai tanggung jawab terhadap prajurit-prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan. Tinjauan pos tersebut salah satunya melihat pos-pos yang telah bergesar pos-pos yang sangat jauh jaraknya dari perbatasan di geser kedepan. “Yang sekarang pada posisi-posisi baru, ternyata yang ada saat ini kondisinya sangat memperhatinkan karena tidak ada kampung dan tidak ada kehidupan dan memang tugas prajurit untuk menjaga wilayah perbatasan,” Panglima XVII Cenderawaih Mayjend TNI Cristian Zebua saat ditemui Wartawan usai melakukan Kunjungan Kerja di Pos Satgas Yonif 408/SBH dan Satgas Yonig 144/Jaya Judha di Kampung Wonorejo Pir 4, Distrik Arso Timur Kabupaten Keerom, Kamis (29/11).

Menurutnya, prajurit yang ada ini telah membangun daerah dengan menggunakan tenda-tenda baru dilengkapi dan tugas merekalah untuk menjaga wilayah perbatasan demi untuk keutuhan Negara Kesatuan Republin Indonesai.

“Tugas Prajurit yang berada di wilayah Perbatasan menjaga wilayah dengan baik,” tandasnya.(rhy/don/l03)

 

Sabtu, 01 Desember 2012 09:38, Binpa

Kabid Humas: Kibarkan BK Kami Proses Hukum

JAYAPURA—Guna mengamankan 1 Desember 2012, TNI/Polri menggelar Siaga I dengan melibatkan 6.000 personil yang dimulai pada Jumat (30/11) malam.
Demikian Kabid Humas Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya, SIK ketika dikonfirmasi, Jumat (30/11).

Dikatakan hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pemberitahuan dari kelompok-kelompok masyarakat yang hendak menggelar aksi unjukrasa guna memperingati HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM).

“Kami tak memberikan izin untuk mereka lakukan aksinya. Kalau ada yang nekat melakukan aksi demo, kami akan bubarkan,” tutur dia.

Namun demikian, kalau masyarakat yang melakukan ibadah syukur, pihaknya akan mengawalnya, agar kegiatan tersebut berjalan lancar dan tertib,” lanjut dia, seraya menambahkan, pihaknya mengajak masyarakat untuk berdoa bersama, agar Desember menjadi bulan yang damai dan suci.”

Tidak hanya itu, sambungnya, pihaknya juga mengharapkan agar masyarakat tak terprovokasi atau terhasut oleh kelompok-kelompok yang ingin membuat situasi di Papua kacau-balau.

Polda Papua, katanya, berjanji akan menindak tegas bahkan memproses hukum pelakunya, apabila ada pihak-pihak yang sengaja menaikan Bintang Kejora (BK) pada 1 Desember mendatang,

“Apabila ditemukan ada pihak yang naikan Bintang Kejora kami tentu akan menindak tegas dan memproses hukum. Tapi, bila hanya Bintang Kejora naik tanpa pelaku, kami turunkan.

Hari ini Ibadah Syukur di Makam Theys, Non Papua Juga Diundang
Sementara itu, Ketua Solidaritas Hukum Dan HAM Demokrasi Rakyat Sipil Papua (SHDRP), Usama Usman Yogobi, dan Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Wim R. Medlama, menyatakan, besok (hari ini 1 Desember) direncanakan ibadah syukur peringatan 1 Desember kemerdekaan Bangsa Papua Barat di Sentani, tepatnya Makam Alm.Theys H. Eluay
Ketua SHDRP, Usama Usman Yogobi, mengatakan, pihaknya menjamin tidak akan ada konflik, jika ada konflik maka pihaknya tidak bertanggungjawab, melainkan bersama-sama aparat keamanan untuk mengamankan mereka yang terlibat konflik itu.
Untuk itulah, dirinya menghimbau kepada semua komponen masyarakat untuk tidak bimbang dan ragu untuk datang ke ibadah syukur dimaksud. Undangan ini bukan hanya untuk rakyat asli Papua tapi juga warga non Papua, sebab semuanya merupakan bagian dari Bangsa Papua Barat.

“Ibadah ini juga dilaksanakan disemua wilayah, seperti Manado, Makassar, Jakarta, Ambon, juga di 5 Benua akan laksanakan ibadah,” ungkapnya saat memberikan keterangan pers di Cafe Roti Bakar Jl.Baru Youtefa Kotaraja, Jumat, (30/11).

Bagi warga yang tidak sempat datang beribadah, diharapkan mendukung dalam doa, terutama rakyat non asli Papua, sebab jika Papua Merdeka semua warga yang berdomisili di Papua adalah warga Negara Bangsa Papua Barat. Hal ini sebagaimana terjadi di Negara-negara yang sudah merdeka dan berdaulat yang warga negaranya berasal dari berbagai suku, etnis, ras di dunia ini.

Pasalnya, kenyataan yang terjadi adalah manusia itu hidup dan saling ketertanggungan antara satu dengan yang lainnya, semuanya memiliki hak asasi manusia (HAM) yang sama di hadapan hukum dan dihadapan Tuhan.

“Perjalanan panjang banyak pengorbanan, banyak yang tumpah darah diatas tanah ini, jadi kami minta kepada Pemerintah NKRI untuk tidak melakukan kekerasan di atas Tanah ini. Kepada orang Papua yang tidak bersehati berjuang (pengkhianat) segera sadar. Kepada rakyat Papua mari bergabung berdoa, dan yang tidak sempat datang ibadah, tolong doakan juga di rumah masing-masing,” imbuhnya.

Juru Bicara KNPB, Wim R. Medlama, menuturkan, pada prinsipnya rakyat Papua rayakan, jadi pihaknya menghimbau kepada rakyat besok itu ibadah saja, jangan datang dengan membawa senjata tajam, alat Negara, dan tidak boleh mabuk.
Menurutnya, jika ketahuan ada yang datang membawa senjata tajam, mabuk dan membawa alat Negara (Bendera dan sejenisnya) maka itu merupakan bagian dari settingan (pengaturan) dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang dengan sengaja ingin mengacaukan ketertiban ibadah dan mengkambinghitamkan perjuangan rakyat Papua.

“Kepada Polda Papua jangan menghalangi rakyat, tapi sama-sama menjaga keamanan, juga ada keamanan kami yaitu Petapa yang hendaknya diberikan kesempatan untuk menjaga keamanan kami. 1 Desember besok ada beberapa diplomat meluncurkan IPWP di Wuyana Afrika Selatan, juga di Inggris, Belanda, PNG, dan Australia, Selandia Baru merayakan juga. Polda Papua hendaknya lebih profesional, jangan tunjuk alat canggih karena kami berjuang damai,” ujarnya.

“Ijin pemberitahuan sudah kami beritahukan ke Polda Papua dan dalam undang-undang menyatakan tidak mengaharuskan mengantongi ijin dari Polda, yang penting disini memberitahukan saja, Ini ibadah saja, ini kepercayaan individu dengan Tuhan, jadi jangan batasi,” sambungnya.(mdc/nls/don/l03)

Sabtu, 01 Desember 2012 09:49, Binpa

Socrates : 1 Desember Aparat Tak Perlu Berlebihan

JAYAPURA – Untuk menyikapi momen tanggal 1 Desember yang oleh orang Papua setiap tahun diperingati sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, menurut Socratez S Yoman, aparat hendaknya tidak menyikapi secara berlebihan. “ Aparat keamanan tidak usah berlebih-lebihan. Kalau berlebih-lebihan, berarti ada apa ini di Papua,” ungkapnya saat menghubungi Bintang Papua, Selasa (27/11).

Saat disinggung tentang polemik yang terjadi, baik itu antara orang asli Papua maupun pihak lain, menurut Socratez polemik tersebut tidak perlu terjadi. “Kenapa musti dijadikan polemik. Kalau rakyat Papua mau memperingati dan merayakan 1 Desember ya silahkan to. Itu tidak masalah sebenarnya. Asal tidak mengganggu ketenangan orang lain,” ujarnya.

Kalau hal itu dilakukan dengan berdoa atau ibadah, menurutnya tidak perlu dipermasalahkan. Kecuali kalau melakukannya dengan meneteror orang ataupun mengintimidasi orang. “Tidak mungkin orang Papua mau menghancurkan negerinya sendiri. Masak orang Papua mau mengacaukan daerahnya sendiri, itu tidak mungkin,” tandasnya. Dikatakan, sebagai seorang pendeta ia telah belajar banyak tentang sejarah, terutama sejarah Tanah Papua, untuk mencari kebenaran. “Saya belajar dari buku-buku Prof Drooglever tentang Pepera, ini kan menyatakan bahwa 1 Desember itu sebagai hari kemerdekaan bangsa Papua, di situ lagu kebangsaan diciptakan, disitu ada bendera, dan lain-lain,” ungkapnya.

Hal itu yang menurutnya kemudian dibubarkan oleh Negara, sebagaimana dikatakan Ir Soekarno, ‘bubarkan Negara boneka buatan Belanda’. “ Ini kan berarti memang Papua sebagai suatu Negara. Saya kira ini kita harus terbuka dan jujur. Tidak boleh menipu,” tandasnya lagi.

Pemerintah dimintanya jangan menipu orang Papua dan harus jujur mengakui hal itu. “Saya dalam hal ini bicara sebagai pemimpin umat. Saya bicara tentang kebenaran. Saya bukan orang politisi, tapi saya seorang gembala,” ungkapnya.
Tentang harapannya sebagai solusi atas permasalah tersebut, Socrates mengharapkan agar semua pihak dapat mempelajari sejarah dengan sebaik-baiknya dan sejujur-jurjurnya.

“Saya harap pemerintah dan rakyat papua semuanya, mari pelajari sejarah Papua ini baik-baik, secara obyektif, secara jujur dan terbuka. Kita tidak usah bikin seperti hantu yang menakutkan begitu,” harapnya.

Sehingga, menurutnya sejarah tersebut tidak menindas kita, tidak seperti hantu yang menakutkan.

“Jangan sejarah itu dijadikan sebagai obyek yang orang kemudian mengambil keuntungan di situ. Tidak boleh,” ujarnya.
Ia pun bertanya-tanya, mengapa hingga 50 tahun berlalu Pemerintah tidak mengakui fakta sejarah yang dikemukannya tersebut.

“Ada kebenaran-kebenaran yang digelapkan, yang dibelokkan, dengan menggunakan kekerasan-kekerasan. Orang papua bicara kebenaran lalu dibilang ‘oh kamu sparatis, oh kamu makar’ ini satu persoalan,” ungkapnya.

Jadi, menurutnya musti duduk bicara baik-baik, melalui satu jalan dialog antara Indonesia dan Papua tanpa syarat yang dimediasi pihak yang netral, untuk mencari solusi-solusi yang benar dan bermartabat.

“Tidak bisa mengkalim bahwa Papua bagian dari NKRI, dan juga tidak bisa Papua mengklaim sebagai satu Negara sendiri. Ini kan musti ada pembedahan harus dibedah baik-baik, supaya ini bisa jernih,” ujarnya.

Dikatakan, ia tidak setuju bila dialog tersebut dilakukan dengan kunjungan-kunjungan kemudian bertemu dengan masyarakat, ataupun dialog konstruktif sebagaimana yang beberapa waktu lalu sempat dimunculkan. “Tidak usah polemic, duduk bicara baik-baik. Karena kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Saya pikir itu satu langkah yang bermartabat, bersimpati dan manusiawi. Bukan kunjungan kemudian bicara-bicara, atau dialog konstruktif, bukan itu, tapi dialog yang benar-benar dialog,” terangnya.(aj/don/l03)

Sabtu, 01 Desember 2012 09:49, BInpa

“Pepera, Amerika Ikut Bermain”

JAYAPURA – Ev. Pdt. Thimotius Idie, mengatakan, pada saat kemerdekaan NKRI Tahun 1945, Papua belum masuk (bergabung, red) dengan NKRI. Dikatakan, masuknya Papua ke NKRI merupakan permainan dan kepentingan dari negara Amerika Serikat dengan negara Republik Indonesia (RI) pada Tahun 1967, yakni pada saat penandatanganan kontrak karya (PT. Freeport Indonesia).

“Sehingga Papua pada Tahun 1969 masuk atau ikut bergabung ke dalam Indonesia, yang mana kita kenal dengan istilah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera, red). Maka saat itu Indonesia langsung melakukan Pepera terhadap rakyat Papua yang saya anggap itu merupakan suatu manipulasi, dimana rakyat Papua hanya berjumlah 800 Kepala Keluarga (KK) saja, atau berkisar 100.000-an orang, namun Indonesia manipulasi data penduduk Papua yang hanya berjumlah 1.025 orang saja,” ungkapnya.

Lanjutnya, dalam Pepera ini juga Amerika Serikat ikut bermain karena mempunyai kepentingan, sehingga Amerika mempengaruhi rakyat Papua dalam proses Pepera untuk ikut bergabung ke RI hanya 1.025 orang. “Jadi, rakyat Papua saat itu yang diikutkan dalam Pepera itu semuanya adalah orang – orang yang tuna aksara (buta huruf, red), sedangkan rakyat Papua yang sudah tahu baca tulis dipisahkan dengan cara ditodong oleh aparat keamanan RI,” jelasnya. Selain itu, Thimotius Idie juga menyampaikan, bahwa negara Belanda yang menjajah Papua sudah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Papua pada Tahun 1961, tapi dikarenakan adanya kepentingan yang bermain saat itu. “Jadi, bangsa Papua itu sebenarnya tidak masuk dalam NKRI, namun adanya kepentingan antara Amerika Serikat dan NKRI yang ikut bermain saat itu, dikarenakan saat NKRI merdeka tidak ada kekayaan alam, dan disisi lain Papua ini kaya akan sumber daya alam (SDA), sehingga rakyat Papua yang dikorbankan,” ujarnya didampingi Ketua BEM STIH Umel Mandiri, Pelimun Bukeba ketika bertandang ke redaksi Harian Bintang Papua, kemarin malam Jumat (30/11).

Thimotius yang juga mengaku tokoh gereja yang mewakili 32 Sinode dan enam Uskup di Tanah Papua mengatakan, mengikuti perjuangan pergerakan Papua Merdeka ini bukan hal yang baru, tapi ini merupakan idiologi sejak Tahun 1965 hingga Tahun 2012 sekarang ini.

“Perjuangan untuk Papua Merdeka ini merupakan idiologi dari rakyat Bangsa Papua Barat, dan tidak akan bisa dihapus sampai kapanpun, sehingga terus terjadi penindasan terhadap rakyat Bangsa Papua Barat dan bahkan kami anggap Papua Barat ini hanya titipan dari Belanda kepada Indonesia dari Tahun 1961 hingga Tahun 1988 (selama 25 Tahun, red), maka itu DR. Thomas Wanggai, MPH. pergi ke Belanda untuk sekolah dan menyelidiki sejarah Bangsa Papau Barat yang sebenarnya, dan saat itu juga beliau membuat pergerakan pada tanggal 14 Desember yakni upacara kenegaraan bagi Bangsa Papua Barat di Lapangan Mandala, sedangkan kalau untuk perayaan 1 Desember adalah sejarah Tahun 1961 saat Belanda menitipkan Papua ke NKRI,” imbuh Thimotius Idie yang juga mengaku sebagai saksi mata dari Pepera.

Dirinya juga menyampaikan, bahwa Otsus itu seharusnya sudah satu paket yakni baik bendera, lambang negara, bahasa dan mata uang. Sejak Otsus yang sudah tidak ada kejelasannya baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sehingga Pusat memberikan solusi yakni Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang mana dinilai juga sama dengan Otsus yang tidak mempunyai kejelasan.

Maka itu, Thimotius Idie menegaskan, bahwa pada tanggal 1 Desember besok (hari ini, red) akan melakukan upacara ibadah syukur, untuk memperingati momen 1 Desember Tahun 1961 sebagai hari kemerdekaan Bangsa Papua Barat. “Dimana pada bulan Oktober Tahun 2011 lalu kami juga sudah mengadakan Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Lapangan Zakheus – Padang Bulan, yang melahirkan tujuh negara bagian dan dokumen dari Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sudah dimasukkan ke PBB serta dokumen NFRPB ini sedang dalam pembahasan, sehingga pada Tahun 2013 mendatang sudah didaftar, yang mana jaringan – jaringan yang ada di Australia sebanyak 111 negara mendukung Papua sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka itu Paus telah menekankan kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan permasalahan Papua dengan cara damai,” tegasnya.

Dikatakannya, senjata baik dari TNI/Polri tidak bisa menyelesaikan persoalan Papua. “Jadi, pembunuhan, kekerasan, tetesan air mata dan tetesan darah jangan lagi ada diatas Tanah Papua ini, dan sudah cukup lama kami merasakan penderitaan seperti ini.

Ketika wartawan Koran ini menanyakan terkait banyaknya aparat baik polisi maupun TNI yang dibunuh, Thimotius Idie langsung mengatakan dan membantahnya bahwa soal banyaknya aparat keamanan yang dibunuh itu dirinya tidak mengetahuinya.

“Maka itu, kami meminta kepada aparat keamanan baik itu Polri maupun TNI agar mengijinkan kami untuk melakukan upacara ibadah syukur untuk memperingati 1 Desember besok (hari ini, red) di Lapangan Alm. Theys H. Eluay, dan dirinya menjamin dalam perayaan tersebut tidak akan melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora (BK), kalau ada pengibaran bendera BK di tempat lain itu kami tidak mengetahuinya karena kami besok (hari ini, red) hanya fokus pada upacara ibadah syukur saja,” pintanya.

Jika ada yang melakukan pengibaran bendera BK, kami meminta kepada aparat kepolisian untuk mengambil tindakan persuasif, jangan sampai melakukan tindakan – tindakan arogan bahkan sampai mengeluarkan tembakan. Kalau ada yang kibarkan BK kepada aparat kepolisian agar langsung menangkap dan memprosesnya secara hukum. Sehingga tidak mengganggu kami saat merayakan 1 Desember, maka itu kami meminta kepada polisi untuk memberikan kami melaksanakan upacara ibadah syukur. (mir/don/l03)

Sabtu, 01 Desember 2012 09:42, Binpa

‘BK’ Naik Tidak Berarti Papua Merdeka

JAYAPURA— Momen 1 Desember yang belakangan ini santer diperbincangkan, tak luput dari perhatian Ketua Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Pdt.Lipius Biniluk .

Terkait 1 Desember ini, Pdt Biniluk menghimbau kepada semua elemen masyarakat untuk tidak menodai bulan Desember yang diyakni umat sebagai bulan yang suci, bulan perdamaian, serta bulan kehadiran Sang Juru Selamat Yesus Kristus.

“Rakyat jangan terlampau membesar-besarkan 1 Desember yang sering diperingati sebagian warga Papua sebagai HUT OPM seakan-akan Bintang Kejora (BK) naik Papua merdeka dalam tempo sekejap. “ Padahal tak segampang yang dibayangkan,” tukas Ketua Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Pdt.Lipius Biniluk kepada wartawan di Jayapura, Kamis (29/11).

Karenanya, kata dia, pihaknya menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat Papua menyampaikan ungkapan syukur dengan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Pencipta, tanpa perlu dinodai dengan hal-hal seperti provokasi, hasutan, gerakan-gerakan yang tak seharusnya terjadi konflik masyarakat dimana-mana.

Menurutnya, pihaknya melihat ketegangan ini terjadi akibat pergerakan yang dilakukan TNI/ Polri dan masyarakat tertentu, karenanya selaku tokoh agama pihaknya menghimbau kepada semua pihak untuk duduk dan berdoa bersama dimulai pada 1 Desember.

BEMF dan DPMF : Polisi Jangan Vonis 1 Desember Hari Kemerdekaan Papua

Sementara itu, Kepolisian Republik Indonesia dalam hal ini, Polda Papua diminta untuk membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua guna menyampaikan aspirasnya kepada Pemerintah, karena negara ini merupakan negara bebas berdemokrasi.

Demikian disampaikan, Sekretaris Forum Anti Pelanggaran HAM, Weiles Wea kepada wartawan di Kampus Fisip Uncen Atas, Perumnas III Waena, Distrik Heram, Kamis (29/11) kemarin. Dikatakannya, sejak dilakukan penangkapan terhadap Mako Tabuni, Buchtar Tabuni yang menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah hingga saat ini sudah di Bungkam ruang demokrasi kepada rakyat Papua.

“Kami ini mau kemana dan kami menyampaikan aspirasi kemana, dan ketika menyampaikan aspirasi aparat keamanan berasalan tidak terdaftar ke Kesbangpol sehingga yang terjadi kepada rakyat Papua teror dan penangkapan ketika melakukan demokrasi di daerah Papua, padahal Negara ini bebas berdemokrasi dan itu sudah diatur dalam undang-undang,” tukasnya.

Ditegaskannya, ketika ruang demokrasi terus saat menyerukan hak pedapat Papua ke pemerintah maka yang terjadi konflik besar-besaran.

Untuk itu, Kapolda Papua segera membuka ruang demokrasi kepada rakyat Papua yang menyampaikan aspirasinya, terutama dalam perayaan 1 desember yang akan berlangsung besok, yang adalah hari bersejarah bagi rakyat Papua, sehingga patut dirayakannya melalui ibadah-ibadah syukur.

Ditempat yang sama, Sekretaris forum anti pelanggaran HAM, Aktivis Mahasiswa Uncen, Alfa Rumara, meminta agar jangan lagi masyarakat menjadi korban konflik karena tidak memberikan ruang demokrasi kepada rakyat dan beberapa sorotan penting yang dilakukan aparat selama ini yakni, pelanggaran HAM, sehingga pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan ruang demokrasi kepada rakyat Papua itu sendiri.

Sementara itu, Ketua Forum Anti Pelanggaran Ham di Papua, Septi Megdoga meminta agar pihak kepolisian Polda Papua tidak mevonis bahwa perayaan 1 Desember merupakan hari kemerdekaan bagi rakyat Papua.

“Saya tegaskan bahwa, 1 Desember bukan hari kemerdekaan Papua akan tetapi merupakan hari sejarah bagi orang asli Papua, dimana 1 Desember bentuk jajahan yang sempat dilakukan oleh Belanda,” ungkapnya.(mdc/nls/don/l03)

Jumat, 30 November 2012 10:35, Binpa

Ketua MRP : Jangan Terprovokasi 1 Desember

JAYAPURA- Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, masyarakat tak perlu resah atau terganggu dengan segala aksi yang akan dilakukan jelang peringatan 1 Desember.

Menurut Murib momen 1 Desember bukan momen yang perlu ditakutkan sebab itu hanya diperingati kelompok tertentu. Untuk itu diingatkan bagi seluruh masyarakat di Tanah Papua jangan terprovokasi dengan hal hal yang pada akhirnya mengorbankan masyarakat sendiri. “Entah momen 1 Desember atau 14 Desember janganlah ditanggapi berlebihan atau merangkul massa untuk melakukan aksi yang akhirnya mengorbankan diri sendiri karena terbentur dengan aparat,” ujar Murib

Pesan Ketua MRP ini disampaikan ini kepada Bintang Papua, Senin( 26/11). Ia mengatakan masyarakat asli Papua jangalah terhasut oleh hal hal yang bersifat provokatif yang dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan tertentu dengan memanfaatkan kedua momen ini, karena kedua momen ini dilakukan oleh kelompok tertentu dua pihak yang sama sama memperingati sebuah hari yang dimaknai sendiri dengan caranya sendiri dan pasti mereka juga tak menginginkan terjadi suasana yang tidak diinginkan. Untuk itu, Ketua MRP mengajak semua masyarakat di Papua khusus kaum Nasrani untuk lebih memfokuskan diri pada Perayaan Natal yang merupakan Hari raya Suci, Hari yang berbahagia, dari pada memikirkan hal hal yang tak mungkin hingga melupakan masa- masa Adven menuju Pesta Natal yang suci ini.” Sangat baik masyarakat kita memfokuskan diri pada persiapan Natal sehingga Bulan Desember 2012 ini makna Natal itu dapat dirasakan, sebab dari pengalaman tahun sebelumnya memasuki Natal selalu diwarnai situasi tak nyaman di masyarakat yang berpengaruh pada seluruh persiapan umat Kristen menyambut Natal. (Ven/don/l03)

Rabu, 28 November 2012 08:22, Binpa

‘1 Desember Sakral Jangan Dikotori’

Alex Baransano, Komandan SATGAS Port Numbay
Alex Baransano, Komandan SATGAS Port Numbay
JAYAPURA—Menilai isu-isu yang berkembang menjelang 1 Desember sudah berlebihan, membuat SATGAS Papua mengeluarkan himbauan agar masyarakat tidak perlu takut dalam menghadapi momen tersebut.

Alex Baransano, Wakil I Bidang Komando SATGAS Papua yang menyambangi Bintang Papua Senin (26/11) malam menyerukan agar seluruh pihak dapat memandang momen tersebut dengan baik walau di dalamnya menyangkut banyak kepentingan, termasuk kepentingan politik. “Masyarakat Papua dihimbau melihat (1 Desember) dengan baik, memang momen ini sangat sakral jadi jangan dikotori dengan aksi anarkis atau pun pengibaran bendera,” ucapnya.

Lebih lanjut ia mengutarakan bahwa dibalik 1 Desember ada momen yang jauh lebih penting, yang itu momen Pemilihan gubernur Papua. “Kami tidak mau orang Papua berkelahi di dapurnya sendiri, dan kami mengajak semua pihak untuk menyukseskan PILGUB agar putra Papua yang terpilih nantinya bisa membawa perubahan,” tuturnya lagi.

Alex yang juga mengaku menjabat Komandan SATGAS Port Numbay berucap agar masyarakat jangan melihat hal ini sebagai hal yang menakutkan. Dan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dibaliknya ia menegaskan agar mereka tidak mendahului kehendak Tuhan karena menurutnya ada waktu Tuhan untuk menentukan segalanya. Ditanya mengenai kemungkinan yang biasa terjadi pada saat 1 Desember seperti pengibaran bendera, ia berkomentar, belum ada pihak yang menjamin akan melakukan aksi tersebut.

“Tidak ada yang menjamin akan ada pengibaran bendera, bendera itu bukan mainan yang bisa dimainkan seenaknya saja, kadang dikibarkan lalu diturunkan,” cetusnya.

Ia pun berani menjamin bahwa 1 Desember akan bisa dilalui dengan situasi yang aman, sehingga masyarakat tidak perlu takut dalam melakukan aktifitas.

Polri Tak Boleh Tembak Warga Sipil
Adanya isu yang berhempus 1 Desember mendatang akan terjadi konflik di sejumlah wilayah di Tanah Papua yang acapkali diperingati sebagau HUT TPN/OPM ditanggapi dingin Wakil Ketua DPRP Yunus Wonda, SH yang dikonfirmasi, Senin (26/1).

Kata dia, pihaknya menghimbau kepada aparat Polri memberikan keleluasaan warga yang ingin menyampaikan ibadah syukur saat 1 Desember mendatang.

“Kalaupun rakyat melakukan ibadah syukuran. Ya, ibadah syukuran dengan Tuhan. Itu hak setiap warga negara. Kita tak bisa melarang orang beribadah karena itu dilindungi UU. Tapi menciptakan situsi yang kondusif hingga ibadah syukuran berakhir,”kata Wonda.

Namun, kata dia, bila pihak-pihak tertentu mengibarkan bendera Bintang Kejora, maka aparat Polri perlu melakukan pendekatan persuasif bukan justu melakukan pendekatan kekerasan dan represif seperti menembak mati dan menghilangkan nyawa warga sipil yang tak berdosa.

Politisi Demokrat ini menegaskan, pendekatan kekerasan dan represif menembak mati atau menghilangkan nyawa orang lain bukan solusi. Tapi pendekatan persuasif harus dibangun di Papua.
“Sudah terlalu banyak pertumpahan darah di Papua. Sudah waktunya mengakhiri dari semua itu, pendekatan yang dibangun selama ini oleh pihak aparat TNI Polri ini harus terus dibangun sekaligus komunikasi dengan masyarakat,” tuturnya.
Terkait adanya ancaman dari pihak-pihak tertentu yang ingin mengibarkan Bintang Kejora khususnya di wilayah Jayapura Utara, Kapolsek Jayapura Utara AKP KR Sawaki, SE yang dihubungi terpisah mengatakan, pihaknya memberikan jaminan pada 1 Desember tak ada pengibaran bendera Bintang Kajora.

“Saya tak mau mendahului kekuasaan Tuhan, tapi naluri saya menjamin 1 Desember wilayah saya aman karena saya menjadi bagian dari masyarakat. Masyarakat menjadi bagian dari saya dan ada komitmen bersama yang telah dibangun ketika kami melakukan acara bakar batu bersama masyarakat di Kelurahan Angkasa,”kata dia.

Dia mengatakan, bila ada pihak yang mengibarkan Bintang Kejora dalah provokator. Dan itu tetap disikapi secara serius oleh masyarakat adat baik secara hukum, budaya dan adat. “Kami telah berjanji bersama untuk menjaga stabilitas, keamanan dan ketertiban masyarakat melalui pendekatan humanis sebagaimana amanat Kapolda Papua ketika membuka Operasi Aman Matoa II,” ujarnya. (ds/mdc/don/l03)

Selasa, 27 November 2012 10:10, Binpa

NRPB : 1 Desember Itu Urusan KNPB

JAYAPURA – Peringatan momen 1 Desember masih menjadi perdebatan di kalangan kelompok ekstrim Papua. Jika sebelumnya Aktivis HAM Sebby Sambom dari pelariannya menyerukan 1 Desember tak perlu diperingati secara berlebihan apalagi penaikan Bintang Kejora (BK) karena bukanlah hari kemerdekaan, namun hanya sebagai Dekolonialisasi PBB, maka pernyataan senada juga diungkapkan kelompok Negara Republik Papua Barat (NRPB). Meski kelompok ini ngetol menyuarakan aspirasi Papua Merdeka, namun mereka menolak peringatan 1 Desember sebagai bentuk kemerkadaan rakyat Papua.

Kepala Kantor Sekretariat Negara Republik Papua Barat (NRPB), Agustinus Waipon, mengatakan, adanya rencana dari sejumlah tokoh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan masyarakat lainnya akan melaksanakan peringatan 1 Desember sebagai bentuk kemerdekaan rakyat Papua, adalah sebuah pengkhianatan terhadap perjuangan kemerdekaan rakyat Papua yang dinakodai oleh ‘Presiden’ Yance Hembring. “Jadi kami menolak dengan tegas aksi-aksi peringatan 1 Desember yang tidak secara langsung kami menilai itu telah mengkhianiati rakyat kami,” ungkapnya kepada Bintang Papua, Minggu, (24/11).

Meski demikian, ia menyatakan mengenai peringatan 1 Desember mendatang itu urusan KNPB, bukan urusan pihaknya selaku Negara Republik Papua Barat (NRPB) yang sudah merdeka dan berdaulat pada 1 Juli 1971. Pasalnya, NRPB jika memperingati kemerdekaan Bangsa Papua Barat itu tidak dilaksanakan pada 1 Desember melainkan pada 1 Juli, karena sangat jelas landasan konstitusional undang-undang dasar (UUD) NRPB dicetuskan dan diproklamirkan bersamaan kemerdekaan NRPB pada 1 Juli 1971 tersebut.

Disinggung soal masalah keamanan itu pihaknya menyerahkan secara penuh kepada aparat keamanan, jika menjelang maupun pada tanggal 1 Desember ada kekacauan dan korban jiwa, NRPB mempersilakan aparat keamanan dari NKRI untuk menindak tegas mereka yang membuat keresahan di masyarakat atau membuat rakyat menjadi korban.

“Perjuangan kemerdekaan Bangsa Papua Barat itu penuh dengan kedamaian. Peringatan 1 Desember itu tidak memenuhi syarat ketentuan hukum dan tidak punya landasan hukum yang kuat. Kami tidak ada program untuk pengibaran Bendera Bintang Kejora (BK). jika itu ada nantinya pada 1 Desember, maka itu tindakan brutal yang dilakukan oknum diluar NRPB yang mengorbankan rakyat Papua,” tukasnya.

Menurutnya, rencana aksi pada 1 Desember adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh orang-orang (KNPB,red) yang tidak mengerti mengenai politik merdeka Bangsa Papua Barat, sehingga dengan segala cara mau membuat tindakan anarkis yang merugikan diri sendiri dan rakyat Papua.

Atasa dasar itulah dirinya menghimbau kepada rakyat Papua agar jangan terlibat dalam aksi 1 Desember tersebut, karena itu jelas bukan perjuangan murni kemerdekaan Bangsa Papua Barat.

“Mari kita rapatkan barisan untuk menerima kemerdekaan yang sudah diperjuangkan oleh Presiden NRPB, Yance Hembring, yang juga sudah mendaftarkan di PBB. Tinggal selangkah lagi penyerahan dari NKRI ke NRPB untuk merdeka dan berdaulat penuh,” ujarnya.

“Siapapun boleh tuding menuding karena itu hak mereka, tapi perjuangan kemerdekaan yang murni harus dikontrol, karena apakah perjuangannya sudah memenuhi syarat bernegara ataukah belum. 1 Desember tidak masuk dalam logika hukum alias sudah cacat hukum, karena ibarat mau kasih bangkit orang yang sudah mati 100 tahun yang sudah tinggal bangkainya saja. 1 Desember sudah mati sejak tahun 1969,” pungkasnya. (nls/don/l03)

Selasa, 27 November 2012 10:07, Binpa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny