Tanggal 14 Juni dalam peristiwa bangsa Papua

(1). IPWP dan ILWP, bersama Presiden Sementara West Papua, Hon. Benny Wenda akan melakukan pertemuan dengan Parlemen Inggris di Westminster, London – UK, pada tanggal 14 Juni 2022. Pertemuan tersebut akan membahas tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Penentuan Nasib Sendiri West Papua.

(2). Jenazah tokoh pendiri, pemimpin pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Alm. Jacob Hendrik Prai akan dimakamkan di Stockholm, Swedia pada tanggal 14 Juni 2022. Pemberitahuan resmi meninggalnya Alm. pada tanggal 26 Mei 2022.

(3). Jenazah tokoh perempuan pemimpin Papua Merdeka, Ketua West Papua Council Prov. Gov. ULMWP Wilayah Anim-Ha, Almh. Ibu. Pangrasia Yeem akan dimakamkan pada tanggal 14 Juni 2022 di Merauke – West Papua. Almh. Meninggal pada hari Minggu, 12 Juni 2022 di Merauke.

(4). 14 Juni 2022 merupakan peringatan usia yang ke-10 tahun meninggalnya tokoh revolusi pergerakan Papua Merdeka dalam sipil kota, yakni Alm. Mako Tabuni. Mako ditembak mati di Jayapura oleh pasukan anti teror Densus 88, pada tanggal 14 Juni 2012.

#14Juni#14Juni2022#IPWP#ILWP#JacobPrai#PangkrasiaYeem#MakoTabuni#WestPapua#FreeWestPapua

Papua Terancam Lepas !

Papua terancam memisahkan diri dari Indonesia. Pimpinan gerakan Papua Barat, Benny Wenda, menyampaikan kembali tuntutan untuk pemungutan suara bagi masa depan politik Papua.Kali ini dia menyampaikannya lewat konferensi pers di sebuah hotel berbintang empat di pusat kota London, menjelang pertemuan dengan beberapa anggota parlemen Inggris, Selasa (03/05).

Lewat pernyataan persnya, Wenda mengatakan selain penegakan hak asasi manusia di Papua Barat, Gerakan Bersatu Pembebasan Papua Barat (ULMWP) juga menuntut penentuan nasib sendiri untuk masa depan politik.”Gerakan kami yakin satu-satunya cara untuk mencapainya dengan damai adalah melalui proses penentuan nasib sendiri yang melibatkan pemungutan suara yang diawasi secara internasional.”

Staf khusus presiden soal Papua, Lenis Kogoya, mengaku tidak tahu soal pertemuan internasional tentang kemerdekaan Papua yang diselenggarakan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) di London, Selasa (03/05). “Aku baru tahu informasi hari ini jadi berkomentar juga tidak tahu nanti malah saya disalahin. Lebih baik nanti dulu,” kata Lenis kepada BBC Indonesia, Selasa kemarin.

Humanitarian intervention sebagai lagu lama untuk alasan AS dan sekutunya untuk merampok setiap negara target, melakukan agresi terhadap negara lain dengan atau tanpa persetujuan DK PBB. Agenda utamanya sesungguhnya adalah penguasaan sumber daya alam. Dalam bahasa sederhana, humanitarian intervention adalah cara “legal” negara agresor melakukan invasi militer untuk menumbangkan rezim suatu negara karena negara tersebut dianggap telah mengusik kepentingannya. Papua dipandang sebagai wilayah yang memiliki potensi ekonomi bagi kantong negara-negara Agresor dan zionis, seperti Amerika Serikat dan sekutunya. Propaganda-propaganda dan penggiringan politik atas dasar sentimen etnis, agama, dan ideologi menjadi andalan AS dan antek-anteknya untuk merealisasikan tujuan intervensinya.

Bagian dari skenario AS dan Uni Eropa untuk mencaplok Papua dari Indonesia, Parlemen Internasional untuk Papua Barat atau International Parliamentarians for West Papua (IPWP) menggelar  pertemuan di London, Inggris, pada Selasa 3 Mei 2016. IPWP mendukung disintegrasi Papua. Sejumlah anggota parlemen dari beberapa negara Pasifik dan Inggris telah membuat deklarasi di London yang menyerukan kepada dunia internasional untuk mengawasi pemilihan pada kemerdekaan Papua Barat. Menurut kelompok Pembebasan Papua Barat, pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn, yang kembali memberikan dukungannya untuk perjuangan Papua Barat untuk pembebasan dan mengatakan bahwa ia ingin menuliskannya menjadi bagian dari kebijakan Partai Buruh, seperti dikutip dari Radio New Zealand, Rabu, 4 Mei 2016.

Menelaah internasionalisasi isu Papua di tahun 2016 yang makin agresif dengan munculnya desakan Parlemen Nasional West Papua (PNWP) kepada Pemerintah Indonesia, International Parliamentarians for West Papua (IPWP), International Lawyers for West Papua (ILWP), dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), agar mengakui ULMWP sebagai badan koordinasi dan persatuan yang mewakili seluruh kepentingan bangsa Papua yang bertempat tinggal di wilayah Papua dan Papua Barat.  Keberadaan IPWP dan ILWP sendiri tidak lepas dari peran sejumlah anggota parlemen dan pengacara asing seperti Richard di Natale maupun Jennifer Robinson yang memberikan dukungan Benny Wenda, pada aktivis OPM yang mendapat suaka di Australia. Jennifer Robinson (pengacara Australia simpatisan OPM) sendiri aktif menggalang konferensi sejumlah pengacara di Oxford, Inggris dalam International Lawyers for West Papua (ILWP) yang mendorong agar persoalan Papua dibawa ke Mahkamah Internasional.

Tak luput juga, pressure politic kelompok seperti PRD, KNPB, ULMWP dan organ simpatisannya tentu saja harus diwaspadai sebagai bentuk ancaman terhadap kepentingan nasional Indonesia untuk menjaga kedaulatan dan eksistensi Papua.  Kelompok ini tidak lebih dari kelompok elitis yang tidak memiliki basis massa yang jelas, ahistoris terhadap persoalan Papua dan tidak memahami aspirasi masyarakat Papua secara luas.  Bahkan, sangat terbuka kemungkinan bahwa kelompok ini bekerja untuk kepentingan asing dengan mengeksploitasi isu-isu Papua untuk menutupi kepentingan tersembunyi atau hidden agenda menguasai sumber daya strategis di Papua.

Aksi propaganda yang kontra dengan aspirasi mayoritas masyarakat Papua ini dapat dilihat dari seruan organ Parlemen Rakyat Daerah/PRD wilayah Merauke pada 11 April 2016 di Distrik Merauke, Papua.  PRD secara aktif membujuk masyarakat Papua untuk mendukung kelompok yang menyebut dirinya sebagai Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota tetap Melanesian Spearhead Group (MSG), dan menuntut diadakannya referendum bagi West Papua yang akan dibahas pada pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London-Inggris pada 3 Mei 2016.

Aksi dukungan serupa juga dilakukan oleh kelompok yang menyebut dirinya sebagai Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dengan menggelar unjuk rasa pada 13 April 2016.  Bahkan, KNPB secara aktif melakukan tindakan yang mengarah pada provokasi dengan menstigma Indonesia sebagai penjajah kolonial dan meski menyatakan menentang setiap bentuk upaya penegakan hukum yang dapat saja berimplikasi pada penggunaan kekuatan paksa, sulit untuk dipungkiri bahwa propaganda KNPB dapat menjadi sumber inspirasi radikalisme dan tindak kekerasan massa.

Segelintir orang ini mengorganisir diri melalui sejumlah komite aksi yang bergerak melalui jalur diplomasi politik, baik dalam negeri maupun internasional.  Mereka diikat dengan tujuan yang sama yakni menggalang dukungan untuk memisahkan diri dari NKRI dengan segala macam upaya, baik yang moderat melalui referendum dan diplomasi politik, maupun garis keras dengan gerakan separatis bersenjata.  Kelompok yang bergerak dalam negeri mendomplengi isu-isu demokrasi, kebebasan, dan Hak Asasi Manusia (HAM).  Mereka secara intensif melakukan aksi-aksi ekstra parlementer dengan menggelar rally, unjuk rasa, forum diskusi, seminar, advokasi, propaganda dan membentuk opini untuk mendiskreditkan pemerintah dan menggalang dukungan referendum yang muaranya pemisahan diri dari Indonesia.

Taktik pendekatan agama oleh Mossad, lembaga intelijen Israel adalah dengan menawarkan berbagai investasi bagi organisasi-Organisasi Kristen dan katolik serta bekerja sama dengan pemerintah daerah Papua. Di Papua Barat, ada Jaringan Doa Sahabat Sion Papua (JDSSP) yang dibentuk dibawah pengawasan PGGP (Persatuan Gereja-Gereja Papua), semua wakil dari denominasi gereja ada disitu dalam misi khusus mendoakan bangsa Israel.

Selain CIA, mengapa AS menggunakan juga Mossad untuk mengacak-acak Papua? Bisa terbaca, AS dalam struktur ekonomi-politik kebijakan dalam dan luar negerinya tidak terlepas dari pengaruh organisasi-organisasi seperti: Federal Reserve, CFR, Bilderbelger, Club of Roma, Trilateral, dsb. Yang tidak lain tujuan organisasi-organisasi ini merealisasikan protokol Zionis.

Fakta lain, kedok Mossad tampak dalam agitasi propaganda di Papua Barat. Tidak perlu heran bila gerakan zionis melakukan provokasi di basis-basis Kristen. di Jayapura dikenal dengan gerakan Zion Kids, gerakan yang kini berhasil menghimpun seperempat umat Kristen di Tanah Papua. Sebagian dari aktivis Papua Merdeka dan lebih banyak dari kaum moralis, Pdt/Pastor. Sementara di kubu Aktivis Papua Merdeka, mereka yakin hanya Israel yang mampu mengibarkan bintang Kejora di Papua Barat pada tahun 2010. karenanya, Mossad melalui agen intelijen dari Israel yang akhir-akhir ini massif melakukan kampanye sekaligus konsolidasi massa melalui agen-agennya yang sudah terekrut di Papua dalam format KKR dan Pelayanan Rohani dan lain-lain. Isu yang mereka suarakan mereka bahwa bila Papua Mau Merdeka, orang Papua Barat dan lebih khusus TPN/OPM harus memaafkan TNI/POLRI serta Pemerintah RI yang menindas rakyat Papua Barat.

Propaganda dan pemutarbalikan fakta menjadi strategi untuk mendiskreditkan pemerintah.  Isu pelanggaran HAM, represi atas kebebasan berserikat dan politik, stigma pemerintah Indonesia sebagai penjajah kolonial, dan integrasi Papua sebagai wilayah sah dan berdaulat NKRI merupakan bentuk aneksasi, ditebarkan untuk meraih simpati dalam negeri maupun komunitas internasional.  Kelompok ini mencitrakan diri seolah civil society yang berjuang untuk kemanusiaan dan HAM, padahal di balik itu tak lebih adalah para aktivis yang menyebarluaskan kebencian terhadap NKRI dan baik langsung maupun tidak langsung dapat dikategorisasikan sebagai bentuk dukungan upaya subversif dan separatisme. pemerintah harus melawan upaya pembebasan Papua Barat. Merebaknya disintegrasi tidak bias dilepaskan dari ketidakadilan ekonomi akibat kapitalisme yang terus merongrong negeri ini.

AS dan sekutunya yang berdalih melindungi HAM, hingga kini sedang menunggu-nunggu kesempatan melakukan operasi militer di Indonesia atas nama humanitarian intervention. Bukan tidak mungkin tentara dari negeri Cina (mencuri kesempatan di tikungan) juga datang dengan alasan ingin melindungi warga negaranya yang bekerja di Indonesia. Perlu dipahami, Cina sejak beberapa bulan lalu mulai mengirim banyak tenaga kerjanya ke Indonesia. Bayangkan, tentara AS (plus sekutunya) dan tentara dari negeri Cina melakukan operasi militer di Indonesia, akan seperti apa di bumi Islam yang kita cintai ini.

[Kaonak Mendek]

Hampir 2.000 Orang Ditangkap, LBH : Rakyat Papua Tidak Sendirian

MAY 3, 2016/ VICTOR MAMBO

Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras penangkapan 1.724 aktivis dalam demonstrasi damai yang dilaksanakan serempak di Jayapura, Sorong, Merauke, Fakfak, Wamena, Semarang dan Makassar. Beberapa hari sebelumnya, 52 orang juga sudah ditangkap menjelang aksi hari ini.

Aksi hari ini dilakukan dalam rangka mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) masuk menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG), sebuah forum diplomatik di Pasifik Selatan. Selain itu, juga untuk protes memperingati 1 Mei 1963 di mana hari bergabungnya Papua ke Indonesia. Aksi ini juga dilakukan untuk mendukung pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) yang akan dilakukan di London besok, 3 Mei 2016, yang akan membahas tentang referendum untuk Papua.

“Ada dua orang yang ditangkap di Merauke ketika menyerahkan surat pemberitahuan aksi ke kantor polisi. Ini pasal macam apa yang bisa dipakai untuk menangkap orang yang sedang menyerahkan surat pemberitahuan aksi? 41 orang yang ditangkap di Jayapura hanya karena menyebarkan selebaran ajakan aksi. Jelas ini perbuatan semena-mena yang inkonstitusional,” kecam Veronica Koman, pengacara publik LBH Jakarta.

Berikut adalah data jumlah orang yang ditangkap hari ini di masing-masing wilayah yang berhasil LBH Jakarta kumpulkan dari narasumber kami di Papua: 1449 orang di Jayapura, 118 orang di Merauke, 45 orang di Semarang, 42 orang di Makassar, 29 orang di Fakfak, 27 orang di Sorong, 14 orang di Wamena. Total yang ditangkap hari ini ada 1.724 orang. Sebagian besar sudah dilepas, namun masih ada belasan yang ditahan di Merauke, Fakfak dan Wamena.

Sedangkan pada 25 April 2016 ada juga dua orang ditangkap di Merauke, tanggal 30 April 41 orang ditangkap di Jayapura. 1 Mei ada empat orang di Wamena dan 5 orang di Merauke yang ditangkap.

“Total ada 1.839 orang Papua yang ditangkap sejak April 2016 hingga hari ini. Percuma saja Jokowi sering ke Papua kalau di Papua kerjanya hanya seremonial. Pendekatan pembangunan bukanlah yang dicari oleh rakyat Papua, Jokowi harus lebih jeli mendengarkan tuntutan mereka,” tambah Veronica.

Perbuatan kepolisian tersebut melanggar konstitusi Indonesia pasal 28 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Sekalipun tuntutannya adalah untuk referendum, selama orang Papua masih warga negara Indonesia, hak konstitusional mereka untuk berpendapat harus selalu dijaga. Gelarlah dialog, bukan merepresi aspirasi mereka,” tegas Alghiffari Aqsa, direktur LBH Jakarta.

Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Jokowi untuk menindak Kapolri, Kapolda Papua dan Kapolda Papua Barat yang telah mencoreng hak konstitusional rakyat Papua, serta segera melepaskan mereka yang masih ditahan. .

“Kami serukan bahwa Rabat Papua tidal Sendirian. Teruskanlah aspirasi kalian!” tutup Alghiffari. (*)

Ketua Partai Buruh Inggris Dukung Isu Papua Dibawa ke PBB

Jeremy Corbyn, MP
Jeremy Corbyn, MP

LONDON, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin Oposisi Inggris,Jeremy Corbyn, hadir dalam pertemuan International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di gedung parlemen Inggris, yang berlangsung mulai 3 Mei 2016. Pada forum itu, ia berbicara tentang penderitaan rakyat Papua  dan mendukung didorongnya reformasi demokrasi di salah satu propinsi RI itu.

Media Australia, abc.net.au, melaporkan Corbyn mengatakan sudah saatnya rakyat Papua mampu membuat pilihan mereka sendiri tentang masa depan politik mereka.

“Ini tentang strategi politik untuk membawa penderitaan rakyat Papua diketahui oleh dunia, untuk menjadikannya agenda politik, membawanya ke PBB, dan akhirnya memungkinkan rakyat Papua Barat untuk membuat pilihan tentang jenis pemerintah yang mereka inginkan dan jenis masyarakat yang ingin mereka hidupi, “kata dia dalam pertemuan itu.

Corbyn mengatakan forum itu merupakan sebuah pertemuan bersejarah. Para pembicara dalam forum  datang dari berbagai belahan dunia, termasuk anggota parlemen dan politisi dari negara-negara seperti Inggris, Tonga, Banuatu, Papua Nugini dan Solomon Islands. Di antara tokoh yang hadir, adalah Perdana Menteri Tonga, Samuela ‘Akilisi Pohiva; Menteri Luar Negeri Vanuatu, Bruno Leingkone; Utusan Khusus (Special Envoy) Solomon Islands untuk West Papua di MSG, Rex Horoi; Menteri Pertanahan Vanuatu, Ralph Regenvanu; Gubernur Provinsi Oro, PNG, Gary Jufa; Tuan Harries dari Pentregarth, Kerajaan Inggris, house of lords, RT. Hon Jeremy Corbyn MP, pemimpin oposisi Inggris yang juga pemimpin Partai Buruh di Inggris; Benny Wenda, juru bicara internasional dari United Liberation Movement for West Papua (ULWMP), Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, dan beberapa lainnya anggota parlemen Inggris.

Dalam pidatonya, Corbyn juga mendukung laporan yang diterbitkan oleh University of Warwick yang menyerukan pemulihan hak-hak LSM di Papua, pembebasan tahanan politik, dan diizinkannya delegasi parlemen dunia ke wilayah tersebut. Dalam laporan yang dilansir oleh Komisi Keadilan dan Perdamaian Gereja Katolik Keuskupan Brisbane, kemarin, disebutkan bahwa terjadi pelecehan dan kekerasan terhadap lembaga-lembaga kemanusiaan di Papua. Mereka bahkan ada yang diusir karena membela HAM di wilayah tempat mereka bekerja di Papua.

Bagi gerakan rakyat Papua yang berjuang untuk penentuan nasib sendiri, terutama yang dimotori oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kehadiran Corbyn menambah bobot pertemuan itu. Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda, dalam pertemuan itu mengatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus membuat resolusi bagi dilakukannya penentuan pendapat rakyat yang diawasi secara internasional. Sebagaimana dikutip oleh The Guardian, Benny Wenda mengatakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di bawah pengawasan PBB pada 1969 adalah penghianatan karena ketimbang sebagai act of free choiche, itu adalah act of no choice.

“PBB melakukan kesalahan ketika itu, mereka melanggar peraturan mereka sendiri. Itu sebabnya PBB harus mengoreksinya sekarang,” kata Benny Wenda.

Namun, Peneliti LIPI, Adriana Elisabeth, mengatakan, jika rakyat Papua  menuntut merdeka, pemerintah Indonesia tidak akan mengabulkannya. Namun hal itu bukan menutup adanya dialog. Dalam Road Map yang disusun oleh LIPI, penyelesaian konflik di Papua yang dianggap ideal adalah dialog nasional antara Jakarta dengan para pemangku kepentingan di Papua, termasuk ULMWP. Oleh karena itu, Adriana menyarankan agar pemerintah RI mengakui keberadaan ULMWP.

Adriana Elisabeth mengatakan dialog itu mungkin akan memakan waktu lama, bahkan dapat menyita waktu lebih dari satu dekade. Namun itu adalah merupakan salah satu alternatif terbaik.

Editor : Eben E. Siadari

IPWP: PBB Harus Awasi Referendum di Papua

Jayapura, Jubi – PBB harus membuat resolusi pemungutan suara dibawah pengawasan internasional untuk kemerdekaan Papua, demikian dinyatakan anggota parlemen internasional dan pengacara pro kemerdekaan Papua.

Dalam pertemuan di London Selasa, (3/5/2016), pemimpin pro kemerdekaan Papua, Benny Wenda, bersama anggota-anggota parlemen, pengacara dan para aktivis kemanusiaan dari Inggris dan wilayah Pasifik menuntut PBB membuat resolusi untuk referendum independen, dalam rangka memperbaiki “kesalahan”nya mengizinkan Indonesia mengambil kontrol selama hampir 50 tahun lalu

Indonesia memegang kontrol sementara atas wilayah Papua dari penjajahan Belanda atas persetujuan PBB di tahun 1963.

Pada tahun 1969 Indonesia berkuasa penuh melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang disepakati PBB, namun tidak kredibel karena hanya diikuti 1000 orang perwakilan pemimpin Papua, yang memilih dibawah ancaman kekerasan.

Menurut Wenda, Pepera tersebut, yang dianggap “tindakan pilihan bebas”,  adalah pengkhianatan kepada rakyat Papua dan sekaranglah saatnya bagi PBB untuk memperbaiki kesalahan itu.

“Rakyat Papua menyebutnya sebagai tindakan tanpa pilihan,” ujar Wenda kepada Guardian, Rabu (3/5) yang dipantau Jubi Kamis pagi (4/5/2016). “PBB sudah membuat kesalahan, mereka melanggar aturan mereka sendiri. Itulah sebabnya mereka mesti memperbaikinya sekarang.”

Gerakan Free West Papua berharap PBB akan mengeluarkan resolusi ini dalam dua tahun serta mengirimkan penjaga keamanan internasional untuk melindungi rakyat Papua ketika pemungutan suara untuk kemerdekaan berlangsung.

“Selama 50 tahun Indonesia melakukan pembantaian terhadap rakyat kami, 500.000 orang. Kami membutuhkan pasukan penjaha perdamaian internasional di Papua,” ujarnya.

“Mungkin dalam 10 atau 20 atau 50 tahun yang akan datang saya piker rakyat saya akan menjadi minoritas. Kami membutuhkan ini segera.”

Hadir bersama Wenda Akilisi Pōhiva, Perdana Menteri Tonga dan kepala pemerintahan dalam pertemuan Free West Papua, gubernur Papua New Guinea Powes Parkop dan Garry Juffa, serta Menteri Pertanahan dan Sumber Daya Alam Vanuatu, Ralph Regenvanu.

Regenvanu kepada Guardian mengatakan bangsanya selalu mendukung kemerdekaan Papua.

Ia menyerukan wilayah-wilayah lain di kawasan itu, khususnya Australia dan New Zealand, yang saat ini mendukung kedaulatan Indonesia, agar bergabung ikut mendukungnya.

“Mereka harus melangkah maju dan mengakui apa yang sedang terjadi di depan pintu rumah mereka sendiri,” ujarnya pada Guardian. “Saya pikir sikap pemerintah New Zealand dan Australia memalukan terkait Papua.”

Pengacara HAM, Jennifer Robinson, mencatat kedua bangsa juga mendukung kedaulatan Indonesia terhadap Timor Leste hingga “detik-detik terakhir”.

“Penting sekali kita terus membangun kampanye masyarakat sipil yang kuat di Australia dan New Zealand untuk menekan pemerintah melakukan hal yang benar,” kata Robinson.

“Adalah pelanggaran atas nama hukum internasional karena membiarkan situasi yang melanggar hukum, dan pendudukan Indonesia atas Papua adalah pelanggaran hukum karena mereka tidak menghormati hukum internasional dalam proses integrasi Papua,” ujarnya lagi.

Inilah puncak tuntutan dari puluhan tahun kampanye, dan dorongan yang makin menguat dari akar rumput belakangan ini terhadap gerakan Free West Papua, serta peningkatan keanggotaan dalam International Parliamentarians for West Papua (IPWP), dimana pimpinan Partai Buruh Jeremy Corbyn menjadi pendirinya.

“Konferensi ini menyambut baik dukungan internasional yang terus bertumbuh, khususnya di Pasifik, bagi rakyat Papua agar diakui hak penentuan nasibnya sendiri yang telah lama diabaikan,” kata Andrew Smith, anggota Parlemen Oxford East, Ketua dan pendiri IPWP.

“Pengabaian ini adalah noda dalam sejarah PBB, yang harus terus kita kampanyekan agar komunitas internasional memperbaikinya.”

Lord Harries of Pentregarth, mantan Uskup Oxford, juga pendiri IPWP, menggambarkan Papua sebagai  “salah satu skandal pembiaran terbesar abad ini”

“Setidaknya parlemen di beberapa negara di dunia semakin terbuka matanya pada persoalan ini, dan kunjungan pimpinan politik dari Pasifik adalah langkah baik menuju pengakuan PBB atas perjuangan orang Papua dan kehendak mereka atas penentuan nasib sendiri.”

Meskipun secara verbal tampak melunak terkait otonomi dan kebebasan di Papua, Presiden Jokowi secara umum masih gagal menindaklanjuti perkembangan ini. Dibawah kepempimpinannya, pelanggaran dan kekerasan oleh militer dan polisi, termasuk penangkapan massal dan represi terhadap protes-protes damai, terus berlanjut.

“Inilah kenyataan hidup sehari-hari di Papua. Secara fisik, mental, intimidasi terjadi terus,” ujar Wenda.

“Rakyat saya yang akan putuskan siapa yang mereka inginkan untuk memimpin perjuangan kemerdekaan, tetapi kewajiban saya sekarang adalah membebaskan Papua,” ujarnya.(*)

Deklarasi London Seruan Kepada Internasional Awasi Penentuan Nasib Sendiri di Papua Barat

Jayapura, Jubi – Sejumlah anggota parlemen dari beberapa negara Pasifik dan Inggris telah membuat deklarasi di London yang menyerukan kepada dunia internasional untuk mengawasi pemilihan pada kemerdekaan Papua Barat.

Kelompok Parlemen Internasional untuk Papua Barat (International Parliamentarians for West Papua) menyelenggarakan pertemuannya di Gedung Parlemen di London untuk membahas masa depan masyarakat dan Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) yang sedang berada dibawah pemerintahan Indonesia.

Menurut kelompok Pembebasan Papua Barat, pemimpin oposisi Inggris, Jeremy Corbyn, yang kembali memberikan dukungannya untuk perjuangan Papua Barat untuk pembebasan dan mengatakan bahwa ia ingin menuliskannya menjadi bagian dari kebijakan Partai Buruh, seperti dikutip dari Radio New Zealand, Rabu (4/5/2016).

Deklarasi tersebut mengatakan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua Barat tidak dapat diterima. Deklarasi itu memperingatkan bahwa tanpa ada tindakan dari dunia internasional (situasi ini) mempertaruhkan kepunahan masyarakat Papua dan menegaskan kembali untuk hak masyarakat asli untuk menentukan nasib sendiri.

Deklarasi tersebut juga mengatakan ‘Act of Free Choice’ 1969, sanksi-referendum PBB yang memasukan Belanda Papua (Dutch New Guinea) ke Indonesia, adalah pelanggaran berat dari prinsip itu.

Deklarasi ini menyerukan kepada dunia internasional untuk mengawasi penentuan nasib sendiri sesuai dengan Resolusi Majelis Umum PBB.

Pertemuan tersebut turut dihadiri Menteri Luar Negeri Vanuatu Bruno Leingkone, Utusan MSG Khusus Papua Barat, Rex Horoi, Menteri Pertanahan dan Sumber Daya Alam Vanuatu Ralph Regenvanu, Gubernur Oro District PNG, Gary Juffa, Lord Harries dari Pentregarth dari Inggris House of Lords dan Benny Wenda dari Gerakan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Staf Khusus Presiden soal Papua ‘Tidak Tahu’ Pertemuan Bahas Papua Merdeka

Staf khusus presiden soal Papua, Lenis Kogoya, mengaku tidak tahu soal pertemuan internasional tentang kemerdekaan Papua yang diselenggarakan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) di London, Selasa (3/5/2016).

“Aku baru tahu informasi hari ini jadi berkomentar juga tidak tahu nanti malah saya disalahin. Lebih baik nanti dulu,” kata Lenis seperti dikutip dari BBC Indonesia, di Jakarta.

Dalam sebuah pernyataan, beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa kampanye yang diadakan di luar negeri untuk memisahkan Papua dari Indonesia bukan langkah berarti. “Kadang-kadang apa yang mereka lakukan misalnya seperti sesuatu yang sangat besar, tapi sebenarnya tidak,” katanya.

IPWP didirikan aktivis Papua Merdeka dan beberapa anggota parlemen dari Vanuatu, Inggris dan Papua Nugini pada 2008. Kelompok ini terinspirasi oleh keberhasilan Parlemen Internasional untuk Timor Timur.

Pertemuan IPWP kembali mengangkat persoalan hak warga Papua untuk menentukan nasib sendiri ke dunia internasional.

Catherine Delahunty, Anggota Parlemen dari Green Party NZ (kedua dari kiri) saat melakukan protes kecil terkait West Papua di luar parlemen Selandia Baru, Selasa – RNZI / Johnny Blades

Papua Barat masih dalam ‘jajahan’ Belanda ketika Republik Indonesia benar-benar merdeka pada 1949. Pada akhir 1961, Papua Barat mengadakan kongres yang menyatakaan kemerdekaan Papua Barat dan mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Tak lama kemudian, tentara Indonesia menginvasi Papua Barat. Terjadi konflik antara pemerintah Belanda, Indonesia, dan penduduk asli Papua tentang siapa yang berhak memerintah wilayah itu. Pada 1962, Amerika Serikat mensponsori perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang memberikan Papua Barat kepada pemerintah Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia diwajibkan mengadakan pemilihan umum yang diawasi PBB mengenai hak warga Papua Barat untuk menentukan nasib sendiri pada 1969.

Alih-alih menyelenggarakan pemilu yang terbuka bagi seluruh warga Papua, pemerintah Indonesia memilih 1022 ‘perwakilan’ dari populasi sekitar 800.000. Mereka memilih dengan suara bulat untuk bergabung ke NKRI, kendati telegram dari kedutaan besar AS di Indonesia ke Gedung Putih menunjukkan bahwa hasil pemilihan tersebut telah ditetapkan sebelumnya.

“The Act of Free Choice (AFC) di Irian Barat bagaikan tragedi Yunani, akhirnya sudah ditentukan. Protagonis utama, Pemerintah Indonesia, tidak bisa dan tidak akan mengizinkan penyelesaian selain keberlanjutan penyertaan Papua Barat ke Indonesia. Aktivitas pemberontakan amat mungkin meningkat tapi angkatan bersenjata Indonesia akan dapat menahannya, dan kalau perlu, menindasnya,” tercantum dalam dokumen rahasia yang dibuka ke publik pada tahun 2004.

Meski demikian, PBB merestui pemilihan tersebut dan Papua Barat berada dalam pemerintahan Indonesia sejak saat itu. The Act of Free Choice sering dikritik sebagai “Act of No Choice”.

Kekerasan Aparat

Mahasiswa Papua yanga tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua Semarang ketika menggelar demo dan dikawal personil polisi Polrestabes Semarang, Senin (2/5/2016) – Jubi/IST

Sementara itu di Papua, pada Selasa tidak ada aksi yang menyuarakan dukungan untuk pertemuan IPWP; setelah lebih dari 1.000 aktivis yang menggelar aksi demikian pada Senin 2 Mei diangkat dan ditahan Polda Papua sampai Senin (2/5/2016) malam. Sedikitnya tujuh orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat pukulan popor senapan dan tendangan sepatu aparat. Begitu juga awak media yang dihalangi untuk meliput penahanan tersebut.

Salah seorang pengunjuk rasa, Leah, kepada BBC Indonesia mengaku menerima pelecehan dari aparat polisi.

“Di saat kami di TKP, mereka tarik dan berusaha lepas pakaian yang saya pakai sehingga Sali (pakaian tradisional Papua) yang saya pakai itu sudah terputus-putus… Dan saya ditarik sehingga saya tergores di bagian kaki karena kena aspal,” kata Leah kepada BBC Indonesia.

Selain pelecehan, Leah juga mengaku ditendang dengan sepatu laras di bahu kanannya ketika diangkut dengan mobil Brimob.

Penahanan aparat terhadap aktivis yang berunjuk rasa sering terjadi di Papua. Pada 13 April 2016, demonstrasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyuarakan kemerdekaan Papua Barat dilaporkan terhenti karena karena dihadang barikade anggota TNI/Polri. Juru bicara KNPB, Bazoka Logo mengatakan bahwa aparat menangkap 31 pengunjuk rasa.

Secara terpisah, mantan tahanan politik Papua, Filep Karma, menyebut penahanan itu sebagai intimidasi aparat Indonesia.

“Itu yang selama ini terjadi di tanah Papua… Jadi dengan kemarin mereka mempertontonkan kekerasan, kekuasaan, dan apapun yang mereka buat, itu menjadi tontonan internasional – bahwa itulah yang selama ini dipraktekkan di atas tanah Papua sejak ’63 sampai dengan hari ini,” ujarnya. (Yuliana Lantipo)

Ketua MSG Menangguhkan Pertemuan Puncak MSG, Mengirim Utusan Khusus untuk West Papua ke London

Geologie van Dorp, http://pmpresssecretariat.com, Monday, 2 May 2016,By PM Press

Ketua MSG, Perdana Menteri Kepulauan Solomon Hon Manasye Sogavare telah menunda KTT Pemimpin MSG dan akan diumumkan pada waktunya.

KTT itu awalnya dijadwalkan dimulai besok 3 Mei dan berakhir pada hari Jumat 6 Mei 2016.

Penundaan tersebut terjadi karena beberapa masalah penting dalam politik nasional dan menuntut kepemimpinan, tegasnya.

Ketua MSG sedang membangun hubungan dengan para pemimpin negara-negara MSG lainnya untuk menyepakati tanggal dan tempat yang pasti, yang akan memakan biaya bagi negara-negara anggota MSG. Setelah rincian ini selesai, para anggota MSG akan diinformasikan bersama-sama dengan masyarakat umum di negara-negara MSG.

Hal ini dilakukan dalam upaya MSG untuk memastikan bahwa masyarakat umum benar-benar diberitahui tentang keputusan yang dibuat oleh para pemimpin MSG kami.

Serangkaian berita daerah yang salah telah mengakibatkan ketegangan yang tidak perlu dan kesalahpahaman, dengan demikian telah menjadi prioritas bagi Ketua MSG untuk memastikan bahwa informasi yang benar, fakta dasar MSG disahkan dan disampaikan ke masyarakat MSG secara jelas dan transparan.

 

Menyangkut aplikasi keanggotaan “Persekutuan untuk Pembebasan West Papua (ULMWP)”, Ketua MSG telah resmi menerima aplikasi keanggotaan. Lamaran ini sekarang sedang disebarkan ke negara-negara anggota MSG dan akan menjadi masalah prioritas dalam agenda KTT Pemimpin MSG nanti.

Ketua MSG juga, telah mengirimkan Utusan Khusus-nya untuk Papua Barat, yaitu; Mr Rex Stephen Horoi, sebagai mewakilinya untuk mengikuti konferensi International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London, Inggris.

Hal ini dipertimbangkan bahwa selama dua hari konferensi yang akan dimulai di London, hari ini akan dilaksanakan “musyawarah tertinggi” tentang “strategi layak dan realistis untuk mempertahankan pada agenda global hak rakyat Papua Barat untuk menentukan masa depan mereka sendiri”. Hasil dari konferensi ini akan disampaikan kepada Papua Barat, pada saat keputusan KTT Pemimpin MSG berikutnya.

Pemimpin MSG lain yang ikut menghadiri Konferensi IPWP adalah Hon Ralph Regenvanu, Menteri Pertanahan Republik Vanuatu dan Hon Gary Juffa, Gubernur Provinsi Oro (Utara) di Papua Nugini.

Untuk pertanyaan terkait media, silakan hubungi:
Mr rence Sore
Sekretaris Ketua MSG
Kantor Perdana Menteri & Kabinet di Kepulauan Solomoni
Telepon: (677) 22202 Ext: 216
Diterjemahkan Ke dalam bahasa indonesia Oleh : Demi Cinta Papua dan diedit oleh PMNews Sumber Asli : http://pmpresssecretariat.com/2016/…

Kantor OPM dan Ancaman Boikot Pilpres

Di Darwin, Australia dikabarkan sudah membuka kantor Oraganisasi Papua Merdeka (OPM), Minggu (27/4/2014) yang dimotori Benny Wenda dan kawan-kawan.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pun menanggapinya dengan ragam tanggapan. Di Manokwari, Papua Barat, KNPB menyatakan dukungannya.

Kami mendukung penuh peluncuran kantor perwakilan OPM di Australia,” kata Ketua KNPB wilayah Mnukwar, Alexander Nekenem ketika diwawancarai di Kompleks Amban Permai, Jalan gunung Salju Amban, Manokwari, Sabtu (26/4/2014).

Ia pun mengajak rakyat Papua (dan Papua Barat) untuk menyatakan dukungannya terhadap upaya Benny Wenda ini.

Sabtu lalu, mereka menggelar ibadah syukur dan berharap upaya referendum bagi bangsa West Papua segera digelar.

Menurut Alexander, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 cacat hukum sehingga harus digelar referendum lagi.

PEPERA ini tidak sesuai dengan hukum internasional,” katanya.

Selain di Australia, sebelumnya kantor yang sama telah berdiri di tiga Negara lainya, masing-masing di Oxford Inggris, Holand (Belanda), dan Papua Neu Genea (PNG). Dalam waktu dekat imbuh Alex, Benny Wenda dkk, akan kembali meluncurkan kantor yang sama di dua negara lainya, yakni Negara Sinegal dan Selandia Baru.

Seperti dikabarkan detik.com, 6 Mei 2013, meski membuka kantor di Oxford, Inggris, kegiatan aktivis OPM lebih banyak di Belanda, Australia dan kawasan Pacifik Selatan. Namun sikap resmi pemerintah negara-negara tersebut sudah jelas, mendukung kedaulatan NKRI.

Kelompok ini punya aktivitas di Eropa itu di Belanda dan Inggris, tapi yang secara formal buka kantor di Inggris. Ada juga di Australia dan negara-negara pasifik selatan,” kata Ketua BIN Letjen TNI Marciano Norman, di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (6/5/2013).

Lanjut, Marciano mengatakan, pemerintah RI akan berusaha melakukan upaya-upaya diplomasi di negara yang terdapat gerakan OPM.

Menurut dia, gerakan OPM itu hanyalah sebuah gerakan kecil.

Kita juga sedang melakukan langkah-langkah, konstruktif bagaimana ke depan hal-hal seperti ini mendapat dukungan aktif, di negara di mana mereka bergerak,” ungkapnya.

Terkait pembukaan kantor OPM di Oxford, London, Inggris, Marciano menjelaskan kalau hal itu bukanlah sikap resmi pemerintahan Inggris.

Saya rasa sikap pemerintah Inggris sudah jelas dan sudah pemerintah juga sudah lakukan langkah-langkah jelas,” terangnya.

KNPB Ancam Boikot Pilpres 2014

Lain halnya dengan KNPB di Kota Jayapura. Mereka menyatakan dukungannya dengan mengancam akan memboikot pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang.

Dukungan dan seruan itu disampaikan Ketua I KNPB, Agus Kosay, ketika memberikan orasi politik di Kampung Vietnam, Perumnas III Waena, Sabtu (26/4/2014).

Ia mengatakan, saatnya membuka mata dan melihat realita yang sedang terjadi di seluruh dunia untuk isu Papua.

“Jangan kita masa bodoh saja. Orang-orang dan organisasi di luar negeri sibuk dengan nasib kita orang Papua lalu kenapa kita di dalam negeri hanya duduk nyaman,” katanya seperti dilansir tabloidjubi.com, Sabtu (26/4/2014).

“Kita memang sangat sadar bahwa 50 tahun lebih bersama Indonesia dan setiap lima tahun mengikuti Pilpres tetapi tidak ada perubahan yang signifikan bagi orang Papua di atas tanah leluhurnya. Orang Papua semakin disiksa dan menderita. Ini menandakan kita bukan bagian dari mereka,”

lanjutnya.

KNPB Mimika dalam siaran pers seperti dalam situsnya knpbnews.com, 26 April 2014, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Australia.

Mereka juga mendesak pimpinan Negara-negara MSG untuk segera menindaklanjuti keputusan KTT MSG 20 Juli 2013 lalu demi hak penentuan Nasib Sendiri dan segra mendaftarkan Bangsa Papua juga sebagai Anggota MSG.

Disebutkan juga ancaman boikot pilpres 2014.

“Karena Pemilihan Presiden ini memperpanjang penderitaan dan pemusnahan etnis bagi Bangsa Papua Barat 5 tahun kedepan. Komitmen Bangsa Papua Barat boikot pilres 2014 solusi referendum,”

demikian siaran persnya, Sabtu (26/4/2014).  (TOY/R3/LO1)

Monday, 28-04-2014, SuluhPapua.com

Antisipasi Merebut Peluang dukungan internasional

Nelson Mandela
Cover of Nelson Mandela

Dunia dan manusia sekarang punya orang-orang seperti Yesus Kristus, Muhammad, Marthin Lutther King, Nelson Mandela, Noam Chomsky, Ghandi, Desmond Tutu, George Monbiot, dan John Pilger yang suaranya didengar banyak manusia lain dan suara mereka punya pengaruh ke dalam alam bawah sadar manusia, untuk merubah pola pikir, untuk mendorong tindakan-tindakan.

Peradaban modern juga mengenal benar negara dan warga negara dari mana yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan negara mereka. Atau dengan kata lain, pemerintah mana yang biasanya mendengarkan opini publik di negaranya. Memang harus diakui tidak semua opini publik diikuti, tetapi opini yang menguntungkan negara yang bersangkutan, maka negara selalu menggunakan alasan “kehendak rakyat” untuk menindak-lanjuti opini dan sikap publik.

Dua aspek yang kita lihat di sini. Ada oknum berpengaruh di dunia ini di satu sisi dan ada sistem pemerintahan dan masyarakat yang memberikan peluang kepada opini dan kehendak pulik untuk mempengaruhi sebuah kebijakan. Oknum yang punya pengaruh telah terbukti dapat mempengaruhi sebuah kebijakan. Penduduk dari beberapa negara yang secara garis besar demokratis, maka  opini penduduknya didengarkan oleh pemerintah.

Hampir semua oknum yang berpengaruh di dunia ini telah memberikan opini dan bahkan dukungan kepada perjuangan Papua Merdeka.

Perkembangan dukungan dari Professor Linguistic  Noam Chomsky dan kunjungan

English: A portrait of Noam Chomsky that I too...
English: A portrait of Noam Chomsky that I took in Vancouver Canada. Français : Noam Chomsky à Vancouver au Canada en 2004. (Photo credit: Wikipedia)

seorang pemerhati HAM dari negara Kanada dengan situsnya http://www.pedallingforpapua.com/ ini menyusul dukungan-dukungan dari tokoh berpengaruh lain dan penduduk negara maju lain yang mewarnai pemberitaan tentang perjuangan dan kampanye Papua Merdeka di pentas politik global.

Kedua berita ini menyusul berita tentang pengibaran Sang Bintang Kejora di Kantor Gubernur DKI Port Moresby, Papua New Guinea pada akhir tahun yang barusan lewat.

Dukungan ini diramaikan dengan berbagai pemberitaan secara luas dan terus-menerus dari negeri Kangguru Australia dengan Freedom Flotila dan berita-berita lain yang meramaikan dukungan terhadap perjuangan dan kampanye Papua Merdeka di wilayah Oceania. Tulisan-tulisan dan laporan orang Papua langsung bisa dimuat di berita-berita Online dan Koran di Australia. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan lima tahun lalu.

Papua Merdeka
Papua Merdeka (Photo credit: Roel Wijnants)

Dukungan ini diwarnai juga dengan proses negosiasi alot PM Republik Vanuatu (satu-satunya republik di kawasan Melanesia) dengan pemimpin negara-negara lain di kawasan Melanesia untuk memasukkan West Papua sebagai anggota atau paling tidak peninjau di forum Melanesia Spearhead Group (MSG).

Dukungan Melanesia ini justru menyusul peluncuran secara resmi International Parliamentarians for West Papua dan International Lawyers for West Papua di negeri Britania Raya.

Yang harus menjadi renungan dari setiap insan yang bersuku-bangsa Papua ialah,

“Apa arti dari semua ini untuk masadepan Papua?”

Atau lebih langsung,

“Apakah pendudukan NKRI atas Tanah Papua bersifat kekal-abadi?”

Jawabannya kita harus sampaikan dengan pertama-tama tanyakan kepada NKRI sendiri,

Apakah Belanda pernah bermimpin Belanda harga mati di wilayah Hindia Belanda?”,

“Bukankah Indonesia juga telah berjuang dan terbukti telah menang walaupun Belanda terus-menerus selama 350 tahun menyatakan Hindia Belanda harga mati?”

Dengan kata lain, penjajah hari ini patut bertanya,

“Apakah sebuah penjahan itu selalu langgeng sampai kiamat?”

Setelah itu, mulai dari Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe bersama Wakil Gubernurnya Klemen Tinal dan Ketua DPRP Deerd Tabuni dan seluruh anggota DPRP, para Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, Kepala Distrik dan Lurah, sampai kepala Desa, pimpinan PDP, TPN/OPM, Demmak, MRP, Gubernur Bram Atururi dan Ketua DPRPB, semua komponen masyarakat, semua orang Papua haruslah bertanya dan menjawab pertanyaan sendiri:

Apa artinya semua dinamika ini?

Apa yang harus saya lakukan mengantisipasi segala hal yang bakalan terjadi, mengingat tidak ada penjajahan di muka bumi ini yang langgeng kekal-abadi?

Jangan sampai kita bernasib sama dengan Hercules dan Eurico Guiteres. Mereka bersama rekan semarga sekampung mereka kini melarat dan kesasar sampai ke kampung-kampung di Tanah Papua karena ditelantarkan oleh negara dan bangsa yang mereka bela: Indonesia. Mereka malahan ditembak dan dimajebloskan ke Penjara, seolah-olah mereka penghianat NKRI. Mereka tiap hari berpeluh keringant di Camp Pengungsian tanpa pernah diperhatikan. Sekali waktu Sutiyoso, mantan Gubernur DKI Jakarta katakan secara langsung dan terus-terang kepada Eurico Gueteres, “Anda kan dari Timor Leste, solusi terakhir Anda harus pulang ke kampung halaman.” dalam wawancara dengan Kick Andy beberapa tahun lalu.

Satu hal yang pasti, badai globalisasi selalu dan pasti menggilas semua yang menentangnya atau mencoba-coba menahannya. Badai globalisasi benar-benar menghanyutkan bagi yang menentangnya. Tetapi mereka yang mengikuti arusnya tidak bakalan tergilas. Badai globalisasi itu perdagangan bebas, korporasi multinasional, organisasi agama, hubungan perdagangan, dan jagan lupa “dukungan internasional terhadap apa saja di dunia ini”. NKRI selalu ke luar negeri dan bilang, “Amerika dukung Papua di dalam NKRI,” “Australia tetap dukung Papua di dalam Indonesia” dan sejenisnya. Itu artinya dukungan internasional begitu penting bagi pendudukan NKRI atas tanah dan bangsa Papua. Itu mengandung makna dukungan internasional-lah yang memampukan NKRI menganeksasi dan mendudukan negara West Papua dan warga negaranya. Sekarang bagaimana dengan dinamika dukungan masyarakat internasional terhadap Papua Merdeka belakangan ini? Bukankah ini salah satu dari sekian banyak arus globalisasi dimaksud? Apakah NKRI sanggup menahan atau menentangnya?

Apakah kita orang Papua masa bodoh saja terhadap perkembangan terkini seperti ini dan buat seolah-olah tidak ada apa-apa dan sibuk dengan Otsus, UP4B dan Otsus Plus?

Kapan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat dan Ketua DPR, Bupati dan Walikota mereka memberikan dukungan kepada perjuangan dan kampanye Papua Merdeka? Kalau mereka malas tahu saat ini, apakah Papua Merdeka akan mau tahu mereka? Apakah NKRI akan mau tahu mereka?

Semuanya terserah! Semuanya kembali kepada hatinurani seorang manusia! Insan yang sehat rohani dan jasmani tidak akan keliru dalam mengambil sikap dan langkah berdasarkan naluri hewaninya dalam rangka menyelamatkan dirinya dan kaumnya. Kalau tidak begitu, kita kelompok hewan yang paling bodoh yang pernah ada di planet Bumi ini.

Enhanced by Zemanta

“Tidak Perlu Kontak Senjata dan Anarkis”

Merauke—Ketua Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Wilayah Merauke, Pangkrasia Yeem mengatakan, untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat dan bangsa Papua tidak perlu dengan kontak senjata dan aksi anarkhis lainnya. Namun upaya perjuangan bisa dilakukan secara bijak dan elegan, yakni melalui proses hukum di mahkamah internasional oleh International Lawyers for West Papua (ILWP).

“Kita tidak perlu lakukan hal anarkhis yang nantinya banyak korban yang berjatuhan dan mereka adalah rakyat Papua sendiri. Tetapi kita cukup mengupayakannya melalui jalur hukum yang dilakukan oleh lembaga yang sudah ditunjuk yakni ILWP,”

kata Mama Pangky kepada Bintang Papua usai kegiatan ibadah yang digelar PRD bersama KNPB Wilayah Merauke di sekretariat PRD Wilayah Merauke, jalan Bupul satu, Kelurahan Kelapa Lima, Kabupaten Merauke, Selasa (23/10).

Mama Pangky menjelaskan bahwa rakyat dan bangsa Papua sangat komit dengan konsekwensi yang akan mereka terima ihwal hasil upaya hukum yang dilakukan ILWP kelak di mahkamah internasional atas status Papua yang selama ini dipertanyakan oleh rakyatnya. “Bagi kami jika proses hukum itu menyatakan bahwa kita masuk dalam bagian NKRI ya kita akan tunduk dengan keputusan. Tetapi sebaliknya jika kami memang harus lepas dari NKRI, maka pemerintah harus legawa melepaskan kami untuk menjadi rakyat di Negara Papua Barat,” terangnya jangan ada kekerasan di tanah Papua hanya karena untuk mengupayakan sebuah kemerdekaan yang berdaulat.

Berkaitan dengan kegiatan yang diikuti sekitar 150 orang yang tergabung dari jajaran PRD, KNPB Wilayah Merauke serta masyarakat yang mengatasnamakan dirinya rakyat dang bangsa Papua kemarin, dijelaskan Mama Pangky bahwa kegiatan tersebut guna mendukung pertemuan di Kerajaan Inggris yang digelar pada hari dan tanggal yang sama, hanya saja waktu pelaksanaannya sekitar pukul 04.00 sore waktu bagian Inggris.
“Kami tidak ingin disebut lembaga pengacau atau teroris. Kami hanya lembaga parlemen yang merupakan lembaga politik untuk mendukung proses hukum status Papua,” tegasnya.

Sementara itu dari pantauan Bintang Papua kemarin, kegiatan yang mendapat pengawasan dari aparat keamanan itu berlangsung tertib dan penuh hikmad. Sebagai puncak dari kegiatan tersebut, dimana dilakukan penyerahan surat pernyataan dukungan proses hukum dari pihak KNPB Wilayah Merauke yang diberikan langsung Ketua KNPB Wilayah Merauke Gento Emerikus Dop, dan perwakilan suku-suku dari wilayah Selatan Papua yang diwakilkan GT Gebze kepada Ketua PRD Wilayah Merauke Pangkrasia Yeem, dimana surat penyataan tersebut selanjutnya akan diserahkan ke parlemen pendukung kemerdekaan Papua Barat di Inggris. (lea/don/LO1)

Rabu, 24 Oktober 2012 08:24, BP.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny