Wakapolda: Di Papua Tidak Ada Densus 88

Senin, 03 September 2012 20:15

JAYAPURA– Kepolisian Daerah (Polda) Papua mengklaim tidak pernah ada penempatan terhadap Detasemen Khusus (Densus) 88 di Provinsi Papua. Wakapolda Papua, Brigjend Pol. Paulus Waterpauw, sejauh ini pihaknya belum mendapat informasi terkait hal itu. Kalaupun ada pasti akan diinformasikan langsung dari Mabes Polri.
Menurutnya, memang ada penambahan personil dari luar Papua, namun itu lebih untuk masalah pengamanan.

Sementara untuk pengungkapan kasus penembakan hanya dilakukan oleh internal penyidik di Polda Papua. “Punya operasi khusus?. Maksudnya, dari Densus 88 di kita tidak ada lagi. Kemungkinan mantan – mantan yang dulu yang direkrut dalam Tim Opsnal. Tapi, sekarang yang organik sudah tidak ada lagi,” tegas Paulus Waterpauw.

Wakapolda menambahkan, memang selama ini Polda Papua telah membentuk Tim Khusus (Timsus) guna mengungkap serangkaian aksi-aksi teror penembakan misterius di Papua. Dimana, sebagian besar personilnya adalah bekas dari anggota Densus 88 Papua yang kini telah kembali bertugas di bagian Reserse Kriminal (Reskrim) Polda Papua. Densus 88 Papua telah lama ditiadakan yakni sejak tahun 2009 lalu. Dimana keberadaan Tim Anti Teror ini sudah dilebur menjadi satu dengan Densus 88 di Makassar-Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, pemerintah Australia mendesak pengusutan penembakan aktivis pro kemerdekaan Papua Barat, Mako Tabuni (MT). Desakan itu muncul setelah media Australia membongkar keterlibatan Densus 88 dalam penembakan itu. Australia merupakan salah satu Negara yang ikut mendanai pembentukan tim anti teror tersebut. (mir/don/l03)

Diaz Gwijangge: “DPR Pelaku Pelanggaran HAM di Papua”

TabloidJubi, Created on 15 August 2012 Written by Musa Abubar Category: Jayapura

Jayapura (14/8)—Diaz Gwijangge dari kaukus Papua Dewan Perwakilan Rakyat Repulik Indonesia mengaku, Dewan Perwakilan Rakyat baik RI maupun Papua juga merupakan pelaku pelanggaran HAM di Papua dimasa lalu dan masa kini. Mereka terlibat secara langsung maupun tidak langsung.

Hal ini dikemukakan Gwijangge saat menyampaikan apresiasinya kepada Elsham Papua dan International Center for Transition Justice (ICTJ) yang meluncurkan laporan bertajuk ‘Masa Lalu yang Tak Berlalu di Aula kantor Majelis Rakyat Papua, Selasa (14/8). “Dewan penyambung lidah rakyat juga pelaku pelanggaran HAM di Papua. Kebanyakan mereka melakukannya secara tidak langsung,” ungkapnya.

Kata dia, pelanggaran HAM secara tidak langsung yang dilakukan adalah tak mengupayakan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan komisi Ham Adhoc yang mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM di wilayah paling timur ini. Padahal, kedua lembaga ini sudah diamanatkan dalam undang-undang otonomi khusus Papua tahun 2001. “Kedua lembaga yang dimuat dalam UU Otsus ini tak diperjuangkan. Secara tidak langsung, penyambung lidah rakyat di Papua dan Jakarta sudah melakukan pelanggaran HAM,” ujarnya.

Salah satu anggota DPR RI ini mengatakan, selanjutnya, membiarkan kasus-kasus pelanggaran HAM baik di masa lalu dan masa kini di Papua, tenggelam dimakan waktu. “Kebanyakan kasus-kasus pelanggaran HAM dibiarkan. Negara dan Dewan kelihatan tidak mau ambil pusing,” ujarnya lagi.

Gwijangge menilai, laporan tersebut ditulis oleh orang-orang yang mengalami kasus-kasus pelanggaran HAM. Tulisan yang tertera dalam laporan itu adalah kebenaran. Dengan demikian, bagi siapa saja, dapat mengambilnya untuk memepelajarinya dan menggunakannya untuk mengadvokasi dirinya. Dia mengatakan, cerita-ceita yang ditoreh dalam laporan itu adalah segudang pelanggaran biadap yang pernah dibuat negara terhadap rakyat Papua. “Bagi saya, tulisan-tulisan ini tidak sembarang ditulis oleh teman-teman. Merekamengalami dan merasakan pelanggaran HAM dari negara,” tuturnya.

Terkait KKR dan komisi HAM Adhoc juga dikiritisi oleh wakil ketua I Majelis Rakyat Papua, Hofni Simbiak. Menurutnya, kedua lembaga itu harusnya dibentuk. Namun, sampai saat ini tak terealisasi. “Ini satu kegagalan dari UU Otsus,” ungkapnya. Seharusnya, komisi HAM Adhoc dibentuk di Papua untuk memproses dan menyidangkan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Demikian juga dengan KKR. Komisi ini juga perlu ada untuk mengadvokasi dan melanjutkan kasus-kasus pelanggaran HAM untuk disidangkan. (Jubi/Abubar)

Asrama dan Kos Mahasiswa Papua Digeledah Oknum TNI

INILAH.COM, Jakarta – Sejumlah kos dan asrama mahasiswa yang berasal dari Papua di kampus Jawa dan Bali dikabarkan digeledah oleh oknum aparat gabungan TNI dan Polri selama dua hari terakhir ini.

Hal tersebut disampaikan oleh salah seorang aktivis mahasiswa dari Papua, Ismail Asso. Dia mengatakan mendapat informasi bahwa selama dua hari terakhir ini sejumah kos dan asrama yang diisi oleh mahasiswa dari Papua digeledah oleh aparat gabungan TNI/Polri.

“Dalam dua hari terakhir ini digeledah dan diintimidasi aparat gabungan, yang diduga TNI dan Polri,” katanya kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (10/11/2011).

Dia menyebutkan di beberapa titik sentral kos dan asrama mahasiswa Papua di Jakarta juga mengalami perlakuan serupa seperti di daerah Lenteng Agung dan Pasar Minggu. “Kawan-kawan ketakutan, sekarang merapat di satu tempat untuk menghindari penggeledahan oleh aparat TNI/Polri,” tambahnya.

Asso tidak menginformasikan mengapa aparat TNI dan Polri melakukan penggeledahan ke kos dan asrama mahasiswa Papua di Jawa dan Bali. Namun bisa saja penggeledahan ini terkait dengan suasana yang memanas di Bumi Cenderawasih.[bay]

Komnas HAM Kumpulkan Data

JAYAPURA – Meskipun penahanannya sudah dilepas, namun proses penangkapan 15 orang di kawasan Skayland pada 31 Agustus lalu oleh aparat gabungan TNI dan Polri, yang kemudian 13 diantaranya dilepas, masih tetap menjadi perhatian serius Komnas HAM Perwakilan Papua. Hal itu setelah Komnas HAM menerima pengaduan dari keluarga Korban. “Perkembangan kasus 31 Agustus itu sedang dalam pemantauan, kami mengikutinya dari sejak peristiwa terjadi hingga sekarang,” ungkap Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Mathius Murib saat ditemui Bintang Papua di Waena, Kamis (8/9).

Menurutnya, ada yang menarik dalam proses penggrebekan dan penangkapan hingga pembebasan 13 diantaranya. “Menariknya tidak prosedural, ada penyiksaan, bahkan yang lebih ngeri itu ada anak sekitar 7 atau 8 tahun yang ternyata diculik pada waktu itu,” jelasnya. Sejak mendapat pengaduan dari keluarga korban, dikatakan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan. “Sejak peristiwa itu kami sudah mendapat pengaduan dari korban, dan kami sedang memantau sampai sekarang,” jelansya.

Dikatakan, dalam beberapa hari ke depan, hasil pemantauan dan pengumpulan data telah selesai. “Hasilnya belum bisa diungkapkan. Dalam beberapa hari ke depan mudah-mudahan selesai,” jelasnya lagi.

Disinggung tentang klaim KNPB bahwa ada rekayasa dalam sejumlah peristiwa yang terjadi di Papua dan khususnya di Kota Jayapura, menurutnya harus melalui pembuktian secara hukum. “Untuk mengarah ke pembuktian itu siapapun boleh memberikan pendapat, tapi hendaknya berdasarkan investigasi yang benar-benar, sehingga hasil investigasi itu bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Menurutnya, jika telah dilakukan investigasi, baru diketahui hasilnya. “Harusnya klaim bahwa siapa yang harus bertangungjawab, ini motifnya, ini rekayasa atau bukan. Semestinya begitu (berdasarkan data akurat). Kalau mau buat pernyataan saja boleh, itu hak, tetapi semestinya melalui prosedur yang baik,” ujarnya lagi.

Sedangkan saat disinggung apakah belum ada investigasi secara menyeluruh, dikatakan bahwa hal itu merupakan masalah tersendiri. Karena kejadian yang beruntun dan hamper setiap hari ada kasus yang harus ditangani polisi.

“Itu yang masalah kita. Seperti diakui oleh polisi bahwa kita kewalahan, insiden terjadi setiap hari, bahkan satu orang bisa lebih dari satu kasus. Dalam kondisi seperti itu, siapapun sebagai manusia biasa terbatas. Polisi ka, LSM ka, Komnas HAM ka, itu terbatas. Akan tetapi apapun alasannya peristiwa itu harus diungkap dan proses pengungkapannya kewenangannya lebih besar ke Polisi,” ungkapnya.

Saat ditanya tentang apakah Komnas HAM juga berupaya melakukan investigasi, dikatakan bahwa pihaknya terkendala oleh batasan kewenangan. “Prosedurnya harus ada pengaduan resmi. Kedua advis yang terbatas, sehingga kita hanya memantau, dan merekomendasikan,” hanya itu.

Sementara proses penegakan hukum hingga pengungkapan adalah menjadi tanggungjawab Polisi. Sedangkan terkait peran pemerintah, menurutnya sat ini eksekutif maupun legislative terkesan masih diam.

“Jadi selama ini yang sibuk itu NGO, gereja, Komanas HAM, Polisi, tapi elit politik ini diam saja. Ada beberapa kali mereka buat pernyataan. Yang dibutuhkan kan bukan hanya pernyataan-pernyataan. Tapi bisa mengunakan sesuai kewenangan untuk bertindak dalam merubah situasi untuk lebih baik. Itu fungsi legislasinya kan ada di DPR. DPR bisa menggunakan kewenangan itu,” jelasnya.(aj/don/l03)

BintangPapua.com, Kamis, 08 September 2011 23:43

BAPA – ANAK INI HARUS TNGGALKAN ANAK ISTRI DI KAMPUNG DAN HARUS MENGUNGSI KEHUTAN

“Dua orang (Ferdinan Tekege dan Siprianus Tekege) ini harus di tangkap, disiksa dan dibunuh atau di kubur hidup-hidup, karena mereka dua adalah TPN/OPM yang dengan bebasnya ke sana – ke mari di kota Enaro”. Pernyataan ini adalah sebuah sms yang dikirim oleh seorang pimpinan polisi di Paniai kepada seorang kepala dinas di Paniai. Ternyata kedua orang yang nama dan identitas lengkap yang tertera dalam sms tersebut sudah dikenal baik oleh kepala dinas itu dan rupanya mereka adalah bapak serta anak laki-lakinya yang pertama. Bapaknya adalah Ferdinan Tekege, seorang pegawai di Enarotali dan Siprianus Tekege adalah anak laki-laki pertama dari bapak Ferdinan Tekege. Anaknya baru diangkat pegawai, namun belum keluar SK-nya.

Segera menutup sms-nya dan pencet nomor HP dari kedua bapak-anak itu, langsung menghubunginya kepada mereka berdua. Namun, ternyata mereka dua tidak ada di sekitar kota Enarotali – Paniai, melainkan ada di kampung. Maklum, situasi keamanan pada tanggal 17/08-11 di sekitar kota Madi dan Enarotali, membuat masyarakat semua harus mengungsi ke kampung-kampung untuk menyelamatkan diri dan keluarganya di sana. Kepala dinas itu dengan tergesa-gesa mencari orang yang akan pergi ke kampung kedua bapak-anak itu berada dan menyampaikan infomasi itu kepada mereka dua.

Pada 17/08-2011, pukul 16.15 itu, orang yang membawa berita itu tiba dengan selamat di kediaman bapak-anak tersebut. Berita itu segera di sampaikannya dengan menyodorkan sepotong kertas kepada mereka berdua. Untuk meyakinkan kepada mereka dua, kepala dinas itu selain mengirim berita, isi sms-nya ditulis di atas kertas dengan tanda tangan sendiri kepada mereka dua. Isi sms yang ditulis kembali di atas kertas oleh kepala dinas itu dibaca dengan suara lantang oleh bapaknya di hadapan semua anggota keluarga. Suasana isa tangis pun tercipta di sana stelah bapaknya membaca sepucuk surat dari kepala dinas yang dialamatkan kepada bapak dan anak laki-laki pertama tersebut.

Setelah menanggis, pada kemarin sore itu juga bapak-anak langsung pamit sama keluarganya dan meninggalkan kampung halaman serta segalanya lalu mengungsi ke hutan. Tahan dingin, hujan dan lapar, sepanjang malam dan sepanjang hari ini mereka dua ada di hutan sampai berita ini diturunkan.

“Sobat; sekarang (siang, 18/08-2011) ini kami dua ada sedang menderita kelaparan, perut kami kosong; dari kemarin kami kami dua tidak makan – minum sampai detik ini. Namun demikian, bapak sedang mempersiakan kayu buah untuk buat pondok. Aku, karena lapar, aku hanya duduk di atas kayu sambil mengusir nyamuk-nyamuk hutan yang memngigit kami kulitku. Aku ingin pulang ke rumah, bertemu dengan sanak saudara di sana, namun kenapa semuanya ini terjadi pada kami berdua”, nada rindu bercampun kecewa Sipri dari hutan MIYEIDA melalu via telpon kepada aku pada 11.46 waktu Papua.

“Aku bersama bapakku hanya selalu mengurus ternak sapi kami, mencari nafka keluarga dengan susah payah. Tapi, hanya masalah kecil di kampung orang sekampungnya (Kampung Epouto) pergi lapor kepada pihak polisi bahwa bapak-anak itu adalah masuk dalam anggota Yogi di Eduda. Mereka katakan itu karena mereka iri hati atas sapi kami ada di kampung Epouto – Distrik Yatamo – Kabupaten Paniai. Dan, kami dua lari kehutan ini karena kemarin situasi di Enaro – Madi tidak kondusif, maka jangan sampai sesuatu yang tidak diinginkan menimpa kepada kami berdua dari pihak keamanan yang mempercayai omongan orang tetang kami dua kepada mereka, maka kami dua harus mengungsi ke hutan untuk mencari keselamat diri. Jadi, aku sendiri tidak tahu kapan kami dua akan kmbali ke kampung untuk berjumpa dengan keluarga di sana dan melanjutkan hidup kami di kampung”; Sipri, menambahkannya.

Di kampung ada banyak masalah yang perlu diselesaikan secara keluarga. Namun, banyak orang yang tidak mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah itu secara keluarga, tapi demi mencari sepontong rokok mencari pihak ketiga, biar masalah itu tambah rumit. Mereka melaporkan kepada pihak ketiga dengan bahasa yang bukan-bukan. Dan, pihak ketiga-pun mempercayai omongan itu dan mencari orang tersebut dengan menyebarkan kata/pernyataan yang membuat masyarakat kampung panik dan takut. Seperti yang sedang dilanda oleh bapak Ferdinan dan Saudara Siprianus anaknya itu.

Kami beritahu kepada pihak kepolisian indonesia bahwa yang namanya POLISI maupun TNI adalah keamanan / pelindung masyarakat, bukan pecandu masyarakat. Oleh karena itu, janganlah membuat masyarakat tidak tenang – hidup gelisa dan takut dengan segala kata terror dan intimidasi itu. Berilah kedamaian, ketenagan kepada masyarakat, biar dalam suana aman merekapun mengejar hidup harmonis yang mereka dambahkan.

Kepada pimpinan kepolisian Indonesia di Paniai, segera menarik kembali kata terror dan intimidasi yang kemarin dikeluarkan untuk bapak Ferdinan Tekege dan Siprianus Tekege itu. Mereka dua adalah kepala keluarga dari keluarga mereka. Kalau terjadi apa-apa sama mereka dua, apakah pihak kepolisian daerah Paniai menjamin kehidupan keluarga mereka di kampung? Apa yang dilaporkan orang kepada pihak kepolisian tentang mereka dua itu tidak benar. Hari-harinya mereka itu, selalu mengurus nafka keluarga saja. Jadi, kami minta segera tarik kembali pernyataan terror yang disebarkan itu dan segera menghentikan pengejarannya kepada mereka dua. Mereka dua itu masyarakat biasa, mereka bukan orang seperti yang dilaporkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jwab itu. Mereka dipolisikan oleh orang sekampungnya hanya karena iri hati saja, bukan karena masalah lain.

SUMBER CERITA

Komnas HAM Papua Surati Komnas HAM Pusat

JAYAPURA—Lantaran putusan Pengadilan Militer III-9 Jayapura Kamis (11/8) terhadap tiga pelaku TNI yang melakukan pembunuhan Pdt. Kinderman Gire dan penganiayaan Pinitus Kogoya dinilai jauh dari rasa keadilan yang dicari korban dan mengecewakan, apalagi tanpa menghadirkan saksi korban membuat Komnas HAM Perwakilan Papua menyurati Ketua Komnas HAM di Jakarta sebagai bentuk protes mereka. Protes dari Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Matius Murib disampaikan melalui ponsel kepada Bintang Papua, Selasa (16/8).

Ketiga pelaku pembunuhan dan penganiayaan terhadap kedua gembala umat tersebut terjadi di Kampung Kolome, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinis Papua pada 7 Maret 2010. Ketiga terdakwa yang sudah divonis adalah masing masing Pratu Herry Purwanto anggota TNI Yonif 754/AVT Nabire diganjar hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan.
Sertu Saut Sihombing 7 bulan serta Pratu Hasirun 6 bulan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus perkara pembunuhan terhadap Pdt. Kinderman Gire di Kampung Kolome, Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Provinis Papua terjadi pada 17 Maret 2010 ketika pelaku melakukan pengewalan 30 kendaraan sipil yang mengangkut logistik untuk kebutuhan warga di Mulia, Ibukota Kabupaten Puncak Jaya. Namun, saat perjalanan persisnya di tanjakan sebelum tiba di Pintu Angin kendaraan terhenti lantaran jalan rusak. Tiba tiba korban mendatangi salah seorang sopir untuk menanyakan bensin yang dititipkannya. Saat itu juga, pelaku Pratu Hasirun menanyai korban tentang keberadaan senjata TPN-OPM sembari memukul korban bersama korban lainnya Pinitus Kogoya yang kebetulan berada didaerah tersebut.

Akibat pemukulan tersebut, korban Pdt. Kinderman Gire tertembak di bagian punggung dan tewas di tempat. Sedangkan Pinitus Kogoya berhasil melarikan diri. (mdc/don/l03)

Kamis, 18 Agustus 2011 17:33

Warga Manokwari Tuntut Pengusutan Pelanggaran HAM

Metrotvnews.com, Manokwari: Ribuan orang berdemonstrasi menuntut pengusutan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan di Papua Barat, Selasa (2/8) siang. Massa yang tergabung dalam West Papua National Authority itu juga mengecam aksi kesewenang-senangan yang kerap melanda warga Papua Barat.

Demonstran melakukan longmars dari depan kantor Dewan Adat Manokwari ke sejumlah jalan utama di Kota Manokwari. Mereka berorasi sembari menenteng poster bergambar warga yang tewas maupun luka akibat penganiayaan TNI yang bertugas di Papua. Demonstran mengklaim telah mendaftarkan pelanggaran HAM di Papua Barat ke Mahkamah Internasional.

Unjuk rasa itu mendapat pengawalan ketat dari polisi dan TNI Angkatan Laut. Akibat unjuk rasa itu, lalu lintas di Kota Manokwari macet. Namun, suasana Kota Manokwari senggang. Warga takut terjadi aksi bentrok antara warga dan aparat keamanan.(****)

Headline News / Nusantara / Selasa, 2 Agustus 2011 15:01 WIB
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/08/02/133264/Warga-Manokwari-Tuntut-Pengusutan-Pelanggaran-HAM

Kapolres Bantah Tangkap 5 Aktifis

JAYAPURA [PAPOS] – Kepala Kepolisian Resor Jayapura Kota, KAKB H. Imam Setiawan SiK membantah secara tegas pihaknya melakukan penangkapan terhadap aktifis saat peringatan HUT Bhayangkara ke-65 tanggal 1 Juli lalu, Papua Pos edisi Senin [4/7].

Menurut Kapolres, petugas bukan melakukan penangkapan melainkan hanya untuk dimintain keterangan. Para aktifitas tersebut hanya dibawa untuk dimintai keterangan lebih lanjut, terkait kegiatan 1 Juli lalu, karena saat itu diduga akan membentangkan spanduk bertuliskna HUT OPM untuk dirayakannya.

‘’Oleh karena hal itu bertentangan dengan aturan pemerintah. Untuk itu, pihak kepolisian mengamankan guna dimintain keterangan lebih lanjut,” kata Kapolres Imam kepada wartawan diruang kerjanya, Senin [4/7] kemarin.

Menurut Kapolres, spanduk bertuliskan Hut OPM saat peringatan 1 Juli dilarang oleh pemerintah Indonesia. Awalnya ujardia, anggota menemukan segerombolan masyarakat, saat dicek ternyata mereka membentangkan spanduk bertuliskan HUT OPM, karena organisasi itu dilarang di negeri ini. ‘’Saat itu juga anggota mengamankan lima aktifis sekaligus kita bawa ke Polres,“ imbuhnya.

Lanjut Kapolres, kelima aktifis diperiksa seputar kegiatan mereka, apalagi mereka tidak mengantongi Suat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) dari kepolisian.”Jadi saat itu kelima aktifis kami bawa untuk dimintai keterangannya dan selanjutnya di pulangkan,” katanya.

Kapolres menambahkan, pemulangan dilakukan karena kelima aktifis tidak melakukan perbuatan anarkis. ”Kita hanya mintai keterangan mereka sedikit, terkait kegiatan mereka, kalau memang mau berdoa ya berdoa saja, jangan membentang-bentangkan spanduk yang dilarang,” terangnya.

Sekedar diketahui, sesuai data yang diperoleh koran ini kelima aktifis yang sempat diamankan pihak kepolisian diantaranya, Ketua Panitia kegiatan, Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai. [loy]

Written by Loy/Papos
Tuesday, 05 July 2011 00:00

Ditangkap Karena Kumpulkan Massa Tanpa Ijin

JAYAPURA –Penangkapan 5 aktifis peringatan 1 Juli sebagai hari OPM oleh kepolisian, adalah untuk membubarkan pengumpulan massa yang tidak ada ijin. “Mereka kita bubarkan tidak sedang berdoa. Mereka kalau mau berdoa ya datang saja ke sana, tidak perlu kumpul di situ dan membuka spanduk,” ungkap Kapolres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan,SIK saat dihubungi Bintang Papua via hand phonenya, Senin (4/7) terkait penangkapan 5 aktivis yang menuai protes.

Dikatakan, para aktifis yang ditangkap, masing-masing Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai, karena mengadakan pengumpulan massa yang tidak sesuai pemberitahuan yang ada di kepolisian. “Melihat itu anggota saya mengamankan dan membawa ke Polres, kemudian kita interogasi sedikit, dan siang itu langsung kita pulangkan juga,” ujarnya. Duterangkan, dalam melakukan pengumpulan massa harus mendapat ijin keramaian dari kepolisian. “Saat itu mereka sedang membentangkan spanduk sekitar 20 – 30-an orang. Sedangkan pemberitahuannya hanya pelaksanaan ibadan di Makam Theys. Sehingga beberapa aktifisnya kita amankan untuk kita mintai keterangan,” jelas Kapolres.

Disinggung tentang pemberitahuan yang telah diserahkan panitia, menurut Kapolres tidak ada pemberitahuan tentang adanya pengumpulan massa di Abepura. “Kalau di Sentani iya, oke. Kalau mau mengadakan kegiatan di sana silahkan. Tapi jangan kumpul-kumpul di situ bentangkan spanduk. Itu yang tidak benar. Itu yang tidak dibolehkan,” terangnya.(aj/don/lo3)

http://www.bintangpapua.com/headline/12322-ditangkap-karena-kumpulkan-massa-tanpa-ijin
Senin, 04 Juli 2011 22:27

Penangkapan 5 Aktifis Papua Diprotes

JAYAPURA – Terkait peringatan 1 Juli yang dipersiapkan oleh panitia yang diketuai Marthen Goo, ternyata terjadi penangkapan terhadap lima orang aktifis, termasuk Ketua Panitia sendiri. Penangkapan tersebut, menurut Selpius Bobiiterjadi di Abepura, sesaat sebelum kelimanya bersama sejumlah rekan lainnya bertolak ke Sentani. “Di saat mereka menunggu taksi untuk ke Sentani beberapa aktifis Papua ditangkap Polisi, diantaranya adalah Marthen Goo, Herman Katmo, Bovit, Yulian dan Sakarias Takimai,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Asrama Tunas Harapan Padang Bulan, Abepura, Sabtu (2/7). Setelah diinterogasi kelima aktifis Papua tersebut dilepas sore itu juga. Meski demikian, Selpius menilai penangkapan tersebut tidak bisa dibenarkan.

Selpius Bobii yang merupakan Ketua Umum Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (Eknas Front Pepra PB), kelimanya dibawa ke Polsek Abe, kemudian dibawa lagi ke Polresta Jayapura untuk diinterogasi. “Saat diinterogasi jawabannya adalah “kami mau doa, dan kami bingung karena doa saja bisa dibubarkan Polisi’. Hanya di Papua Polisi berani membubarkan umat Tuhan yang mau berdoa,” lanjutnya.

Karena itu, menurutnya Polisi sudah melanggar Pancasila sila Pertama, dan UUD (Undang Undang Dasar). Menyikapi hal tersebut, ia mengeluarkan tiga pernyataan, antara lain :

1. Kami mengutuk dengan keras pihak kepolisian yag membubarkan dan menahan kumpulan orang yang hendak beribadah memperingati hari bersejarah, 1 Juli sebagai hari berdirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperjuangkan hak-hak dasarnya, termasuk penentuan nasib sendiri (kemerdekaan secara politik sama seperti bangsa lain di dunia).
2. Negara Indonesia segera menghentikan segala bentuk intimidasi dan teror melalui SMS gelap kepada aktivis Papua.
3. Negara Indonesia Cq Kapolda Papua dan Pangdam XVII Cenderawasih segera membuka ruang deokrasi bagi rakyat Papua.
Saat disinggung tenatng pelaksanaan peringatan hari OPM di tahun-tahun sebelumnya, dikatakan bahwa pihaknya memaklumi bila tahun-tahun sebelumnya dilarang oleh aparat keamanan. “Tahun-tahun sebelumnya memang tidak dapat ijin. Tapi memang tahun-tahun sebelumnya dilakukan dengan bentuk penaikan bendera di Markas,” jelasnya.

Penangkapan aktifis tersebut, menurutnya adalah sebuah tradisi pihak kepolisian. “Ini sebuah tradisi untuk menghalang-halangi agenda yang akan kami selenggarakan,” tegasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono saat dikonfirmasi via SMS (Sort Massage Service) tidak memberikan jawaban. Sementara itu, Kapolres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan SIK juga belum berhasil dikonfirmasi terkait penangkapan aktifis tersebut.(aj/don)

Minggu, 03 Juli 2011 22:47
http://www.bintangpapua.com/headline/12259-penangkapan-5-aktifis-papua-diprotes

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny