Laporan AHRC Tentang Pelanggaran HAM di Peggunungan Tengah Papua Tahun 1977 – 1978

Diduga Tewaskan 12.397 Orang, Kodam Membantah

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia membenarkan sebuah laporan terbaru yang memberi fakta terjadinya pembantaian massal di wilayah Pegunungan Tengah Papua pada tahun 1977 hingga 1978. Laporan itu menyudutkan militer sebagai pelaku utama.

“Selain warga sipil, dari data Komnas HAM, ada 50 sampai seratus aparat keamanan juga jadi korban dalam peristiwa itu,”

kata Natalis Pigay, anggota Komisioner Komnas HAM kepada SULUH PAPUA, kemarin.

Ia mengatakan, kekerasan tak terbantahkan tersebut pecah setelah kelompok separatis memulainya dengan menembak militer Indonesia pada 1977.

“Terjadilah aksi balas membalas, dan warga sipil yang kemudian kena akibatnya,”

kata dia.

Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih Papua membantah laporan ‘pembantaian’ besar-besaran di wilayah Wamena.

“Saya katakan bahwa peristiwa itu tidak benar, Australia juga kan sendiri membantah itu,”

ujar Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Lismer Lumban Siantar.

Ia menegaskan, laporan AHCR merupakan kabar Hoaks atau bohong.

“TNI tidak pernah melepas bom dari atas heli saat masyarakat dibawah menunggu bantuan, tidak pernah itu terjadi di Indonesia, untuk itu, saya tegaskan sekali lagi, kabar itu tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,”

ucapnya.

Soal keterlibatan Australia dan Amerika Serikat dalam insiden itu, kata Natalis Pigay, belum dipastikan.

“Namun dari sejumlah data, bahwa terdapat Heli Puma dan bom yang dijatuhkan, menimbulkan kecurigaan pihak asing ikut terlibat,”

ujarnya.

Komnas HAM rencananya akan meningkatkan penyelidikan kasus ini dan meneruskannya ke berbagai pihak.

“Soal Amerika, ini belum pasti, masih perlu didalami. Dalam peristiwa itu, ada memang bom Napalm diduga dijatuhkan Amerika, itu senjata pemusnah massal yang telah dilarang oleh PBB,”

paparnya.

Pigay mengatakan, selain Papua, kekerasan memburuk juga di belahan daerah lain di Indonesia.

“Korban di Papua lebih banyak, jumlahnya 12.397 orang,”

katanya.

Sementara itu, Departemen Pertahanan Australia, seperti dirilis ABC membantah klaim yang menyebut helikopter Australia digunakan untuk membunuh warga sipil Papua. Sanggahan ini sekaligus menanggapi laporan hasil investigasi selama setahun oleh Komisi HAM Asia (AHRC) mengenai peristiwa pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan terhadap 4 ribu warga sipil lebih dari 45 tahun yang lalu.

Dalam pernyataannya, Departemen Pertahanan menegaskan:

“Dari tahun 1976 sampai 1981, unit pertahanan  terlibat dalam  Operasi Cenderawasih untuk  melakukan survei dan memetakan Irian Jaya”. “Helikopter  Iroquois, Caribou, Canberra serta Hercules C-130 diikutkan dengan bermarkas di Bandara Udara Mokmer di Pulau Biak.”

Juru bicara Departemen Pertahanan Australia bidang luar negeri dan perdagangan mengatakan mereka tidak dalam posisi untuk memberikan komentar mengenai situasi di Papua pada waktu itu.

“Kebijakan pemerintah Australia terhadap Papua sudah jelas: kita mengutuk semua kejahatan terhadap warga sipil maupun kejahatan yang dilancarkan kepada personil keamanan. Situasi HAM saat ini di Papua tidak seperti yang digambarkan didalam laporan AHRC.”

Sebelumnya, hasil penelitian Asian Human Right Commission (AHRC) di Hongkong menyebut, AS dan Australia mendukung militer Indonesia melakukan pembantaian di Papua. Australia mengirim helikopter, sementara AS menyetor pesawat-pesawat tempur. Aksi ‘genosida’ itu dalam rangka membendung usaha mencapai kemerdekaan Papua setelah pemilihan umum tahun 1977.

Laporan berjudul “The Neglected Genocide – Human Rights abuses against Papuans in the Central Highlands, 1977 – 1978″ (Pembantaian yang Terabaikan – Pelanggaran HAM terhadap warga Papua di Daerah Pedalaman Tengah, 1977-1978), yang dirilis AHRC ini belakangan mendapat beragam pendapat.

Penelitian ARHC disimpulkan usai mewawancarai sejumlah saksi, dan memeriksa catatan sejarah. Badan ini juga mengumpulkan 4.416 nama yang dilaporkan dibunuh oleh militer dan menyatakan jumlah korban tewas akibat kekerasan, lebih dari 10.000 orang.

“Saya belum membaca laporan itu, jadi belum bisa berkomentar,”

ujar Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Lismer Lumban Siantar.

Basil Fernando, Direktur Kebijakan dan Program AHCR, mengatakan bahwa kekejaman itu bisa digolongkan ke dalam tindakan genosida. Termasuk daftar mereka yang bertanggung jawab dan mesti diadili pengadilan HAM adalah mantan Presiden Soeharto.

Menurut Fernando, sejumlah nama yang disebutkan dalam laporan tersebut, beberapa di antaranya masih memegang jabatan dalam militer Indonesia. (JR/R4/lo1)

Saturday, 26-10-2013, suluhpapua

KNPB Mnukwar – Penolakan Surat Pemberitahuan Oleh KAPOLRES Manokwari pada Hari/Tanggal Rabu, 11 September 2013

Aksi demo KNPB dalam rangka memperingati Hari demokrasi internasional 16 september mendatang Komite Nasional Papua Barat wilayah mnukwar, telah memasukan surat Pemberitahuan Ke POLRES Manokwari pada Hari/tanggal, Selasa, 10 September 2013. namun kami Ketua KNPB Mnukwar dipanggil oleh KAPOLRES Mnukwar pada Hari/tanggal, Rabu, 11 Oktober 2013, Jam 10:10 WPB, dengan didampingi oleh satu orang anggota KNPB, langsung menghadap Ke KAPOLRES manokwari namun kapolres didampingi oleh Oleh DANDIM manokwari dan KASAT LANTAS dan Jajaranya, kami langsung bertemu didalam ruang Kerja KAPOLRES Manokwari, dengan tegas KAPOLERS Manokwari mengatakan bahwa surat pemberitahuan yang dikasih masuk oleh KNPB kami tolak dan tidak kami izinkan KNPB untuk melakukan longmars aksi demo damai dalam bebas berekspresi dan alasan yang klasik disampaikan oleh POLRES manokwari bahwa KNPB tidak terdaftar di KESBANGPOL, setelah itu KAPOLRES Manokwari memberikan kesempatan kepada DANDIM Manokwari, dengan tegas DANDIM Manokwari mengatakan bahwa, kami akan membatu dan membackup POLRES Manokwari dengan kasih turun Pasukan TNI untuk menghadang atau menindak tegas kepada KNPB dan Massa Rakyat Papua Barat apabila melakukan aksi demo damai dalam berekspresi.

Menanggapi dari Sikap KAPOLRES dan DANDIM Manokwari bahwa Ketua Komite Nasional Papua Barat “KNPB” Wilayah Mnukwar sesuai dengan hari demokrasi Internasional yang ditetapkan oleh oleh PBB pada tanggal 16 September 2013, bahwa kami akan tetap turun jalan dengan melakukan aksi demo damai dalam bebas berekspresi dan Bebas menyampaikan pendapat didepan umum atau publik baik lokal, nasional dan Internasional.

Dan Bagian LANTAS mengatakan bahwa aksi longmars juga akan macet lalulintas.

dan pada akhirnya kami sampaikan bahwa KNPB Mnukwar kami akan tetap turun jalan! dan Bapak POLRES dan DANDIM silakan bertindak sesuai dengan Perintah dan Kami KNPB akan tetap memperingati hari demokrasi internasional yang ditetapkan oleh PBB pada 16 September 2013.

Keluarga Korban “Tragedi Tinju” Gelar Demo Damai

Massa aksi keluarga korban "Tragedi Tinju" saat menju ke titik aksi, Tugu Roket. Foto: MS
Massa aksi keluarga korban “Tragedi Tinju” saat menju ke titik aksi, Tugu Roket. Foto: MS

Nabire — Keluarga korban “Tragedi Tinju” Nabire menggelar demonstrasi damai, Kamis, (18/07/13), Pukul 10.00 -14.00 WIT guna meminta pertangungjawaban aparat keamanan, Panitia Penyelenggara dan Pemerintah Daerah Nabire atas peristiwa yang merengut 18 orang pada Minggu, 14 Juli 2013 lalu.

Demonstrasi difasilitasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Wilayah Nabire. Pantauanmajalahselangkah.com, masa aksi damai datang dari arah Karang Tumaritis dan long march sepanjang Jalan Merdeka menuju titik aksi di Tugu Roket, pusat kota Nabire, depan kantor Bupati. Keluarga korban dari titik kumpul Siriwini dan Kalibobo membubarkan diri setelah aparat keamanan meminta pulang ke rumah-rumah masing-masing.

Keluarga korban “Tragedi Tinju” Nabire menyampaikan beberapa tuntutan pernyataan. Pertama, mereka meminta Presiden segara turunkan jabatan Kapolda Papua dan Kapolres Nabire karena tidak mampua mengamankan orang Papua. Mereka juga meminta pemerintah daerah Nabire, dalam hal ini Bupati Nabire bertanggung jawab atas peristiwa ini. Selain itu, desakan pemeriksaan panitia pelaksana juga mengemuka.

Koordinator lapangan memberikan kesempatan kepada masing-masing keluarga korban dari semua suku untuk menyampaikan orasinya. Tetapi, hanya beberapa orang saja yang menyampaikan orasi mewakili keluarga.

“Kami ini bingung. Banyak orang bilang karena ini dan karena itu. Banyak versi. Semua ini bisa terjawab kalau ada visum. Kami minta visum di RSUD, tetapi mereka bilang pergi minta pengantar ke polisi. Lalu, saya ke polisi tetapi polisi bilang tidak ada dasar. Saya mau ke mana?,”

kata salah satu keluarga korban  dari suku Mee dalam orasinya.

Keluarga korban dari warga Biak  di Nabire dalam orasinya menyampaikan,

“Kita tidak bisa menuduh siapa-siapa. Kami hanya minta lepaskan kami orang Papua. Kami selalu terus menerus dibunuh dengan berbagai cara setelah bergabung dengan Indonesia.”

Sementara itu, KNPB wilayah Nabire menuding  “Tragedi Tinju” adalah sebuah tragedi terencana. Untuk itu perlu ada pendalaman dari pihak independen atas kasus ini.

“Peristiwa GOR itu terencana. Hari ini saya pimpin rakyat saya untuk menyampaikan pendapat mereka. Masyarakat saya ingin meminta pertanggungjawaban semua pihak. Tapi, saya sedih, massa rakyat saya dibubarkan di beberapa titik,”

kata Ketua KNPB Nabire, Sadrak Kudiai.

Dijelaskannya,

“Aparat suruh keluarga korban yang mau aksi pulang ke rumah dari Siriwini dan Kalibobo. Tragedi kemanusiaan saja kita tidak bisa aksi. Apakah ini yang Indonesia bilang demokrasi? Kami sedih dengan cara-cara polisi di Papua ini,”

tuturnya.

Tampak, Kapolres Nabire dan Dandim Nabire berada di lokasi aksi. Beberapa lokasi di Nabire sejak pagi telah diamankan aparat gabungan bersenjata lengkap. Terpantau, kondisi kota Nabire aman, namun perkantoran dan beberapa pertokoan tutup. Jalan-jalan utama juga tidak seramai seperti biasanya. Hingga berita ini ditulis, kondisi kota Nabire kondusif. (MS)

 Kamis, 18 Juli 2013 14:31,MS

 

Belasan Jasad Bakal Diarak ke Kediaman Bupati Nabire

Jayapura – Kondisi kota Nabire saat ini dikabarkan mencekam pasca kerusuhan pertandingan tinju amatir yang menewaskan belasan suporter. Masyarakat memilih tidak melakukan aktivitas, mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, terutama rencana sekelompok masyarakat hendak mengarak jasad korban yang tewas dalam kerusuhan, ke kediaman bupati.

Salah satu warga Nabire Yohanes Dow saat dihubungi via selulernya mengatakan, suasana Kota Nabire benar-benar lengang.

“Saya tadi sempat keluar rumah tapi jalanan sepi, saya putuskan lagi balik,”

ucapnya.

Lanjut dia, ada rencana dari keluarga korban yang tewas, akan mengarak-arak jasad ke kekediaman bupati.

“Mereka hendak minta pertanggung jawaban bupati, karena keluarga mereka tewas akibat event tinju yang diselenggarakan bupati,”

paparnya.

Bahkan, lanjutnya, mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, sekolah dan perkantoran diliburkan. “Ini anak saya siswa SD sudah dipulangkan, padahal hari ini masuk pertama kali setelah libur kenaikan kelas,”ungkapnya.

Mengenai kejadian, kata dia, akibat ketidakpuasan suporter akan hasil pertandingan, lalu kemudian terjadi aksi saling lempar di dalam GOR, sehingga sebagian besar penonton panik dan berupaya keluar. “Pintu masuk dan keluar cuma satu, sehingga saat penonton panik berebut keluar banyak yang jatuh dan terinjak-injak,”ucapnya.

Suporter yang ada di luar GOR juga melempari batu ke dalam sehingga benar-benar membuat panik. “Bukan hanya yang di dalam yang baku lempar tapi juga di luar GOR,”tandasnya.

Dari data yang berhasil dihimpun, kerusuhan pecah saat pertandingan tinju amatir itu mempertemukan Yulianus dengan Alfius. Wasit memenangkan Alfius. Massa pendukung Yulianus tidak terima dan marah. Mereka kemudian melempari kursi ke arah wasit dan penonton suporter lainnya. Bupati Nabire yang juga ikut menonton dikabarkan terkena lemparan.

Aksi saling pukul antar suporter kemudian pecah. Sebagian besar penonton berupaya menyelamatkan diri, tapi akses pintu keluar hanya satu sehingga banyak yang jatuh dan terinjak-injak.

Juru Bicara Polda Papua Kombes I Gede Sumerta Jaya saat dikonfirmasi membenarkan adanya aksi kerusuhan dalam laga tinju amatir memperebutkan piala bupati. “Pada hari Minggu 14 Juli 2013 sekitar jam 23.00 wit di GOR Kota Lama Nabire telah terjadi rusuh massa sesama pendukung tinju,”ungkapnya. (jir/don/l03)

Selasa, 16 Juli 2013 07:21, Binpa

Rusuh Nabire : Polda dan Pertina Beda Versi

JAYAPURA—Kerusuhan Nabire yang menewaskan 17 orang (data terakhir sudah 21 tewas) ketika menyaksikan pertarungan grand final tinju Bupati Cup 2013 di GOR Kota Lama, Nabire, Minggu (14/7) sekitar pukul 22.30 WIT, memunculkan perbedaan versi antara Pengprov Pertina Papua dan Polda Papua.

Ketua Komisi Teknis Pengprov Pertina Papua Carol Renwarin didampingi Humas Pengprov Pertina Papua Robert Wanggai, ketika menyampaikan klarifikasi di Kantor KONI Papua, Jayapura, Senin (15/7) menjelaskan, peristiwa Nabire merupakan suatu pengalaman yang sangat berat khususnya bagi masyarakat tinju di Papua.

“Kejadian ini bukan akibat pertandingan tinjunya sendiri secara teknis, tapi akibat ulah sekelompok pemuda mabuk yang membuat keributan di dalam GOR dan tak ada sangkut-paut dengan pertandingan,” tegas Carol Renwarin.

Meski demikian, kata Carol Renwarin, pihaknya menyesalkan Panitia Bupati Cup 2013 tak melibatkan Pengprov Pertina Papua. Padahal setiap Pengkab Pertina harus menyertakan Tecknical Delegasi dari Pemprov Pertina Papua, yang bertanggungjawab dalam kejuaraan tersebut.

Menurut Carol Renwarin, pihaknya konfirmasi balik ke Panitia Tinju Bupati Cup 2013 secara teknis tak ada masalah karena pertandingan 12 pertarungan putra-putri berlangsung mulus.

“Saya tanya kepada wasit hakim ada penilaian –penilaian negatif atau bagaimana. Ternyata tak ada, karena perhitungan sesuai dengan mereka bermain di atas ring dan kedua petinju setuju menang dan kalah,” tandas Carol Renwarin.

Namun demikian, lanjut Carol Renwarin, ketika Bupati Nabire masuk kedalam GOR ia mengatakan kepada panitia untuk membebaskan seluruh penonton, ternyata terselip sekelompok pemuda mabuk. Mereka berencana bertemu Bupati untuk suatu urusan yang tak jelas.

“Pada saat mereka masuk untuk bertemu dengan Bupati, tapi aparat Kepolisian maupun Satpol PP menghalangi, karena pemuda dalam keadaan mabuk tak usah bertemu Bupati,” tandasnya.

Akhirnya, mereka marah dan emosi sembari melempar kursi-kursi. Masyarakat yang tak tahu apa-apa lantas terkejut dengan kejadian tersebut. Mereka lari keluar semua. Sedangkan panitia, pelatih, petinju, wasit hakim dalam keadaan tak tahu dan duduk diam. Masyarakat yang lari karena melihat kursi-kursi melayang berdesakan keluar dari pintu. Disitu terjadi insiden ada yang lari kaki ada terkait, ada yang terjatuh dan tertindis.

“Bupati memberi kelonggaran penonton masuk tak melihat kapasitas GOR yang bisa menampung penonton atau sudah melebihi dari pada kapasitas, sehingga pada saat masyarakat lari keluar itu terjadi penyempitan di pintu,” tegas Carol Renwarin.

Sementara itu Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, MA, PhD yang dikonfirmasi via ponsel terpisah mengatakan, kerusuhan Nabire diakibatkan keputusan “kontroversial” wasit hakim, yang memberikan kemenangan kepada petinju Alpius Rumkorem, memicu pendukung Yulianus Pigome mengamuk dan melempar botol plastik ke atas ring.

Kapolda kini sedang berada di Nabire, guna menangani peristiwa tewasnya 17 (data terakhir 21 orang) penonton tersebut didampingi Direktur Reskrim Umum Polda Papua Kombes (Pol) Drs. Bambang Priambadha, SH,M.Hum dan Kabid Propam Polda Papua Kombes (Pol) Usman Heri Purwono, SH.

Kapolda menjelaskan, ketika pertandingan final berlangsung Bupati Nabire menginstruksikan kepada Panitia agar semua penonton boleh masuk secara gratis. Alhasil, sekitar 1.000 penonton yang menunggu di luar GOR Nabire tumpah-ruah masuk guna menyaksikan pertandingan tinju tersebut. Padahal kapasitas GOR Nabire hanya mampu menampung sekitar 500-600 penonton. Akibatnya, ketika terjadi peristiwa tersebut penonton panik dan berupaya keluar dari GOR Nabire sambil berdesakan, saling tindis, berjatuhan dan meninggal dunia.

Namum demikian, kata Kapolda, Pasca peristiwa itu, pihaknya telah memeriksa sekitar 10 saksi, masing –masing Panitia Penyelenggara dan Petugas Keamanan, termasuk Kapolres Nabire Kapolres Nabire AKBP Bahara Marpaung, SH.

“Kami juga menginstruksikan Kabid Propam untuk memeriksa petugas keamanan yang bertugas saat peristiwa tersebut,” lanjut Kapolda.

“Kami juga mengirim dua peleton Brimob untuk menjaga keamanan setempat,” tukas Kapolda.

Kapolda menuturkan, situasi keamanan dan ketertiban pasca kerusuhan Nabire aman dan kondusif, karena Polisi berupaya menggalang tokoh masyarakat dan Kepala Suku, guna meredam situasi agar tak berkembang serta menghimbau kepada masyarakat agar tak terprovokasi dan masing-masing menjaga keamanan dan ketertiban

Terkait tuntutan keluarga korban untuk ganti rugi kepala, Kapolda mengatakan, pihak Pemda Nabire telah melakukan koordinasi dengan Panitia Penyelengara Tinju Bupati Cup, untuk memberikan uang santunan kepada keluarga korban.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes (Pol) I Gede Sumerta Jaya, SIK menandaskan, kronologis kejadian meninggalnya 17 orang penonton di GOR Kota Lama, Nabire saat menonton tinju dalam rangka memperebutkan Bupati Cup 2013. Awalnya pada 19.00 WIT massa berkumpul di GOR sebanyak kurang 1.000 Orang.

Kerugian Material sekitar Rp 30.000.000.Langkah-Langkah yang diambil Polisi mengankan TKP (GOR,RSUD Nabire, Kediaman Bupati) serta mengevakuasi korban ke RSUD Nabire.
Pada pukul 19.45 WIT setelah Bupati Kabupaten Nabire datang. Semua masyarakat kurang lebih 1.500 orang masuk kedalam GOR.

Pada pukul 20.00 WIT pertandingan berlangsung dengan aman dan tertib yaitu juara I melawan juara final. Partai satu selesai, diikuti dengan penyerahan piala. Kemudian dilanjutkan partai kedua, setelah selesai diikuti dengan penyerahan piala. Selanjutnya partai ke-3 selesai diikuti dengan pembagian piala, pada partai ke-4 setelah selasai.

Pada pukul 22.30 WIT terjadi keributan yang mana masyarakat Mee Koordinator Alipin Pigai, petinju Yulianus Pigome mengamuk karena kalah angka atas Sasana Persada (masyarakat Biak pimpinan Maran, Petinju Alpius Rumkorem), massa mengamuk dan menyerang dengan melempari kursi-kursi sesama supporter pada saat penyerahan hadiah, sehingga mengakibatkan kepanikan, kemudian penonton berhamburan keluar GOR yang mengakibatkan saling injak sesama penonton, sehingga mengakibatkan 17 orang meninggal dunia, dan 38 dirawat di RSUD Nabire.(mdc/don/l03)

Nama-Nama Korban Meninggal Laki-Laki
1. Huda
2. David Yunus
3. Yanus Manimbui
4. Yakob Rumkorem
5. Willem Agapa
6. Bendektus Douw

Nama-NamaKorban Meninggal Wanita
1. Yosina Waine
2. Stevina Tebay
3. Yuliana Magay
4. Elina Dugupa
5. Ani Wayar
6. Monica Bonay
7. Maria Servia Mandosir
8. Martina Keiya
9. Ice Tebay
10. Theresia Waine
11. Merlin Ayamiseba

Korban Luka Laki-Laki Dirawat Di RSUD Nabire
1. Hosion Mote
2. Iso Mote
3. Gifmen Degei
4. Amon Gobay
5. Ben Pigome
6. Ali Youw
7. Oktovianus Goo
8. Nobertus Anouw
9. Kris Dogimo
10. Kores
11. Agus Goo
12. Alex
13. Marsi Kegou
14. Edi Enumbi
15. Yuisten
16. Mendetin
17. Heri Anou

Korban Luka Wanita Dirawat Di RSUD Nabire
1. Lis Rejou
2. Meriam Magai
3. Agustina Mote
4. Maya Ije
5. Yuvinia Mote (Ibu Bupati Nabire)
6. Lince Pigai
7. Rena
8. Marsi Kegou
9. Ester Wanimbo
10 Hena Pigai
11. Anaice Degey
12. Yohana Mote
13. Aquila Tekege

Korban Luka Anak Dirawat di RSUD Nabire
14. Nehemia Wanimbo
15. Mario Sadii
16. Litenia Iyai
17. Amimus Tabuni
18. Dima Tabuni
19. Makaria Tekege
20. Anastasia Pigai
21. Edi Enombi

Selasa, 16 Juli 2013 07:25, Binpa

Enhanced by Zemanta

Solidaritas Internasional Akan Gelar Aksi LinK Papua

Aktivis dari Solidaritas Papua saat melakukan aksi lilin kemanusiaan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Foto: www.merdeka.com
Aktivis dari Solidaritas Papua saat melakukan aksi lilin kemanusiaan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Foto: http://www.merdeka.com

Jakarta — Solidaritas internasional masyarakatcinta kemanusiaan dan perduli Papua akan menggelar aksi Lilin Kemanusiaan (LinK) Papua, 14 Juli 2013 mendatang. Aksi LinK Papuaakan digelar di Indonesia, Philipina, Austalia dan Amerika.

Anggota National Papua Solidarity (Napas), Eli Ramos Petegemengatakan, aksi di Indonesia akan digelar di Jakarta, Salatiga, Jombang, Semarang. Surabaya, Bandung, Bogor, dan Bali. Sementara di Papua akan digelar  di  Jayapura, Sorong. Di Jakarta, LinK Papua akan diselenggarakan di Bunderan Hotel Indonesia dimulai pukul 20.00 WIB.

“Lilin Kemanusiaan (LINK) Papua adalah aksi solidaritas masyarakat yang cinta kemanusiaan dan perduli Papua secara serentak di berbagai tempat, nasional dan internasional, untuk mengampanyekan penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua. LinK Papua dilakukan karena negara mengabaikan kejahatan HAM yang terus terjadi di Papua,”

kata Napas dalam Rilis yang diterima majalahselangkah.com, Kamis, (11/07/13).

Kata dia, LinK Papua kali ini akan mengonsentrasikan kampanye terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena yang oleh Komisi Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM) sudah dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat dan berkasnya sudah diserahkan pada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. Namun mandeg atau tidak jelas di tengah jalan.

“14 Juli 2013 dipilih karena pada tanggal dan bulan yang sama, 9 tahun yang lalu (2004), Komnas HAM telah merampungkan dan menyerahkan berkas Kasus Wasior-Wamena kepada Kejaksaan Agung,”

tulisnya.

Mengapa Wasior-Wamena?

Napas menjelaskan, berkas pelangaran HAM Wasior-Wamena adalah hasil penyelidikan tim ad hoc untuk penyelidikan pro justicia Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)  untuk  peristiwa Wasior 2001 dan Wamena 2003 yang terjadi di Propinsi Papua. Tim tersebut, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, telah menemukan indikasi awal terjadinya pelanggaran HAM berat pada kedua kasus itu.

Namun, dijelaskannya, Kejaksaaan Agung mengembalikan berkas tersebut dengan alasan belum melengkapi dan memenuhi  beberapa syarat formil dan materiil.  Pada 29 Desember 2004, berkas tersebut dikembalikan lagi oleh Komnas HAM tanpa memperdulikan alasan dari Kejagung. Menurut Komnas HAM, wewenang Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“Karena Komnas HAM tetap pada pendiriannya, dan Kejagung juga tetap pada pendiriannya, akhirnya sampai  hari ini  berkas Kasus Wasior-Wamena seperti masuk kotak dan dilupakan. Mandeg  tak jelas nasibnya. Kejadian ini  telah memberikan impunitas kepada para pelaku dan menjauhkan keadilan bagi para korban.”

“Napas memandang perlu untuk kembali mengingatkan keseriusan dan tanggungjawab negara untuk penegakan HAM  di negeri ini.  Bila penegakan HAM di Papua tidak mengalami kemajuan, maka konflik dan kekerasan akan terus berulang. Penanganan serius kejahatan  kemanusiaan di Papua dapat membuka jalan  untuk mengawali dialog damai untuk mengakhiri konflik,”

tulis Napas pada Rilis itu.

Pada aksi itu, Solidaritas akan mengkampanyekan, (1) penuntasan kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena dengan bersandar pada prinsip keadilan bagi korban. (2) Mengutuk kerja Komnas HAM dan Kejagung dalam menangangi kasus pelanggaran HAM Wasior-Wamena, karena pendiaman atas kasus ini akan semakin memperkuat jaring impunitas dan menambah beban sosial korban. (3) Penanganan kejahatan kemanusiaan di Papua harus ditindaklanjuti secara nyata dan serius dengan membentuk Pengadilan HAM, sebagai langkah awal membangun komunikasi konstruktif dengan Papua seperti yang dikatakan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudoyono.

Napas mengharapkan untuk menyebarluaskan ajakan dukungan ini pada semua teman-teman yang perduli kemanusiaan; menyelenggarakan LinK Papua untuk Wasior-Wamena di berbagai tempat, mendokumentasikan dan menyebarluaskan dokumentasi tersebut untuk perluasan dukungan dan tekanan politik; dan Hadir pada LinK Papua di tempat masing-masing, membawa lilin solidaritas dan tuntutan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.

Solidaritas juga merekomendasikan pihak-pihak yang dapat membantu menyukseskan acara ini pada pihak penyelenggara. Juga bagi yang belum/tidak bisa hadir di lapangan, dapat menyatakan dukungan dan solidaritasnya melalui berbagai jejaring sosial, melalui foto-foto tuntutan dan bentuk-bentuk pernyataan sikap lainnya. Kampanye online, change.org.

Apa Latar Belakang Kasus Ini?

Kasus  pelanggaran HAM di Wasior berawal dari konflik antara masyarakat  yang menuntut ganti rugi  atas hak ulayat yang dirampas oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan.  Dalam aksi  masyarakat pada akhir bulan Maret 2001 tiba-tiba saja “kelompok tidak dikenal bersenjata” menembak mati 3 orang karyawan PT. DMP. Paska penembakan, Polda Papua dengan dukungan Kodam XVII Trikora melakukanOperasi Tuntas Matoa.

Operasi ini  telah menyebabkan korban  dikalangan masyarakat sipil.  Berdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam bentuk: 1. Pembunuhan (4 kasus); 2. Penyiksaan (39 kasus) termasuk yang menimbulkan kematian (dead in custody); 3. Pemerkosaan (1 kasus); dan 5. Penghilangan secara paksa (5 kasus); 6. Berdasarkan investigasi PBHI, terjadi pengungsian secara paksa, yang menimbulkan kematian dan penyakit; serta 7. Kehilangan dan pengrusakan harta milik.

Kasus indikasi kejahatan HAM di Wamena terkait dengan respon aparat militer atas kasus massa tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena pada 4 April 2003. Pembobolan ini telah menewaskankan dua anggota Kodim dan seorang luka berat. Kelompok penyerang diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI-Polri melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan atas masyarakat sipil, sehingga menciptakan ketakutan masyarakat Wamena.

Berberdasarkan laporan Komnas HAM telah terjadi indikasi kejahatan HAM dalam bentuk: 1. Pembunuhan (2 kasus); 2. Pengusiran penduduk secara paksa yang menimbulkan kematian dan penyakit (10 kasus); 3. Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang (13 kasus); 4. Penghilangan dan pengrusakan harta milik (58 kasus); 5. Penyiksaan (20 kasus); 6 penembakan (2 kasus); 9 orang  menjadi Narapidana Politik (NAPOL).

Sudah sembilan tahun, berkas Komnas HAM tentang indikasi kejahatan kemanusiaan atas Kasus Wasior-Wamena  yang dilakukan aparat negara tidak pernah mengalami kemajuan. Komitmen Presiden Soesilo Bambang Yudoyono untuk membangun komunikasi konstruktif  untuk solusi damai Papua tidak akan mengalami kemajuan, bila rekomendasi Komnas HAM tentang kejahatan HAM tidak pernah ditindaklanjuti.(MS)

Kamis, 11 Juli 2013 15:08,MS

Di Nabire Oknum TNI Pukul Pendeta dan Warga Sipil

Pendeta Delvian Iyai (38), korban pemukulan oknum anggota TNI (Foto: Yones Douw)
Pendeta Delvian Iyai (38), korban pemukulan oknum anggota TNI (Foto: Yones Douw)

Nabire — Pendeta Delvian Iyai (38), warga Karang Tumaritis, Kabupaten Nabire, Papua, mengalami luka sobek di alis mata sebelah kanan setelah mendapat pukulan dari Serka Suraji, anggota TNI dari Kodim 1705 Paniai, pada 20 Juni 2013.

Yones Douw, aktivis hak asasi manusia di Nabire melaporkan, kejadian bermula ketika pendeta Iyai akan melakukan perjalanan ke Kampung Demogo, Distrik Siriwo, Kabupaten Nabire, untuk menghadiri acara peresmian sebuah gedung gereja.

Pada tanggal  19 Juni 2013, bapak Pendeta Iyai diberitahu oleh bapak Ruben Magai, Ketua Komisi A DPRP Propinsi Papua untuk ikut bersama dengan rombongan ke Demogo menghadiri peresmian gedung gereja GKII Adauwo, dengan menumpang pesawat Pilatus Susi Air.

Namun karena ada pelayanan di Paniai, maka pendeta Iyai tidak pergi bersama-sama dengan rombongan, namun berangkat sendiri menggunakan angkutan umum pada tanggal 20 Juni 2013, sekitar pukul 09.00 WIT.

Dari Nabire menuju Siriwo, pendeta Iyai menumpang angkutan umum. Di dalam angkutan tersebut tampak juga keluarga bapak Thobias Madai, dan beberap warga sipil.

Seperti biasanya, semua penumpang dan sopir angkutan harus turun dari mobil dan makan-minum bersama-sama di warung makan Sujud, di Kilo 100. Warung Sujud adalah tempat makan milik anggota TNI, Serka Suraji yang sudah lama beroperasi.

Pendeta Iyai dan keluarga bapak Thobias menempati satu meja makan. Pelayan membawah pesanan makanan yang telah mereka sampaikan sebelumnya.

Sedang asyik makan, anak bapak Thobias yang berusia sekitar tiga tahun meminta dibelikan biskuit. Istri bapak Thobias berdiri dan pergi membeli biskuit di kios Sujud yang terletak tak jauh dari warung makan tersebut. Pak Thobias sendiri menjaga anaknya, dan sementara berhenti makan.

Setelah istrinya datang, bapak Thobias menyerahkan anaknya, dan kembali duduk untuk menghabiskan sisa makanan. Namun, ternyata pelayan warung tersebut sudah menggabungkan sisa makanan orang lain dengan makanan milik pak Thobias, dan berencana membuang sisa makanan tersebut.

Melihat itu, pak Thobias langsung menegur pelayan warung tersebut, dan mengatakan bahwa ia masih akan melanjutkan makan.

“Kenapa kamu campurkan kotoran diatas makanan saya. Saya masih ingin makan. Saya tidak mau bayar, kalau mau tolong gantikan makanan yang baru lagi,”

ujar pak Thobias seperti dilaporkan Douw.

Tidak terima dengan ucapan pak Thobias, Serka Suraji, anggota TNI dari Kodim 1705 yang berada di Warung makan tersebut datang dan langsung memukul bapak Thobias hingga jatuh ke lantai warung makan.

Melihat kejadian tersebut, pendeta Iyai melarang aksi pemukulan anggota TNI terhadap warga sipil.

“Saya pendeta, ini adalah umat saya, kenapa anda pukul dia. Coba Tanya pelayan warung makan, apa masalahnya,”

ujar pendeta Iyai kepada anggota TNI tersebut.

Tidak terima dengan teguran pendeta Iyai, anggota TNI tersebut juga membuang pukulan ke muka dan tepat mengenai pelipis kanan, hingga mengeluarkan darah dan pembengkakan.

Douw mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan anggota TNI terhadap pendeta Iyai dan seorang warga sipil. Menurut Yones, kedunya tidak melakukan aksi perlawanan, atau aksi kekerasan.

OKTOVIANUS POGAU

Monday, June 24, 2013,SP

13 Tahun Kasus Wasior: SBY Diminta Bentuk Tim Mediator

Peneas Lokbere. Foto: tabloidjubi.com
Peneas Lokbere. Foto: tabloidjubi.com

Jayapura — Korban dan Keluarga Korban Kasus Wasior (13 Juni 2001 silam) meminta Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membentuk tim mediator untuk menyelesaikan polemik administratif berkas wasior antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk mendorong penyidikan Kasus Wasior.

Hal itu dikatakan Koordinator Umum Korban dan Keluarga Korban,Peneas Lokbere dalam  Pers Release yang dikirimkan kepadamajalahselangkah.com, peringati ulang tahun ke-13 kasus Wasior, Kamis 13 Juni 2013 di Jayapura, Papua.

Peneas meminta menyelesaikan polemik administratif berkas wasior secara profesional dan bertanggungjawab.

Karena kata dia, Komnas HAM RI menya

Peneas Lokbere. Foto: tabloidjubi.com

takan, Kasus Wasior 13 Juni 2001 sebagai Pelanggaran HAM Berat kategori Kejahatan Terhadap Kemanusiaan. Dimana hasil penyelidikannya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk meminta tindak lanjut terhadap proses penyidikan.

Namun, kata dia, berkas laporan penyelidikan yang diserahkan oleh Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung RI dianggap tidak lengkap. Meskipun Komnas HAM sudah berusaha melengkapi terutama secara administratif. Namun, Kejaksaan Agung RI menilai belum sesuai dengan kriteria penyidikan.

Atas kondisi ini, kata Peneas, adminstrasi peradilan  sudah menghambat penegakan HAM di Papua khusunya rasa keadilan bagi para korban.

“Negara tidak mampu menyelesaikan kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat  secara adil dan bertanggungjawab,”

katanya.

Dalam Pers Release yang diketahui, Kuasa Hukum Korban, Gustaf Kawer itu diminta juga kepada komiunitas internasional untuk memonitoring penyelesaian hukum kasus-Kasus Pelanggaran HAM Berat yang macet di Kejaksaan Agung dan memberikan kebijakan-kebijakan diplomasi sesuai komitmen terhadap penegakan dan pemajuan HAM di Indonesia. (MS)

Tentang Kasus WasiorKLIK

Sabtu, 15 Juni 2013 23:52,MS

Ruang Ddemokrasi Tertutup, Perintah Dari Pusat

Direktris ALDP, Latifa Anum Siregar (Jubi/Musa)
Direktris ALDP, Latifa Anum Siregar (Jubi/Musa)

Jayapura, 11/6 (Jubi) – Latifa Anum Siregar, Direktris Aliansi Demokrasi Untuk Papua (AlDP) Papua di Jayapura, mengatakan, ruang demokrasi yang tertutup di Papua saat ini karena ada perintah dari Pemerintah Pusat.

“Saya pikir ini kebijakan pusat yang diturunkan langsung kepada pimpinan daerah, khususnya pihak kepolisian karena nyata, tidak ada sama sekali ruang demokrasi. Hal yang selalu dikhawatirkan oleh aparat adalah jangan demo nanti bicara merdeka. Jangan pertemuan, nanti bicara merdeka,”

ungkap Latifa Anum Siregar yang ditemui tabloidjubi.com di Padangbulan, Abepura, Kota Jayapura, Selasa (11/6).

Padahal, menurut Latifa, persoalannya bukan di situ, tetapi bagaimana demo dan pertemuan orang tidak lagi bicara merdeka, itu yang seharusnya dijawab pemerintah.

“Kalau begini terus, jelas seratus persen setiap demo orang akan bicara Papua merdeka karena sejak awal masyarakat ditekan,”

katanya.

“Sekarang bukan saja soal demo tetapi saat mahasiswa bicara soal beasiswa agak sedikit keras, diberi cap sepatratis, beasiswanya diputus. Kalau untuk kampung, kepala kampungnya dilihat melawan pemerintah, diputus bantuan ke kampung. Saya pikir ini adalah perintah dari pusat,”

tuturnya.

Dia meminta agar Pemerintah Pusat terutama pihak kepolisian untuk membuka ruang demokrasi.

“Kalau seandainya tidak terbuka, kasihan juga polisi karena hanya menjalankan perintah dan bila ruang demokrasi tidak dibuka, masyarakat akan semakin anarkis,”

nilainya.

Senada dengan Latifa, Yason ngelia, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultasi Ilmu Sosial dan Politik Universitas Cenderawasih (BEM FISIP Uncen) mengatakan, sampai sekarang bangsa ini sudah bergumul untuk menjadi negara demokratis sejak Pemerintahan Soekarno.

“Pada saat reformasi 1998 bergulir, semua pihak berharap demokrasi dapat berjalan dengan lebih baik di negara ini tetapi nyatanya tidak,”

kata Yason. Yason berharap, pemerintah dapat lebih bijak menjalankan roda pemerintahan di Papua dalam hal ini aparat kepolisian dengan tidak melakukan tindakan represif saat menghadapi masa rakyat. (Jubi/Aprila Wayar)

June 11, 2013,17:49,TJ

Indonesia tolak tuduhan pembunuhan massal di Papua

Indonesia mengatakan, tudingan pembunuhan massal di Papua oleh satuan anti teror “sama sekali bohong”.

Indonesia mengatakan, tuduhan dalam laporan ABC minggu lalu tentang pembunuhan massal di Papua oleh satuan anti teror “sama sekali bohong”.

Kedutaan Besar RI di Canberra mengatakan, menurut pihak berwenang di Papua, “rumor” seperti itu tidak benar.

“Berdasarkan penyelidikan kami, tidak ada kekerasan seperti itu terjadi,” kata KBRI dalam sebuah statement.

“Nampaknya rumor dan kebohongan itu disebarkan oleh individu dan kelompok tertentu dengan tujuan mendiskreditkan Pemerintah Indonesia dalam upayanya memastikan pembangunan yang berkesinambungan di provinsi-provinsi Papua.”

Laporan ABC itu memuat tuduhan bahwa satuan anti teror Indonesia melancarkan pembunuhan massal di sebuah desa di Papua.

Tuduhan itu dilontarkan oleh Jonah Wenda, jurubicara sayap militer Organisasi Papua Merdeka.

Menurut Wenda, 11 orang tewas dan 20 lainnya hilang setelah operasi gabungan tentara dan polisi terhadap para pendukung gerakan separatis Free Papua pada bulan April.

28 May 2013, 8:23, AEST

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny