Aparat Gabungan Buru KKB Ayub Waker

Timika – Waka Polres Mimika Komisaris Polisi Wirasto Adi Nugroho di Timika, Kamis, mengatakan jajarannya mendapat perintah dari pimpinan untuk melakukan pengejaran terhadap anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Ayub Waker dan meningkatkan patroli di kawasan PT Freeport Indonesia maupun di luar kawasan itu.

Peningkatan patroli di kawasan pertambangan Freeport dan sekitarnya itu menyusul adanya pernyataan sikap yang mengatasnamakan KKB Ayub Waker bahwa yang bersangkutan akan melawan aparat TNI dan Polri mulai dari tambang Grasberg hingga Pelabuhan Portsite Amamapare.

“TNI dan Polri siap menghadapi KKB Ayub Waker dalam kondisi sesulit apapun. Makanya pimpinan telah memerintahkan seluruh anggota agar meningkatkan patroli di daerah yang dianggap rawan,” jelas Wirasto.

Untuk diketahui, KKB Ayub Waker diduga kuat sebagai dalang utama pelaku penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia di Utikini Lama, Tembagapura, 1 Januari lalu.

Pihak kepolisian, katanya, meminta warga Mimika tetap melaksanakan aktivitas seperti biasa dan tidak terprovokasi dengan berbagai teror yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

Menurut Wirasto, pasca operasi penertiban ribuan pendulang di sepanjang bantaran Kali Kabur terutama di wilayah Utikini Lama hingga Banti, Distrik Tembagapura beberapa waktu lalu, terjadi sejumlah aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu.

Beberapa hari lalu sebuah mobil yang membawa petugas keamanan internal PT Freeport dan sebuah bus yang mengangkut pekerja dilempar dengan batu oleh orang tak dikenal saat melintas di Mil 29.

Terkait kasus penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob dan seorang petugas keamanan internal PT Freeport di Utikini Lama, Tembagapura itu, polisi telah mengamankan dua orang tersangka berinisial MW dan JW. (ant/don/l03)

Source: Jum’at, 16 Januari 2015 00:21, BinPa

“Konflik di Papua Meningkat, Kasus Paniai Harus Diseriusi”

JAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Sosial Politik dan HAM FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, dirinya hanya mau mengingatkan polisi dan TNI bahwa situasi Papua saat ini, dimana konflik dan kekerasan semakin meningkat, bahkan kasus Paniai apabila tidak diselesaikan maka hanya akan membawa Papua pada tuntutan politik yang jauh lebih besar yakni referendum.

Dikatakan, membaca situasi penegakan hukum di Papua, dimana terkesan tidak ada niat baik dari aparat penegak hukum untuk mengungkapkan kasus Paniai berdarah, tapi justru mengalihkan isu Paniai berdarah ke kelompok Ayub Waker di Timika, semakin meyakinkan dirinya bahwa konflik di Papua sengaja dikembangkan terus volume dan bobot konfliknya dengan semakin banyak melibatkan aktor-aktor baru di dalamnya, agar Papua pada akhirnya muncul dua pilihan. Pertama, Papua ditaklukkan penuh dengan kekuatan senjata dan orang Papua dihabisi dari atas Tanah Papua seperti penaklukan negara bagian Hawai-AS oleh kulit putih Amerika abad 19 dengan menghabisi penduduk pribumi etnis Polinesia .

Kedua, Papua harus lepas dengan membayar harga yang mahal yakni pembantaian-pembantaian massal seperti pembumihangusan Timor-Timur pasca referendum 1999.

“Memang situasi Papua hari ini mengingatkan saya akan situasi Timor-Timur 1 Tahun menjelang jejak pendapat atau referendum akhir Agustus 1999. Saya tiba di Dili 29 Juni, 2 bulan sebelum referendum yang memerdekakan Timor Leste,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Kamis, (15/1).

Sewaktu itu, dirinya melihat, mendengar dan merasakan bahwa eskalasi konflik semakin meningkat di akhir Tahun 1997 di seluruh Timur-Timor bersamaan dengan perundingan-perundingan Triparti Indonesia, Portugal dan PBB yang mulai digulirkan. Korban jiwa berjatuhan baik di kalangan sipil maupun militer selama hampir 1 Tahun lebih menjelang jejak pendapat Timor-Timur. Bahkan militer juga menggunakan milisi untuk meneror, mengintimidasi dan membunuh warga pendukung Freetelin. Disaat eskalasi konflik yang semakin meningkat Timor-Timur, pihak asing, khususnya Amerika Serikat yang menginginkan wilayah ini lepas dari Indonesia, mulai menambahkan pasukan Marinirnya di Pangkalan Militer Clark dan Subick di Philipina. Dan juga kapal-kapal induk Amerika Serikat mulai merapat ke pelabuhan utama Australia di Pantai Timur Australia di Darwin sejak saat ini mulai ditetapkan sebagai tempat cikal bakal pangkalan militer AS di Pasifik.

Dalam studi hubungan internasional, dikenal teori ‘makan bubur panas’ dimana bubur panas itu dimakan dari samping ke tengah. Amerika Serikat menjadikan Timor Timur sebagai bagian dari strategi teori politik makan bubur panas ini pada waktu ini, dan Papua hari ini didesign atau diskenarioakan ke arah itu. Papua ini bagian tengah dari ‘bubur panas’ kebijakan politik AS.

Jadi apabila pemerintah, khususnya TNI/Polri tidak memiliki good will untuk melihat Papua aman dan damai, karena terus memilih pendekatan senjata sebagai jalan terbaik menciptakan keamanan, maka pihak asing khususnya AS dan sekutunya akan diuntungkan dengan situasi ini. AS sejak tahun 2013 mulai menambah pasukannya menjadi 11.000 (Sebelas ribu) Marinir di Pangkalan Militer Darwin.

Para penggiat studi hubungan internasional, pasti sudah paham dengan kebijakan pemerintah AS ini, bahwa kalau situasi di suatu kawasan aman dan tidak mengganggu kepentingan nasional AS, maka pasukan militer AS ditempatkan di pangkalan militer yang berdekatan dengan kawasan tersebut pasti tidak lebih dari seribu anggota Manirir. Tetapi bila eskalasi politik semakin tinggi dan disertai banyak pelanggaran HAM berat di kawasan tersebut yang berakibat terancamnya kepentingan nasional AS maka akan terjadi peningkatan jumlah pasukan diatas seribuh di pangkalan militer tersebut. “Untuk saat ini satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang eskalasi konfliknya bisa mengancam kepentingan AS adalah Papua,” tandasnya. (nls/don/l03)

Source: Jum’at, 16 Januari 2015 00:24, BinPa

Ungkap Kasus Paniai, Mabes Polri Bentuk TPF

JAYAPURA – Mabes Polri saat ini sudah membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk mengungkap kasus kerusuhan di Enarotali, Papua yang menewaskan empat warga sipil dan melukai puluhan lainnya. Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende kepada Antara, Rabu, mengakui, sudah mendapat informasi kalau Mabes Polri sudah membentuk TPF namun belum diketahui dengan pasti apakah tim tersebut sudah di lapangan atau belum.

Diakui, kami sendiri (polisi) mengalami kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut karena warga terutama yang saat itu berada di sekitar TKP sulit memberikan keterangannya ke polisi.

Karena itulah hingga saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014 lalu.

Walaupun demikian saat ini pihaknya sudah 56 orang yang dimintai keterangannya, kata Irjen Pol Mende seraya mengatakan, dari jumlah tersebut sekitar 20 diantaranya berasal dari anggota polisi. “Saya bisa memastikan pelaku penembakan bukan dari anggota polisi,” tegas Kapolda Papua.

Menurutnya, tidak mungkin peluru yang bersarang dari para korban berasal dari anggota polisi karena senjata SS 1 yang dipegang anggota tidak efektif dalam jarak 300 meter.

“Senjata SS 1 tidak akan efektif bila ditembak dari jarak 300 meter,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Mende, seraya menambahkan letak kantor Polsek Enarotali berada sekitar 300 meter dari posisi jenasah korban saat ditemukan. Anggota juga menyatakan kalau mereka menggeluarkan tembakan ke atas sebagai tembakan peringatan.

Kasus kerusuhan yang terjadi 8 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, yang berawal dari masalah lalu lintas itu hingga menyebabkan warga melakukan aksi pemalangan di ruas jalan Enarotali, namun saat palang dibuka warga menyerang pos koramil hingga akhirnya ditemukan empat orang tewas. Keempat korban yang tewas tertembak itu masing-masing Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw.(ant/don/l03)

Sumber: Kamis, 15 Januari 2015 01:02, BinPA

Dua Anggota Kelompok Ayub Waker Jadi Tersangka

JAYAPURA – Kepolisian Daerah Papua menetapkan dua anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Ayub Waker wilayah Timika sebagai tersangka dalam kasus penembakan terhadap dua anggota Brimob BKO Sulawesi Selatan, pada 1 Januari 2015 lalu.

Kedua tersangka tersebut kini sudah menjadi tahanan polisi guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keduanya masing-masing, Nelson dan Giliman Waker.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Polisi Drs. Yotje Mende mengungkapkan, kedua tersangka tersebut mengaku bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok organisasi terlarang dan anggota kelompok pimpinan Ayub Waker.

“Mereka ini ditangkap saat setelah penembakan terhadap dua anggota Brimob dan satu security yakni, Nelson. Sedangkan tersangka Giliman Waker ditangkap saat terjadi kontak senjata di daerah kali Kabur. Ia ditemukan dalam kondisi luka tembak,” katanya.

Sementara menurutnya, penangkapan terhadap 64 orang lainnya yang diduga merupakan kelompok organisasi terlarang dan anggota kelompok bersenjata Ayub Waker telah dibebaskan lantaran tidak cukup bukti dari hasil pemeriksaan.

Dikatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap kelompok masyarakat yang sempat diamankan diduga hanya ikut-ikutan. Sementara beberapa masyarakat lainnya hanya mendapat telephone untuk bergabung, namun secara kepribadian mereka tidak ikut terhadap kelompok tersebut.

Meski sudah dibebaskan, pihaknya akan terus memantau pergerakan mereka serta mengejar para pelaku penembakan terhadap kelompok Kriminal Bersenjata tersebut. “Kami menduka menduga mereka masih berada di gunung sekitar Kali Kabur, Distrik Tembagapura,” katanya.

Soal jumlah mereka, Kapolda Yotje ada sekitar 50 orang namun mereka menyebar kemana-mana. “Kelompok mereka banyak juga. Namun penembakan terhadap dua anggota Brimob dilakukan oleh Ayub Waker bersama anaknya dan adeknya,” ujarnya. (Loy/don/l03)

Sumber: Kamis, 15 Januari 2015 01:04, BinPa

Berkas 2 Oknum TNI Penjual Senjata ke OPM Diserahkan ke Otmil

JAYAPURA – Berkas perkara dua anggota TNI dari satuan Kodim 1702/Wamena yang diduga kuat terlibat menjual amunisi kepada kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah Lanny Jaya, Papua kini telah diserahkan ke Auditer Militer (Otmil) Jayapura, untuk menjalani persidangan.

“Penyelesaian pemeriksaan dan penyidikan terhadap kedua oknum anggota TNI oleh penyidik POMDAM dan kini sudah diserahkan ke Otmil untuk melihat berkas perkara bersama barang bukti dan saksi-saksi,” kata Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI, Tatang Sulaiman kepada wartawan di Makodam XVII/Cenderawasih, Selasa (13/1) pagi.

Tatang menandaskan, pembuktian terhadap kedua oknum TNI akan terungkap setelah menjalani persidangan. “Mereka (Dua Oknum) menjual amunisi dan harus di pidana berat karena sudah melanggar aturan hukum,” tegasnya.

Kedua oknum TNI tersebut masing-masing bernama, Sersan Dua Martinus Jikwa

(Orang Lanny Jaya) masa pensiunan dan Sersan Dua Arsyad Wagap masih aktif anggota TNI Kodim 1702/ Wamena, Kabupaten Jayawijaya.

Kedua oknum tersebut ditangkap setelah mendapat laporan, bahwa kedua menjual amunisi kepada kelompok OPM bersama, salah satu oknum pensiunan TNI bernama, Peltu Urbanus Wenda.

Mereka ditangkap setelah sebelumnya menangkap pimpinan kelompok OPM, Rambo Wonda dan Rambo Tolikara bersama beberapa rekannya dan salah satu oknum polisi, bernama Briptu Tanggam Jikwa, pada 26 Oktober di Hotel Boulevard, Wamena, Kabupaten Lanny Jaya.

Sejak penangkapan itu, akhirnya berkembang hingga mengarah kepada kedua oknum anggota TNI dari Kodim 1702/Wamena dan oknum pensiunan TNI, yang kemudian langsung dilakukan pemeriksaan di Pom Kodam XVII/Cenderawasih. (loy/don/l03)

Rabu, 14 Januari 2015 01:41, BinPa

Lekhakha Telenggen Jadi Target Operasi Polda

Timika – Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Lekhakha Telenggen dan putranya sebagai pelaku utama penyerangan yang menewaskan dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak pada awal Desember 2014, terus diburu pihak Polda Papua. Penegasan itu diungkapkan Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Yotje Mende.

“Kalau kasus di Ilaga itu pelakunya Lekhakha Telenggen. Dia masuk target operasi kita. Kemana pun dia pergi, kita akan kejar. Termasuk anaknya juga sebagai pelaku,” kata Yotje Mende kepada Antara di Timika, Selasa.

Kasus penembakan terhadap dua anggota Brimob itu terjadi pada Rabu (3/12). Dalam kejadian tersebut, dua anggota Brimob Polda Papua Ipda Thomson Siahaan dan Bripda Jeferson tewas seketika dan para pelaku membawa kabur dua pucuk senjata api jenis AK 47.

Kedua korban ditembak saat melintas di depan Kantor Bupati Kabupaten Puncak menggunakan truk saat sedang mengangkut kursi untuk dibawa ke gereja GKI.

KKB Lekhakha Telenggen dan anaknya Tengahmati Telenggen diketahui merupakan Kelompok Yambi, anggota jaringan Wamena.

Yotje mengatakan kasus penyerangan aparat oleh KKB di Papua akhir-akhir ini kian meningkat dengan target untuk merampas senjata api.

Kasus serupa terjadi di Utikini Lama, Tembagapura pada 1 Januari lalu, dimana para pelaku yang disinyalir merupakan anggota KKB Ayub Waker menembak mati dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia dan seorang petugas keamanan internal perusahaan.

Para pelaku juga membawa kabur dua pucuk senjata api jenis Steyer serta ratusan amunisi.

“Kalau dalam kasus di Utikini Tembagapura itu, anaknya juga sebagai pelaku,” jelas Kapolda Papua Irjen Yotje.

Terkait kasus tersebut, polisi sudah menahan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka.

Kedua tersangka yaitu MW dan JW. MW ditangkap di bantaran Kali Kabur di sekitar lokasi penembakan anggota Brimob dengan barang bukti sebilah pisau sangkur yang masih berlumuran darah. Sedangkan JW diketahui merupakan anggota KKB Ayub Waker yang melakukan penyerangan mobil yang ditumpangi anggota Brimob dan petugas keamanan internal Freeport. (ant/don)

DPR Papua Ingatkan Aparat Keamanan Bertindak Profesional

Jayapura, Jubi – DPR Papua mengingatkan aparat keamanan, polisi dan TNI yang bertugas di Papua agar bertindak profesional dalam melakukan pengamanan di Bumi Cenderawasih.

Ketua DPR Papua terpilih, Yunus Wonda mengatakan, pihak tak menyudutkan aparat keamanan, namun hanya mengingatkan agar lebih mengedepankan pendekatan persuasif. Tidak dengan cara yang bisa membuat jatuhnya korban jiwa.

“Kalau ada tanggapan yang menyebut TNI dan Polri disudutkan, kami tidak menyudutkan. Hanya mengingatkan agar bertindak profesional. Senjata kan alat negara. Bukan untuk membunuh rakyat. Aparat keamanan kan untuk melindungi rakyat. Masyarakat berharap aparat bisa melindungi mereka,”

kata Yunus Wonda, Selasa (16/12).

Namun menurutnya, kini kondisi terbalik. Kehadiran aparat keamanan justru membuat masyarakat Papua trauma. Trauma yang ada sejak tahun 60-an itu, terbawa hingga kini.

“Harusnya bagaimana membuat masyarakat Papua hingga ke pelosok agar mencintai aparat kemanan polisi dan TNI. Jangan justru membuat mereka takut. Jadi kami tidak menyudutkan aparat keamanan,” ucapnya.

Kata Yunus, aparat keamanan harus bijaksana menyikapi setiap kejadian. Jangan arogan. Melakukan pengamanan tak harus hanya dengan senjata. Satu nyawa orang Papua mahal harganya.

“Kalau datang melindungi orang Papua, buktikan seperti Apa. Harusnya bagaimana membuat orang Papua mencintai bangsa ini. Selama ini setiap peristiwa selalu katakan barang bukti amunisi dikirim ke pusat untuk mengetahui jenis amusi. Tapi sampai kini tidak diketahui siapa pemilik amunisi itu,”

katanya.

Politisi Partai Demokrat itu juga menyarankan, agar selalu dilakukan pergantian atau roling untuk aparat keamanan yang bertugas di daerah, guna menghindari rasa jenuh anggota yang bisa berpengaruh pada psikologi mereka.

Sebelumnya, Kapolda Papua Inspektur Jenderal (Pol) Yotje Mende mengatakan, pihaknya berharap semua pihak bisa jeli melihat berbagai kejadian yang ada di Papua kini. Katanya, jangan selalu menyudutkan Polri.

“Seharusnya kalau HAM, itu mengingatkan kami juga. Sebagai manusia harus juga melakukan penyelidikan dalam kasus pembunuhan Brimob. Dalam permasalahan ini jangan menyudutkan Polri,”

kata Kapolda Yotje kala itu. (Arjuna Pademme)

Sumber: TabloidJubi, Posted by Arjuna Pademme, Date: December 17, 2014in: Jayapura

Sudah Jelas: Pdt . Albert Yoku itu Gembala Berbulu Serigala

Menanggapi berbagai kasus penembakan dan tanggapan yang datang dari berbagai pihak, PMNews menyempatkan diri menelepon langsung Panglima Tertinggi Komando Revolusi Tentara Revolusi West Papua, Gen. TRWP Mathias Wenda di Markas Pusat Pertahanan (MPP). Berbagai tanggapan dari dalam negeri dan luar negeri disampaikan. Gen. Wenda terfokus kepada berbagai tanggapan secara rentetan yang disampaikan oleh Ketua Sinode GKI Papua, Pdt. Albert Yoku. Secara langsung Gen. Wenda nyatakan,

Jangan tanyakan saya komentari semua tanggapan, saya mau nyatakan kepada orang Papua semua, baik gembala ataupun domba-domba di seluruh dunia, bahwa Pdt. Albert Yoku itu Serigala berbulu Domba, Gembala yang ditugaskan untuk mengamankan pembunuhan oleh sang serigala. Saya yakin, semua domba dalam pengembalaannya hari ini tidak sejahtera melihat sang Gembala berbulu Serigala terlibat politik praktis NKRI. Sangat memalukan. Dulu Gembala dari Gereja lain yang jadi serigala, sekarang GKI yang jadi serigala. Memalukan.

Berikut petikan wawancara.

PMNews: Selamat pagi dan selamat atas kesuksesan peristiwa bersejarah dalam perjuangan bangsa Papua yang baru-baru berakhir di Vanuatu, di mana Sdr. Okto Motte terpilih menjadi Sekjend, dan Sdr. Benny Wenda menjadi Jurubicara perjuangan Papua Merdeka.

TRWP: Selamat pagi. Saya perbaiki dulu pernyataan Anda. Okto Motte dan Benny Wenda itu tidak dipilih untuk perjuangan Papua Merdeka saja, tetapi tujuan utama ialah menyatukan semua bangsa Papua, ras Melanesia, baik yang ada di dalam negeri, yang ada di rimba, yang ada di luar negeri, dan di mana-pun. Kita semua punya. Jadi, bapak kasih nama itu organ dengan nama “Payung Identitas”. Itu payung identitas. Bapak sebenarnya sedikit tidak setuju dengan nama yang mereka kasih, karena tujuan payung itu bukan untuk memecah-belah ras Melanesia, tetapi tujuannya untuk menyatukan orang Papua Merah-Putih, orang Papua Bintang Kejora, orang Papua Bintang Empatbelas, orang Papua Bintang apa saja semua bersatu menjadi orang Melanesia dan datang kepada Indonesia dan MSG untuk melamar menjadi anggota MSG.

Jadi, organisasi yang berjuang untuk merdeka dari NKRI itu sudah ada, tidak diganti, tidak dirubah, tidak dilebur, tidak disatukan. Semua ada di tempat masing-masing, dengan tugas masing-masing.

Sekali lagi, mari orang Melanesia bersatu, mari NKRI kalau bilang NKRI hadir untuk memajukan Papua maka mari berikan fasilitas negara dan perlindungan kepada semua orang di Parlemen Nasional West Papua, Majels Rakyat Papua, DPRP yang ada di dua provinsi NKRI. Jokowi jangan hanya jago kandang, Jokowi saya tantang berani bermain di politik regional dan internasional secara laki-laki. Jangan hanya berani menjinakkan Prabowo waktu selesai Pemilu, sekarang buktikan permainan yang dinantikan orang Indonesia dengan memberikan fasilitas dan perlindungan kepada semua orang Papua di manapun kami berada untuk mendaftarkan diri menjadi anggota MSG.

PMNews:Fokus pertanyaan kami sebenarnya tadi terkait dengan pernyataan dan tanggapan dari berbagai pihak terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan NKRI di Tanah Papua pada kahir tahun ini.

TRWP: Jangan tanyakan saya komentari semua tanggapan, saya mau nyatakan kepada orang Papua semua, baik gembala ataupun domba-domba di seluruh dunia, bahwa Pdt. Albert Yoku itu Serigala berbulu Domba, Gembala yang ditugaskan untuk mengamankan pembunuhan oleh sang serigala. Saya yakin, semua domba dalam pengembalaannya hari ini tidak sejahtera melihat sang Gembala berbulu Serigala terlibat politik praktis NKRI. Sangat memalukan. Dulu Gembala dari Gereja lain yang jadi serigala, sekarang GKI yang jadi serigala. Memalukan.

Dulu saya say Herman Saut dan Ketua Sinode sebelumnya tidak sejahat gembala ini. Saya heran ini instruksi dari Ondoafinya Fransalbert Joku atau ini instruksi dari NKRI langsung. Ini mengindikasikan campurtangan Indonesia ke dalam sistem penggembalaan jemaat di Tanah Papua sangat kental. Kemarin-kan gereja lain yang dikekang, sekarang GKI yang dikekang.

Saya ini gembala, saya bukan gembala gereja, tetapi gembala perjuangan sebuah bangsa terjajah, jadi saya tahu saat serigala muncul bagaimana para domba berikan reaksi. Pasti Tuhan sedih melihat ini. Kemarin Tuhan sedih karena Serigala berbulu Gembala ada di gereja lain, sekarang Tuhan sedih kembali karena ada di dalam gereja GKI.

PMNews: Ini tuduhan sangat langsung dan antara sesama gembala apakah ini tidak membahayakan penggembalaan Bapak sebagai gembala dengan Pdt. Yoku sebagai gembala?

TRWP: Pdt. Yoku tidak memiliki sifat Yesus, Sang Gembala Agung. Saya pimpin perjuangan ini sebagai Panglima Tertinggi Komando Revolusi tetapi saya tunduk kepada Panglima Agung saya, Yesus Kristus sebagai Tokoh Revolusioner Semesta Sepanjang masa. Apakah Pdt. Yoku tunduk kepada Sang Gembala Agung? Mana buktinya?

Kenapa NKRI yang bunuh rakyat tidak pernah dia kutuk? Rakyat Papua membalas kebrutalan NKRI, malah dia kutuk? Ingat, kutuk itidak boleh dikeluarkan sembarang, apalagi oleh sang gembala jemaat Tuhan, apalagi yang menjadi korban ialah orang Papua. Sang gembala harus tahu siapa yang menjadi korban dalam kasus-kasus di Tanah Papua.

Gembala Jemaat harus tahu dalam kasus hubungan NKRI-Papua ini siapa yang dikorbankan dan siapa yang mengorbankan; siapa yang menjadi serigala dan siapa yang menjadi gembala, siapa yang memangsa dan siapa yang dimangsa. Jangan marah kepada domba yang lari ke jurang lalu serigala ikut jatuh ke jurang lalu dibilang saya kutuk domba jatuh ke jurang karena itu menyebabkan serigala juga jatuh ke jurang. Ini gembala jahat! Saya tahu Tuhan sama-sama dengan saya, saya tahu Tuhan tidak senang melihat gembalanya disulap jadi serigala untuk kepentingan politik penjajah.

PMNews: Sulit Pada posisi sulit dalam hal ini, karena ….

TRWP: Stop dulu, kalian takut karena takut kepada Pdt., bukan? Jangan takut kepada Pendeta kalau dia sudah jelas menjadi serigala. Takutlah kepada Tuhan yang punya jemaat, yang telah bangun kerajaan di Tanah Papua, yang menamai Tanah ini sebagai Tanah Surgawi, Bumi Cenderawasih. Jangan main-main di atas tanah ini. Semua yang bermain-main akan lenyap. Tanah ini akan mengatasi mereka.

PMNews: Kami tertarik dengan serigala berbulu domba yang dulu, yang sudah diganti kata Bapak?

TRWP: Itu sudah bukan saatnya disebut, tidak perlu dibahas.

PMNews: Baik. Terimakasih banyak. Kami akan tanyakan besok tentang pernyataan Bapak di awal tadi tentang penangangkatan Motte dan Wenda. Untuk sekarang sekian dulu.

TRWP: Ya, baik. Terimakasih.

Tidak Ada Kaitan Politik Papua Merdeka

Jayapura – Ketua Sinode GKI Papua Pdt. Albert Yoku menegaskan, aksi penembakan yang menewaskan sejumlah warga sipil di Enarotali, Ibu Kota Kabupaten Paniai, tidak ada kaitan dengan politik Papua merdeka. Tapi, hanya insiden yang terjadi antara pihak keamanan dengan warga. ”Masalah penembakan di Enarotali yang menewaskan warga sipil, sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik Papua Merdeka, itu hanya insiden antara warga dengan aparat,”ujar Ketua Sinode GKI Papua, Albert Yoku, Rabu 10 Desember.

Menurutnya, karena peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik, maka aparat keamanan harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban, dengan melakukan investigasi guna mengetahui pelaku penembakan. “Harap secepatnya dilakukan investigasi, Polisi dan TNI harus segera turun tangan, untuk mengungkap pelaku penembakan,”ujarnya.

Aparat keamanan semestinya harus antisipatif, persuasif dan komunikatif, sehingga peristiwa penembakan itu tentu bisa dihindari. “Kalau aparat mampu membangun relasi yang baik di lapangan dengan mengedepankan langkah komunikatif dan persuasif dengan rakyat, hal seperti ini tidak perlu terjadian atau tidak bisa diminimalisir,” tukasnya.

Ia melanjutkan, Sinode GKI juga sudah membentuk tim untuk melakukan investigasi atas peristiwa Paniai. “Kami sudah bentuk tim keadilan dan kedamaian untuk mengungkap kasus penembakan itu,”jelasnya.

Sinode GKI meminta, agar aparat mampu menciptakan rasa aman di Papua terutama menjelang kedatangan Presiden Jokowi merayakan Natal bersama warga Papua. “Kami minta Pangdam dan Kapolda menghindari yang namanya citpa kondisi, semua harus bisa tahan diri dan selalu menjaga keamanan menjelang kedatangan Presiden Jokowi,”paparnya.

Albert Yoku melanjutkan, peristiwa penembakan di Paniai dipicu adanya pemukulan terhadap anak kecil penjaga Pondok Natal, yang diduga dilakukan anggota Yonif 753 AVT. Lalu kemudian berkembang, dimana, warga mempertanyakan aksi pemukulan itu. Lantas, aksi penembakan meletus. “Sesuai laporan dari warga di sana, aparat yang langsung menembaki sehingga korban jatuh tidak terhindarkan,” terangnya.

Sementara dari informasi yang diperoleh dari Enarotali ibukota Paniai, massa masih berkonsentrasi di lapangan Karel Gobai, dengan 4 korban yang tewas. Bahkan proses acara pemakaman terhadap jenazah warga yang tewas sedang dilakukan di halaman Markas Koramil Paniai tepat dibawa tiang bendera.

Juru Bicara Kodam 17 Cenderawasih Kolonel Rikas Hidayatullah saat dikonfirmasi, belum bersedia memberikan keterangan tentang proses pemakaman di halaman Markas Koramil Paniai.

Imparsial Kutuk Penembakan di Paniai

Sementara itu LSM Pemerhati Hak Azasi Manusia Imparsial, mengutuk keras aksi penembakan warga sipil di Paniai, yang berbuntut tewasnya 4 warga. Dikatakan, seharusnya, aparat keamanan bertindak hati-hati dalam menggunakan senjata api, terutama saat berhadapan dengan masyarakat.

“Dalam memperingati Hari HAM sedunia yang jatuh pada 10 Desember ini, Imparsial mengutuk jatuhnya korban jiwa anak-anak siswa SMU serta belasan orang terluka dalam tragedi Enarotali. Aparat TNI dan Polri seharusnya berhati-hati dalam menggunakan senjata api. Apalagi jika digunakan untuk membubarkan massa yang berunjuk rasa,”

ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengki Indarti dalam siaran Persnya yang dikirim melalui pesan elektroniknya, Rabu 10 Desember.

Peristiwa itu semakin, menunjukkan banyaknya daftar kekerasan yang terjadi di Papua. “ Jatuhnya korban jiwa dan luka-luka, telah menambah panjang daftar kekerasan di Papua,”ucapnya.

Atas kejadian yang diindikasikan sebagai pelanggaran HAM, Imparsial mendesak segera dilakukan investigasi secara mendalam. “Kami mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus ini,”ucapnya.

Dengan bertambahnya daftar kekerasan di Papua, Imparsial juga menolak rencana penambahan Komando Teritorial di Papua. Kami menolak rencana penambahan Kodam baru di Papua dan Papua Barat, serta menolak massifnya pembangunan yang tidak pro rakyat dan merusak lingkungan hidup, antara lain proyek penambangan emas di Timika (Freeport) dan di Paniai, MIFEE & MP3EI,”ucapnya.

Pemerintahan Jokowi sebaiknya segera menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM berat di Papua. “Kami mendesak Pemerintah Jokowi untuk mengutamakan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua, menghukum para pelaku dan berjanji agar peristiwa serupa tidak terulang kembali, melindungi hak-hak rakyat di Papua untuk bebas berpendapat dan berekspresi, serta segera mempersiapkan dialog damai Jakarta-Papua,”tegasnya. (jir/don)

Kamis, 11 Desember 2014 11:59, BP

Versi Polisi Berbeda dengan Komnas HAM

JAYAPURA – Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM) perwakilan Papua mengkalim versi polisi terkait kasus di Enarotali Kabupaten Paniai sangat berbeda dengan apa yang disampaikan masyarakat.

“Ada dua pengadu yang diterima Komnas Papua pasca peristiwa Enarotali, diantaranya Kepala Distrik Yuliana Youw dan Tokoh Masyarakat dan Pendeta setempat Apa yang mereka sampaikan ke Komnas berdasarkan laporan dari masyarakat setempat. Namun kronologis kejadian sangat berbeda apa yang telah disampaikan Polda Papua kepada Media,” katanya

Menurutnya, versi yang diterima Komnas HAM dari Kepala Distrik dan pendeta setempat, awalnya pukul 20.00 WIT malam warga Gunung Merah setempat memutar lagu Natal di pondok Natal.

“Tak lama kemudian datang mobil berpenumpang 4 orang lalu warga setempat menegur karena lampu mati. Mereka turun lalu melakukan pemukulan,” katanya kepada wartawan di Tugu Theys Entrop, distrik Jayapura Selatan-Kota Jayapura.

Menurutnya, peristiwa itu langsung memberitahukan kepada warga Gunung Merah. Keesokan harinya, berkisar 400-600 orang datang ke Markas Koramil dengan membawa kayu dan batu. “Tujuan hanya meminta penjelasan peristiwa malam itu. Sebab, mereka mengetahui salah satu dari dalam mobil merupakan anggota Koramil,” jelas Frits.

Namun permintaan warga setempat tidak mendapatkan jawaban dari salah satu pimpinan maupun anggota Koramil setempat hingga akhirnya eskalasi meningkat hingga terjadi pelemparan batu lalu terjadi penembakan. Akibatnya 4 warga meninggal dunia. Entah arah tembakan dari mana, jelas ada korban tembakan.
Bahkan lanjutnya, dari informasi terakhir yang diterima, salah satu anak SD meninggal Dunia pada siang hari sesaat kejadian di Markas Koramil. “Anak tersebut meninggal karena mengalami luka kritis,” katanya.

Sementara Lanjutnya, dari keterangan Polda Papua, penembakan itu muncul ketika terjadi pemalangan namun sempat dibuka setelah dilakukan negosiasi. Tak lama kemudian, tiba-tiba terjadi pembakaran Kantor Kantor KPU lalu terjadi penembakan.

“Disini terjadi perbedaan versi karena dari pengaduan ke Komnas HAM bahwa penembakan itu terjadi sebelumnya sudah dilakukan penembakan ketika mereka ada di pos untuk menuntut kejadian malam itu dan disitulah terjadi penembakan. Sementara menurut polisi ada penembakan dari gunung dan itu yang memicu 400-600 menuju pos koramil,” .

“Perbedaan ini harus jelas, apakah peristiwa ini ada sebuah peristiwa keributan diantara warga atau k warga dengan warga atau kemudian warga dengan aparat. Kemudian kenapa kantor KPU dibakar, pemalangan. Ini harus dipastikan,” kata Frits meminta.

Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah daerah setempat melakukan tindakan pertama. “Di sini pemda harus berperan untuk negosiasi, memberikan jaminan kepada para pihak baik kepada korban, masyarakat setempat maupun aparat keamanan agar masing-masing pihak menahan diri,” katanya.

Disisi lain, kemarin Komnas HAM telah meminta agar 5 jenazah termasuk siswa SD yang ada dapat dilakukan tindakan medis. Tindakan medis harus dilakukan dan kalau tindak medis tidak dilakukan maka sulit untuk memastikan penyebab kematiannya seperti apa.

Sambung Frits, tindakan medis sebenarnya merupakan tindakan atas nama HAM untuk bisa memastikan agar jenazah ini harus ada tindakan medis misalnya otopsi.

“Dengan otopsi atau visum maka akan dipastikan dan diketahui penyebab kematiannya. Kalau penyebab kematiannya akibat peluru bisa ditelusuri dan kalau tidak dilakukan maka polisi dan pihak lain akan mengalami kesulitan untuk mengungkap itu,” tukasnya.

Lebih lanjut disampaikan Frits, Tim-tim yang diturunkan, seperti tim mabes, polda, DPRP, Komnas HAM perwakilan Papua. “Tim-tim yang datang ini diminta untuk tidak saling memaksa tapi lebih koperatif untuk mengungkap ini secara pelan-pelan dan terukur,” ungkapnya. (loy/don)

Kamis, 11 Desember 2014 12:01, BP

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny